Pov Azam"Terus, kenapa dia hanya diam saja saat aku bilang aku akan menikah denganmu, bahkan dia menemuiku di rumahmu dengan senyuman ramah?"Pertanyaan Agnes membuatku bimbang."Aku tak tahu kenapa dia bisa seperti itu!""Kalau begitu, aku akan menemuinya, aku akan mengatakan padanya kalau aku akan mempertahankan cinta kita!" Ujarnya tegas."A-pa maksudmu?" Aku khawatir."Zam, hubungan kita itu sudah lama terjalin, kau pikir aku akan melepasmu begitu saja? Tidak, Zam. Pernikahanmu itu hanya perjodohan, sedangkan kita sudah lama saling mencintai. Cinta itu lebih agung dari perjodohan!" Aku tak menyangka respon Agnes akan seperti ini. Iya, aku menyadari, hubungan kami memang sudah lama terjalin, jelas tak mudah untuk kami melupakannya begitu saja.Sementara itu, aku melihat ustad Taufiq dan istrinya hanya bisa jadi saksi perdebatan kita, sebab pasti beliau merasa tidak enak jika harus ikut campur."Agnes, aku tahu semuai ini tidak mudah. Tapi pernikahnku dengan Jihan juga tak bisa an
"Azam, setelah sekian lama kita menjalin cinta, akhirnya sekarang kita halal, terima kasih karena kamu mau mempertahankanku, mempertahankan cinta kita!" Ucap Agnes setelah melakukan sholat magrib pertamanya dan menjadi makmumku, dengan Mukena pemberian dari istri Ustad Taufiq.Iya, sebelum ke hotel ini, istri ustad Taufiq menghadiahkan mukena untuk Agnes serta beberapa gamis milik putri mereka."Sudah seharusnya kamu dipertahankan karena kaulah cintaku. Aku sangat mencintaimu!" Jawabku yang kemudian mengecup ubun-ubunnya kemudian membaca doa khusus untuk pengantin baru, sebagaimana yang di sunnatkan oleh Rosulullah. Setelah perbincangan ringan, aku membimbingnya membaca doa sebelum penyatuan cinta kami."Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa."Gelora cinta dan hasrat yang kami pendam selama bertahun-tahun, kini telah bermuara dalam hubungan suami istri yang halal.Sejenak dalam pikiranku teringat Jihan, tapi kucoba tepis dengan rasa hasratku p
Pov Agnes"Busyet dah! Kamu itu orangnya kok ngeyel ya, andai hanya ada kamu satu-satunya lelaki di kampus ini, aku tak akan menyukaimu!" Ucapku dengan angkuh."Tapi aku tetap mencintaimu," dia masih ngeyel."Aku jijik lelaki sepertimu! Yang tak punya muka. Sudah berkali-kali di tolak tapi tetap tak tahu diri. Dasar orang kampung!" Ujarku kemudia aku meludah di depannya. Aku terpaksa menghinanya, agar dia menjauh. Karena aku sudah bosan dengan ulahnya.Setelah kejadian itu, hari-hariku tiba-tiba terasa berbeda, aku yang biasanya merasa diganggu di perhatikan atau bahkan di sapa serta dikirimi bunga maupun puisi, kini terasa hampa. Seperti ada sessuatu yang hilang padaku.Seminggu sudah Azam, seperti menghilang seperti di telan bumi.Aku kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya. Aku tiba-tiba merasa bersalah.Akupun memberanikan diri bertanya pada temannya, ternyata ia sedang sakit. Karena merasa bersalah dan malu, aku menitipksn surat untuknya dan kuselipkan di bawah buah-bua
Pov AgnesSaat orang yang kita cintai menyebutkan nama kita dalam prosesi ijab qabul, di acara yang sakral pernikahan, sungguh bahagianya luar biasa tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.Aku sangat bahagia dan terharu sampai menangis karena pernikahanku di saksikan puluhan jamaah masjid yang biasa sholat di masjid pimpinan ustad Taufiq di saat tidak ada satu orangpun yang datang dari pihak keluargaku maupun keluarga Azam.Iya, saat ini kami benar-benar seperti sebatangkara, bahkan Ayahku juga tidak boleh menjadi waliku.Setelah sah menjadi suami istri, Azam mengajakku ke hotel yang sebelumnya ia sudah menyewa kamar untuk kita, juga sebagai tempat tinggalku sementara, karena dia merasa tidak enak jika masih menumpang di kediaman ustad Taufiq.Di sebuah hotel terkemuka di kota Surabaya ini, rupanya Azam menyewa kamar khusus pengantin baru. Ada taburan mawar merah di kasur kami, sehingga harum semerbak memenuhi ruangan. Aroma terapi dari beberapa lilin juga menambah suasana romantis pe
POV AgnesKaminpun duduk berhadapan berdua. "Jihan, kamu setuju gak kalau aku nikah sama Azam? Aku kemarin sudah muallaf!" Ucapku yang sengaja memancing reaksinya."Benarkah? Selamat ya! Cici sudah menjadi saudara kami skarang!" Ucapnya dengan senyuman."Kalau untuk menikah, itu sih terserah cici sama Mas Azam," ucapnya lagi dengan kesedihan yang tahan, aku bisa melihat dari sorot matanya."Kira-kira kalau aku menikah dengan Azam, keluarganya bakal setuju nggak, ya?" Aku sengaja bertanya seperti itu bukan untuk memanas-manasi dia, tapi aku ingin tahu seberapa besar cintanya pada Azam."Aku tak tahu," jawabnya dengan mata yang mulai mengembun, tapi ia segera mengalihkan pandangannya agar aku tak melihatnya."Kamu, kan dekat dengan mereka?""Iya, tapi aku tak pernah tahu dengan keinginan orang tua mas Azam, maunya menantu seperti apa.""Sepupumu itu laki-laki yang baik, aku ingin sekali menikah dengannya. Kamu setuju, nggak?""Aku setuju saja, cici sama mas Azam kan memang sudah lama p
Pov Jihan"Mas ini kenapa genit gini, sih?" Aku merasa kesal."Habisnya kamu tak mau bicara padaku. Maafkan aku, ya?" Dia membalikkan badanku dan menatapa mataku."Iya, aku maafin!" Ucapku terpaksa. Kemudian aku membalikkan badanku lagi untuk melanjutkan masakku."Sayangku lagi masak apa?" Tanyanya manja, sambil memelukku lagi dari belakang."Aku lagi belajar masak ayam goreng kecap, ini lagi di ungkep," rasa kesalku mulai mereda, karena pelukannya seakan meredam amarahku dan berikutnya kami pun memasak bersama dengan canda tawa.Setelah makan bersama, mas Azam mengajakku duduk santai sambil menyaksikan hasil unggahan vidionya di chanelnya, di kamar mas Azam. Saat vidionya selesai, aku mengikat rambutku di depannya, aku yang sedang memakai kaos lengan pendek, mencoba untuk memberi tahunya bahwa di leherku ada banyak tanda merah hasil perbuatannya."Mas, aku lebih cantik mana, rambut di ikat atau di urai atau pas pake jilbab?" Ucapku, sengaja memperlihatkan leherku."Aku suka semuanya,
POV Jihan "Ya Allah, kenapa rasanya sesakit ini? Sampai sekarang aku memang masih belum merasa memiliki mas Azam, karena bagiku hatinya masih terpaut pada ci Agnes dan aku memahami mereka yang telah menjalin cinta selama lima tahun, tapi mengapa aku tak kuasa melihat keromantisan mereka, ya Allah?" Batinku berteriak, dan tak terasa cairan bening keluar dari retinaku.Ci Agnes tampak menghampiriku, buru-buru aku mengusap air mataku. Dia tersenyum ramah sama seperti saat dia ke rumahku tempo hari.Dia menyapaku kemudian mengatakan kalau dia sudah muallaf, aku ikut bahagia sekaligus sedih, karena seperti yang sudah pernah dia katakan kalau dia akan menikah dengan mas Azam setelah menjadi muallaf dan lagi-lagi hatiku menjerit, ingin menangis saat ini juga, tapi aku tak kuasa, karena aku tak mau ci Agnes tahu aku lemah."Sepupumu itu laki-laki yang baik, aku ingin sekali menikah dengannya. Kamu setuju, kan?" Ucapnya lagi."Aku setuju saja, cici sama mas Azam kan memang sudah lama pacaran
Pov AzamTanpa berpikir lama, aku segera mencari Jihan. Terakhir kali aku melihatnya di Mall tadi dia bersama Hera. Iya, aku harus mencari Jihan di kos-an Hera. Saat Jihan membawa Hera main ke rumah, Hera pernah bilang kalau dia tinggal di kos-an gang Melati, jadi sekarang aku harus kesana!Tak membutuhkan waktu lama untuk menemukan kos-an tersebut. Akupun langsung meminta tolong pada petugas keamanan disana agar di panggilkan penghuni kamar kos yang bernama Hera.Aku menunggunya dengan harap-harap cemas, dan taklama kemudian Hera pun muncul. Tapi, mengapa dia keluar sendirian?"Hera, apakah Jihan di sini?" Aku bertanya langsung tanpa basa basi."Tidak ada, kak.""Jangan bohong kamu! Terakhir kali kalian bersama di Mall!" Aku sedikit menggertak."Beneran, kak. Terakhir kali, kami bertemu saat kami shalat magrib di masjid dekat Mall, kemudian aku pulang duluan, karena Jihan masih ada urusan, katanya," ujar Hera dengan raut wajah takut."Baiklah, kalau begitu, terima kasih."Aku sangat