"Bunda, ayah sakit," ucapku begitu bunda mengangkat telepon, kutemani ayah ke rumah sakit setelah sebelumnya minta izin dulu pada guru yang ada di sekolah. Aku tak akan bisa fokus belajar jika salah satu orang tuaku sakit."Sakit, sakit apa?" tanya Bunda dengan nada terkejut."Entahlah, mungkin asam lambung ayah naik," jawabku."Kalau begitu beritahu bunda rumah sakit mana tujuanmu, biar bunda bisa datang untuk merawat dan membawakan ayah sarapan," ujar bunda yang mulai terdengar setengah panik."Ayah lemah dan muntah muntah, cuma bunda yang tahu cara merawat ayah," ujarku."Iya Nak."Kuakhiri panggilan, kusimpan kembali ponselku dan memandang ayah yang masih terbaring di atas brankar ambulan yang melaju. Pagi mulai panas, keadaan jalan mulai macet karena orang orang yang berangkat ke kantor dan aktivitas masing masing. Kugenggam tangan ayah yang terasa dingin dan gemetar."Apa Ayah telat makan kemarin?" tanyaku memandang matanya."Ya, Tante Priska telat pulang untuk masak," jawabnya.
"Cukup hentikan! Apa kalian tidak lihat kalau aku sedang sakit," tanya ayah sambil mulai menahan rasa sesak dari napasnya."Entah kenapa keluargamu selalu mengajakku bertengkar padahal aku selalu berusaha untuk bersikap baik dan mengalah kejar tentang peristiwa dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin di hadapan ayah."Dan entah kenapa istri barumu ini selalu saja memamerkan kemampuannya, padahal tidak perlu dipamer pun kami sudah tahu! Dia memang rese' dan kurang ajar," balas Bunda."Iri tanda tak mampu," ujar wanita itu dengan tatapan mendelik."Siapa yang bilang kami tidak mampu kalau kamu mau kamu bisa merebut kembali Ayah dan tidak akan membiarkan dia bertemu lagi denganmu, apa kau mau seperti itu!""Kalian tidak akan kuasa menolak takdir. Apapun yang terjadi saat ini aku adalah istrinya Mas Hafiz dan tidak ada manusia yang mampu menolak ikatan yang sudah dibuat dihadapan Tuhan!""Oh ya, ikatan tanpa restu dan keikhlasan orang lain? Kau lupa keberadaanku sebagai istri pertama?""
"Atau begini saja, bagaimana kalau kuberi penawaran..." Wanita itu menahan langkah bunda dengan ucapannya."Apa?""Kalau kamu tidak merasa bahagia lagi dengan Mas Hafiz maka biarkan dia denganku, aku akan memberimu ganti rugi.""Berapa yang kau bisa, satu milyar, dua milyar, bisa kah?" tanya Bunda sambil berkacak pinggang."Akan aku usahakan yang penting kau tidak mengusik dan menuntut apapun lagi.""Bagaimana dengan anakku?""Dia tetap anak Mas Hafiz, sudah kubilang alana akan selalu kami sayangi.""Cih, pintar sekali mulut itu mengumbar janji, padahal, belum tentu semua yang kau katakan akan kau lakukan, belum pernah aku mendapati wanita yang tidak tahu malu serendah dirimu," jawab Bunda sambil meludahi wanita itu ke tanah. Meski Bunda sudah bilang akan mengalah, tapi tetap saja, kebencian bunda semakin menjadi dan menyeruak ke permukaan, bunda sudah tak mampu menahan sakit hati. Andai bisa, aku ingin sekali memisahkan bunda dengan wanita itu. Atau kalau bisa aku ingin sekali men
"Jangan bersikap begitu, Nak, dia istrinya ayah," ujar ayah sambil memelas padaku."Dia istri ayah, harusnya ayah menghentikan semua perbuatannya yang sekiranya menyinggung atau menyakiti orang. Mentang mentang kaya, dia merasa bisa melakukan apapun yang dia inginkan." Aku mengoceh sambil melipat tangan di dada."Kalau Bunda dan Tante Priska sama sama marah pada ayah, lantas ayah harus bagaimana?""Ya, cari saja solusinya. Ujungnya ayah tidak akan mendapatkan siapapun karena keserakahan ayah dari awal," balasku."Baik, ayah memang salah, ayah minta maaf, maaf sekali," ucap ayah sambil menangkupkan tangan."Kondisikan dong istri ayah agar kami bisa saling damai dan rukun, terlebih dia yang datang paling akhir dalam keluarga ini," jawabku."Iyaa ayah berusaha, ayah akan memberinya pengertian.""Nyatanya, wanita angkuh itu memang menyebalkan," ujarku sambil melipat tangan di dada. Kududukkan diri di sofa sambil main ponsel dan mengabarkan pada Bunda kalau aku sedang bersama ayah.Tak lam
"Aku pulang karena keluarga tante Priska datang jadi karena aku juga sungkan bergaul dengan orang asing Jadi kuputuskan untuk kembali saja ke rumah," ujarku pada Bunda."Apa orang tua Priska ada di sana?""Iya, orang tuanya datang, kami berbincang-bincang sebentar lalu aku memutuskan pulang.""Apakah kau menjaga sikapmu dengan baik anakku?""Iya," jawabku sambil mendecak kecil."Bunda yakin kau marah marah.""Ya, aku memprotes tentang ketidak jujuran ayah dan Tante juga tentang keluarga mereka yang santai santai saja mengetahui fakta bahwa ayah punya anak dan adikku meninggal.""Untuk apa diceritakan Nak, siapa yang akan peduli ...." Bunda mendesah sambil terlihat bersedih, dibawah temaram lampu baca dengan kursi santai kesayangannya bunda terlihat sangat sedih tapi di atas kesedihan itu dia punya kepasrahan yang tulus."Setidaknya aku ingin tahu, apakah mereka punya empati atau tidak," jawabku dengan penuh keresahan dalam hati."Kalau dari awal seseorang memang tidak punya perasaan m
Entah apa yang membawa suasana pagi-pagi yang damai ini tiba-tiba dipenuhi dengan keriuhan. Aku yang sedang sarapan bersama Bunda dengan ketenangan hati kami setelah salat Subuh dan mandi tiba-tiba dikejutkan oleh ketukan di pintu utama.Tok tok."Permisi, assalamualaikum ...." Aku dan Bunda saling memandang saat mendengar suara wanita dewasa yang memanggil dari depan sana. Nenek dari ibuku tidak mungkin datang karena posisi beliau yang beda pulau dari kami. Aku yakin yang datang sekarang adalah orang lain yang belum pernah datang ke rumah ini."Sebentar ya Bunda bukakan," ucap Ibuku sambil bangkit dari meja makan dan segera bergegas menuju ke pintu utama.Aku Yang penasaran juga akhirnya meninggalkan sarapan dan pergi ke depan untuk melihat Siapa yang datang. Saat daun pintu terbuka bertambah terkejutnya aku karena ternyata yang datang adalah keluarga Ibu tiriku. Ada adiknya dan suaminya serta Ayah dan ibunya. Herannya, Tante tidak terlihat sama sekali."Assalamualaikum...." ucap Ay
Usai mengatakan itu keluarga Tante Riska mengeluarkan sejumlah uang untuk kami, mereka meletakkan amplop coklat yang begitu tebalnya entah untuk apa tujuannya."Kalian juga bisa mendapatkan penawaran lebih Kalau tidak mau tinggal dengan Priska, kami akan membayar kalian berapapun kalian inginkan.""Bagaimana kalau aku minta uang miliaran Apa kalian bisa?""Maka pertanyaan harus dikembalikan padamu, Apakah setelah menjual suamimu miliaran rupiah, apakah kau akan merasa puas dan ikhlas melupakannya?" tanya ayah Tante Priska.".... Jika di dalam hati kalian masih tersisa cinta maka janganlah bersikap munafik dan menahan perasaan. Kenapa tidak hidup berdampingan dan mencoba menjadi saudara lalu saling berbagi dalam suka dan duka. Apa susahnya semua itu?" tanya Kakek Hamid."Jika demikian aturlah caranya," ujar Bunda sambil menutup percakapan."Kalau begitu terimalah uang ini dari kami sebagai bentuk permintaan maaf dan bela sungkawa. Kami tidak bermaksud membeli harga diri kalian, tapi ka
"Ada apa lagi Rindi?" ibunda tante Priska bertanya kepada tante Rindi perihal Mengapa Tante Riri terlihat begitu panik dan tante Priska terdengar menangis dari seberang sana."Ini ... Kakak nggak sengaja nabrak orang dan orangnya lagi gawat di rumah sakit, dia lagi ditahan di pos pengamanan, karena warga sekitar sedang mengamuk.""Apa?! Ayo bergegas ke sana dan hubungi polisi jangan sampai ada terjadi sesuatu kepada Priska," jawab ayahnya sambil mengajak anggota keluarganya.Tanpa mengatakan apapun kepada ayah mereka berempat langsung pergi bergegas begitu saja meninggalkan aku dan Bunda serta Ayah yang terkapar dengan wajah bingung.Melihat kepergian mereka Ayah hanya bisa menghalalkan nafas sambil menggelengkan kepala dan berdecak kecil."Ayah nggak mau ikut?" kepada ayah yang terlihat ingin bangun tapi tidak sanggup."Pertanyaanmu rasanya tidak perlu Ayah jawab.""Baguslah, sekarang hanya tersisa kami berdua yang akan menjaga dan mengurusi ayah. Faktanya keluarga kedua tidak akan l