Pintu gerbang kediaman Yanti kemudian dibuka oleh security yang selalu siap di pos penjagaan rumah Yanti dan tak berselang lama mobil hitam milik Aris melaju perlahan untuk berhenti di area parkir.
“Hai, ” sapa Yanti dengan senyumnya yang cantik
“Hai, aku tadi hanya berharap security rumahmu tak menganggapku sebagai penguntit dan mengusirku dari depan rumahmu.”
“Hahaha, masuk yuk.” Ajak Yanti
Yanti kemudian mempersilahkan Aris masuk ke area sisi kanan kediamannya dimana disitu terdapat rumah khusus yang didesign seperti cottage dengan ruang tamu yang privat dan juga kamar, area itu diperuntukkan untuk keluarga atau rekanan bisnis yang menginap untuk pengerjaan project bisnis yang cukup lama.
Aris duduk di sofa dan Yanti di sisi kanannya dengan jarak tak terlampau jauh.
“Maaf kalo bikin kamu nunggu lama diluar.” Kata Yanti sebagai pembuka pembicaraan mereka.
“Hahah, menunggu kamu itu aku rasa adalah hobiku dari dulu.”
“Ris, jangan gitu dong, itu membuatku merasa bersalah.”
“Ga usah merasa bersalah, kamu juga tahu secara sadar kan apa yang kamu lakuin ke aku jaman dulu?”
“Ya, akulah yang bersalah disini, maka dari itu aku ingin minta maaf sama kamu dan berharap kamu bisa mengobati luka hatimu itu secara bertahap.”
“Bagaimana caranya?”
“Aku juga ga tahu bagaimana caranya.”
“Hahaha, ya kau lebih enak karena kamu masih bersuami saat ini, sedangkan aku memiliki istri tapi aku masih belum merasa mencintainya, perlu kau tahu aku menikahinya karena desakan orang tua yang melihatku sudah berumur. Aku enggan untuk menikah karena harapanku adalah menikahimu bukan menikahi orang lain. Tapi apa mau dikata kau malah lebih memilih orang lain. Aku sadar kasta ekonomi kita berbeda, kau lebih memilih dia daripada aku yang dibawah dia kan?”
“Aris, aku tak pernah berpikir begitu aku juga tidak membandingkan strata ekonomi kalian berdua!”
“Lalu apa? Kita saat itu sedang berpacaran tapi kau pergi dan meninggalkan aku sendiri tanpa kepastian! Apa kau sudah tidak punya hati nurani??”
“Cukup Aris!! Aku menikahinya karena kedua keluarga kami rekanan bisnis, aku mau ga mau harus mengikuti keinginan Ayah untuk dijodohkan dengannya! Lalu bagaimana bisa aku mengatakannya padamu, sedangkan aku sendiri juga terluka karena harus melepaskanmu!”
“Tapi kau menikmati pernikahanmu sampai detik ini kan?? Kau bahagia bersamanya sampai detik ini dan itu yang membuatku muak, Yanti!!”
“Ya, aku menikmatinya seperti pikiran sok tahu mu itu!! Aku menikmati sebagai janda! Kau puas sekarang dengan jawabanku??!!”
Seketika Aris tersentak dengan pernyataan yang keluar dari mulut Yanti, ia tak tahu ternyata kisah hidupnya setragis itu.
“Kamu jangan membohongiku, Yanti!”
“Untuk apa aku membohongi soal kematian, Ris?? Sudah 8 tahun aku ditinggal Mas Reno dan selama itulah aku menjanda. Kalau kamu ga percaya aku anter kamu ke tempat peristirahatannya yang terakhir sekarang biar kamu puas! Biar kamu tahu aku bohong atau tidak!!”
Aris menutup wajah dengan kedua tangannya dan mengusapnya keatas, Ia nampak frustasi. Lelaki itu melihat Yanti sudah berurai air mata, jelas ada goresan luka atas perdebatan ini dan Aris merasa bersalah atas itu semua.
“Arrgghhhh!! Shittt!!!” umpat Aris.
Ia kemudian berjalan mendekat kearah wanita yang masih bertahta dihatinya, dengan penuh kelembutan ia memeluk tubuh Yanti dengan erat. Yanti cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Aris namun entah kenapa pelukan itu enggan untuk ia lepaskan. Ada setitik rindu yang berusaha ia kubur namun kini kembali muncul.
“Aku minta maaf, Yan. Jujur aku ga tahu kalau kondisi kamu sekarang seperti ini. Aku benar-benar minta maaf.” Aris mengusap lembut rambut dan punggung wanita yang masih terisak dalam pelukannya itu.
Yanti hanya bisa mengangguk pelan dan terus mengusap air matanya. Mendengar suara isakan tangis Yanti membuat hati Aris teriris pedih, ia tak tega melihat wanita yang selalu ia sayang terluka dan bersedih.
Setelah dirasa cukup tenang, Aris perlahan melepaskan pelukannya dan menatap lekat wajah Yanti yang masih sembab, ia berusaha mengusap sisa-sisa air mata di wajah wanita dihadapannya.
“Ijinkan aku untuk mendampingimu, melewati semua masa suram dan kesendirianmu, Yanti.”
“Apa kau gila? Bagaimana nasib istri dan anakmu? Aku ga mau kalau karena aku kalian akan bertengkar dan keluarga kalian berantakan.”
“Dari dulu prioritasku adalah kamu, aku menikahi Sintia juga karena desakan keluarganya dan karena kami sangat menghormati keluarganya ada hutang budi diantara kedua keluarga kami, sehingga mereka berpikir untuk menikahkan aku dengan anaknya. Sedangkan aku tidak bisa mencintainya setulus hatiku seperti aku mencintaimu, Yanti. Jika aku bisa melupakanmu mungkin setelah aku tahu kau menikah maka aku akan mencari yang lain. Namun apa? Aku tetap sendiri dan tidak berpikir mencari penggantimu. Hingga akhirnya aku menyerah untuk mengiyakan pernikahan tersebut, aku mendengar bahwa kau tengah mengandung dan begitu pula Sintia. Jujur ada rasa kesal saat aku mendengar hal itu. Seharusnya bayi yang ada dirahimmu adalah anakku bukan anak Reno, dan saat aku melihat Sintia jujur aku tak ingin anakku keluar dari rahimnya, yang aku inginkan adalah kamu dan anak dari rahimmu Yanti, bukan orang lain.”
“Apakah Sintia tahu akan perasaanmu itu padaku?”
“Dia sangat tahu karena aku jujur padanya diawal sebelum aku diminta untuk menikahinya dan bahkan sebelum kami melangsungkan pernikahan aku sempat mengatakan padanya satu kali lagi bahwa ini bukan impianku untuk menikahimu karena aku menginginkan Yanti dan hanya satu nama itu yang aku inginkan.”
“Lalu apa reaksinya?”
“Dia mengatakan tidak masalah karena setiap orang memiliki masa lalu yang berbeda, dia berpikir bahwa cinta akan tumbuh karena terbiasa. Tapi tetap saja aku merasa perasaanku tidak ada yang special dengannya. Jika aku harus menyetubuhinya itu aku anggap sebagai suatu kewajiban seorang suami yang harus aku berikan padanya, tidak sebagai ungkapan cinta dan sayang.”
“Kau melukainya, Ris.”
“Aku tahu itu, Yan. Tapi bagaimana denganku? Siapa yang bisa mengobati keterpurukanku? Kekosonganku? Aku harus menjadi orang baik untuk orang lain tapi siapa yang bisa menjadi sandaranku? Aku hanya mencintaimu Yanti, tidak orang lain.” seru Aris sambil mengguncangkan kedua lengan Yanti.
Tatapan mata keduanya menyiratkan rindu yang tak tertahankan, ada rasa cinta yang kembali bangkit dihati keduanya. Derai air mata kembali mengalir disudut mata wanita cantik itu. Dengan perlahan Aris mendekatkan wajahnya kearah Yanti.
“Ijinkan aku untuk dapat kembali memelukmu dan biarkan aku menjadi rumah untukmu. Sejujurnya aku tak bisa melepaskanmu dengan alasan apapun. Kau ingat kata-kataku saat di venue Reuni? Semakin kau menjauhiku semesta akan berusaha mendekatkanmu padaku.”
Dengan ragu Yanti mengangguk, ada rasa berat disana mengingat Aris telah berkeluarga dan utuh.
“Tapi, Ris. Sintia…” kata-kata Yanti tak mampu ia lanjutkan karena Aris dengan cepat menutup bibir itu dengan kecupan.
Yanti terbelalak dan tubuhnya mematung, ia tak membayangkan Aris melakukan sejauh itu padanya, kecupan bibir Aris yang perlahan menyirnakan keraguan dihati Yanti. Aris menghentikan aksinya sesaat, ia kembali memandang dengan lekat wajah sayu dihadapannya, kedua mata mereka saling bertatapan mesra menyiratkan banyak kata didalamnya yang tak mampu mereka ucapkan.
Terlihat tidak ada penolakan dari Yanti sehingga membuat Aris kembali melumat bibir mantan kekasihnya itu. Perlahan namun pasti semua berjalan dan berlalu begitu saja dengan gejolak nafsu yang menggelora diantara dua manusia dewasa yang sedang dimabuk asmara, desahan tajam yang dikeluarkan oleh keduanya membuat ruang kamar menjadi saksi bisu keintiman mereka.
Rasa rindu yang tertahan sekian lama mereka tumpahkan di malam itu, rayuan, cumbuan, desahan kenikmatan, teriakan nikmat seolah menjadi bukti bahwa cinta mereka masih tetaplah sama dan semua itu mereka nikmati berdua hingga berlalunya sang malam.
Keesokan harinya Yanti terbangun dengan kondisi yang tidak biasa, disampingnya ada Aris yang sudah memandangnya dengan senyum yang selalu memikat hatinya. Yanti benar-benar merasa bahagia.“Pagi sayang.” Suara bariton milik Aris membuatnya tersenyum bahagia, ada kekosongan hati yang kini mulai terisi.“Pagi sayang, hmm, aku mau mandi trus bersiap ke kantor.”“Mau aku anterin?”“Hmmm, aku hari ini bakal pergi ke beberapa tempat, jadi lebih baik aku berangkat sendiri aja.”“Aku bisa anter kemanapun kamu mau kok? Ga ada masalah, toh hari ini aku bisa off kan schedule ku.”“Jangan gitu ahh, hmm ntar malem aja kita dinner gimana?”“Ok ide bagus, aku yang pilih tempat ya.”“Up to you.” senyum Yanti mengembang melihat Aris yang begitu bersemangat.Aris kemudian bergegas membersihkan dirinya dikamar mandi dan Yanti kembali ke kamarnya untuk bersiap.Saat yanti kembali ke ruang utama dirumahnya, ia bertemu dengan Tomi.“Ma, sore ini aku pengen kita melamar Gina.”“Hmm, ok Mama akan kosongkan ja
“Yanti?? Jadi Tomi ini anakmu?” tanya Aris.“Iya..dan aku baru tahu tadi pagi kalau Gina ini adalah anakmu, Ris. Aku bener-bener ga tahu, aku minta maaf, Ris. ” Ucap Yanti.“Apa kita sedang reuni kecil disini?” tanya Santi dengan wajah kesal.“Maksudnya apa sih ini? Kok jadi ga enak gini situasinya?” Tomi berusaha memahami kondisi ini tapi masih juga ia belum memahami.“Papa Mama kenal sama Tante Yanti?” tanya Gina bingung.“Papa yang sangat mengenal dia, bukan Mama. Wanita itu mantan Papamu.” jawab Sintia dengan ketus.“Kenapa kamu ga bilang kalau kamu ini anak Yanti, Tom?” tanya Aris.“Aku pikir akan lebih enak kalau kita bisa bertemu sekalian, Om. Saya juga tidak tahu kalau akhirnya seperti ini! Saya juga tidak tahu masa lalu kalian seperti apa.”“Tante..berarti sikap Tante yang berubah tadi siang itu karena ini? Saat itu aku lihat tante terkejut karena aku memperlihatkan foto keluargaku ke Tante..Tante masih ada perasaan sama Papaku?”“Maaf, Gina. Semenjak Tante tahu kamu anaknya A
Plaakkk!!Tamparan keras mendarat sempurna di pipi sebelah kiri Tomi, Yanti seumur hidup tak pernah sekalipun menampar anaknya, namun kali ini emosi Yanti begitu memuncak karena ia tak bisa membalas perkataan anaknya yang memang dirasa benar.Tomi yang syok dengan perlakuan Mamanya lantas pergi begitu saja sambil memegang pipinya yang memerah. Sebenarnya bukan rasa sakit akibat tamparan yang membuatnya kesal namun sikap Mamanya yang tidak bisa ia maafkan."Tomi!" panggil Yanti namun tak digubris oleh Tomi. Anak lelaki satu-satunya terlihat pergi meninggalkannya, Yanti sudah tak bisa berpikir jernih dengan isi kepala yang penuh akhirnya ia memutuskan ajakan rekan-rekan bisnisnya untuk datang arisan malam ini.Ia tidak mengetahui bahwa arisan kali ini cukup liar berbeda dari biasanya, tapi dari undangan yang ia dapatkan Dresscode nuansa merah dan harus tampil se-sexy mungkin, sehingga ia sengaja mengenakan mini dress merah maroon yang slim fit dengan potongan dada rendah agar terlihat
Keduanya saling menatap tajam dengan pikiran berkecamuk di otak mereka."Minggir, Ris. Ini bukan urusanmu, aku muak dengan masalah yang aku hadapi. Harusnya aku tak pernah bertemu dan berhubungan lagi denganmu! Anakku sekarang yang jadi korbannya. Cukup orang tuanya yang ga bisa bersatu jangan anak kita, Ris!""Hmm..maaf menyela, nasib saya gimana nih..jadi melayani tante kah atau harus dibuka satu lagi undiannya untuk gantiin tante?" tanya berondong yang dipilih oleh Yanti."GA USAH!" jawab Yanti lantang"GANTI AJA!" Jawab Aris bersamaan dan langsung memegang pergelangan Yanti dengan paksa dan membawanya keluar.Teman-teman Yanti yang melihat perdebatan mereka berdua terlihat santai dan kembali mengocok arisan karena mereka tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain yang terpenting bagi mereka saat ini adalah mendapatkan malam penuh kenikmatan bersama brondong tampan dan kekar.Aris menghentikan langkahnya di tangga darurat yang terletak
"Hah..ya enggak lah, Nak. Papa tadi ke kantor tapi Papa langsung pergi lagi karena ada perlu sama klien Papa.""Oh..ya udah kalau gitu.""Kamu gimana, Nak. Sudah enakan moodnya?""Masih belum, Pa. Aku masih males angkat telpon Tomi.""Ya udah tenangin diri kamu dulu, Papa akan segera pulang kok.""Ya, Pa..bye.""Bye.."Aris kemudian memasukkan ponselnya ke saku bajunya."Gina ya?' tanya Yanti"Iya, maaf kalo aku harus bohong.""Ga masalah buat aku, tp Gina perasaan anakmu kalo ternyata Papanya bohong?""Aku bohong dari sebelum dia jadi embrio, Yan. Hahahaha...""Dasar gila kamu, RIs.""Dari dulu aku gila..gila karena kamu." Aris kembali mendekatkan tubuhnya ke Yanti membuat wanita itu terpojok di sisi pintu mobil depan."Makasih ya, Ris. Dan maaf bikin kamu berantakan saat itu.""Sssttt..itu dulu sayang, sekarang adalah waktunya kita menebus kesalahan kita dimasa lalu. Dulu aku kehilanganmu satu kali, tapi kali ini aku tak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya." kata Aris dengan tatapa
Pagi ini Yanti tengah sibuk persiapan Fashion Week Festival di luar kota, ia benar-benar mencurahkan segala isi pikiran dan idenya untuk konsep peragaan busananya kali ini. Drrrttt...drrrttt... Ponselnya muncul notif chat dari Aris, Yanti tersenyum simpul melihat isi chat dari kekasihnya itu."Selamat pagi jodohku yang tertukar. Semangat ya sayang, tunggu aku disana. Pengen dibawain apa kali aja kamu pengen sesuatu yang perlu aku bawain dari sini.""Hahahah..ga perlu, Ris. Kamu sampai sini udah segalanya buatku kok.""Serius??""Yup.""Oke deh.. coba lihat ke pintu keluar."Seketika Yanti menengok ke pintu keluar dan betapa terkejutnya dia ketika pria yang menjadi pengisi hatinya kali ini sudah berada di hadapannya. Wajahnya terlihat sumringah dan langkahnya langsung menuju ke tempat Aris berdiri. "Iiihhh kamu tuh ya, jago kalo bikin surprise deh." Yanti dengan senyum mengembang mencubit mesra lengan Aris dan seketika jemarinya di genggam oleh Aris."Aku harap kehadiranku ga menggan
Tomi memandang Gina dengan wajah heran dan terkejut. Bagaimana bisa Gina mengatakan hal itu sedangkan dalam hubungan mereka selama ini, mereka berdua selalu main aman dengan menggunakan pengaman. Mereka masih menjaga nama keluarga agar jikalau mereka memang menikah ya memang menikah karena restu dan sudah waktunya, bukan karena keadaan yang terpaksa dengan kondisi Gina yang hamil."Kamu waras kan sayang?? Kamu ga sedang lupa ingatan kan??" tanya Tomi dengan wajah cemas.Hubungan keduanya memang berjalan sangat bebas dalam artian yang sebenarnya. Saat mereka menjalin hubungan pertama kali Tomi menyatakan cintanya di apartemen Gina, dimana saat itu keduanya bersahabat cukup lama dan kala itu Gina sedang tidak enak badan sehingga Gina meminta Tomi untuk menjemputnya dikantor.Sesampainya di Apartemen Gina rebahan di tempat tidur sedangkan Tomi membuat teh hangat agar badan Gina sedikit lebih baik. Gina sebenarnya sudah memendam perasaan pada Tomi sejak lama begitu
"Gina, dia bener? Dia pacar kamu?" tanya Fano dengan wajah setengah tidak percaya."Ga usah tanya Gina. Pernyataan yang aku katakan adalah benar jadi jangan harap kamu memiliki Gina karena dia itu punyaku." Tomi menjawab dengan tegas, terlihat bahwa ia berusaha memberi tanda teritorial untuk tak boleh ada orang lain yang boleh massuk ke area terdekat Gina kecuali dirinya."Aku butuh jawaban dari Gina, bukan kamu! Gina jawab aku, bener kamu pacarnya Tomi? BUkannya kalian cuma temenan?" kata Fano tegas."Maaf Fano..aku ga bisa jadi seseorang yang kamu mau.""Jawab aku dulu! Bener dia pacar kamu?""Iya..dia pacarku dan kami sudah memutuskan untuk berkomitmen." Gina menjawab dengan terbata-bata dan ragu"Sejak kapan!? Kenapa aku baru tahu kalau kalian punya hubungan? Kenapa kamu ga cerita ke aku sih, Gin.""Maaf aku belum sempet cerita ke kamu, aku ga bermaksud buat bohong sama kamu, Fan." jawab Gina yang berusaha terus berbohong, i