Share

4

Pintu gerbang kediaman Yanti kemudian dibuka oleh security yang selalu siap di pos penjagaan rumah Yanti dan tak berselang lama mobil hitam milik Aris melaju perlahan untuk berhenti di area parkir.

“Hai, ” sapa Yanti dengan senyumnya yang cantik

“Hai, aku tadi hanya berharap security rumahmu tak menganggapku sebagai penguntit dan mengusirku dari depan rumahmu.”

“Hahaha, masuk yuk.” Ajak Yanti

Yanti kemudian mempersilahkan Aris masuk ke area sisi kanan kediamannya dimana disitu terdapat rumah khusus yang didesign seperti cottage dengan ruang tamu yang privat dan juga kamar, area itu diperuntukkan untuk keluarga atau rekanan bisnis yang menginap untuk pengerjaan project bisnis yang cukup lama.

Aris duduk di sofa dan Yanti di sisi kanannya dengan jarak tak terlampau jauh.

“Maaf kalo bikin kamu nunggu lama diluar.” Kata Yanti sebagai pembuka pembicaraan mereka.

“Hahah,  menunggu kamu itu aku rasa adalah hobiku dari dulu.”

“Ris, jangan gitu dong, itu membuatku merasa bersalah.”

“Ga usah merasa bersalah, kamu juga tahu secara sadar kan apa yang kamu lakuin ke aku jaman dulu?”

“Ya, akulah yang bersalah disini, maka dari itu aku ingin minta maaf sama kamu dan berharap kamu bisa mengobati luka hatimu itu secara bertahap.”

“Bagaimana caranya?”

“Aku juga ga tahu bagaimana caranya.”

“Hahaha, ya kau lebih enak karena kamu masih bersuami saat ini, sedangkan aku memiliki istri tapi aku masih belum merasa mencintainya, perlu kau tahu aku menikahinya karena desakan orang tua yang melihatku sudah berumur. Aku enggan untuk menikah karena harapanku adalah menikahimu bukan menikahi orang lain. Tapi apa mau dikata kau malah lebih memilih orang lain. Aku sadar kasta ekonomi kita berbeda, kau lebih memilih dia daripada aku yang dibawah dia kan?”

“Aris, aku tak pernah berpikir begitu aku juga tidak membandingkan strata ekonomi kalian berdua!”

“Lalu apa? Kita saat itu sedang berpacaran tapi kau pergi dan meninggalkan aku sendiri tanpa kepastian! Apa kau sudah tidak punya hati nurani??”

“Cukup Aris!! Aku menikahinya karena kedua keluarga kami rekanan bisnis, aku mau ga mau harus mengikuti keinginan Ayah untuk dijodohkan dengannya! Lalu bagaimana bisa aku mengatakannya padamu, sedangkan aku sendiri juga terluka karena harus melepaskanmu!”

“Tapi kau menikmati pernikahanmu sampai detik ini kan?? Kau bahagia bersamanya sampai detik ini dan itu yang membuatku muak, Yanti!!”

“Ya, aku menikmatinya seperti pikiran sok tahu mu itu!! Aku menikmati sebagai janda! Kau puas sekarang dengan jawabanku??!!”

Seketika Aris tersentak dengan pernyataan yang keluar dari mulut Yanti, ia tak tahu ternyata kisah hidupnya setragis itu.

“Kamu jangan membohongiku, Yanti!”

“Untuk apa aku membohongi soal kematian, Ris?? Sudah 8 tahun aku ditinggal Mas Reno dan selama itulah aku menjanda. Kalau kamu ga percaya aku anter kamu ke tempat peristirahatannya yang terakhir sekarang biar kamu puas! Biar kamu tahu aku bohong atau tidak!!”

Aris menutup wajah dengan kedua tangannya dan mengusapnya keatas, Ia nampak frustasi. Lelaki itu melihat Yanti sudah berurai air mata, jelas ada goresan luka atas perdebatan ini dan Aris merasa bersalah atas itu semua.

“Arrgghhhh!! Shittt!!!” umpat Aris.

Ia kemudian berjalan mendekat kearah wanita yang masih bertahta dihatinya, dengan penuh kelembutan ia memeluk tubuh Yanti dengan erat. Yanti cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Aris namun entah kenapa pelukan itu enggan untuk ia lepaskan. Ada setitik rindu yang berusaha ia kubur namun kini kembali muncul.

“Aku minta maaf, Yan. Jujur aku ga tahu kalau kondisi kamu sekarang seperti ini. Aku benar-benar minta maaf.” Aris mengusap lembut rambut dan punggung wanita yang masih terisak dalam pelukannya itu.

Yanti hanya bisa mengangguk pelan dan terus mengusap air matanya. Mendengar suara isakan tangis Yanti membuat hati Aris teriris pedih, ia tak tega melihat wanita yang selalu ia sayang terluka dan bersedih.

Setelah dirasa cukup tenang, Aris perlahan melepaskan pelukannya dan menatap lekat wajah Yanti yang masih sembab, ia berusaha mengusap sisa-sisa air mata di wajah wanita dihadapannya.

“Ijinkan aku untuk mendampingimu, melewati semua masa suram dan kesendirianmu, Yanti.”

“Apa kau gila? Bagaimana nasib istri dan anakmu? Aku ga mau kalau karena aku kalian akan bertengkar dan keluarga kalian berantakan.”

“Dari dulu prioritasku adalah kamu, aku menikahi Sintia juga karena desakan keluarganya dan karena kami sangat menghormati keluarganya ada hutang budi diantara kedua keluarga kami, sehingga mereka berpikir untuk menikahkan aku dengan anaknya. Sedangkan aku tidak bisa mencintainya setulus hatiku seperti aku mencintaimu, Yanti. Jika aku bisa melupakanmu mungkin setelah aku tahu kau menikah maka aku akan mencari yang lain. Namun apa? Aku tetap sendiri dan tidak berpikir mencari penggantimu. Hingga akhirnya aku menyerah untuk mengiyakan pernikahan tersebut, aku mendengar bahwa kau tengah mengandung dan begitu pula Sintia. Jujur ada rasa kesal saat aku mendengar hal itu. Seharusnya bayi yang ada dirahimmu adalah anakku bukan anak Reno, dan saat aku melihat Sintia jujur aku tak ingin anakku keluar dari rahimnya, yang aku inginkan adalah kamu dan anak dari rahimmu Yanti, bukan orang lain.”

“Apakah Sintia tahu akan perasaanmu itu padaku?”

“Dia sangat tahu karena aku jujur padanya diawal sebelum aku diminta untuk menikahinya dan bahkan sebelum kami melangsungkan pernikahan aku sempat mengatakan padanya satu kali lagi bahwa ini bukan impianku untuk menikahimu karena aku menginginkan Yanti dan hanya satu nama itu yang aku inginkan.”

“Lalu apa reaksinya?”

“Dia mengatakan tidak masalah karena setiap orang memiliki masa lalu yang berbeda, dia berpikir bahwa cinta akan tumbuh karena terbiasa. Tapi tetap saja aku merasa perasaanku tidak ada yang special dengannya. Jika aku harus menyetubuhinya itu aku anggap sebagai suatu kewajiban seorang suami yang harus aku berikan padanya, tidak sebagai ungkapan cinta dan sayang.”

“Kau melukainya, Ris.”

“Aku tahu itu, Yan. Tapi bagaimana denganku? Siapa yang bisa mengobati keterpurukanku? Kekosonganku? Aku harus menjadi orang baik untuk orang lain tapi siapa yang bisa menjadi sandaranku? Aku hanya mencintaimu Yanti, tidak orang lain.” seru Aris sambil mengguncangkan  kedua lengan Yanti.

Tatapan mata keduanya menyiratkan rindu yang tak tertahankan, ada rasa cinta yang kembali bangkit dihati keduanya. Derai air mata kembali mengalir disudut mata wanita cantik itu. Dengan perlahan Aris mendekatkan wajahnya kearah Yanti.

“Ijinkan aku untuk dapat kembali memelukmu dan biarkan aku menjadi rumah untukmu. Sejujurnya aku tak bisa melepaskanmu dengan alasan apapun. Kau ingat kata-kataku saat di venue Reuni? Semakin kau menjauhiku semesta akan berusaha mendekatkanmu padaku.”

Dengan ragu Yanti mengangguk, ada rasa berat disana mengingat Aris telah berkeluarga dan utuh.

“Tapi, Ris. Sintia…” kata-kata Yanti tak mampu ia lanjutkan karena Aris dengan cepat menutup bibir itu dengan kecupan.

Yanti terbelalak dan tubuhnya mematung, ia tak membayangkan Aris melakukan sejauh itu padanya, kecupan bibir Aris yang  perlahan menyirnakan keraguan dihati Yanti.  Aris menghentikan aksinya sesaat, ia kembali memandang dengan lekat wajah sayu dihadapannya, kedua mata mereka saling bertatapan mesra menyiratkan banyak kata didalamnya yang tak mampu mereka ucapkan.

Terlihat tidak ada penolakan dari Yanti sehingga membuat Aris kembali melumat bibir mantan kekasihnya itu. Perlahan namun pasti semua berjalan dan berlalu begitu saja dengan gejolak nafsu yang menggelora diantara dua manusia dewasa yang sedang dimabuk asmara, desahan tajam yang dikeluarkan oleh keduanya membuat ruang kamar menjadi saksi bisu keintiman mereka.

Rasa rindu yang tertahan sekian lama mereka tumpahkan di malam itu, rayuan, cumbuan, desahan kenikmatan, teriakan nikmat seolah menjadi bukti bahwa cinta mereka masih tetaplah sama dan semua itu mereka nikmati berdua hingga berlalunya sang malam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status