Keesokan harinya Yanti terbangun dengan kondisi yang tidak biasa, disampingnya ada Aris yang sudah memandangnya dengan senyum yang selalu memikat hatinya. Yanti benar-benar merasa bahagia.
“Pagi sayang.” Suara bariton milik Aris membuatnya tersenyum bahagia, ada kekosongan hati yang kini mulai terisi.
“Pagi sayang, hmm, aku mau mandi trus bersiap ke kantor.”
“Mau aku anterin?”
“Hmmm, aku hari ini bakal pergi ke beberapa tempat, jadi lebih baik aku berangkat sendiri aja.”
“Aku bisa anter kemanapun kamu mau kok? Ga ada masalah, toh hari ini aku bisa off kan schedule ku.”
“Jangan gitu ahh, hmm ntar malem aja kita dinner gimana?”
“Ok ide bagus, aku yang pilih tempat ya.”
“Up to you.” senyum Yanti mengembang melihat Aris yang begitu bersemangat.
Aris kemudian bergegas membersihkan dirinya dikamar mandi dan Yanti kembali ke kamarnya untuk bersiap.
Saat yanti kembali ke ruang utama dirumahnya, ia bertemu dengan Tomi.
“Ma, sore ini aku pengen kita melamar Gina.”
“Hmm, ok Mama akan kosongkan jadwal lagian hari ini rasa-rasanya ga ada meeting sama klien.”
“Ok deh, Ma. Sampai ketemu nanti sore ya.” Kata Tomi sambil berlalu pergi
“Ya, sayang.”
Yanti kemudian kembali berjalan menuju ke rumah tamu di samping rumah yang digunakan semalaman bersama dengan Aris.
“Kamu dah siap?” tanya Yanti dengan senyum manisnya.
“Udah, tadi aku lihat ada mobil keluar. Anak kamu?”
“Iya, Tomi anak semata wayangku. Dia bilang kalo sore nanti dia mau melamar kekasihnya.”
“Oya? Nama anak kamu Tomi ya, haha, namanya kaya calon menantuku juga. Dia aku tanya kapan lalu untuk keseriusan dia sama anak tunggalku. Ehh ternyata dia cukup berani juga dia bilang kalo memang dia serius sama anakku, jadi ya aku suruh keluarganya untuk segera melamar.”
“Semoga lancer ya acara anak kamu.” Kata Yanti dengan menggelendot di tubuh Aris, membuat Aris gemas dan ia mengecup bibir Yanti, membuat Yanti kembali mengecup bibir pria yang ada dihadapannya.
“Kamu dah siap berangkat?” tanya Aris lembut sambil mengusap lengan Yanti.
“Iya, yuk berangkat.”
“Ok.”
Mereka berdua kemudian masuk ke mobil masing-masing, Yanti berangkat menuju ke galerinya sedangkan Aris kembali kerumah.
====
Pekerjaan Yanti pagi ini tidak begitu padat, hanya ada beberapa aktifitas untuk pembelian material bahan kain guna pesanan gaun wedding klien dan prepare untuk peragaan busana di Paris dalam waktu dekat. Yanti sangat menikmati semua kesibukannya dan tiba-tiba ponselnya berdering.
“Ma, aku dah dideket galeri Mama, aku sama Gina mampir ya.” Kata Tomi dengan suaranya yang ceria dan semangat.
“Oke deh, Mama tunggu ya, Nak. Hati-hati kalian berdua.”
“Siap, Ma.”
Tak berselang lama mereka berdua sampai di galeri milik Yanti, dengan ramah Mia menyapa Tomi anak pimpinannya itu dan mempersilahkan mereka untuk langsung keruangan Yanti.
“Haloooo, Maaa.” Sapa Tomi dari balik pintu kantor.
“Haloo anak gantengnya Mama. Sini masuk, Gina mana?”
“Tuh ngekor dibelakang Tomi.” Jawab anak tunggalnya itu sambil mengerlingkan mata kearah Gina dan disambut cubitan kecil di pinggang Tomi hingga membuatnya mengaduh.
“Halo, Tante.” Sapa Gina ramah seraya mendekat kearah Yanti.
“Halo Gina sayang, akhirnya kamu kesini juga, ya beginilah galeri Tante.”
“Keren loh Tante arsitektur dan penataannya, Gina suka lihatnya.”
“Oya? Ahh, penilaianmu jeli juga. Kapan-kapan Papa Mama kamu diajak kesini ya, biar kita bisa deket.”
“Ok deh, Tante. Kebetulan Papa juga Arsitek ya mungkin aja Papa dan Tante bisa tukar pikiran soal layout ruangan dan sebagainya.”
“Oya? Siapa nama Papamu, kali aja Tante kenal.”
“Aris, Tante. Nama lengkap Papaku Aris Ganindra. Ini fotonya, Tante.” Gina menyerahkan ponselnya dengan bersemangat.
Terpampang jelas dilayar utama ada foto keluarga milik kekasih anaknya itu dan ia tercekat memandang sosok pria yang yang teramat ia kenal ada difoto itu.
‘Aris, ’ mata Yanti terbelalak seakan tak percaya akan kenyataan yang dihadapinya kali ini.
Jantungnya seakan berhenti berdetak kala kekasih anaknya menyebut Aris dengan sebutan Papa.
“Ma, jangan lupa nanti kita kerumah Gina. Ini aku mau anter dia ke salon dulu.” Kata-kata Tomi memecah kepanikan Yanti.
“Oh iya, hmm, kalian silahkan habiskan waktu kalian. Hmm, nanti sore kita ke rumah Gina, hati-hatai ya kalian.” Yanti berusaha menutupi keterkejutannya, namun tetap saja ia masih tergagap.
“Mama kenapa?”
“Ga papa sayang, tiba-tiba Mama pusing nih ga tau kenapa.”
“Ya udah Mama pulang aja dulu, istirahat. Atau aku anter ke klinik?’
“Ga usah, Mama pulang aja. Istirahat bentar pasti mendingan.”
“Oke deh, kita pergi dulu ya, ”
Mereka berdua kemudian berpamitan meninggalkan Yanti yang masih merasa terguncang.
====
Sore Harinya
Tok, tok, tok
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar Yanti
“Maa, ayo siap-siap, Mama ga lupa kan kalo kita malem ini mau ke rumah Gina? Mama dah sehat?” Tomi berusaha membuka pintu kamar karena dirasa tidak ada jawaban dari dalam.
Terlihat Yanti terduduk lesu di tempat tidurnya, membuat Tomi cemas.
“Mama belum sehat ya?” tanya Tomi sekali lagi
“Tom, gimana kalau kita undur atau batalin aja acara lamaran kamu gimana?”
“Ma, ga bisa gitu dong! Ini aku dah siapin cincin buat Gina. Mama jangan bikin aku frustasi, Ma. Mama ini kenapa sih? Kemarin kayaknya Mama yang heboh kenapa sekarang malah kaya gini? Alesan Mama apa?!”
“Mama belum siap kamu tinggal, Tom.”
“Halahhhh!! Alesan Mama itu ga make sense buat aku, Ma!! Mama tahu kan kalau aku ga bakal ninggalin Mama?? Udah deh Ma, mendingan Mama sekarang mandi dan bergegas kurang satu jam lagi loh kita.”
“Tapi, Tom, dia itu.” Yanti seketika mengatupkan mulutnya, ia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya.
“Dia kenapa? Dia siapa? Ma, sekarang udah ga ada waktu lagi. Tomi udah bawa cincin ini buat Gina, please, Ma. Jangan hancurkan masa depan Tomi dengan alesan Mama yang ga masuk akal!” Tomi seketika bergegas pergi keluar dari kamar Yanti.
Dengan keadaan yang tertekan, Yanti kemudian menghubungi Aris namun ponselnya tak di respon bahkan sampai dua kali ia coba namun hasilnya tetap nihil.
‘Aduuuhhh Ris, jawab dong!!’ Yanti semakin panik.
Ia melihat ke jam dinding, waktu terus berjalan dan ia mau tidak mau harus datang mendampingi anaknya. Ia merasa berdosa terhadap anaknya, jika saja ia tak mengukir kembali cinta masa lalu mereka mungkin anak tidak akan menjadi korbannya. Dan sekarang ia harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya akan melamar anak mantan kekasihnya dahulu, ia mengingat akan dosa apa yang ia perbuat dimalam itu yang membuat situasinya makin rumit.
Yanti kemudian dengan setengah hati berangkat ke rumah Gina bersama dengan Tomi.
“Mama kenapa sih?” tanya Tomi dalam perjalanan.
“Hmm, ga papa kok sayang, ehh, Mama Cuma lagi ga ok aja.”
“Aku jadi curiga deh sama Mama, Mama ga biasanya kaya gini. Perubahannya tu drastis banget.”
“Ahh, perasaanmu aja kali, Tom.” Jawab Yanti dengan gugup.
Yanti semakin salah tingkah saat mobil Tomi masuk ke area parkir rumah Gina yang sangat besar dan luas.
“Tom, tunggu.”
“Kenapa lagi sih, Ma??”
“Kamu serius mau nglamar Gina?”
“Iyaa, Ma, Mama ni kenapa sih? Heran loh aku, Ma.”
“Tom, pulang aja yuk. Mama lagi ga enak badan nih.”
“Ga bisa! Kita udah sampe sini kok. Pokoknya malam ini aku harus bisa melamar Gina, Ma!!”
Setelah mereka beradu argument, Yanti akhirnya turun dari mobil dan berjalan beriringan dengan Tomi
Saat mereka berdua masuk alangkah terkejutnya Aris ketika Tomi berjalan bersama dengan Yanti, sedangkan Yanti melihat ekspresi itu membuat degup jantungnya semakin tak karuan, sedangkan Sintia terlihat sedang berjalan dengan cepat menuju keruang tamu untuk menemui Tomi dan Mamanya, namun betapa terkejutnya Sintia saat mendapati calon besannya adalah mantan kekasih suaminya. Langkahnya seketika berhenti dan menatap dengan wajah tak suka.
Situasi yang tidak enak dirasa oleh Tomi dan juga Gina. Membuat mereka berdua saling menatap bingung
“Papa Mama kita kenapa sih?”
“Ga tau!” Jawab Tomi dengan frustasi.
“Yanti?? Jadi Tomi ini anakmu?” tanya Aris.“Iya..dan aku baru tahu tadi pagi kalau Gina ini adalah anakmu, Ris. Aku bener-bener ga tahu, aku minta maaf, Ris. ” Ucap Yanti.“Apa kita sedang reuni kecil disini?” tanya Santi dengan wajah kesal.“Maksudnya apa sih ini? Kok jadi ga enak gini situasinya?” Tomi berusaha memahami kondisi ini tapi masih juga ia belum memahami.“Papa Mama kenal sama Tante Yanti?” tanya Gina bingung.“Papa yang sangat mengenal dia, bukan Mama. Wanita itu mantan Papamu.” jawab Sintia dengan ketus.“Kenapa kamu ga bilang kalau kamu ini anak Yanti, Tom?” tanya Aris.“Aku pikir akan lebih enak kalau kita bisa bertemu sekalian, Om. Saya juga tidak tahu kalau akhirnya seperti ini! Saya juga tidak tahu masa lalu kalian seperti apa.”“Tante..berarti sikap Tante yang berubah tadi siang itu karena ini? Saat itu aku lihat tante terkejut karena aku memperlihatkan foto keluargaku ke Tante..Tante masih ada perasaan sama Papaku?”“Maaf, Gina. Semenjak Tante tahu kamu anaknya A
Plaakkk!!Tamparan keras mendarat sempurna di pipi sebelah kiri Tomi, Yanti seumur hidup tak pernah sekalipun menampar anaknya, namun kali ini emosi Yanti begitu memuncak karena ia tak bisa membalas perkataan anaknya yang memang dirasa benar.Tomi yang syok dengan perlakuan Mamanya lantas pergi begitu saja sambil memegang pipinya yang memerah. Sebenarnya bukan rasa sakit akibat tamparan yang membuatnya kesal namun sikap Mamanya yang tidak bisa ia maafkan."Tomi!" panggil Yanti namun tak digubris oleh Tomi. Anak lelaki satu-satunya terlihat pergi meninggalkannya, Yanti sudah tak bisa berpikir jernih dengan isi kepala yang penuh akhirnya ia memutuskan ajakan rekan-rekan bisnisnya untuk datang arisan malam ini.Ia tidak mengetahui bahwa arisan kali ini cukup liar berbeda dari biasanya, tapi dari undangan yang ia dapatkan Dresscode nuansa merah dan harus tampil se-sexy mungkin, sehingga ia sengaja mengenakan mini dress merah maroon yang slim fit dengan potongan dada rendah agar terlihat
Keduanya saling menatap tajam dengan pikiran berkecamuk di otak mereka."Minggir, Ris. Ini bukan urusanmu, aku muak dengan masalah yang aku hadapi. Harusnya aku tak pernah bertemu dan berhubungan lagi denganmu! Anakku sekarang yang jadi korbannya. Cukup orang tuanya yang ga bisa bersatu jangan anak kita, Ris!""Hmm..maaf menyela, nasib saya gimana nih..jadi melayani tante kah atau harus dibuka satu lagi undiannya untuk gantiin tante?" tanya berondong yang dipilih oleh Yanti."GA USAH!" jawab Yanti lantang"GANTI AJA!" Jawab Aris bersamaan dan langsung memegang pergelangan Yanti dengan paksa dan membawanya keluar.Teman-teman Yanti yang melihat perdebatan mereka berdua terlihat santai dan kembali mengocok arisan karena mereka tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain yang terpenting bagi mereka saat ini adalah mendapatkan malam penuh kenikmatan bersama brondong tampan dan kekar.Aris menghentikan langkahnya di tangga darurat yang terletak
"Hah..ya enggak lah, Nak. Papa tadi ke kantor tapi Papa langsung pergi lagi karena ada perlu sama klien Papa.""Oh..ya udah kalau gitu.""Kamu gimana, Nak. Sudah enakan moodnya?""Masih belum, Pa. Aku masih males angkat telpon Tomi.""Ya udah tenangin diri kamu dulu, Papa akan segera pulang kok.""Ya, Pa..bye.""Bye.."Aris kemudian memasukkan ponselnya ke saku bajunya."Gina ya?' tanya Yanti"Iya, maaf kalo aku harus bohong.""Ga masalah buat aku, tp Gina perasaan anakmu kalo ternyata Papanya bohong?""Aku bohong dari sebelum dia jadi embrio, Yan. Hahahaha...""Dasar gila kamu, RIs.""Dari dulu aku gila..gila karena kamu." Aris kembali mendekatkan tubuhnya ke Yanti membuat wanita itu terpojok di sisi pintu mobil depan."Makasih ya, Ris. Dan maaf bikin kamu berantakan saat itu.""Sssttt..itu dulu sayang, sekarang adalah waktunya kita menebus kesalahan kita dimasa lalu. Dulu aku kehilanganmu satu kali, tapi kali ini aku tak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya." kata Aris dengan tatapa
Pagi ini Yanti tengah sibuk persiapan Fashion Week Festival di luar kota, ia benar-benar mencurahkan segala isi pikiran dan idenya untuk konsep peragaan busananya kali ini. Drrrttt...drrrttt... Ponselnya muncul notif chat dari Aris, Yanti tersenyum simpul melihat isi chat dari kekasihnya itu."Selamat pagi jodohku yang tertukar. Semangat ya sayang, tunggu aku disana. Pengen dibawain apa kali aja kamu pengen sesuatu yang perlu aku bawain dari sini.""Hahahah..ga perlu, Ris. Kamu sampai sini udah segalanya buatku kok.""Serius??""Yup.""Oke deh.. coba lihat ke pintu keluar."Seketika Yanti menengok ke pintu keluar dan betapa terkejutnya dia ketika pria yang menjadi pengisi hatinya kali ini sudah berada di hadapannya. Wajahnya terlihat sumringah dan langkahnya langsung menuju ke tempat Aris berdiri. "Iiihhh kamu tuh ya, jago kalo bikin surprise deh." Yanti dengan senyum mengembang mencubit mesra lengan Aris dan seketika jemarinya di genggam oleh Aris."Aku harap kehadiranku ga menggan
Tomi memandang Gina dengan wajah heran dan terkejut. Bagaimana bisa Gina mengatakan hal itu sedangkan dalam hubungan mereka selama ini, mereka berdua selalu main aman dengan menggunakan pengaman. Mereka masih menjaga nama keluarga agar jikalau mereka memang menikah ya memang menikah karena restu dan sudah waktunya, bukan karena keadaan yang terpaksa dengan kondisi Gina yang hamil."Kamu waras kan sayang?? Kamu ga sedang lupa ingatan kan??" tanya Tomi dengan wajah cemas.Hubungan keduanya memang berjalan sangat bebas dalam artian yang sebenarnya. Saat mereka menjalin hubungan pertama kali Tomi menyatakan cintanya di apartemen Gina, dimana saat itu keduanya bersahabat cukup lama dan kala itu Gina sedang tidak enak badan sehingga Gina meminta Tomi untuk menjemputnya dikantor.Sesampainya di Apartemen Gina rebahan di tempat tidur sedangkan Tomi membuat teh hangat agar badan Gina sedikit lebih baik. Gina sebenarnya sudah memendam perasaan pada Tomi sejak lama begitu
"Gina, dia bener? Dia pacar kamu?" tanya Fano dengan wajah setengah tidak percaya."Ga usah tanya Gina. Pernyataan yang aku katakan adalah benar jadi jangan harap kamu memiliki Gina karena dia itu punyaku." Tomi menjawab dengan tegas, terlihat bahwa ia berusaha memberi tanda teritorial untuk tak boleh ada orang lain yang boleh massuk ke area terdekat Gina kecuali dirinya."Aku butuh jawaban dari Gina, bukan kamu! Gina jawab aku, bener kamu pacarnya Tomi? BUkannya kalian cuma temenan?" kata Fano tegas."Maaf Fano..aku ga bisa jadi seseorang yang kamu mau.""Jawab aku dulu! Bener dia pacar kamu?""Iya..dia pacarku dan kami sudah memutuskan untuk berkomitmen." Gina menjawab dengan terbata-bata dan ragu"Sejak kapan!? Kenapa aku baru tahu kalau kalian punya hubungan? Kenapa kamu ga cerita ke aku sih, Gin.""Maaf aku belum sempet cerita ke kamu, aku ga bermaksud buat bohong sama kamu, Fan." jawab Gina yang berusaha terus berbohong, i
"Ris, kita dah 2 hari loh disini.""Trus?""Kamu ga balik duluan? Kamu dicariin loh sama istrimu dan Gina.""Dicariin doang kan, belum juga jadi DPO polisi masih aman lah..ga usah panik.""Iisssshhh..ni orang bandel banget sih, heran aku tuh sama kamu.""Ya biarin emang kenapa? Aku pengennya sama kamu kok malah kamu nyuruh aku buat buru-buru balik. Jangan-jangan kamunya yang ga mau aku temenin?""Bukan gitu, Ris. Aku sih seneng-seneng aja kamu temenin tapi kan keluargamu butuh kamu. Mereka pasti nyariin kamu.""Nyariin pasti, tapi aku dah bilang ke mereka kalau aku ada kerjaan di luar kota dan aku juga dah bilang ma anak-anak kantor untuk mengatakan hal yang sama kalau orang rumah tanya aku kemana.""Kamu udah prepare segitunya??""Iya, so what? Ada masalah?""Ya enggak sih.""Ya udah berarti case close, ga ada masalah dong ya sekarang. Jadi kamu sekarang yang santai ya, ga usah mikirin orang rumah gimana-gimana pokoknya aku disini mau nemenin kamu dan kamu fokus ke kerjaan kamu. Aku
"Gina??" suara Rachel memecah keadaan, ia terlihat terkejut namun ada satu sisi yang membuatnya merasa menang dari Gina.Tomi yang muai terbangun melihat kearah Gina berdiri, ia cukup terkejut dan merasa bersalah namun Tomi melihat ini sebagai suatu kesempatan dimana Gina pasti akan pergi meninggalkannya karena melihat situasi yang membuat calon tunangannya itu sangat terluka."Tom..kok kamu tega sih sama aku?!! Kenapa kamu berubah!" Gina berteriak sambil terisak.Tomi kemudian berdiri, kebetulan ia hanya bertelanjang dada dan ia sudah mengenakan kembali celananya yang sempat ia tanggalkan. Ia berjalan mendekat ke arah Gina dengan senyum seringai yang memperlihatkan rasa muak akan wanita yang tak diundang itu."Aku tega? Lebih tega mana kamu atau aku? Kamu membuat statement buruk tentang Mamaku..inget Gina.. MAMA KU!!! Kau dengan enaknya menuduh wanita yang melahirkanku dengan mulutmu! Kau melukaiku teramat dalam kau harus tahu itu dan sekarang aku melakukan ini dengan Rachel dan kamu
Terdengar suara pintu kamar apartemen Tomi terbuka, rachel yang ketakutan mengintip dari balik tembok kamar yang dapat langsung melihat ke area ruang tamu, rupanya yang masuk adlaah sang pemilik apartemen. Wajah wanita itu langsung terlihat lega, dengan tersenyum ia berjalan mendekat dan menyapa lelaki itu, namun ia melihat wajah Tomi terlihat sangat kusut dan tidak seperti biasanya."Tom? Kamu ga papa?""Kenapa emangnya?" jawab Tomi singkat dengan nada yang datar."Hmmm..kalau kamu pengen sendirian, ga papa kok. Aku menghindar dulu karena sepertinya kamu sedang tidak ingin di ganggu.""Huffttttt..ga gitu sih, Chel. Aku minta maaf kalau sikapku bikin kamu ga nyaman. Tapi ga gitu maksudku." kata Tomi dengan wajah menyesal dan mendekat ke arah Rachel dan memegang kedua lengan wanita berambut panjang dan cantik itu."Lalu??""Ada hal yang bikin aku ga nyaman aja di sana.""Gina?""Kok kamu tahu sih?""Ya kan kalian satu tim
Setelah tiga puluh menit berlalu, Aris rupanya sudah sampai lebih dahulu kemudian tak lama Farhan datang dan masuk ke ruang utama. Situasi terlihat berbeda karena tak biasa cafe itu sepi pengunjung, Farhan melihat sekeliling yang terlihat tidak biasa sedangkan Rana tetap berada di mobil untuk menunggu Farhan.Ketika Farhan melihat sang pemilik cafe, ia menanyakan kenapa dengan memberikan kode gerakan kepala dijawab oleh pemilik cafe kopi itu dengan memasang tulisan Closed di pintu. Wajah Farhan langsung berubah serius karena jelas ini akan berakhir tidak baik-baik saja karena tak akan mungkin Aris membooking tempat ini hanya untuk hal tak penting.Terlihat Aris duduk disudut area belakang, ia duduk dengan membelakangi pintu masuk. Farhan kemudian berjalan menuju meja tersebut."Ada apa kau memanggilku." tanya Farhan datar yang tanpa dipersilahkan ia langsung duduk berhadapan dengan Aris seraya menyalakan rokoknya."Langsung saja, apa maumu.""Mauku? Tentang apa dulu nih, kok tiba-tiba
Farhan yang berada di lobby hotel sedikit curiga dengan seseorang yang mengikutinya, sudah ia lihat dari ia di bandara singapura sampai ia dihotel ini pria itu kebetulan selalu mengikuti. Farhan kemudian mencoba berjalan ke area lorong samping hotel, dan benar saja lelaki itu mengikutinya. Saat sampai di persimpangan area restoran, Farhan berhenti disisi tembok dan melihat apakah lelaki itu akan terus mengikutinya, dan benar saja tak lama pria itu mengikuti kemana Farhan pergi dan saat lelaki misterius itu melewatinya dengan sigap Farhan melakukan aksinya, bagi dia yang menguasai segala macam bela diri akan mudah baginya untuk melumpuhkan musuh. dengan satu kali gerakan lelaki itu tersungkur jatuh, lalu Farhan mencekiknya dan membangunkannya lalu menahannya ditembok."Kau mau apa? Mengapa kau mengikutiku!! Apa kau ingin mati muda?? Kalau mau akan ku antar kau ke neraka saat ini juga dan aku pastikan akulah satu-satunya orang yang akan kau lihat sebelum kau mati.""Maaf tuan, saya tida
Keesokan paginyaYanti terbangun karena desiran suara air pantai dan angin yang berhembus lembut, ia begitu kelelahan hingga tertidur sangat pulas disana, ia melihat sekeliling dan melihat Farhan sudah tidak ada disampingnya namun ia merasa hangat karena jas milik Farhan melekat menutupi tubuhnya. "Selamat pagi putri tidur.." sapa seorang lelaki yang menemaninya semalaman."Wow..gila ya ternyata selama itu aku tidur, sampe-sampe aku baru pagi ini bangun dan sama sekali ga kebangun padahal ini diluar.""Nahhh..itu dia, aku pikir-pikir kamu ini tidur atau simulasi mati, soalnya ga bangun-bangun." kata Farhan dengan nada bercanda. "Ngaco ihh kamu, aku capek banget jadi aku sampe ga kalau aku tidur disini.""Emang dasar kamunya tukang tidur aja pake nge-les segala. Oiya kamu mandi dulu deh, aku udah open room di hotel, nih kuncinya." kata Farhan seraya memberikan kunci."Itu hotel milik kamu?" tanya Yanti sambil menunjuk hotel bintang lima plus diamond yang tak jauh dari tempatnya berdi
Sesaat sebelum Aris melihat Yanti dan Farhan berduaan dipantai,Aris makan bersama dengan Gina dan juga Santi istrinya dicafe yang harusnya menjadi tempat untuk menghabiskan waktu berdua dengan Yanti. Sebenarnya Aris jengah dengan kondisi ini, ia sebanrnya sedang tidak mau menghabiskan waktu bersama dengan Santi sekalipun ia adalah istrinya."Papa nih pergi terus sampe jarang kasih kabar ke kita, kangen tauuukkk..." kata Gina dengan bersungut-sungut."Ya bukan ga mau ngabari tapi kamu tahu sendiri kan gimana kerjanya Papa dan ngurusin bisnis segitu banyaknya itu harus fokus dan ketika ketemu klien harus fokus juga, ga bisa sambil telpon kamu. Toh Papa juga ga lupa buat pulang." jawab Aris sambil memilih menu makanan tanpa melihat kearah anaknya maupun istrinya yang juga sedang memilih menu makanan."Ya ga gitu juga konsepnya, apa sih susahnya chat aku toh juga ga sampe lima menit kok. Semua tergantung prioritas." Gina mulai meninggi nada bicaranya, namun dengan segera Santi menyenggol
Kecupan yang mendarat sempurna di bibir Rachel membuat keduanya saling menumpahkan perasaan, entah mengapa situasi ini seperti arena bagi mereka menumpahkan rasa yang tertahan yang tak mungkin untuk mereka ceritakan atau ungkapkan.Ciuman itu bagai memori yang diputar ulang beberapa tahun yang lalu, romansa indah itu seakan kembali tumbuh dan berbunga diantara keduanya. Ciuman dan sentuhan mewarnai setiap deru nafas mereka.Perlahan Tomi melepaskan ciumannya dan menatap lembut netra wanita dihadapannya, seraya menyibakkan rambut yang menutup wajah cantiknya."Bagaimana bila aku kembali menyukaimu?" tanya Tomi."Tahanlah perasaanmu sampai urusan ini selesai, aku ingin kita fokus tapi jika itu tak mungkin aku akan tetap memberimu semangat dengan seperti ini." Rachel kembali mengecup bibir Tomi perlahan."Aku mau kau dekat denganku, Chel. Aku ingin kita seperti dulu.""Bagaimana dengan Gina? Apakah aku harus berbagi kekasih?" tanya Rachel yang kemudian berjalan menuju mini bar untuk membu
Farhan tersenyum melihat Yanti yang begitu terkejut mendengar kata-katanya."Yups..itu aku dan sekarang kamu lihat kan bahwa sekarang jelas aku bisa bangkit dan hebat. Namaku memang Farhan tetapi orang tuaku memanggilku Arhan sedari kecil, setelah aku mendapati banyak perubahan dalam diriku seperti yang kamu bilang dahulu, aku jadi lebih nyaman dipanggil Farhan.""Ahhh damn!! Ternyata kamu ya..Ya ampun lama banget ga ketemu, aku bener-bener ga ngenalin kamu loh soalnya kamu beda banget sama yang jaman dulu terkhir aku lihat kamu. Kenapa kamu ga ngomong diawal sih? Kalo ngomong diawal kan kita ga ada perdebatan yang membuang waktu.""Ya mana sempat?? Sekalinya ketemu malah kita saling cek-cok, ketemu lagi juga baru kapan lalu trus kebetulan bareng satu pesawat tapi ada Aris, ya mana bisa kita ngobrol??.""Ahhh iya ..ya.. Ya udah yang penting kita udah bisa ketemu jadi kalo gini kan nyambung obrolannya dan seru, lagian kamu sih sikapnya bikin bete..kalau kamu friendly kan enak dari awal
"Sssttt..bisa diem ga!?" suara bariton pria itu terdengar tak asing, Yanti kemudian membuka mata dan benar lelaki itu adalah Farhan.Setelah Yanti tenang Farhan kemudian melepaskan bekapan tangannya dibibir Yanti."Kamu apa-apaan sih, Han?! Aku bneran teriak kalo kamu kaya gini!""Sana teriak! Biar Santi dan Gina sekalian tahu kamu disini, aku itu bantuin kamu biar mereka ga lihat kamu disini! Dasar bodoh!"Yanti terlihat kaget mendengar perkataan Farhan barusan."Apa?? Mereka disini? Bohong kamu!""Ga percaya? Silahkan keluar dan lihat siapa yang duduk bersama Aris disana." kata-kata Farhan terdengar seperti sebuah kata perintah baginya.Yanti kemudian dengan cepat meninggalkan Farhan ditoilet wanita dan Farhan mengekor setelahnya, saat hendak masuk ke area resto netra Yanti melihat ada Santi dan juga Gina disana dimana mereka duduk bersama dalam satu meja bersama Aris, entah kenapa ada rasa cemburu dihati Yanti, dimana seharusnya rasa itu tak boleh ada didirinya karena dialah yang be