Malam setelah pertemuan itu, Tomi menceritakan semuanya kepada Yanti, ibunya. Dia cerita tentang ayah Gina yang begitu baik, bahkan sangat ramah kepadanya. Dia lalu memberitahu ibunya bahwa ayah Gina sudah merestuinya. Ketika Tomi ingin menyebut nama ayah Gina, tiba-tiba ponsel Yanti berdering, ada kabar proyek yang harus diselesaikan Yanti besok pagi.
“Mama tidur dulu yaa, besok kamu bisa cerita lagi ke Mama. Ini sudah jam sepuluh malam, Mama mau istirahat.” Yanti mengelus rambut anaknya, lalu beranjak ke kamar.
Di atas ranjang, Yanti masih memikirkan kejadian reuni kemarin. Dia tidak bisa tidur. Bahkan, baru terlelap sebentar, dia langsung berteriak. Kejadian ini berlangsung selama tiga hari beruntun. Puncaknya adalah ketika Yanti memimpikan bagaimana Aris memaksanya memuaskan hasrat setan yang lama dia pendam.
“Ahhh… Ris, hentikan! Jangan memaksaku untuk melakukan lebih dari ini!” Yanti terlihat terdesak disisi dinding kamarnya
“Mulutmu menolakku tapi sayangnya tidak dengan tubuhmu, tak perlu kau mencoba mengelak cukup diam dan rasakan perlahan kau akan menikmati permainanku.” Aris tersenyum smirk sambil membisikkan kata-kata gila itu di telinga Yanti.
Aris mulai mencumbu leher jenjang Yanti dengan rakusnya bahkan tak hanya itu jemari Aris bergerilya brutal ke area terlarang milik Yanti dan mempermainkannya di di area liang hangat itu.
“Aris! Hentikan!!”
“Ga usah naif, Yan. Kau menikmatinya, nyatanya milikmu ini sudah sangat basah, ” Senyum Aris begitu ngeri membuat Yanti takut.
“Aris kau gila ya!!” teriak Yanti setengah menikmati kelihaian jemari Aris yang menggeliat hebat didalam liang kenikmatannya.
“Diamlah!! Kali ini akulah yang memimpin permainan ini. Kau dulu mempermainkanku dan sekarang akulah karma yang harus kau hadapi!”
Seketika Yanti terbangun dari tidurnya dengan posisi terduduk, ia terengah-engah dan mencoba mengatur nafasnya. Ia melihat sekeliling dan barulah ia menyadari bahwa ia hanya sendirian.
‘Ya Tuhan rupanya hanya mimpi, ahhhhh, syukurlah.’ Yanti mendenguskan nafasnya dan merasa lega. Ia mengusap rambutnya yang telah basah oleh keringat lalu bola matanya melirik kearah jam dinding.
Perlahan ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya kemudian bergegas menuju ke kamar mandi dan kemudian bersiap mengenakan pakaian dan make up untuk ia kenakan hari ini, setelah itu ia segera berangkat ke kantornya.
====
Sesampainya dikantor, Yanti kemudian menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum sempat ia selesaikan, selain itu ia juga membutuhkan kontraktor yang berkompeten untuk membuat galerinya yang baru, ia meminta Mia yang bekerja sebagai Asistennya untuk dapat menghubungi kontraktor tersebut.
Tok, tok, tok
“Bu, tamu kita sudah datang.”
“Baiklah persilahkan dia masuk.”
“Baik, Bu.”
Tak berselang lama tamu tersebut masuk ke ruangan Yanti dan betapa terkejutnya ia rupanya tamu tersebut adalah Aris. Ia tidak menyangka akan kembali bertemu dengan Aris dikantornya, untuk sesaat ia teringat dengan mimpinya semalam, membuatnya kembali merasa tak karuan.
“Loh kok kamu, Ris?”
“Aku juga ga tahu ternyata tempat ini milikmu.”
“Kamu sengaja ya?” tanya Yanti sedikit berlebihan.
“Sengaja? Hal pertama yang perlu kamu tahu bahwa yang pertama menghubungi aku adalah dari asistenmu, bukan dari aku. Kedua aku memang merindukanmu, mecintaimu tapi aku tidak serendah itu untuk menguntit kehidupanmu. Jika kamu tidak berkenan aku akan pergi, aku tidak suka dengan tuduhan yang tidak masuk akal itu.”
“Tunggu, hmm, aku minta maaf untuk ucapanku yang berlebihan. Maaf membuatmu marah karena apa yang aku ucapkan barusan. Aku mungkin terlalu kaget lihat kamu di sini.”
“Diluar ekspektasimu?”
“Bukan begitu, aku rasa ini sebuah kebetulan.” terlihat Yanti merasa tak enak hati atas sikapnya yang dingin.
“Ya, anggap saja begitu. Semua tentang kita memang selalu saja kebetulan.” Jawab Aris yang membuat seketika keduanya hening
Yanti kemudian memecah suasana “Oya, silahkan duduk dulu, Ris.”
Yanti mempersilahkan Aris duduk berhadapan dengannya di area ruang tamu yang letaknya tepat di depan meja kerjanya.
“Hmm, jadi bagaimana konsep kamu tentang galeri yang akan kamu kerjakan.”
“Aku kapan lalu ditelpon oleh asistenmu untuk membuat galeri untukmu, galeri yang cukup luas lebih tepatnya.”
“Ya, betul sekali. Kamu bisa buatkan bangunan dan juga layoutnya.”
“Kamu pengen seperti apa untuk konsep boutiquemu nanti?”
“Aku pengen nuansanya klasik aja, aku pengen semuanya berwarna putih di dindingnya tapi ornamennya berwarna gold dan juga warna-warna warm tone.”
Aris mencatat semua permintaan kliennya itu dengan sangat detil dan lengkap, ia juga sangat faham apa kesukaan mantan kekasihnya itu. Namun ia tetap berusaha mengikuti alur agar semua berjalan dengan baik.
“Ada permintaan selain ini semua??” tanya Aris tanpa melihat klien dihadapannya
“Hmm, apa ya? Oh ya, saat ini aku ingin kita mengesampingkan urusan masa lalu, hubungan ini adalah hubungan profesional jadi aku ingin kamu lebih fokus pada apa yang kamu kerjakan, Ris.”
“Apa hanya itu yang ada dipikiranmu tentang aku? Kau sepertinya terlalu sibuk dengan pikiran yang seperti itu, sedangkan aku sama sekali tidak memikirkannya. Atau jangan-jangan kau yang tidak bisa bekerja secara profesional?” Pertanyaan Aris membuat Yanti tersudut, jelas Yanti tidak bisa menjawab secara gamblang akan apa yang ada di otaknya saat ini. “. Aku rasa kita sudah sangat dewasa dan tau bagaimana cara bekerja dengan baik. Tenang saja, Yan. Aku tahu batasannya jadi selesaikan dulu masalahmu, setelah semua kembali normal aku akan siap mengerjakan proyek ini. Namun jika kau terus saja berfikir buruk tentangku ya sudah, itu keinginanmu dan aku ga masalah jika aku harus melepas proyek ini”
“Tidak, bukan begitu, Aris, aku minta maaf jika kau kembali tersinggung dengan ucapanku, tapi sebenarnya bukan itu maksudku. Aku hanya takut jika kita malah ga bisa bersikap professional setelah kata-kataku di chat kemarin malam.”
“Kita?? Hahahah, kamu aja mungkin, Yan. Aku sih biasa aja.” Jawab Aris dengan tawa tergelak.
“Benarkah? Ahh, begitu. Berarti aku yang berpikir terlalu jauh.” Yanti berusaha mencairkan suasana namun terasa memaksa.
Aris berdiri dari tempat duduknya dan meletakkan kedua tangannya dimeja lalu mencondongkan tubuhnya ke posisi Yanti dengan menatap matanya begitu dalam dan tajam.
“Jika kau terus menanyakan hal itu lagi, aku tak segan mewujudkan pikiran burukmu itu, aku pastikan tak akan ada yang meleset satupun . Percuma jika hanya aku yang disudutkan sedangkan dalam hal ini kau lah yang jadi tersangkanya. Aku harap kau tidak melupakan badai yang telah kau timpakan padaku. Camkan itu!”
Bola mata Yanti membulat, ia tergagap melihat Aris yang berkata sangat tajam padanya, ia merasa terpojok. Yanti kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk menjauh dari Aris. Dengan kondisi marah dan kesal Aris berjalan pergi keluar dari ruangan. Ia meninggalkan Yanti dengan segala rasa bersalah, bibir Yanti terkunci sehingga ia tak berani menghentikan Aris agar tidak pergi darinya. Akhirnya ia membiarkan Aris pergi dengan rasa kesal terukir diwajahnya.
‘Aku harus gimana nih??’ Yanti mulai kebingungan bagaimana harus bersikap.
Yanti mulai gelisah dengan perasaan yang mengganjal, wanita itu kemudian berjalan mendekat kearah jendela ruangannya yang menghadap di area parkir mobil. Dengan sedikit ragu ia melihat Aris masuk kedalam mobil hitam Mercedes Benz G-class dan meninggalkan area parkir dengan cepat.
‘Kenapa aku kembali melukainya? Kenapa kata-kataku selalu membuatnya tak nyaman? Ahh, bodoh banget sih kamu!!’ Batin Yanti sambil menggigit bibir bawahnya dengan pandangan cemas.
Yanti kemudian kembali ke tempat duduknya dan mencoba mengacuhkan hal yang baru saja terjadi, ia berusaha tidak terlalu memikirkannya. Meskipun itu sebuah kebohongan besar baginya namun ia harus tetap berpikir jernih saat ini.
Tok, tok, tok
“Permisi Bu, ini teh untuk Pak Aris. Loh pak Arisnya kemana, Bu? Kok ga ada??” Mia melihat sekeliling tak ia temukan sosok Aris, ia terlihat kebingungan.
“Dia udah pulang.”
“Hah?? Pulang, Bu? Kok cepet banget?? Canggih sekali dia bisa secepat itu untuk memahami keinginan Bu Yanti. Trus ini teh nya gimana dong, Bu?” kata Mia sambil sedikit mengangkat nampan kecil berisi secangkir teh
Yanti tersenyum geli melihat asistennya yang terlalu polos dengan semua kata-kata lugasnya.
“Dah sini tehnya aku minum aja, makasih ya.”
“Baik, Bu.” Mia kemudian berjalan keluar dari ruang pimpinannya dengan wajah penuh tanda tanya.
Hari ini Yanti memilih untuk seharian dirumah dan tidak ke kantor, Ia meminta asistennya membatalkan semua jadwal hari ini, ia ingin rehat sebentar dari segala rutinitas yang ada.Duduk di teras balkon kamar sembari meminum secangkir kopi, itulah yang dilakukan Yanti pagi ini. Alasan dia tidak pergi ke kantor hanya karena dia trauma dengan ucapan Aris dan semua barang-barang yang dia lihat di kantor. Kata-kata pria itu benar-benar membuatnya tertampar, untuk kesekian kali ia kembali membuat hati mantan kekasihnya itu terluka.Sesaat ia mengingat kejadian masa lalu sewaktu ia duduk dibangku SMA, saat itu ia sempat berpacaran dengan Aris. Aris merupakan pemuda yang tidak hobi menghamburkan uang dengan kekayaan keluarga, penampilannya terlihat biasa saja meski level kekayaan keluarga Aris memang cukup mumpuni tetapi masih 2 level dibawah keluarga Yanti, meski begitu perasaan dan cintanya sempurna untuk Yanti. Ia memiliki Impian yang jelas dan bahkan ia memang berniat serius dengan Yanti.
Pintu gerbang kediaman Yanti kemudian dibuka oleh security yang selalu siap di pos penjagaan rumah Yanti dan tak berselang lama mobil hitam milik Aris melaju perlahan untuk berhenti di area parkir.“Hai, ” sapa Yanti dengan senyumnya yang cantik“Hai, aku tadi hanya berharap security rumahmu tak menganggapku sebagai penguntit dan mengusirku dari depan rumahmu.”“Hahaha, masuk yuk.” Ajak YantiYanti kemudian mempersilahkan Aris masuk ke area sisi kanan kediamannya dimana disitu terdapat rumah khusus yang didesign seperti cottage dengan ruang tamu yang privat dan juga kamar, area itu diperuntukkan untuk keluarga atau rekanan bisnis yang menginap untuk pengerjaan project bisnis yang cukup lama.Aris duduk di sofa dan Yanti di sisi kanannya dengan jarak tak terlampau jauh.“Maaf kalo bikin kamu nunggu lama diluar.” Kata Yanti sebagai pembuka pembicaraan mereka.“Hahah, menunggu kamu itu aku rasa adalah hobiku dari dulu.”“Ris, jangan gitu dong, itu membuatku merasa bersalah.”“Ga usah mer
Keesokan harinya Yanti terbangun dengan kondisi yang tidak biasa, disampingnya ada Aris yang sudah memandangnya dengan senyum yang selalu memikat hatinya. Yanti benar-benar merasa bahagia.“Pagi sayang.” Suara bariton milik Aris membuatnya tersenyum bahagia, ada kekosongan hati yang kini mulai terisi.“Pagi sayang, hmm, aku mau mandi trus bersiap ke kantor.”“Mau aku anterin?”“Hmmm, aku hari ini bakal pergi ke beberapa tempat, jadi lebih baik aku berangkat sendiri aja.”“Aku bisa anter kemanapun kamu mau kok? Ga ada masalah, toh hari ini aku bisa off kan schedule ku.”“Jangan gitu ahh, hmm ntar malem aja kita dinner gimana?”“Ok ide bagus, aku yang pilih tempat ya.”“Up to you.” senyum Yanti mengembang melihat Aris yang begitu bersemangat.Aris kemudian bergegas membersihkan dirinya dikamar mandi dan Yanti kembali ke kamarnya untuk bersiap.Saat yanti kembali ke ruang utama dirumahnya, ia bertemu dengan Tomi.“Ma, sore ini aku pengen kita melamar Gina.”“Hmm, ok Mama akan kosongkan ja
“Yanti?? Jadi Tomi ini anakmu?” tanya Aris.“Iya..dan aku baru tahu tadi pagi kalau Gina ini adalah anakmu, Ris. Aku bener-bener ga tahu, aku minta maaf, Ris. ” Ucap Yanti.“Apa kita sedang reuni kecil disini?” tanya Santi dengan wajah kesal.“Maksudnya apa sih ini? Kok jadi ga enak gini situasinya?” Tomi berusaha memahami kondisi ini tapi masih juga ia belum memahami.“Papa Mama kenal sama Tante Yanti?” tanya Gina bingung.“Papa yang sangat mengenal dia, bukan Mama. Wanita itu mantan Papamu.” jawab Sintia dengan ketus.“Kenapa kamu ga bilang kalau kamu ini anak Yanti, Tom?” tanya Aris.“Aku pikir akan lebih enak kalau kita bisa bertemu sekalian, Om. Saya juga tidak tahu kalau akhirnya seperti ini! Saya juga tidak tahu masa lalu kalian seperti apa.”“Tante..berarti sikap Tante yang berubah tadi siang itu karena ini? Saat itu aku lihat tante terkejut karena aku memperlihatkan foto keluargaku ke Tante..Tante masih ada perasaan sama Papaku?”“Maaf, Gina. Semenjak Tante tahu kamu anaknya A
Plaakkk!!Tamparan keras mendarat sempurna di pipi sebelah kiri Tomi, Yanti seumur hidup tak pernah sekalipun menampar anaknya, namun kali ini emosi Yanti begitu memuncak karena ia tak bisa membalas perkataan anaknya yang memang dirasa benar.Tomi yang syok dengan perlakuan Mamanya lantas pergi begitu saja sambil memegang pipinya yang memerah. Sebenarnya bukan rasa sakit akibat tamparan yang membuatnya kesal namun sikap Mamanya yang tidak bisa ia maafkan."Tomi!" panggil Yanti namun tak digubris oleh Tomi. Anak lelaki satu-satunya terlihat pergi meninggalkannya, Yanti sudah tak bisa berpikir jernih dengan isi kepala yang penuh akhirnya ia memutuskan ajakan rekan-rekan bisnisnya untuk datang arisan malam ini.Ia tidak mengetahui bahwa arisan kali ini cukup liar berbeda dari biasanya, tapi dari undangan yang ia dapatkan Dresscode nuansa merah dan harus tampil se-sexy mungkin, sehingga ia sengaja mengenakan mini dress merah maroon yang slim fit dengan potongan dada rendah agar terlihat
Keduanya saling menatap tajam dengan pikiran berkecamuk di otak mereka."Minggir, Ris. Ini bukan urusanmu, aku muak dengan masalah yang aku hadapi. Harusnya aku tak pernah bertemu dan berhubungan lagi denganmu! Anakku sekarang yang jadi korbannya. Cukup orang tuanya yang ga bisa bersatu jangan anak kita, Ris!""Hmm..maaf menyela, nasib saya gimana nih..jadi melayani tante kah atau harus dibuka satu lagi undiannya untuk gantiin tante?" tanya berondong yang dipilih oleh Yanti."GA USAH!" jawab Yanti lantang"GANTI AJA!" Jawab Aris bersamaan dan langsung memegang pergelangan Yanti dengan paksa dan membawanya keluar.Teman-teman Yanti yang melihat perdebatan mereka berdua terlihat santai dan kembali mengocok arisan karena mereka tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain yang terpenting bagi mereka saat ini adalah mendapatkan malam penuh kenikmatan bersama brondong tampan dan kekar.Aris menghentikan langkahnya di tangga darurat yang terletak
"Hah..ya enggak lah, Nak. Papa tadi ke kantor tapi Papa langsung pergi lagi karena ada perlu sama klien Papa.""Oh..ya udah kalau gitu.""Kamu gimana, Nak. Sudah enakan moodnya?""Masih belum, Pa. Aku masih males angkat telpon Tomi.""Ya udah tenangin diri kamu dulu, Papa akan segera pulang kok.""Ya, Pa..bye.""Bye.."Aris kemudian memasukkan ponselnya ke saku bajunya."Gina ya?' tanya Yanti"Iya, maaf kalo aku harus bohong.""Ga masalah buat aku, tp Gina perasaan anakmu kalo ternyata Papanya bohong?""Aku bohong dari sebelum dia jadi embrio, Yan. Hahahaha...""Dasar gila kamu, RIs.""Dari dulu aku gila..gila karena kamu." Aris kembali mendekatkan tubuhnya ke Yanti membuat wanita itu terpojok di sisi pintu mobil depan."Makasih ya, Ris. Dan maaf bikin kamu berantakan saat itu.""Sssttt..itu dulu sayang, sekarang adalah waktunya kita menebus kesalahan kita dimasa lalu. Dulu aku kehilanganmu satu kali, tapi kali ini aku tak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya." kata Aris dengan tatapa
Pagi ini Yanti tengah sibuk persiapan Fashion Week Festival di luar kota, ia benar-benar mencurahkan segala isi pikiran dan idenya untuk konsep peragaan busananya kali ini. Drrrttt...drrrttt... Ponselnya muncul notif chat dari Aris, Yanti tersenyum simpul melihat isi chat dari kekasihnya itu."Selamat pagi jodohku yang tertukar. Semangat ya sayang, tunggu aku disana. Pengen dibawain apa kali aja kamu pengen sesuatu yang perlu aku bawain dari sini.""Hahahah..ga perlu, Ris. Kamu sampai sini udah segalanya buatku kok.""Serius??""Yup.""Oke deh.. coba lihat ke pintu keluar."Seketika Yanti menengok ke pintu keluar dan betapa terkejutnya dia ketika pria yang menjadi pengisi hatinya kali ini sudah berada di hadapannya. Wajahnya terlihat sumringah dan langkahnya langsung menuju ke tempat Aris berdiri. "Iiihhh kamu tuh ya, jago kalo bikin surprise deh." Yanti dengan senyum mengembang mencubit mesra lengan Aris dan seketika jemarinya di genggam oleh Aris."Aku harap kehadiranku ga menggan