Tak ada yang bisa merasakan perasaan Evellyn Zayn sekarang, tak ada yang bisa menggambarkan rasa takut dan kegugupan gadis itu yang menyesakkan dadanya. Bahkan saat ini langkahnya tampak terseok-seok, saat dia di seret paksa oleh ibunya, Sharon. Perempuan itu menyeret paksa putrinya sendiri untuk memasuki mobil mereka. Air mata yang menggenang di pelupuk mata gadis itu sekuat mungkin ia tahan, karena jika air mata itu meluncur lagi, Evellyn tak yakin bisa menghentikannya lagi seperti sebelumnya.
Evellyn mencengkram rok selututnya ketika mobil mereka melaju yang entah akan pergi kemana, yang jelas Evellyn tahu tak pernah ada hal baik yang menimpanya saat ibunya datang menjemputnya. Karena perempuan itu hanya akan menjemput Evellyn untuk menjualnya menjadi pelayan atau bahkan mengenalkan gadis itu kepada lelaki hidung belang. Selama ini Evellyn sudah berhasil menyelamatkan diri dan kabur dari orang-orang yang membelinya, tetapi sekarang, entah dia akan berhasil atau tidak. Dari yang Evellyn dengar dari percakapan ibunya sebelumnya dengan seseorang di telpon, Sharon akan membawanya ke sebuah kediaman yang jauh dari kota yang entah letaknya di mana. Saat mendengarnya Evellyn sudah merasakan firasat buruk, sepertinya kali ini tak akan mudah baginya untuk melarikan diri.
Ketika mobil mereka memasuki pintu gerbang yang megah, rasa gugup dan takut Evellyn semakin memuncak. Sesaat Evellyn menoleh kearah belakang, pintu gerbang itu perlahan kembali tertutup, seketika jantung Evellyn semakin berdegup, dan dadanyapun semakin terasa sesak. Mungkinkah pada akhirnya dia akan kehilangan kegadisannya, dan terkurung di kediaman itu selamanya? Sementara ibunya, Sharon. Dia yang menyetir di sebelah Evellyn tampak tenang dan terlihat bahagia, tentu saja, perempuan itu begitu bahagia karena kemewahan yang akan ia dapatkan nanti, tak lama lagi akan menjadi miliknya. Setelah menyerahkan putrinya kepada lelaki bernama Zavio Franco, Sharon akan menjalani kehidupan barunya dengan kemewahan. Hal yang di impi-impikannya sejak dulu akhirnya akan terwujud. Sungguh Sharon tak menyangka, pertemuannya dengan Zavio pada akhirnya akan berbuah manis. Padahal, selama setahun dia menjalani hubungan bersama lelaki itu sungguh sangat menyebalkan, karena lelaki itu benar-benar sangat pelit dan perhitungan.
Tetapi, tiba-tiba lelaki itu berubah. Dia menanyakan soal gadis yang pernah Sharon bawa kepadanya beberapa pekan lalu. Gadis polos yang sederhana, tetapi cukup berani karena sudah membuatnya jengkel dan terhina, karena sudah berani menolak perintahnya dan melarikan diri.
Awalnya Sharon berbelit-belit saat Zavio memintanya untuk membawakan gadis itu, tetapi setelah mereka membuat perjanjian, jika Sharon berhasil membawa Evellyn kepadanya maka perempuan itu akan mendapatkan uang yang jumlahnya cukup untuk menopang kehidupannya beberapa tahun kedepan. Dan jika Evellyn di dapati masih suci dan belum tersentuh oleh lelaki lain, selain uang Sharon juga akan mendapatkan sebuah villa mewah dan juga mobil.
Dengan Mendapatkan penawaran yang begitu menggiurkan, seketika Sharon langsug berbinar. Walaupun sungguh di sayangkan dia akan kehilangan lelaki tampan dan kaya yang selama ini dia pacari, tetapi demi harta yang akan dia dapatkan nanti Sharon menjadi gelap mata, lagi pula bukankah itu sepadan? Karena selama ini Sharon juga merasa tak nyaman berpacaran dengan lelaki itu, yang egois dan tak mudah di tebak. Lagi pula bukankah jika dia memiliki segalanya, dia bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan? Saat dia kaya nanti, lelaki tampan manapun bisa dia dapatkan. Dan soal lelaki kaya, Sharon yakin dia bisa mendapatkannya dengan mudah. Apa lagi sosok Sharon yang bertubuh seksi dan berisi, di tambah wajahnya juga cantik, tak sulit baginya untuk mendapatkan seorang kekasih yang sesuai keinginannya.
Sekarang, Sharon benar-benar bersemangat. Apa lagi dia sangat yakin anak gadis satu-satunya, dari hasil pernikahannya dulu merupakan gadis polos yang masih suci. Sungguh Sharon tak menyangka, ada baiknya juga Evellyn selama ini membangkang dan selalu kabur saat Sharon menjualnya kepada lelaki hidung belang. Karena dengan begitu hingga saat ini Evellyn masih terjaga kegadisannya, dan kali ini Sharon benar-benar untung banyak.
“Kali ini kau harus bersikap baik, Eve. Bergunalah sekali saja untukku, kau tahu kau lahir kedunia ini adalah kesalahan akibat kebodohanku di masa lalu. Tetapi, walaupun begitu kau tetaplah putriku. Kau memiliki hutang nyawa karena aku sudah melahirkanmu dan merawatmu hingga saat ini, jadi kali ini anggap saja kau sedang membayar hutang padaku. Setelah ini aku berjanji, di antara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Hanya sebatas orang asing yang kedepannya tak akan pernah bertemu lagi, kau mengerti!” seru Sharon dengan angkuh tanpa menoleh ke arah putrinya itu.
Ada seberkas nyeri yang seakan menghantam dada Evellyn saat mendengar ucapan Sharon, walaupun Evellyn sudah terlatih untuk tidak mengharapkan apapun dari ibunya itu, tetapi rasanya masih saja menyakitkan. Sharon terlalu egois untuk memikirkan siapapun, selain dirinya sendiri. Tetapi, kadang kala ada sedikit rasa di hati Evellyn, setidaknya sekali saja tak bisakah Sharon mencintainya layaknya seorang ibu kepada putrinya?
Mobil Sharon berhenti tepat di depan pintu utama, Evellyn baru sadar perjalanan dari pintu gerbang ke rumah besar ini memerlukan waktu yang cukup lumayan lama. Dan bahkan Evellyn tidak memperhatikan keadaan sekitar, tadi dia terlalu larut dalam lamunannya.
Evellyn keluar dari mobil setelah di perintahkan Sharon, perempuan itu begitu tak sabaran entah apa yang membuatnya begitu terburu-buru. Tetapi, Evellyn sudah tahu jawabannya. Paling tak jauh-jauh dari uang, karena itulah satu-satunya yang di cintai perempuan itu. Saat Evellyn keluar dari mobil, Evellyn mengedarkan pandangan. Rupanya kediaman itu begitu besar, halamannya begitu luas dan indah. Dan rumahnyapun sangat besar bagaikan istana, Evellyn yakin pemiliknya pastilah sangat kaya. Tak heran Sharon begitu bersemangat, bahkan saat ini mata perempuan itu tampak berbinar bagaikan seseorang yang baru saja menemukan harta karun.
Saat Sahron menarik tangan Evellyn dan membawanya mendekati kediaman itu, di depan pintu sudah berdiri dua orang laki-laki paruh baya, yang satu terlihat ramah dan yang satu berekspresi sangat kaku dan berpakaian serba hitam. Melihatnya seketika Evellyn langsung berdiri di belakang tubuh Sharon, yang terlihat riang sambil melangkah melenggokkan tubuhnya menghampiri kedua lelaki itu.
“Nona Sharon,” sapa salah satu dari mereka yang terlihat ramah.
“Ya, Thomas. Aku rasa kau sudah tahu tujuanku kesini, jadi bukalah pintunya aku tidak suka menunggu!” seru Sharon dengan angkuhnya.
“Kau pasti Nona Eve, selamat datang di kediaman. Tuan sudah menunggumu, mari silahkan masuk!” sambut lelaki yang di panggil Thomas oleh Shraon. Dia menyapa Evellyn dengan ramah tanpa memperdulikan Sharon yang menatapnya tajam, karena sudah di abaikan.
“Kau sungguh cantik, pantas Tuan begitu mengagumimu. Karena kau sangat berbeda, sekalipun tanpa makeup dan pakaian yang anggun, kepolosan dan kecantikan alamimu membuatmu menjadi sangat istimewa. Tak seperti perempuan di luaran sana, terlalu memaksakan diri mempercantik dengan segala cara tetapi hasilnya masih terlihat palsu. Sungguh ironis bukan?” kekeh Thomas seolah sedang menyindir Sharon yang berpenampilan persis seperti yang di katakan lelaki paruh baya itu.
Mendengar ucapan Thomas, seketika Evellyn langsung menoleh ke arah Sharon yang tampak kesal. Tetapi perempuan itu rupanya sedang menahan diri, sungguh seperti bukan seorang Sharon, yang gampang meledak saat merasa tersinggung.
“Mari, saya akan mengantar anda kedalam. Dan kau Elias, antar Nona Sharon keruang kerja Tuan.” Perintah Thomas, lalu iapun mempersilahkan Evellyn masuk. Sesaat Evellyn menoleh ke arah Sharon, ia masih mengharapkan sedikit saja rasa simpatinya agar apapun kesepakatannya dengan lelaki asing itu di batalkan, tetapi rupanya Sharon sudah bertekad. Dia bahkan seakan tidak perduli apa yang akan terjadi nanti kepada Evellyn, hingga manik mata gadis itupun tampak berkaca-kaca. Evellyn sungguh tidak ingin masuk, tetapi Sharon justru membuang muka seakan tidak perduli, dia justru pergi mendahului Evellyn dan pergi bersama Elias menuju ruang kerja tuannya. Sungguh Evellyn benar-benar kecewa, hatinya terasa berdenyut. Dengan lemas iapun mengikuti Thomas dari belakang, masuk kekediaman megah itu dengan hati yang suram. Saat ini gadis itu benar-benar takut, sedih dan kecewa bercampur aduk. Meratapi nasib buruknya yang tak pernah baik sedari ia kecil hingga saat ini.
Sepanjang lorong Evellyn melangkahkan kakinya setengah berlari mengikuti langkah Thomas yang melangkah dengan kaki panjangnya. Sementara kaki Evellyn yang kecil hanya bisa berlari sambil sesekali membungkukkan punggung saat bertemu orang-orang yang entah kenapa membungkuk ke arahnya. Evellyn berfikir, apakah tata krama di kediaman itu memang seperti itu? Saling membungkuk saat bertemu orang lain? Lalu, kenapa Thomas tak bereaksi? Lelaki itu bahkan menunjukkan raut wajah datar kepada mereka, seolah mereka sama sekali tak terlihat olehnya.Sepanjang lorong yang di lewati Evellyn begitu mewah dan megah. Interior dan perabotan yang tertata begitu indah dan tampak terlihat mahal, hingga Evellyn berjalan dengan sangat hati-hati. Jika ia ceroboh seperti biasanya, satu barang saja belum tentu ia bisa tebus seumur hidupnya. Tetapi, melihat kemewahan ini seketika Evellyn teringat dengan ibunya. Sharon pasti sangat bahagia jika bisa tinggal di tempat seperti ini, dan menja
Evellyn bangun dengan kepala pening yang luar biasa, iapun mengernyitkan dahinya dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu iapun mengedarkan matanya melihat ke sekeliling. Mata Evellyn memicing saat melihat keadaan kamar itu yang temaram, ruangan itu begitu menakutkan, dingin dan mengandung aura yang menekan.“Kau sudah bangun,” ucap seseorang yang entah berasal dari mana. Seketika Evellyn langsung beringsut sambil menarik selimut dan mencengkramnya kuat-kuat. Lalu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Semakin lama semakin mendekat hingga membuat Evellyn semakin gemetar karena ketakutan.Seketika, Evellyn tampak ternganga, tepat di hadapannya datang seseorang yang begitu tampan. Mungkinkah saat ini Evellyn sedang berhalusinasi? Mungkinkah ia sudah mati? Karena saat ini Evellyn seperti sedang menatap seorang malaikat, karena sosok lelaki di hadapannya ini benar-benar luar biasa tampan.Sesaat, Evellyn langsung
“Sharon... Ibu,” suara Evellyn seketika menghilang seolah tercekik. Ingatannya kembali saat ia melihat ibunya bersimbah darah dan tak sadarkan diri di luar sana, apakah perempuan itu mati? Ataukah Zavio Franco berhasil menyelamatkannya? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ibunya bisa terluka dan mengalami kejadian mengerikan itu?Dengan lembut Zavio menggenggam kedua tangan Evellyn yang tampak sedih dan ketakutan, “Aku sangat menyesal Eve, aku sangat menyesal...” ucap lelaki itu terdengar lirih. “Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi, polisi sedang di depan untuk menyelidiki. Dan menurut mereka, Sharon terpeleset, hingga kepalanya terbentur pinggiran kolam dan... dan... aku... aku benar-benar minta maaf!” ucap Zavio, iapun tampak menundukkan wajahnya seolah menyesal.Evellyn mengamati kesedihan di mata Zavio, entah kenapa gadis itu merasa aneh melihat lelaki yang tadi dingin dan menakutkan ti
Evellyn mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling, keadaan kamar itu kini tampak sedikit terang tak seperti sebelumnya. Lampu tidur sengaja di nyalakan dan juga lilin beraroma terapi tampak menghias di beberapa sudut dengan warna api yang yang lembut. Lilin-lilin itu menguarkan aroma sandalwood yang khas, wanginya yang lembut dan menenangkan membuat Evellyn merasa sedikit tenang, dan pening di kepalanya pun perlahan menghilang. Sesaat Evellyn baru menyadari, wangi lilin aroma terapi ini sama persis seperti wangi tubuh lelaki itu. Tentu saja Evellyn tahu, saat Zavio hendak menutup mata Evellyn saat melihat kondisi Sharon, seketika itu wangi tubuh lelaki itu tercium oleh Evellyn. Dan wangi tubuhnya itu begitu menenangkan, dan kini Evellyn tahu, rupanya wangi dari lilin itu menempel di tubuh Zavio hingga menguarkan aroma yang sama.Evellyn melihat nuansa di sekitar kamar itu, semuanya di tata dengan sangat rapi dan bersih, dan kamar itu pun bernuansakan warna
Cckkk... Mengingat perempuan itu, seketika suasana hati Zavio menjadi buruk. Iapun bangun dan menjauh dari Evellyn, lalu duduk di kursi santai sambil terus memandangi gadis itu yang kini hanya tampak rambut belakangnya saja. “Haaahhh... sungguh menjengkelkan!” gumam Zavio seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak menyalahkan Evellyn karena suasana hatinya saat ini tiba-tiba memburuk, tetapi dia menyalahkan dirinya sendiri karena hingga saat ini lelaki itu masih saja tidak bisa melupakan perempuan yang sangat ia cintai itu. Bahkan gara-gara perempuan itu, hidup Zavio hancur, dan merubah lelaki itu menjadi iblis di atas ranjang yang selalu memuaskan emosinya dengan meniduri setiap perempuan yang mendekatinya dengan kasar. Hal itu dia lakukan sebagai pelampiasan kekecewaannya. Karenanya, tak sedikit perempuan yang sudah ia buat hancur dan menderita, setiap kali lelaki itu melampiaskan amarahnya. Kerinduannya ak
Haaaahhh... Zavio merasa saat ini pikirannya tengah kalut. Dengan perlahan dia melangkah menuju mini bar, dan mengambil salah satu botol minuman di lemari minumannya. Dengan perlahan Zavio menuangkan minumannya ke gelas, dan memasukan bongkahan kecil es batu kedalamnya. Perlahan ia memutar-mutar gelas itu, memainkannya sesaat, lalu meneguk minuman itu hingga tandas. Gelas demi gelas Zavio habiskan minumannya, lelaki itu tanpa henti terus menuang minuman dan meneguknya dengan kasar. Hingga tak terasa, Zavio menghabiskan minumannya hingga botol ke tiga. Dan saat itulah, lelaki itu mulai kehilangan akal dan meracau. Pandangannyapun mulai berkabut, dan kepalanya seakan terus berputar tanpa henti."Hentikan itu brengsek! Kau membuat kepalaku sakit, kau tahu!" maki Zavio sambil menunjuk-nunjuk lemari minumannya.Mendengar ada suara, seketika itu Evellyn menggeliat dan bangun dari tidurnya. Evellyn menggeliat dan meregangkan otot lehernya yang tera
Evellyn tampak menarik nafas dalam-dalam untuk mencoba menenangkan jantungnya yang memburu dan juga tubuhnya yang gemetar. Saat ini Evellyn tak bisa berbuat apa-apa, jika lelaki itu berniat mencekiknya, fisik Evellyn dan keadaan yang memojokkannya tak akan bisa untuk mencegah lelaki itu.“Ada satu hal yang harus kau tahu, Eve! Kau sepenuhnya dalam kuasaku, tubuhmu, nyawamu, adalah milikku. Karena ibumu sudah menjualmu kepadaku, dan baguslah kau masih perawan, hingga akulah lelaki pertamamu. Karena jika tidak, kau akan tahu apa yang akan terjadi! Aku... tidak suka barang bekas, karena itu sangat menjijikan!” dengus lelaki itu kasar dan arogan.“Bukankah kau kekasih ibuku? Dan dia sudah pasti bukan perawan, lalu kenapa kau memacarinya hingga bertahan selama ini?” tanya Evellyn dengan nada ketus, serta memberi tatapan tajam seakan tak takut lelaki itu bisa kapan saja mematahkan batang lehernya.Mende
“Eve!” gusar Zavio menggeram.“Tidak!” pekik Evellyn sengit.“Eve... cukup!”“Aku bilang tidak!” jerit Evellyn tak mau kalah.“Kau!...” seketika Zavio memejamkan matanya dan menghela nafas, lalu membuka matanya dan menatap Evellyn dengan tatapan yang sudah melembut.“Ayolah Evellyn, jangan memaksaku!” seru Zavio mencoba menahan amarahnya.“Lelaki yang mengancam seorang gadis...” kata Evellyn dengan sangat tenang, sambil diam-diam memasukkan tangannya ke bawah bantal. Lalu tangan itu menyentuh pistol yang ia sembunyikan, pistol yang keras dan memiliki berat, namun saat menggenggamnya terasa begitu menakjubkan. “... adalah orang yang lebih menjijikkan!”“Benarkah Eve? Apa kau...” lelaki itu mulai berbicara dengan nada angkuh, tetapi s