Evellyn tampak menarik nafas dalam-dalam untuk mencoba menenangkan jantungnya yang memburu dan juga tubuhnya yang gemetar. Saat ini Evellyn tak bisa berbuat apa-apa, jika lelaki itu berniat mencekiknya, fisik Evellyn dan keadaan yang memojokkannya tak akan bisa untuk mencegah lelaki itu.
“Ada satu hal yang harus kau tahu, Eve! Kau sepenuhnya dalam kuasaku, tubuhmu, nyawamu, adalah milikku. Karena ibumu sudah menjualmu kepadaku, dan baguslah kau masih perawan, hingga akulah lelaki pertamamu. Karena jika tidak, kau akan tahu apa yang akan terjadi! Aku... tidak suka barang bekas, karena itu sangat menjijikan!” dengus lelaki itu kasar dan arogan.
“Bukankah kau kekasih ibuku? Dan dia sudah pasti bukan perawan, lalu kenapa kau memacarinya hingga bertahan selama ini?” tanya Evellyn dengan nada ketus, serta memberi tatapan tajam seakan tak takut lelaki itu bisa kapan saja mematahkan batang lehernya.
Mende
“Eve!” gusar Zavio menggeram.“Tidak!” pekik Evellyn sengit.“Eve... cukup!”“Aku bilang tidak!” jerit Evellyn tak mau kalah.“Kau!...” seketika Zavio memejamkan matanya dan menghela nafas, lalu membuka matanya dan menatap Evellyn dengan tatapan yang sudah melembut.“Ayolah Evellyn, jangan memaksaku!” seru Zavio mencoba menahan amarahnya.“Lelaki yang mengancam seorang gadis...” kata Evellyn dengan sangat tenang, sambil diam-diam memasukkan tangannya ke bawah bantal. Lalu tangan itu menyentuh pistol yang ia sembunyikan, pistol yang keras dan memiliki berat, namun saat menggenggamnya terasa begitu menakjubkan. “... adalah orang yang lebih menjijikkan!”“Benarkah Eve? Apa kau...” lelaki itu mulai berbicara dengan nada angkuh, tetapi s
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.“Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya.“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya.“Apa itu?&rdquo
Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi.Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja. Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman? Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu…