Haaaahhh... Zavio merasa saat ini pikirannya tengah kalut. Dengan perlahan dia melangkah menuju mini bar, dan mengambil salah satu botol minuman di lemari minumannya. Dengan perlahan Zavio menuangkan minumannya ke gelas, dan memasukan bongkahan kecil es batu kedalamnya. Perlahan ia memutar-mutar gelas itu, memainkannya sesaat, lalu meneguk minuman itu hingga tandas. Gelas demi gelas Zavio habiskan minumannya, lelaki itu tanpa henti terus menuang minuman dan meneguknya dengan kasar. Hingga tak terasa, Zavio menghabiskan minumannya hingga botol ke tiga. Dan saat itulah, lelaki itu mulai kehilangan akal dan meracau. Pandangannyapun mulai berkabut, dan kepalanya seakan terus berputar tanpa henti.
"Hentikan itu brengsek! Kau membuat kepalaku sakit, kau tahu!" maki Zavio sambil menunjuk-nunjuk lemari minumannya.
Mendengar ada suara, seketika itu Evellyn menggeliat dan bangun dari tidurnya. Evellyn menggeliat dan meregangkan otot lehernya yang terasa kaku dan sakit, lalu iapun menoleh ke arah meja di hadapannya masih tampak berantakan. Rupanya para pelayan belum juga datang ke kamar itu, untuk mengambil piring-piring kotor bekas Evellyn makan.
Brrraaaakkk...
Tiba-tiba suara gebrakan keras terdengar mengagetkan Evellyn, sontak saja gadis itu langsung beringsut dan menoleh ke arah belakangnya. Dan seketika itu Evellyn langsung terbelalak, saat melihat Zavio tengah berjalan ke arahnya dengan sempoyongan. Lelaki itu menatap Evellyn dengan tatapan yang berkabut, manik matanya terlihat keji dan kejam. Seolah dia bukanlah Zavio yang ia lihat sebelumnya, yang lembut dan penuh perhatian. Tetapi sekarang, Zavio yang berada di hadapannya terlihat seperti seorang psikopat yang sangat menakutkan.
“Kau... aku menukarmu dengan kekayaanku bukan hanya untuk tidur!” geram Zavio parau, lalu ditariknya tangan Evellyn dan di seretnya Evellyn menuju tempat tidur, dan dengan kasar didorongnya gadis itu hingga terlempar ke atas ranjang.
"Tuan, ada apa denganmu? Kau... kau mabuk Tuan. Aku akan memanggilkan Thomas, sepertinya kau butuh bantuannya!" seru Evellyn panik.
Akan tetapi Zavio sama sekali tak menghiraukan perkataan Evellyn, dengan pelan Zavio naik ke atas ranjang dan mendekati Evellyn. Yang masih tertegun menatap lelaki itu dengan mata terbelalak, dan tubuhnyapun terlihat gemetar tak berdaya.
"Sudah waktunya kau menghiburku, Eve. Aku sudah menukarmu dengan uang yang tak sedikit, jadi tunjukkanlah, hiburlah aku hingga aku puas!" desis Zavio dengan tatapan yang kini tampak mengerikan, sehingga membuat Evellyn semakin ketakutan luar biasa.
Melihat Evellyn hanya diam dan ketakutan, Zavio mencengkram betis Evellyn dengan sekuat tenaga, sontak saja gadis itu langsung terperanjat dan menjerit kesakitan. Tetapi Zavio sama sekali tak perduli, ia justru semakin senang saat mendengar Evellyn menjerit-jerit, lelaki itupun dapat melihat sekelumit ketakutan di dalam manik mata gadis itu, dan dengan sedikit kasar di tariknya betis Evellyn. Sehingga gadis itu yang semula terduduk, akhirnya jatuh terlentang dan kemudian di tindihnya hingga membuat Evellyn memekik dan gemetar.
“Tu... Tuan Zavio... aku mohon... aku mohon hentikan!” lirih Evellyn penuh ketakutan. Namun, entah kenapa Zavio sama sekali tak perduli. Lelaki itu sama sekali tak berbelas kasih, dia justru langsung meledak seketika itu, melampiaskan hasratnya kepada Evellyn tak memperdulikan betapa kasarnya ia kepada gadis itu.
Mendengar jeritan ketakutan dan kesakitan Evellyn, Zavio menatap gadis itu dengan tatapan benci dan kecewa. Namun, dapat di lihat dari manik mata lelaki itu, ada rasa nyeri yang tersirat di dalamnya. Semakin Zavio menatap Evellyn, semakin jelas lelaki itu benar-benar tak berperasaan. Dia bahkan melampiaskan hasratnya dengan sangat kasar, sehingga Evellyn merasakan siksaan kesakitan dan perih yang luar biasa. Saat ini Evellyn merasa seluruh tubuhnya tengah dikuliti, dan tulangnya terasa diremukkan, ia merasa siksaan itu terus menghujamnya, membuat Evellyn akhirnya tak sanggup lagi menahannya dan lambat laun akhirnya iapun tak sadarkan diri.
***
Evellyn terbangun dan merasakan tubuhnya sakit luar biasa, matanya yang sembab masih memerah dan bengkak. Bibirnya pun terasa panas dan perih. Sekilas, Evellyn langsung teringat apa yang sudah terjadi kepadanya. Dengan kejinya Zavio memaksakan kehendaknya, dan merenggut kesuciannya dengan sangat kasar. Evellyn bisa merasakan rasa pedih di antara kedua pahanya, lelaki itu sudah memperkosanya, lelaki kejam berhati iblis itu telah menodainya dengan penuh penghinaan.
“Sungguh iblis tak bermoral, lelaki bajingan!” jerit Evellyn gusar. Gadis itu pun menangis sambil memeluk tubuhnya dan meremas selimut yang menutupi setengah badannya. Evellyn bisa melihat tubuhnya terdapat bercak-bercak merah yang terlihat seperti lebam menghiasi tubuh mulusnya. Evellyn merasa jijik, ia benar-benar marah, dan merasa frustasi akan keadaannya.
Lalu sebuah gerakan membuat Evellyn memalingkan wajahnya kesamping, untuk sesaat Evellyn beradu pandang dengan Zavio. Namun detik-detik berikutnya Evellyn langsung memekik, dan beringsut menjauh dari lelaki itu.
Zavio langsung terkekeh, ia mengeluarkan suara mengejek yang terdengar seperti gabungan dengus serta tawa yang mendesis, lalu lelaki itupun mendadak berdiri dengan tak tahu malunya akan ketelanjangannya. Ia berjalan meninggalkan tempat tidur dengan sangat leluasa.
Melihat tingkah tak tahu malu lelaki itu, Evellyn merasa sangat geram. Ingin rasanya ia melepar lelaki itu dengan benada apapun yang keras dan berat, agar Evellyn bisa membuat lelaki itu pingsan dan tak sadarkan diri.
Melihat Zavio yang sedang lengah, bisa saja Evellyn melarikan diri. Zavio melangkah menuju kamar mandi dengan membelakangi Evellyn, dan jika gadis itu memukulnya dengan suatu benda keras, lelaki itu pasti akan roboh. Tetapi, sebelum Evellyn bisa berbuat banyak, selain menyesali peluangnya yang terlewatkan itu. Belum tentu kebebasan itu bisa ia dapatkan mengingat ketatnya kediaman ini dan sungguh mengerikannya para pengawal Zavio, membuat Evellyn pada akhirnya mengurungkan niatnya. Pikiran Evellyn menjadi getir, karena sungguh sangat sia-sia saja. Pukulan apapun yang bisa Evellyn lakukan, hanya akan terasa seperti gigitan nyamuk bagi lelaki bertubuh besar itu.
Melihat siasat dari mata Evellyn, tiba-tiba Zavio kembali mendekat. Entah sejak kapan lelaki itu datang, Evellyn bahkan tidak tahu jika lelaki itu tengah memperhatikan gelagatnya. Dengan sangat tiba-tiba, Zavio sudah membungkuk di depan Evellyn. Lalu, tiba-tiba tangan Zavio sudah berada di tenggorokan Evellyn. Dia tidak mencekik gadis itu, tapi membiarkan Evellyn merasakan kekuatan tangannya, sementara dengan perlahan tangan satunya dengan mudah mengangkat dagu Evellyn dengan jemarinya yang panjang.
Tangan lelaki itu besar, dengan jemari panjang dan terasa hangat. Dengan sentuhan lembut jemari itu mengelilingi leher Evellyn, mengintimidasi tanpa kata, hingga membuat mata Evellyn terbelalak.
Jantung Evellyn seketika berdegup kencang, dan wajah polos gadis itu semakin pucat. Kini, ketakutan benar-benar sudah melingkupi Evellyn, dan tubuhnya seketika terasa lemas, tetapi gadis itu tetap bertahan dengan sekuat tenaganya. Evellyn pun tetap mempertahankan pegangan tangannya mencengkram selimut yang menutupi tubuh telanjangnya, saat ini dia tidak sedang berada di posisi di mana dia bisa menangkis tangan lelaki itu, ataupun menghajarnya. Jika sampai tangannya terlepas, seimut itu pasti akan jatuh hingga menampakkan tubuh telanjangnya.
Evellyn tampak menarik nafas dalam-dalam untuk mencoba menenangkan jantungnya yang memburu dan juga tubuhnya yang gemetar. Saat ini Evellyn tak bisa berbuat apa-apa, jika lelaki itu berniat mencekiknya, fisik Evellyn dan keadaan yang memojokkannya tak akan bisa untuk mencegah lelaki itu.“Ada satu hal yang harus kau tahu, Eve! Kau sepenuhnya dalam kuasaku, tubuhmu, nyawamu, adalah milikku. Karena ibumu sudah menjualmu kepadaku, dan baguslah kau masih perawan, hingga akulah lelaki pertamamu. Karena jika tidak, kau akan tahu apa yang akan terjadi! Aku... tidak suka barang bekas, karena itu sangat menjijikan!” dengus lelaki itu kasar dan arogan.“Bukankah kau kekasih ibuku? Dan dia sudah pasti bukan perawan, lalu kenapa kau memacarinya hingga bertahan selama ini?” tanya Evellyn dengan nada ketus, serta memberi tatapan tajam seakan tak takut lelaki itu bisa kapan saja mematahkan batang lehernya.Mende
“Eve!” gusar Zavio menggeram.“Tidak!” pekik Evellyn sengit.“Eve... cukup!”“Aku bilang tidak!” jerit Evellyn tak mau kalah.“Kau!...” seketika Zavio memejamkan matanya dan menghela nafas, lalu membuka matanya dan menatap Evellyn dengan tatapan yang sudah melembut.“Ayolah Evellyn, jangan memaksaku!” seru Zavio mencoba menahan amarahnya.“Lelaki yang mengancam seorang gadis...” kata Evellyn dengan sangat tenang, sambil diam-diam memasukkan tangannya ke bawah bantal. Lalu tangan itu menyentuh pistol yang ia sembunyikan, pistol yang keras dan memiliki berat, namun saat menggenggamnya terasa begitu menakjubkan. “... adalah orang yang lebih menjijikkan!”“Benarkah Eve? Apa kau...” lelaki itu mulai berbicara dengan nada angkuh, tetapi s
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.“Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya.“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya.“Apa itu?&rdquo
Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi.Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya.“Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.”“Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya.“Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri.
Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih.Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda.“Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja. Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman? Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu…
Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi.Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.“Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya.“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya.“Apa itu?&rdquo
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.