Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih.
Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda.
“Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya.“Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.”“Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya.“Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri.
Tak ada yang bisa merasakan perasaan Evellyn Zayn sekarang, tak ada yang bisa menggambarkan rasa takut dan kegugupan gadis itu yang menyesakkan dadanya. Bahkan saat ini langkahnya tampak terseok-seok, saat dia di seret paksa oleh ibunya, Sharon. Perempuan itu menyeret paksa putrinya sendiri untuk memasuki mobil mereka. Air mata yang menggenang di pelupuk mata gadis itu sekuat mungkin ia tahan, karena jika air mata itu meluncur lagi, Evellyn tak yakin bisa menghentikannya lagi seperti sebelumnya.Evellyn mencengkram rok selututnya ketika mobil mereka melaju yang entah akan pergi kemana, yang jelas Evellyn tahu tak pernah ada hal baik yang menimpanya saat ibunya datang menjemputnya. Karena perempuan itu hanya akan menjemput Evellyn untuk menjualnya menjadi pelayan atau bahkan mengenalkan gadis itu kepada lelaki hidung belang. Selama ini Evellyn sudah berhasil menyelamatkan diri dan kabur dari orang-orang yang membelinya, tetapi sekarang, entah dia akan berhasil at
Sepanjang lorong Evellyn melangkahkan kakinya setengah berlari mengikuti langkah Thomas yang melangkah dengan kaki panjangnya. Sementara kaki Evellyn yang kecil hanya bisa berlari sambil sesekali membungkukkan punggung saat bertemu orang-orang yang entah kenapa membungkuk ke arahnya. Evellyn berfikir, apakah tata krama di kediaman itu memang seperti itu? Saling membungkuk saat bertemu orang lain? Lalu, kenapa Thomas tak bereaksi? Lelaki itu bahkan menunjukkan raut wajah datar kepada mereka, seolah mereka sama sekali tak terlihat olehnya.Sepanjang lorong yang di lewati Evellyn begitu mewah dan megah. Interior dan perabotan yang tertata begitu indah dan tampak terlihat mahal, hingga Evellyn berjalan dengan sangat hati-hati. Jika ia ceroboh seperti biasanya, satu barang saja belum tentu ia bisa tebus seumur hidupnya. Tetapi, melihat kemewahan ini seketika Evellyn teringat dengan ibunya. Sharon pasti sangat bahagia jika bisa tinggal di tempat seperti ini, dan menja
Evellyn bangun dengan kepala pening yang luar biasa, iapun mengernyitkan dahinya dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu iapun mengedarkan matanya melihat ke sekeliling. Mata Evellyn memicing saat melihat keadaan kamar itu yang temaram, ruangan itu begitu menakutkan, dingin dan mengandung aura yang menekan.“Kau sudah bangun,” ucap seseorang yang entah berasal dari mana. Seketika Evellyn langsung beringsut sambil menarik selimut dan mencengkramnya kuat-kuat. Lalu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Semakin lama semakin mendekat hingga membuat Evellyn semakin gemetar karena ketakutan.Seketika, Evellyn tampak ternganga, tepat di hadapannya datang seseorang yang begitu tampan. Mungkinkah saat ini Evellyn sedang berhalusinasi? Mungkinkah ia sudah mati? Karena saat ini Evellyn seperti sedang menatap seorang malaikat, karena sosok lelaki di hadapannya ini benar-benar luar biasa tampan.Sesaat, Evellyn langsung
“Sharon... Ibu,” suara Evellyn seketika menghilang seolah tercekik. Ingatannya kembali saat ia melihat ibunya bersimbah darah dan tak sadarkan diri di luar sana, apakah perempuan itu mati? Ataukah Zavio Franco berhasil menyelamatkannya? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ibunya bisa terluka dan mengalami kejadian mengerikan itu?Dengan lembut Zavio menggenggam kedua tangan Evellyn yang tampak sedih dan ketakutan, “Aku sangat menyesal Eve, aku sangat menyesal...” ucap lelaki itu terdengar lirih. “Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi, polisi sedang di depan untuk menyelidiki. Dan menurut mereka, Sharon terpeleset, hingga kepalanya terbentur pinggiran kolam dan... dan... aku... aku benar-benar minta maaf!” ucap Zavio, iapun tampak menundukkan wajahnya seolah menyesal.Evellyn mengamati kesedihan di mata Zavio, entah kenapa gadis itu merasa aneh melihat lelaki yang tadi dingin dan menakutkan ti
Evellyn mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling, keadaan kamar itu kini tampak sedikit terang tak seperti sebelumnya. Lampu tidur sengaja di nyalakan dan juga lilin beraroma terapi tampak menghias di beberapa sudut dengan warna api yang yang lembut. Lilin-lilin itu menguarkan aroma sandalwood yang khas, wanginya yang lembut dan menenangkan membuat Evellyn merasa sedikit tenang, dan pening di kepalanya pun perlahan menghilang. Sesaat Evellyn baru menyadari, wangi lilin aroma terapi ini sama persis seperti wangi tubuh lelaki itu. Tentu saja Evellyn tahu, saat Zavio hendak menutup mata Evellyn saat melihat kondisi Sharon, seketika itu wangi tubuh lelaki itu tercium oleh Evellyn. Dan wangi tubuhnya itu begitu menenangkan, dan kini Evellyn tahu, rupanya wangi dari lilin itu menempel di tubuh Zavio hingga menguarkan aroma yang sama.Evellyn melihat nuansa di sekitar kamar itu, semuanya di tata dengan sangat rapi dan bersih, dan kamar itu pun bernuansakan warna
Cckkk... Mengingat perempuan itu, seketika suasana hati Zavio menjadi buruk. Iapun bangun dan menjauh dari Evellyn, lalu duduk di kursi santai sambil terus memandangi gadis itu yang kini hanya tampak rambut belakangnya saja. “Haaahhh... sungguh menjengkelkan!” gumam Zavio seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak menyalahkan Evellyn karena suasana hatinya saat ini tiba-tiba memburuk, tetapi dia menyalahkan dirinya sendiri karena hingga saat ini lelaki itu masih saja tidak bisa melupakan perempuan yang sangat ia cintai itu. Bahkan gara-gara perempuan itu, hidup Zavio hancur, dan merubah lelaki itu menjadi iblis di atas ranjang yang selalu memuaskan emosinya dengan meniduri setiap perempuan yang mendekatinya dengan kasar. Hal itu dia lakukan sebagai pelampiasan kekecewaannya. Karenanya, tak sedikit perempuan yang sudah ia buat hancur dan menderita, setiap kali lelaki itu melampiaskan amarahnya. Kerinduannya ak
Haaaahhh... Zavio merasa saat ini pikirannya tengah kalut. Dengan perlahan dia melangkah menuju mini bar, dan mengambil salah satu botol minuman di lemari minumannya. Dengan perlahan Zavio menuangkan minumannya ke gelas, dan memasukan bongkahan kecil es batu kedalamnya. Perlahan ia memutar-mutar gelas itu, memainkannya sesaat, lalu meneguk minuman itu hingga tandas. Gelas demi gelas Zavio habiskan minumannya, lelaki itu tanpa henti terus menuang minuman dan meneguknya dengan kasar. Hingga tak terasa, Zavio menghabiskan minumannya hingga botol ke tiga. Dan saat itulah, lelaki itu mulai kehilangan akal dan meracau. Pandangannyapun mulai berkabut, dan kepalanya seakan terus berputar tanpa henti."Hentikan itu brengsek! Kau membuat kepalaku sakit, kau tahu!" maki Zavio sambil menunjuk-nunjuk lemari minumannya.Mendengar ada suara, seketika itu Evellyn menggeliat dan bangun dari tidurnya. Evellyn menggeliat dan meregangkan otot lehernya yang tera
Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya.“Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.”“Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya.“Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri.
Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih.Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda.“Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja. Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman? Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu…
Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi.Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.“Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya.“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya.“Apa itu?&rdquo
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.