Evellyn mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling, keadaan kamar itu kini tampak sedikit terang tak seperti sebelumnya. Lampu tidur sengaja di nyalakan dan juga lilin beraroma terapi tampak menghias di beberapa sudut dengan warna api yang yang lembut. Lilin-lilin itu menguarkan aroma sandalwood yang khas, wanginya yang lembut dan menenangkan membuat Evellyn merasa sedikit tenang, dan pening di kepalanya pun perlahan menghilang. Sesaat Evellyn baru menyadari, wangi lilin aroma terapi ini sama persis seperti wangi tubuh lelaki itu. Tentu saja Evellyn tahu, saat Zavio hendak menutup mata Evellyn saat melihat kondisi Sharon, seketika itu wangi tubuh lelaki itu tercium oleh Evellyn. Dan wangi tubuhnya itu begitu menenangkan, dan kini Evellyn tahu, rupanya wangi dari lilin itu menempel di tubuh Zavio hingga menguarkan aroma yang sama.
Evellyn melihat nuansa di sekitar kamar itu, semuanya di tata dengan sangat rapi dan bersih, dan kamar itu pun bernuansakan warna gelap, sangat cocok dengan kepribadian Zavio yang begitu mendominan. Bahkan di sana ada sebuah mini bar di samping area membaca, karena di sana terdapat kursi santai dan juga rak-rak buku yang tertata rapi. Di lemari kaca Bar, di sana terdapat berbagai macam minuman beraneka ragam. Dan di lihat dari botolnya, Evellyn bisa menebak minuman-minuman di sana pasti sangat mahal. Apa lagi saat melihat di bagian rak minuman paling atas, botol itu berukirkan macam-macam bentuk yang rumit, namun begitu indah dan elegan.
Dengan perlahan Evellyn melangkahkan kaki, mengelilingi kamar itu memperhatikan setiap detil barang yang ada di sana. Di sudut ruang kamar dekat jendela yang merupakan ruang baca menjadi perhatian Evellyn berikutnya, gadis itupun menelusuri rak buku itu, membaca satu persatu judul bukunya yang tampak menarik. Dari tulisan dan sampulnya, buku itu pasti karya orang terkenal, dan harganya juga pasti mahal. Walaupun Evellyn sangat penasaran ingin membacanya, tetapi dia ragu-ragu. Karena Evellyn tidak ingin sampai merusak buku itu, yang belum tentu bisa dia ganti dengan uang yang ia miliki saat ini.
“Aku penasaran, lelaki ini mengoleksi banyak hal. Minuman, buku, lalu diapun mengoleksi apa lagi? Apakah orang sibuk sepertinya sempat menghabiskan waktu untuk membaca? Cckkk... sangat di sayangkan jika hanya di jadikan pajangan. Orang kaya memang benar-benar aneh, mereka selalu kehabisan cara untuk menghabiskan uang mereka yang tak pernah ada habisnya. Mengoleksi sesuatu yang belum tentu mereka setuh atau pakai, sungguh pemborosan. Sementara orang sepertiku selalu mencari segala cara, untuk bisa mendapatkan uang walau hanya sepeser. Dan kami selalu kehabisan cara, untuk selalu bertahan dengan uang yang kami punya. Cckkk... sungguh membuat iri saja!” dengus Evellyn. Lalu, sesaat kemudian gadis itu tertegun melihat bingkai foto di sudut meja di samping kursi santai yang hampir tertutup tak terlihat.
Tertarik melihat bingkai foto itu, Evellyn mendekat ke arah meja dan duduk di kursi. Lalu iapun mengambilnya dengan hati-hati, dan sepertinya bingkai foto itu memang sengaja di letakkan begitu saja. Buktinya kamar itu begitu bersih dan rapi, tetapi entah kenapa bingkai foto itu bahkan di biarkan berdebu dan kotor. Merasakan ada keganjalan, Evellyn menjadi penasaran, karena itulah Evellyn mencari tisu, untuk membersihkannya dan melihat foto siapa di dalam bingkai itu.
“Letakkan itu di tempat asalnya!” seru Thomas tiba-tiba, yang entah sejak kapan lelaki itu sudah berada di belakangnya. Evellyn bahkan tak mendengar suara langkah kaki, maupun pintu yang terbuka. Tetapi lelaki itu justru sudah berada di kamar itu bersama beberapa pelayan di belakangnya, dan hal itu membuat Evellyn menjadi bingung dan juga tak nyaman.
“Ah... maaf, aku hanya...”
“Tuan tak akan suka jika barangnya di sentuh sembarang orang, letakkan ke tempat asalnya. Dan duduklah di sofa, lalu makanlah apa yang kami bawa. Setelah itu pelayan akan membantumu membersihkan diri, dan mengganti pakaianmu.”
“Ah, begitu. Baiklah!” jawab Evellyn patuh, lalu iapun meletakkan bingkai foto itu dan melangkah menuju sofa. Kemudian Evellyn duduk dengan patuh, walaupun sejujurnya saat ini dia merasa sangat canggung, karena Thomas tak seramah saat ia pertama kali bertemu dengannya.
Berbagai makanan di sajikan para pelayan di atas meja, Evellyn sempat tertegun melihat berbagai makanan lezat di hadapannya. Setelah meletakkan semua makanan di atas meja, para pelayan itu satu-persatu keluar meninggalkan Evellyn bersama Thomas. Dan dapat Evellyn lihat, mereka semua tampak sopan, rapi dan teratur, sehingga membuat Evellyn merasa takjub kepada mereka.
“Makanlah, semua ini milikmu. Kau boleh menghabiskannya jika mau,” ucap Thomas. Kemudian lelaki tua itupun meninggalkan Evellyn, dan menutup kembali pintu kamar itu seolah Evellyn merupakan seorang tawanan.
“Haaahhh... baiklah, toh aku memang sangat lapar. Saat ini aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, aku di sini pun sebenarnya akan menjadi seperti apa aku sungguh tidak tahu. Semua ini benar-benar membingungkan, semoga saja Sharon cepat pulih agar aku bisa bertemu dengannya. Dan aku ingin menanyakan, kali ini dia menjualku untuk menjadi apa? Jika aku akan di jadikan pelayan, apa ini masuk akal? Sangat jelas ini kamar lelaki itu, dan akupun di jamu dengan sangat baik. Lalu... apakah aku di tukar untuk penghangat ranjang lelaki itu?” tanya Evellyn dalam hati. Pikirannya saat ini benar-benar kacau, dia benar-benar seperti orang yang tersesat, yang tak tahu harus bagaimana dan harus melakukan apa.
"Tapi... bukankah sungguh tidak masuk akal? Dari raut wajahnya tadi, lelaki itu terlihat sedih saat menceritakan kondisi Sharon. Manik matanya jelas menyiratkan jika dia mencintai Sharon, penuh kasih sekaligus kecewa. Mungkinkah dia sedang menguji cinta Sharon? Lalu dia kecewa karena Sharon lebih memilih harta dari pada lelaki itu? Hhmmm... sepertinya itu masuk akal. Lelaki itu tidak mungkin menginginkanku, dia juga tidak buta harus menyukaiku dan membeliku. Dia pasti sedang menguji kesetiaan Sharon, karena mereka sudah cukup lama pacaran dan... Ah Ya Tuhan! Jangan-jangan lelaki itu ingin melamar Sharon, karena itu dia mengujinya. Haaahhh... Sharon yang malang, sungguh ibuku itu benar-benar bodoh. Sekarang dia sudah kehilangan kesempatannya, dan dia justru mengalami kejadian mengerikan itu. Bagaimana ini? Haiiiisss... dia selalu saja serakah, dan sekarang dia harus kehilangan kesempatan yang paling ia impikan!" gerutu Evellyn sambil mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri perlahan.
***
Evellyn menyandarkan punggungnya di sofa setelah merasakan perutnya kekenyangan akibat melahap semua makanan yang tersedia, awalnya gadis itu tampak jaim tak ingin terlihat rakus. Dan dia berniat hanya memakan beberapa potong steak dan juga potongan kentang, tetapi setelah mencicipi sedikit demi sedikit makanan yang ada di meja itu. Akan tetapi, gadis itu jadi kalap dan tak bisa menghentikan mulutnya untuk berhenti saat mencicipi sedikit demi sedikit semua makanan di atas meja. Makanan itu sungguh nikmat, itu adalah makanan yang belum pernah Evellyn makan sebelumnya, dan dia tidak pernah punya kesempatan untuk mencicipi makanan seperti itu. tetapi sekarang, dia bisa memakannya hingga lahap. Dan bahkan Evellyn hilang kendali sehingga ia tak lagi memikirkan akan rasa malu. Saat ini yang terpenting baginya adalah memakan semuanya, seolah tak akan ada kesempatan kedua baginya, untuk bisa memakan-makanan lezat seperti itu.
“Aaaahhh... perutku terasa penuh. Aku benar-benar hilang kendali, dan sekarang aku benar-benar mengantuk sekali!” keluh Evellyn. Lalu gadis itupun beberapa kali menguap dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat, apa lagi ruangan itu terasa hangat dan nyaman, sehingga membuat Evellyn langsung terlelap dalam sekejap.
***
Evellyn, gadis itu tertidur di sofa dengan begitu lelap. Kepalanya tampak miring dan tangan kanannya menopang tubuhnya, walaupun tampak tak nyaman tetapi gadis itu seolah tak terusik, ia tetap melanjutkan tidurnya dengan lelap. Sementara lelaki itu tidak dapat menahan keinginannya untuk mengawasi gadis itu lebih dekat lagi. Dengan langkah pelan tak bersuara, dia mendekati Evellyn dengan penuh minat. Apa lagi saat ini hasratnya mendorongnya untuk lebih mendekati gadis itu.
“Aaaahhh... betapa cantiknya wajah polos Eve, kulitnya begitu lembut seperti bayi. Dan pipinya semu kemerahan membuatku tergoda untuk meyentuhnya, ingin sekali aku menyusurkan jemariku di semu kemerahan itu dan bibirnya... Astaga... bibir itu begitu ranum, basah bagaikan kelopak mawar yang baru mekar. Walau tanpa polesan lipstik, tetapi begitu indah dan menggiurkan!” seru lelaki itu dengan tatapan mata tajam yang mengkilat.
Seketika itu mata lelaki itu menyusuri seluruh keindahan di depannya, entah kenapa kali ini dia merasakan hal berbeda dari gadis yang ada di hadapannya ini. Bahkan sangat berbeda dari saat pertama kali dia bertemu dengan perempuan itu, perempuan yang dulu pernah singgah di hatinya.
Cckkk... Mengingat perempuan itu, seketika suasana hati Zavio menjadi buruk. Iapun bangun dan menjauh dari Evellyn, lalu duduk di kursi santai sambil terus memandangi gadis itu yang kini hanya tampak rambut belakangnya saja. “Haaahhh... sungguh menjengkelkan!” gumam Zavio seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak menyalahkan Evellyn karena suasana hatinya saat ini tiba-tiba memburuk, tetapi dia menyalahkan dirinya sendiri karena hingga saat ini lelaki itu masih saja tidak bisa melupakan perempuan yang sangat ia cintai itu. Bahkan gara-gara perempuan itu, hidup Zavio hancur, dan merubah lelaki itu menjadi iblis di atas ranjang yang selalu memuaskan emosinya dengan meniduri setiap perempuan yang mendekatinya dengan kasar. Hal itu dia lakukan sebagai pelampiasan kekecewaannya. Karenanya, tak sedikit perempuan yang sudah ia buat hancur dan menderita, setiap kali lelaki itu melampiaskan amarahnya. Kerinduannya ak
Haaaahhh... Zavio merasa saat ini pikirannya tengah kalut. Dengan perlahan dia melangkah menuju mini bar, dan mengambil salah satu botol minuman di lemari minumannya. Dengan perlahan Zavio menuangkan minumannya ke gelas, dan memasukan bongkahan kecil es batu kedalamnya. Perlahan ia memutar-mutar gelas itu, memainkannya sesaat, lalu meneguk minuman itu hingga tandas. Gelas demi gelas Zavio habiskan minumannya, lelaki itu tanpa henti terus menuang minuman dan meneguknya dengan kasar. Hingga tak terasa, Zavio menghabiskan minumannya hingga botol ke tiga. Dan saat itulah, lelaki itu mulai kehilangan akal dan meracau. Pandangannyapun mulai berkabut, dan kepalanya seakan terus berputar tanpa henti."Hentikan itu brengsek! Kau membuat kepalaku sakit, kau tahu!" maki Zavio sambil menunjuk-nunjuk lemari minumannya.Mendengar ada suara, seketika itu Evellyn menggeliat dan bangun dari tidurnya. Evellyn menggeliat dan meregangkan otot lehernya yang tera
Evellyn tampak menarik nafas dalam-dalam untuk mencoba menenangkan jantungnya yang memburu dan juga tubuhnya yang gemetar. Saat ini Evellyn tak bisa berbuat apa-apa, jika lelaki itu berniat mencekiknya, fisik Evellyn dan keadaan yang memojokkannya tak akan bisa untuk mencegah lelaki itu.“Ada satu hal yang harus kau tahu, Eve! Kau sepenuhnya dalam kuasaku, tubuhmu, nyawamu, adalah milikku. Karena ibumu sudah menjualmu kepadaku, dan baguslah kau masih perawan, hingga akulah lelaki pertamamu. Karena jika tidak, kau akan tahu apa yang akan terjadi! Aku... tidak suka barang bekas, karena itu sangat menjijikan!” dengus lelaki itu kasar dan arogan.“Bukankah kau kekasih ibuku? Dan dia sudah pasti bukan perawan, lalu kenapa kau memacarinya hingga bertahan selama ini?” tanya Evellyn dengan nada ketus, serta memberi tatapan tajam seakan tak takut lelaki itu bisa kapan saja mematahkan batang lehernya.Mende
“Eve!” gusar Zavio menggeram.“Tidak!” pekik Evellyn sengit.“Eve... cukup!”“Aku bilang tidak!” jerit Evellyn tak mau kalah.“Kau!...” seketika Zavio memejamkan matanya dan menghela nafas, lalu membuka matanya dan menatap Evellyn dengan tatapan yang sudah melembut.“Ayolah Evellyn, jangan memaksaku!” seru Zavio mencoba menahan amarahnya.“Lelaki yang mengancam seorang gadis...” kata Evellyn dengan sangat tenang, sambil diam-diam memasukkan tangannya ke bawah bantal. Lalu tangan itu menyentuh pistol yang ia sembunyikan, pistol yang keras dan memiliki berat, namun saat menggenggamnya terasa begitu menakjubkan. “... adalah orang yang lebih menjijikkan!”“Benarkah Eve? Apa kau...” lelaki itu mulai berbicara dengan nada angkuh, tetapi s
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E