Home / Romansa / Lovers In Exchange / Kecantikan Dan Kepolosan

Share

Kecantikan Dan Kepolosan

Evellyn mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling, keadaan kamar itu kini tampak sedikit terang tak seperti sebelumnya. Lampu tidur sengaja di nyalakan dan juga lilin beraroma terapi tampak menghias di beberapa sudut dengan warna api yang yang lembut. Lilin-lilin itu menguarkan aroma sandalwood yang khas, wanginya yang lembut dan menenangkan membuat Evellyn merasa sedikit tenang, dan pening di kepalanya pun perlahan menghilang. Sesaat Evellyn baru menyadari, wangi lilin aroma terapi ini sama persis seperti wangi tubuh lelaki itu. Tentu saja Evellyn tahu, saat Zavio hendak menutup mata Evellyn saat melihat kondisi Sharon, seketika itu wangi tubuh lelaki itu tercium oleh Evellyn. Dan wangi tubuhnya itu begitu menenangkan, dan kini Evellyn tahu, rupanya wangi dari lilin itu menempel di tubuh Zavio hingga menguarkan aroma yang sama.

Evellyn melihat nuansa di sekitar kamar itu, semuanya di tata dengan sangat rapi dan bersih, dan kamar itu pun bernuansakan warna gelap, sangat cocok dengan kepribadian Zavio yang begitu mendominan. Bahkan di sana ada sebuah mini bar di samping area membaca, karena di sana terdapat kursi santai dan juga rak-rak buku yang tertata rapi. Di lemari kaca Bar, di sana terdapat berbagai macam minuman beraneka ragam. Dan di lihat dari botolnya, Evellyn bisa menebak minuman-minuman di sana pasti sangat mahal. Apa lagi saat melihat di bagian rak minuman paling atas, botol itu berukirkan macam-macam bentuk yang rumit, namun begitu indah dan elegan.

Dengan perlahan Evellyn melangkahkan kaki, mengelilingi kamar itu memperhatikan setiap detil barang yang ada di sana. Di sudut ruang kamar dekat jendela yang merupakan ruang baca menjadi perhatian Evellyn berikutnya, gadis itupun menelusuri rak buku itu, membaca satu persatu judul bukunya yang tampak menarik. Dari tulisan dan sampulnya, buku itu pasti karya orang terkenal, dan harganya juga pasti mahal. Walaupun Evellyn sangat penasaran ingin membacanya, tetapi dia ragu-ragu. Karena Evellyn tidak ingin sampai merusak buku itu, yang belum tentu bisa dia ganti dengan uang yang ia miliki saat ini.

“Aku penasaran, lelaki ini mengoleksi banyak hal. Minuman, buku, lalu diapun mengoleksi apa lagi? Apakah orang sibuk sepertinya sempat menghabiskan waktu untuk membaca? Cckkk... sangat di sayangkan jika hanya di jadikan pajangan. Orang kaya memang benar-benar aneh, mereka selalu kehabisan cara untuk menghabiskan uang mereka yang tak pernah ada habisnya. Mengoleksi sesuatu yang belum tentu mereka setuh atau pakai, sungguh pemborosan. Sementara orang sepertiku selalu mencari segala cara, untuk bisa mendapatkan uang walau hanya sepeser. Dan kami selalu kehabisan cara, untuk selalu bertahan dengan uang yang kami punya. Cckkk... sungguh membuat iri saja!” dengus Evellyn. Lalu, sesaat kemudian gadis itu tertegun melihat bingkai foto di sudut meja di samping kursi santai yang hampir tertutup tak terlihat.

Tertarik melihat bingkai foto itu, Evellyn mendekat ke arah meja dan duduk di kursi. Lalu iapun mengambilnya dengan hati-hati, dan sepertinya bingkai foto itu memang sengaja di letakkan begitu saja. Buktinya kamar itu begitu bersih dan rapi, tetapi entah kenapa bingkai foto itu bahkan di biarkan berdebu dan kotor. Merasakan ada keganjalan, Evellyn menjadi penasaran, karena itulah Evellyn mencari tisu, untuk membersihkannya dan melihat foto siapa di dalam bingkai itu.

“Letakkan itu di tempat asalnya!” seru Thomas tiba-tiba, yang entah sejak kapan lelaki itu sudah berada di belakangnya. Evellyn bahkan tak mendengar suara langkah kaki, maupun pintu yang terbuka. Tetapi lelaki itu justru sudah berada di kamar itu bersama beberapa pelayan di belakangnya, dan hal itu membuat Evellyn menjadi bingung dan juga tak nyaman.

“Ah... maaf, aku hanya...”

“Tuan tak akan suka jika barangnya di sentuh sembarang orang, letakkan ke tempat asalnya. Dan duduklah di sofa, lalu makanlah apa yang kami bawa. Setelah itu pelayan akan membantumu membersihkan diri, dan mengganti pakaianmu.”

“Ah, begitu. Baiklah!” jawab Evellyn patuh, lalu iapun meletakkan bingkai foto itu dan melangkah menuju sofa. Kemudian Evellyn duduk dengan patuh, walaupun sejujurnya saat ini dia merasa sangat canggung, karena Thomas tak seramah saat ia pertama kali bertemu dengannya.

Berbagai makanan di sajikan para pelayan di atas meja, Evellyn sempat tertegun melihat berbagai makanan lezat di hadapannya. Setelah meletakkan semua makanan di atas meja, para pelayan itu satu-persatu keluar meninggalkan Evellyn bersama Thomas. Dan dapat Evellyn lihat, mereka semua tampak sopan, rapi dan teratur, sehingga membuat Evellyn merasa takjub kepada mereka.

“Makanlah, semua ini milikmu. Kau boleh menghabiskannya jika mau,” ucap Thomas. Kemudian lelaki tua itupun meninggalkan Evellyn, dan menutup kembali pintu kamar itu seolah Evellyn merupakan seorang tawanan.

“Haaahhh... baiklah, toh aku memang sangat lapar. Saat ini aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, aku di sini pun sebenarnya akan menjadi seperti apa aku sungguh tidak tahu. Semua ini benar-benar membingungkan, semoga saja Sharon cepat pulih agar aku bisa bertemu dengannya. Dan aku ingin menanyakan, kali ini dia menjualku untuk menjadi apa? Jika aku akan di jadikan pelayan, apa ini masuk akal? Sangat jelas ini kamar lelaki itu, dan akupun di jamu dengan sangat baik. Lalu... apakah aku di tukar untuk penghangat ranjang lelaki itu?” tanya Evellyn dalam hati. Pikirannya saat ini benar-benar kacau, dia benar-benar seperti orang yang tersesat, yang tak tahu harus bagaimana dan harus melakukan apa.

"Tapi... bukankah sungguh tidak masuk akal? Dari raut wajahnya tadi, lelaki itu terlihat sedih saat menceritakan kondisi Sharon. Manik matanya jelas menyiratkan jika dia mencintai Sharon, penuh kasih sekaligus kecewa. Mungkinkah dia sedang menguji cinta Sharon? Lalu dia kecewa karena Sharon lebih memilih harta dari pada lelaki itu? Hhmmm... sepertinya itu masuk akal. Lelaki itu tidak mungkin menginginkanku, dia juga tidak buta harus menyukaiku dan membeliku. Dia pasti sedang menguji kesetiaan Sharon, karena mereka sudah cukup lama pacaran dan... Ah Ya Tuhan! Jangan-jangan lelaki itu ingin melamar Sharon, karena itu dia mengujinya. Haaahhh... Sharon yang malang, sungguh ibuku itu benar-benar bodoh. Sekarang dia sudah kehilangan kesempatannya, dan dia justru mengalami kejadian mengerikan itu. Bagaimana ini? Haiiiisss... dia selalu saja serakah, dan sekarang dia harus kehilangan kesempatan yang paling ia impikan!" gerutu Evellyn sambil mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri perlahan.

***

Evellyn menyandarkan punggungnya di sofa setelah merasakan perutnya kekenyangan akibat melahap semua makanan yang tersedia, awalnya gadis itu tampak jaim tak ingin terlihat rakus. Dan dia berniat hanya memakan beberapa potong steak dan juga potongan kentang, tetapi setelah mencicipi sedikit demi sedikit makanan yang ada di meja itu. Akan tetapi, gadis itu jadi kalap dan tak bisa menghentikan mulutnya untuk berhenti saat mencicipi sedikit demi sedikit semua makanan di atas meja. Makanan itu sungguh nikmat, itu adalah makanan yang belum pernah Evellyn makan sebelumnya, dan dia tidak pernah punya kesempatan untuk mencicipi makanan seperti itu. tetapi sekarang, dia bisa memakannya hingga lahap. Dan bahkan Evellyn hilang kendali sehingga ia tak lagi memikirkan akan rasa malu. Saat ini yang terpenting baginya adalah memakan semuanya, seolah tak akan ada kesempatan kedua baginya, untuk bisa memakan-makanan lezat seperti itu.

“Aaaahhh... perutku terasa penuh. Aku benar-benar hilang kendali, dan sekarang aku benar-benar mengantuk sekali!” keluh Evellyn. Lalu gadis itupun beberapa kali menguap dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat, apa lagi ruangan itu terasa hangat dan nyaman, sehingga membuat Evellyn langsung terlelap dalam sekejap.

***

Evellyn, gadis itu tertidur di sofa dengan begitu lelap. Kepalanya tampak miring dan tangan kanannya menopang tubuhnya, walaupun tampak tak nyaman tetapi gadis itu seolah tak terusik, ia tetap melanjutkan tidurnya dengan lelap. Sementara lelaki itu tidak dapat menahan keinginannya untuk mengawasi gadis itu lebih dekat lagi. Dengan langkah pelan tak bersuara, dia mendekati Evellyn dengan penuh minat. Apa lagi saat ini hasratnya mendorongnya untuk lebih mendekati gadis itu.

“Aaaahhh... betapa cantiknya wajah polos Eve, kulitnya begitu lembut seperti bayi. Dan pipinya semu kemerahan membuatku tergoda untuk meyentuhnya, ingin sekali aku menyusurkan jemariku di semu kemerahan itu dan bibirnya... Astaga... bibir itu begitu ranum, basah bagaikan kelopak mawar yang baru mekar. Walau tanpa polesan lipstik, tetapi begitu indah dan menggiurkan!” seru lelaki itu dengan tatapan mata tajam yang mengkilat.

Seketika itu mata lelaki itu menyusuri seluruh keindahan di depannya, entah kenapa kali ini dia merasakan hal berbeda dari gadis yang ada di hadapannya ini. Bahkan sangat berbeda dari saat pertama kali dia bertemu dengan perempuan itu, perempuan yang dulu pernah singgah di hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status