“Sharon... Ibu,” suara Evellyn seketika menghilang seolah tercekik. Ingatannya kembali saat ia melihat ibunya bersimbah darah dan tak sadarkan diri di luar sana, apakah perempuan itu mati? Ataukah Zavio Franco berhasil menyelamatkannya? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ibunya bisa terluka dan mengalami kejadian mengerikan itu?
Dengan lembut Zavio menggenggam kedua tangan Evellyn yang tampak sedih dan ketakutan, “Aku sangat menyesal Eve, aku sangat menyesal...” ucap lelaki itu terdengar lirih. “Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi, polisi sedang di depan untuk menyelidiki. Dan menurut mereka, Sharon terpeleset, hingga kepalanya terbentur pinggiran kolam dan... dan... aku... aku benar-benar minta maaf!” ucap Zavio, iapun tampak menundukkan wajahnya seolah menyesal.
Evellyn mengamati kesedihan di mata Zavio, entah kenapa gadis itu merasa aneh melihat lelaki yang tadi dingin dan menakutkan tiba-tiba menunjukkan ekspresi kesedihan, bukankah seharusnya Evellynlah yang paling sedih? Walau bagaimana pun, seberapa pun buruknya hubungan mereka berdua, Sharon tetaplah ibunya, ibu kandungnya yang telah melahirkannya. Lalu... kenapa lelaki di hadapannya justru terlihat sedih akan tragedi itu? Bukankah tadi dia sempat mengatakan kalau Sharon tidak pantas ada di dunia ini?
Tunggu dulu! Lelaki itu mengatakan Sharon tidak pantas ada di dunia ini, lalu tiba-tiba Sharon mengalami kecelakaan. Apakah... apakah lelaki ini sengaja ingin membunuh Sharon? Tanya Evelin dalam hati, kepala kecil Evellyn tampak berfikir keras, hingga ia pun merasakan kepalanya kembali berdenyut hebat. Evellyn memijat keningnya dan sedikit menarik-narik rambutnya agar mengurangi rasa sakit yang terus menyerang kepala cantiknya.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Zavio tampak cemas.
“Apakah ibuku selamat?” tanya Evellyn dengan nada suara lemah, lalu iapun menghentikan pijatannya dan menatap lelaki di hadapannya itu.
“Dia baik-baik saja, dokter sudah menanganinya. Jadi kau tidak usah khuatir, tetapi saat ini kau belum bisa menemuinya. Para wartawan sedang berkerumun di luar sana, akibat kecelakaan ibumu, mereka langsung menyerbu kediamanku entah mendapat kabar dari mana.”
“Lalu... kapan aku bisa bertemu dengannya?” tanya Evellyn, matanya kembali berlinang. Setidaknya untuk yang terakhir kalinya bisakah dia bertemu Sharon? Sekalipun Sharon tak ingin menemuinya, tetapi Evellyn ingin memastikan, apakah benar Sharon selamat setelah kehilangan begitu banyak darah? Benarkah perempuan itu baik-baik saja karena Evellyn bisa melihat dengan jelas, Sharon seperti tak bernafas saat ia melihatnya tadi, dan keadaannya tampak mengerikan dan penuh ketakutan. Ketakutam... sesaat Evellyn ingat akan sorot mata Sharon, sorot mata perempuan itu tampak jelas sorot ketakutan. Tetapi... takut akan apa? Kepada siapa?
Benak Evellyn semakin terasa berdenyut, saat ini kepalanya terlalu kecil untuk mengingat apapun. Karena itulah gadis itu seketika meringis kesakitan, hingga tubuhnya kembali gemetar saat menahan rasa sakit yang terus berdenyut itu.
“Hei... apa yang terjadi? Apakah kau baik-baik saja?” tanya Zavio saat melihat Evellyn kesakitan.
“Aku... hanya merasa pusing,” ucap Evellyn dengan nada suara lemah.
“Ah, begitu. Baiklah, kau kembalilah tidur jangan terlalu banyak pikiran. Nanti setelah keadaan membaik, aku akan mengajakmu menemui ibumu.”
“Benarkah?” tanya Evellyn tiba-tiba, ia begitu senang saat mendengar dia akan menemui ibunya.
“Tentu, jadi tidurlah. Kau tidak akan pernah bertemu ibumu jika kau masih sakit, jadi cepatlah pulih!” seru Zavio. Lalu iapun pergi meninggalkan kamar itu, menuju ruang kerja tempat kedua yang biasa ia gunakan untuk mengurung dirinya dalam kegelapan.
***
“Tuan membiarkan gadis itu tidur di kamarnya,” ucap Elias saat melihat Zavio keluar kamarnya dan pergi ke ruang kerjanya.
“Gadis itu sepertinya sudah memenangkan hatinya, apakah itu artinya kali ini Tuan sudah menemukan seseorang yang dia suka?” gumam Thomas sambi menggaruk dagunya.
“Kau benar, sepertinya begitu. Haaahhh... untung saja dia tidak jadi dengan Sharon si perempuan murahan itu, membayangkannya saja sudah membuatku muak. Kau tahu betapa jijiknya aku melihat tingkahnya yang sok seksi dengan langkah yang di buat-buat, apa lagi suaranya itu saat merayu Tuan! Cckkk... ingin sekali aku mencekiknya saking jijiknya!” dengus Elias sambil mengeratkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih.
“Sungguh di sayangkan, perempuan itu berwajah persis seperti nyonya Shelly. Tuan memacarinya juga karena hal itu, awalnya dia pikir istri yang paling dia cintai kembali hidup, sehingga dia kehilangan akal dan mengejar perempuan itu hingga menjadi miliknya. Namun, seiring berjalannya waktu Tuan menyadari, Sharon tak bisa di bandingkan dengan Nyonya Shelly. Perempuan itu begitu licik dan hina, apa lagi saat Tuan tahu apa yang dia perbuat kepada putrinya sendiri. Dari situ Tuan begitu membenci perempuan itu, tetapi dia tidak bisa melepaskannya. Karena wajahnya yang begitu mirip dengan Nyonya Shelly, sehingga membuatnya masih saja mempertahankan perempuan menjengkelkan itu.”
“Lalu, kenapa akhirnya Tuan bisa memilih Nona Eve? Bahkan dia rela kehilangan banyak uang demi membelinya. padahal Eve sama sekali tidak mirip dengan Nyonya Shelly, gadis itu tampak lugu dari penampilannya, tetapi aku merasa dia tak ada bedanya dengan Sharon. Bisa jadi keluguannya itu hanyalah topeng belaka, bukankah hal itu bisa saja?” tanya Elias tak curiga.
“Cckkk... kau itu! Wajah Nona Eve memang tidak semirip Nyonya Shelly, hanya saja manik matanya sama persis seperti manik mata milik Nyonya. Dan yang membuat Tuan yakin, tak hanya karena itu saja, tetapi... apa yang di alami Non Eve, sama seperti yang pernah di alami Tuan saat dia kecil dulu. Saat Tuan masih kecil, dia pernah di buang oleh ibunya sendiri. Dan demi uang, ibunya tega menjualnya kepada orang kaya, dan tanpa di duga, rupanya orang yang membeli Tuan tak lain adalah istri dari ayah kandung Tuan sendiri. walaupun itu sebuah keberuntungan Tuan, berkat perbuatan keji ibunya, Tuan akhirnya bisa bertemu dengan Ayah yang sangat ia rindukan. Tetapi, walaupun begitu. Kekejian ibunya yang menjualnya masih membekas dalam ingatan Tuan, walaupun kejadian itu sudah puluhan tahun lalu, tapi kepedihan dalam hatinya masih terasa sangat jelas. Seakan baru berlangsung, dan sekarang dia melihat hal yang sama terhadap Non Eve. Karena itulah Tuan membeli Non Eve, bukan hanya untuk menyelamatkan Non Eve dari kekejian ibunya, tetapi hal itu sama saja dengan mengobati luka yang pernah ia rasakan. Sementara untuk menyukai atau mencintai, entahlah! Aku rasa sekarang ini hati Tuan sudah mati, semenjak kejadian pahit yang ia alami.”
“Ah, jadi Tuan hanya ingin menyelamatkan Non Eve dari kekejian ibunya saja? Cckkk... aku sungguh tak pernah berfikir, dan sungguh akupun tak menyangka Tuan pernah mengalami kejadian pahit itu.” ucap Elias sambil menghela napas karena tak percaya.
“Hhmmm... tetapi aku merasa suatu saat nanti akan terjadi hal yang berbeda. Pada awalnya Tuan hanya ingin menyelamatkan Non Eve, tetapi... aku rasa dia akan berubah pikiran. Aku bisa melihat kepribadian Non Eve, dia anak yang baik, lugu namun kepribadiannya juga terlihat menarik. Dan entah kenapa rasanya seperti dejavu, saat pertama kali melihat sosoknya, aku merasa seperti melihat saat pertama kali Nyonya Shelly masuk ke kediaman ini. Aku berharap Non Eve adalah orang yang tepat, semoga saja dia bisa menggantikan posisi Nyonya, agar Tuan bisa bahagia pada akhirnya.”
“Tapi Thomas, Non Eve melihat kejadian tadi. Apa mungkin itu akan baik-baik saja?” tanya Elias mulai cemas.
“Itu... haaahhh... lagi pula ini salahmu! Kenapa kau seceroboh itu!” dengus Thomas jengkel saat mengingat kecerobohan temannya itu.
“Perempuan itu terlalu licik! Aku sudah memberikan semua yang menjadi kesepakatannya, tetapi setelah melihat betapa luas dan megahnya kediaman ini, tiba-tiba dia menjadi serakah dan ingin meminta lebih. Saat aku mencoba menghalanginya, dia malah memaksa ingin menerobos masuk. Karena itulah aku mengeluarkan senjata, aku hanya ingin menakut-nakutinya. Tetapi siapa yang menyangka, perempuan itu begitu ketakutan dan berlari tanpa mau mendengar peringatanku. Apa yang terjadi itu akibat kecerobohannya sendiri, dan aku rasa dia pantas mendapatkannya. Salahnya sendiri menjadi manusia licik dan serakah, dia sudah menjual putrinya sendiri, kita tidak melaporkannya ke polisi saja sudah beruntung!” dengus Elias jengkel.
“Haaahhh... sudahlah, lebih baik kau jaga pintu kamar Tuan saja. Jangan biarkan siapapun masuk atau keluar dari sana tanpa seizin Tuan!" perintah Thomas sebelum dia pergi meninggalkan Elias.
“Baiklah... baiklah... aku tahu apa yang harus aku lakukan!” seru Elias, lalu lelaki itupun berjalan mendekati pintu kamar Zavio untuk menjaga Evellyn. Agar gadis itu tidak berkeliaran atau pun kabur dari tempat itu.
Evellyn mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling, keadaan kamar itu kini tampak sedikit terang tak seperti sebelumnya. Lampu tidur sengaja di nyalakan dan juga lilin beraroma terapi tampak menghias di beberapa sudut dengan warna api yang yang lembut. Lilin-lilin itu menguarkan aroma sandalwood yang khas, wanginya yang lembut dan menenangkan membuat Evellyn merasa sedikit tenang, dan pening di kepalanya pun perlahan menghilang. Sesaat Evellyn baru menyadari, wangi lilin aroma terapi ini sama persis seperti wangi tubuh lelaki itu. Tentu saja Evellyn tahu, saat Zavio hendak menutup mata Evellyn saat melihat kondisi Sharon, seketika itu wangi tubuh lelaki itu tercium oleh Evellyn. Dan wangi tubuhnya itu begitu menenangkan, dan kini Evellyn tahu, rupanya wangi dari lilin itu menempel di tubuh Zavio hingga menguarkan aroma yang sama.Evellyn melihat nuansa di sekitar kamar itu, semuanya di tata dengan sangat rapi dan bersih, dan kamar itu pun bernuansakan warna
Cckkk... Mengingat perempuan itu, seketika suasana hati Zavio menjadi buruk. Iapun bangun dan menjauh dari Evellyn, lalu duduk di kursi santai sambil terus memandangi gadis itu yang kini hanya tampak rambut belakangnya saja. “Haaahhh... sungguh menjengkelkan!” gumam Zavio seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak menyalahkan Evellyn karena suasana hatinya saat ini tiba-tiba memburuk, tetapi dia menyalahkan dirinya sendiri karena hingga saat ini lelaki itu masih saja tidak bisa melupakan perempuan yang sangat ia cintai itu. Bahkan gara-gara perempuan itu, hidup Zavio hancur, dan merubah lelaki itu menjadi iblis di atas ranjang yang selalu memuaskan emosinya dengan meniduri setiap perempuan yang mendekatinya dengan kasar. Hal itu dia lakukan sebagai pelampiasan kekecewaannya. Karenanya, tak sedikit perempuan yang sudah ia buat hancur dan menderita, setiap kali lelaki itu melampiaskan amarahnya. Kerinduannya ak
Haaaahhh... Zavio merasa saat ini pikirannya tengah kalut. Dengan perlahan dia melangkah menuju mini bar, dan mengambil salah satu botol minuman di lemari minumannya. Dengan perlahan Zavio menuangkan minumannya ke gelas, dan memasukan bongkahan kecil es batu kedalamnya. Perlahan ia memutar-mutar gelas itu, memainkannya sesaat, lalu meneguk minuman itu hingga tandas. Gelas demi gelas Zavio habiskan minumannya, lelaki itu tanpa henti terus menuang minuman dan meneguknya dengan kasar. Hingga tak terasa, Zavio menghabiskan minumannya hingga botol ke tiga. Dan saat itulah, lelaki itu mulai kehilangan akal dan meracau. Pandangannyapun mulai berkabut, dan kepalanya seakan terus berputar tanpa henti."Hentikan itu brengsek! Kau membuat kepalaku sakit, kau tahu!" maki Zavio sambil menunjuk-nunjuk lemari minumannya.Mendengar ada suara, seketika itu Evellyn menggeliat dan bangun dari tidurnya. Evellyn menggeliat dan meregangkan otot lehernya yang tera
Evellyn tampak menarik nafas dalam-dalam untuk mencoba menenangkan jantungnya yang memburu dan juga tubuhnya yang gemetar. Saat ini Evellyn tak bisa berbuat apa-apa, jika lelaki itu berniat mencekiknya, fisik Evellyn dan keadaan yang memojokkannya tak akan bisa untuk mencegah lelaki itu.“Ada satu hal yang harus kau tahu, Eve! Kau sepenuhnya dalam kuasaku, tubuhmu, nyawamu, adalah milikku. Karena ibumu sudah menjualmu kepadaku, dan baguslah kau masih perawan, hingga akulah lelaki pertamamu. Karena jika tidak, kau akan tahu apa yang akan terjadi! Aku... tidak suka barang bekas, karena itu sangat menjijikan!” dengus lelaki itu kasar dan arogan.“Bukankah kau kekasih ibuku? Dan dia sudah pasti bukan perawan, lalu kenapa kau memacarinya hingga bertahan selama ini?” tanya Evellyn dengan nada ketus, serta memberi tatapan tajam seakan tak takut lelaki itu bisa kapan saja mematahkan batang lehernya.Mende
“Eve!” gusar Zavio menggeram.“Tidak!” pekik Evellyn sengit.“Eve... cukup!”“Aku bilang tidak!” jerit Evellyn tak mau kalah.“Kau!...” seketika Zavio memejamkan matanya dan menghela nafas, lalu membuka matanya dan menatap Evellyn dengan tatapan yang sudah melembut.“Ayolah Evellyn, jangan memaksaku!” seru Zavio mencoba menahan amarahnya.“Lelaki yang mengancam seorang gadis...” kata Evellyn dengan sangat tenang, sambil diam-diam memasukkan tangannya ke bawah bantal. Lalu tangan itu menyentuh pistol yang ia sembunyikan, pistol yang keras dan memiliki berat, namun saat menggenggamnya terasa begitu menakjubkan. “... adalah orang yang lebih menjijikkan!”“Benarkah Eve? Apa kau...” lelaki itu mulai berbicara dengan nada angkuh, tetapi s
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya.“Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.”“Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya.“Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri.
Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih.Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda.“Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja. Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman? Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu…
Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi.Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.“Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya.“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya.“Apa itu?&rdquo
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.