Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja.
Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman?
Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu… siapa sosok yang ia lihat semalam?
Masih penasaran dan tak ingin menyerah, Evellin mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka pintu itu dengan paksa, hingga suara deritan nyaringpun terdengar. Bunyi nyaring itu terdengar seiring terbukanya pintu, gesekan pintu tebal dan debu serta karat dari engsel-engsel pintu membuat Evellyn harus bersusah payah. Dan setelah celah pintu itu terbuka selebar beberapa jengkal, Evellynpun berhenti menariknya lagi. Ia diam sejenak sambil menghirup udara dengan rakus, lalu memfokuskan pandangannya yang sudah mulai berkabut.
Mata Evellyn tampak terkesima melihat pemandangan di hadapannya, pantulan cahaya matahari menyinari taman bunga itu, hingga berkilau dan menakjubkan. Pemandangan bungan mawar berwarna merah tua, putih dan pink memenuhi taman kecil itu. Ada juga ayunan yang atasnya sudah di tutupi tanaman rambat berbunga merah bercorak kuning serta ungu nercorak putih. Sungguh taman yang menakjubkan, melihatnya rasa pening dan lelah Evellyn seketika hilang, ia justru merasakan dadanya di penuhi udara segar yang begitu menenangkan.
“Ini… sungguh sangat indah,” gumam Evellyn. Iapun melangkahkan kakinya masuk kedalam taman ini, tetapi, Evellyn sejenak menghentikan langkahnya. Aneh… ini sungguh aneh. Melihat kaca jendela dan pintunya yang berdebu serta ilalang yang di biarkan tumbuh tinggi di sekitar jendela kamarnya. Kenapa taman ini justru sangat bersih dan rapi? Seolah ada seseorang yang membersihkannya? Ataukah, jangan-jangan memang ada seseorang yang sering datang ke taman itu dan membersihkannya?
Evellyn kembali melanjutkan langkahnya, dan iapun mengedarkan pandangannya untuk melihat ke sekeliling. Begitu banyak jenis bunga yang berwarna-warni, indah dan sejuk, tanaman rambatpun memenuhi seluruh dinding taman itu, sehingga suasananya benar-benar sejuk dan asri. Lalu… Evellyn pun teringat dengan sosok yang ia lihat semalam, dengan ragu-ragu Evellyn menoleh ke arah dinding yang di penuhi tanaman rambat, lalu iapun melangkahkan kakinya untuk mendekat.
Tak ada apapun di sana, hanya tanaman rambat yang menjuntai dan tumbuh dengan suburnya, lalu… dari mana sosok yang semalam itu muncul? Pikir Evellyn merasa bingung.
“Haaahhh… sudahlah, mungkin semalam aku terlalu lelah. Karena itulah aku melihat hal-hal yang sangat aneh!” gumamnya, lalu iapun memutar tubuhnya hendak kembali ke kamarnya. Karena rasa pening itu kembali muncul dan menyakiti kepalanya. Tetapi, belum sempat ia melangkah Evellyn merasakan ada tiupan angin yang meniup tengkuknya. Sontak saja Evellyn langsung menoleh ke arah belakangnya, dan tiba-tiba Evellyn melihat tanaman rambat itu tersingkab, dan iapun melihat ada sebuah pintu berwarna perungguh menempel di dinding yang tertutup tanaman rambat.
“Itu… apakah ada sebuah ruangan? Berarti semalam itu aku benar-benar melihat sosok seseorang?” gumam Evellyn, ia tampak terkejut, dan dengan langkah ragu-ragu Evellyn mulai melangkah dan mendekat, untuk memeriksa pintu itu.
Ckleekkk…
“Tidak terkunci!” gumam Evellyn semakin terkejut, jantung Evellyn tiba-tiba merasa ciut, iapun dapat merasakan jantungnya berdegup dengan liarnya, sehingga indra pendengarannya terdengar berdengung.
“Tidak… seaiknya aku kemabali, aku tidak boleh gegabah masuk ke dalam sana. Siapa yang tahu di dalam sana ada sesuatu yang menyeramkan, atau mungkin ada sebuah jebakan!” pikir Evellyn, lalu iapun kembali menutup pintu itu, dan mundur beberapa langkah untuk kembali kekamarnya.
Namun, entah kenapa Evellyn merasa enggan untuk kembali. Walaupun ia merasa takut, akan tetapi ia juga penasaran ingin mengetahui ada apa di dalam sana sebenarnya. Lalu apa tujuan sosok semalam yang seakan memancing Evellyn untuk masuk? Apakah ada sesuatu di dalam sana? Ataukah… “Ah, Ya Tuhan. Apakah ini jalan untuk keluar dari kediaman ini? Apakah ini jalan rahasia?” pekik Evellyn.
“Ya… aku tidak tahu tujuan sosok semalam itu apa? Tetapi aku tidak bisa terus merasa penasaran tanpa tahu kemana pintu ini akan membawaku. Haaahhh… baiklah, aku harus mencoba memasukinya. Jika sekiranya tidak aman, aku akan segera pergi dari tempat ini!” gumam Evellyn, iapun membulatkan tekadnya dan menguatkan hatinya agar tidak takut saat memasuki ruangan itu.
Setelah merasa keberaniannya terkumpul, Evellyn kembali membuka pintu itu dengan perlahan. Awalnya ia hanya mengintip ke dalam, tampak ada sebuah lorong yang di terangi lampu yang menempel di atas dinding di sepanjang lorong. Sesaat Evellyn hanya diam dan mengernyitkan keningnya, apakah ada seseorang di dalam sana? Ataukah lampu-lampu itu memang tidak pernah di matikan dan di biarkan menyala sepanjang hari?
Dengan perlahan Evellyn melangkah masuk ke dalam lorong itu, lorong itu temaram, karena lampu-lampu yang terpasang berwarna kuning lembut, bukan seperti lampu terang yang biasa ada di sepanjang kediaman. Di sepanjang lorong baunya benar-benar pengap, karena tidak ada sirkulasi udara di sepanjang lorong itu. Evellyn meraba-raba dinding lorong yang terasa kasar, dan iapun terus melangkah menelusuri lorong itu sambil tetap waspada. Karena Evellyn takut sosok semalam yang ia lihat akan muncul di sana secara tiba-tiba.
Langkah Evellyn terhenti saat ia menemukan sebuah pintu di dinding yang sedang ia raba, sesaat Evellyn tampak menimbang-nimbang, haruskan ia memeriksa pintu itu? Ataukah ia lanjutkan menelusuri lorong hingga ia menemukan ujung lorong itu.
“Apakah aku periksa terlebih dahulu pintu ini? Siapa tahu aku bisa menemukan sesuatu!” seru Evellyn kepada dirinya sendiri, iapun kembali melihat ke lorong panjang yang seakan tak berujung itu, lalu kembali menatap pintu di hadapannya.
Setelah yakin dengan pertimbangannya, Evellyn pun perlahan memutar hendle pintu itu. Sepertinya susah dan macet, tetapi kemudian setelah Evellyn mencoba beberapa kali, pintu itu akhirnya terbuka dengan suara berderit karena engsel yang seolah sudah lama macet karena karat.
Evellyn mengedarkan pandangannya di ruangan gelap itu, suasananya tampak temaram, pengap seperti sudah lama tidak pernah di masuki. Evellyn pun meraba-raba dinding, dan akhirnya menemukan saklar di kamar itu.di tekannya saklar kamar itu, dan cahaya kekuningan yang lembut langsung menyinari seluruh ruangan.
“Ini sebuah kamar!” guamam Evellyn tampak terkejut, ia bisa melihat kamar itu sangat peminim dengan nuansa lavender dan putih yang lembut seperti nuansa kamarnya saat ini. Evellyn pun semakin penasaran dan iapun mengitari pemandangan di hadapannya, kamar itu… benar-benar mirip dengan kamarnya sekarang. Hanya saja ada beberapa figura yang menggantung di dinding, dan Evellyn pun menemukan sesuatu yang membuatnya tertegun, dan seketika itu pun wajah gadis itu langsung memucat.
Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih.Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda.“Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya.“Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.”“Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya.“Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri.
Tak ada yang bisa merasakan perasaan Evellyn Zayn sekarang, tak ada yang bisa menggambarkan rasa takut dan kegugupan gadis itu yang menyesakkan dadanya. Bahkan saat ini langkahnya tampak terseok-seok, saat dia di seret paksa oleh ibunya, Sharon. Perempuan itu menyeret paksa putrinya sendiri untuk memasuki mobil mereka. Air mata yang menggenang di pelupuk mata gadis itu sekuat mungkin ia tahan, karena jika air mata itu meluncur lagi, Evellyn tak yakin bisa menghentikannya lagi seperti sebelumnya.Evellyn mencengkram rok selututnya ketika mobil mereka melaju yang entah akan pergi kemana, yang jelas Evellyn tahu tak pernah ada hal baik yang menimpanya saat ibunya datang menjemputnya. Karena perempuan itu hanya akan menjemput Evellyn untuk menjualnya menjadi pelayan atau bahkan mengenalkan gadis itu kepada lelaki hidung belang. Selama ini Evellyn sudah berhasil menyelamatkan diri dan kabur dari orang-orang yang membelinya, tetapi sekarang, entah dia akan berhasil at
Sepanjang lorong Evellyn melangkahkan kakinya setengah berlari mengikuti langkah Thomas yang melangkah dengan kaki panjangnya. Sementara kaki Evellyn yang kecil hanya bisa berlari sambil sesekali membungkukkan punggung saat bertemu orang-orang yang entah kenapa membungkuk ke arahnya. Evellyn berfikir, apakah tata krama di kediaman itu memang seperti itu? Saling membungkuk saat bertemu orang lain? Lalu, kenapa Thomas tak bereaksi? Lelaki itu bahkan menunjukkan raut wajah datar kepada mereka, seolah mereka sama sekali tak terlihat olehnya.Sepanjang lorong yang di lewati Evellyn begitu mewah dan megah. Interior dan perabotan yang tertata begitu indah dan tampak terlihat mahal, hingga Evellyn berjalan dengan sangat hati-hati. Jika ia ceroboh seperti biasanya, satu barang saja belum tentu ia bisa tebus seumur hidupnya. Tetapi, melihat kemewahan ini seketika Evellyn teringat dengan ibunya. Sharon pasti sangat bahagia jika bisa tinggal di tempat seperti ini, dan menja
Evellyn bangun dengan kepala pening yang luar biasa, iapun mengernyitkan dahinya dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu iapun mengedarkan matanya melihat ke sekeliling. Mata Evellyn memicing saat melihat keadaan kamar itu yang temaram, ruangan itu begitu menakutkan, dingin dan mengandung aura yang menekan.“Kau sudah bangun,” ucap seseorang yang entah berasal dari mana. Seketika Evellyn langsung beringsut sambil menarik selimut dan mencengkramnya kuat-kuat. Lalu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Semakin lama semakin mendekat hingga membuat Evellyn semakin gemetar karena ketakutan.Seketika, Evellyn tampak ternganga, tepat di hadapannya datang seseorang yang begitu tampan. Mungkinkah saat ini Evellyn sedang berhalusinasi? Mungkinkah ia sudah mati? Karena saat ini Evellyn seperti sedang menatap seorang malaikat, karena sosok lelaki di hadapannya ini benar-benar luar biasa tampan.Sesaat, Evellyn langsung
“Sharon... Ibu,” suara Evellyn seketika menghilang seolah tercekik. Ingatannya kembali saat ia melihat ibunya bersimbah darah dan tak sadarkan diri di luar sana, apakah perempuan itu mati? Ataukah Zavio Franco berhasil menyelamatkannya? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ibunya bisa terluka dan mengalami kejadian mengerikan itu?Dengan lembut Zavio menggenggam kedua tangan Evellyn yang tampak sedih dan ketakutan, “Aku sangat menyesal Eve, aku sangat menyesal...” ucap lelaki itu terdengar lirih. “Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi, polisi sedang di depan untuk menyelidiki. Dan menurut mereka, Sharon terpeleset, hingga kepalanya terbentur pinggiran kolam dan... dan... aku... aku benar-benar minta maaf!” ucap Zavio, iapun tampak menundukkan wajahnya seolah menyesal.Evellyn mengamati kesedihan di mata Zavio, entah kenapa gadis itu merasa aneh melihat lelaki yang tadi dingin dan menakutkan ti
Evellyn mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling, keadaan kamar itu kini tampak sedikit terang tak seperti sebelumnya. Lampu tidur sengaja di nyalakan dan juga lilin beraroma terapi tampak menghias di beberapa sudut dengan warna api yang yang lembut. Lilin-lilin itu menguarkan aroma sandalwood yang khas, wanginya yang lembut dan menenangkan membuat Evellyn merasa sedikit tenang, dan pening di kepalanya pun perlahan menghilang. Sesaat Evellyn baru menyadari, wangi lilin aroma terapi ini sama persis seperti wangi tubuh lelaki itu. Tentu saja Evellyn tahu, saat Zavio hendak menutup mata Evellyn saat melihat kondisi Sharon, seketika itu wangi tubuh lelaki itu tercium oleh Evellyn. Dan wangi tubuhnya itu begitu menenangkan, dan kini Evellyn tahu, rupanya wangi dari lilin itu menempel di tubuh Zavio hingga menguarkan aroma yang sama.Evellyn melihat nuansa di sekitar kamar itu, semuanya di tata dengan sangat rapi dan bersih, dan kamar itu pun bernuansakan warna
Cckkk... Mengingat perempuan itu, seketika suasana hati Zavio menjadi buruk. Iapun bangun dan menjauh dari Evellyn, lalu duduk di kursi santai sambil terus memandangi gadis itu yang kini hanya tampak rambut belakangnya saja. “Haaahhh... sungguh menjengkelkan!” gumam Zavio seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak menyalahkan Evellyn karena suasana hatinya saat ini tiba-tiba memburuk, tetapi dia menyalahkan dirinya sendiri karena hingga saat ini lelaki itu masih saja tidak bisa melupakan perempuan yang sangat ia cintai itu. Bahkan gara-gara perempuan itu, hidup Zavio hancur, dan merubah lelaki itu menjadi iblis di atas ranjang yang selalu memuaskan emosinya dengan meniduri setiap perempuan yang mendekatinya dengan kasar. Hal itu dia lakukan sebagai pelampiasan kekecewaannya. Karenanya, tak sedikit perempuan yang sudah ia buat hancur dan menderita, setiap kali lelaki itu melampiaskan amarahnya. Kerinduannya ak