Share

Love is Dangerous
Love is Dangerous
Penulis: Juya Luc

Prolog

Lelaki tinggi berparas tampan itu berjalan memasuki sebuah bar dengan wajah tanpa ekspresi bersama sekretarisnya yang berada tepat di sampingnya. Sesaat setelah ia mendekat ke arah kerumunan yang tengah bergurau dan berbincang-bincang, mereka bersorak seolah menyambutnya dengan gembira.

Malam ini tepat pukul sembilan malam, Erickson bersama beberapa rekan kerjanya yang ikut berpartisipasi telah memutuskan untuk sedikit berpesta setelah menyelesaikan event pertama mereka yang sukses.

Erickson duduk di tengah tepat di kursi yang sudah disisakan oleh mereka, sebenarnya masih banyak kursi kosong lainnya, namun semua terus mendesak Erickson untuk duduk tepat di sana.

Hanya ada mereka yang berada di bar itu karena Erickson sendiri lah yang menyewa bar untuk malam ini agar tidak ada keramaian yang mengganggu acara mereka, ditambah ia dekat dengan pemiliknya yang kini terlihat sedang menyusun beberapa gelas cantik yang belum terpajang di tempatnya, sehingga menyewa bar bukanlah hal sulit bagi Erickson.

Setelah membenarkan posisi duduknya, Erickson menyingkap sedikit lengan kemeja putihnya hingga ke siku karena merasa sedikit terganggu. Hal itu membuat lengannya yang cukup kekar terekspos jelas. Beberapa dari wanita yang ada di sana terlihat terkejut dengan tindakan Erickson, mereka saling berbisik dengan histeris tanpa terdengar oleh Erickson.

Di ujung meja, seorang gadis yang sejak tadi tak ikut memerhatikan sang atasan seperti beberapa wanita lain karena sibuk melihat wine yang berada di hadapannya dengan riangnya. Ini pertama kalinya bagi dirinya minum wine, maka tentu saja ia merasa berdebar. Gadis di seberangnya yang merupakan sahabatnya terkekeh melihat temannya yang begitu fokus dan antusias pada wine di hadapannya.

"Alice, kau harus menunggu Presdir mengajak bersulang untuk meminum ini." Siska menunjuk gelas yang sudah berisikan wine dengan sengaja untuk menggoda Alice.

Yang dijahili mendengkus mendengar ucapan jahil temannya. Ia berharap atasannya akan segera mengajak mereka bersulang agar ia bisa mencicipi wine yang terlihat sangat menggoda itu.

"Baiklah, karena ini bertepatan dengan Jum'at malam yang mana besok merupakan hari libur, mari kita rayakan keberhasilan event pertama kita hingga kalian puas." Seakan mendengar isi hati Alice, tak lama kemudian Erickson bangkit dan mengangkat wine glass-nya yang sudah terisi bermaksud mengajak semua yang ada di sana untuk ikut bersulang bersama.

Suara dentingan terdengar cukup keras bersamaan dengan sorakan kompak dari sekelompok orang itu, mereka meminum wine dengan gembira, tak terkecuali Alice yang dengan senangnya meminum wine itu dalam sekali teguk.

"Hei, kau harusnya jangan minum seperti itu. Ini kan pertama kalinya kau mencicipi ini." Siska menarik gelas Alice dengan paksa. Bisa-bisa Alice akan segera mabuk jika minum seperti itu.

"Aku hanya akan minum sedikit saja. Tapi, hey, itu sangat enak." Alice memandang Siska dengan girang lalu ia mengambil gelasnya lagi dan menuangkan wine lalu kembali meminumnya. Namun kali ini, ia meneguknya sedikit demi sedikit karena tak mau mendengar ocehan Siska yang kini tengah mengamatinya.

"Kau sudah mabuk. Tidakkah kau sadar sudah berapa gelas kau minum?" bisik Siska beberapa waktu kemudian.

Alice sudah minum empat gelas tanpa sadar sembari mereka berbincang. Wajahnya pun kini merah padam. Ia bahkan terlihat sesekali terhuyung.

"Baiklah. Aku akan berhenti. Aku keluar sebentar mencari angin. Rasanya di sini sangat panas." Alice yang merasa pusing pun berpamitan dengan Siska dan berjalan menuju pintu bar dengan lambat. Hendak Siska mengikutinya, namun seniornya yang berada di sampingnya malah mengajaknya mengobrol tentang pekerjaan mereka sehingga Siska hanya bisa melirik Alice dengan khawatir.

***

Erickson meraih saku celananya setelah merasa ponselnya bergetar sejak tadi. Ditatapnya layar itu dan terdiam sebentar seolah menimbang apakah ia harus mengangkatnya atau tidak. Beberapa detik kemudian, ia menggeser layarnya dengan jempolnya dan mendekatkan ponselnya ke telinganya sambil berlalu keluar dari bar itu.

Ia terlihat sedikit berargumen di sana sebelum akhirnya menutup telepon itu segera setelah melihat sosok wanita yang sepertinya dikenalnya berada tak jauh dari tempatnya berdiri sedang bersama dua orang pria. Karena pencahayaan di tempat wanita itu berdiri cukup gelap sehingga ia tak bisa melihat wajah kedua pria itu, namun ia tahu bahwa ada yang tidak beres di sana.

Erickson segera menghampiri mereka dengan langkah cepat. Benar saja, wanita itu adalah Alice, salah satu karyawannya. Dan terlihat dia sedang diganggu oleh dua orang pria mabuk tak dikenal yang terus saja menarik tangannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" ucapnya dengan suara yang dalam. Lalu ia menarik tangan wanita itu sehingga membuat dua pria itu terkejut.

"Apa yang kau lakukan? Dia akan pergi dengan kami! Jangan mengganggu!" Salah satu pria itu menarik lengan Alice dengan kasar.

Erickson berdecak kesal. Dihempaskannya tangan pria itu dengan kuat sehingga dia sedikit tersungkur ke belakang.

"Presdir!" Alice yang awalnya menutup mata dengan erat karena takut, kini menatap Erickson dengan wajah senang. Ia pikir itu adalah khayalannya saja bahwa dirinya mendengar suara atasannya itu, namun ternyata pria itu benar-benar berada di hadapannya.

Kedua pria yang tadinya masih keras kepala dan tidak mau mengalah, akhirnya melarikan diri setelah mendengar bagaimana Alice menyapanya.

"Terima kasih, Presdir." Alice sedikit membungkukkan badannya pada Erickson. Ia sadar bahwa ia akan dalam masalah jika tadi tidak ditolong Erickson. Lalu ia mendongak dan menatap wajah bosnya yang tanpa ekspresi. Alice kembali mengingat, tangan Erickson yang menggenggamnya terasa begitu hangat, berbanding terbalik dengan wajah dinginnya.

"Lain kali jika kau terlalu mabuk, ajak temanmu untuk keluar. Jangan berkeliaran sendirian," ujar Erickson yang kemudian berbalik hendak masuk kembali ke dalam bar. "Ayo," ucapnya lagi sambil menunggu Alice untuk masuk lebih dulu.

Alice berjalan sambil merasa gembira, entah karena mabuk yang dialaminya atau karena hal lain, namun sejak malam itu, Alice jadi mengagumi sang atasan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status