Share

6. Murka

Penulis: Juya Luc
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-06 06:32:31

Vio beberapa kali membuka mulutnya dengan ragu, lama ia menatap wanita yang tak diketahui namanya itu lalu ia memegang bahunya dan mendekatkan wajahnya pada wanita itu. "Bukan… bukan begitu. Tunggu, biarkan aku bicara dengannya dulu." Vio berbisik di telinga wanita itu dan menatapnya dengan gelagapan.

Alice tercengang di tempatnya melihat kelakuan Vio yang terlihat jelas saat itu bahwa dia lebih memihak siapa. Alice seketika langsung mengetahui bahwa prioritas pria itu bukanlah dirinya, yang dikhawatirkan akan salah paham bukan dia melainkan wanita asing itu.

Alice begitu murka, ingin rasanya ia meluapkannya disana saat itu juga namun sisi dirinya yang masih sadar tahu bahwa itu hanya akan membuat dirinya terlihat menyedihkan dan ia tak mau begitu. Dengan amarah yang berada di puncak, Alice hanya bergeming di sana, tatapannya membidik tajam pada Vio.

"Jelaskan padaku apa yang kau lakukan di sini bersama wanita ini? Kau… apa kau sudah gila? Kau… bagaimana bisa kau…." Suara Alice terdengar geram. Gadis itu mengerutkan keningnya mencoba sebisa mungkin menampakkan wajah murkanya meski sebenarnya saat itu hatinya sudah hancur menjadi debu, meski saat itu ia sungguh ingin mengeluarkan air mata dan menangis tersedu-sedu hingga kesedihan berkurang, namun ia mencoba tegar dan menahan air matanya. Baginya, baik Vio maupun wanita itu tak boleh melihat dirinya yang lemah dan tertindas, ia harus berlagak kuat demi menjaga harga dirinya. Jelas harga dirinya terasa terinjak-injak kala itu mengingat kekasihnya ternyata berkhianat di belakangnya.

Para pengunjung cafe pun secara menatap mereka bertiga sesekali. Ada yang terlihat merasa terganggu, ada yang menatap tak percaya dan ada pula yang menatap penuh iba pada Alice. Alice tak suka itu, ia tak menyukai jika ada orang yang menatapnya seolah dia orang yang menyedihkan. Hal itu hanya membuat dirinya benar-benar terlihat menyedihkan. Ia lebih suka tatapan mereka yang mengerutkan kening dan mendengkus kesal karena kebisingan yang mereka perbuat. Belum lagi Vio tak mengatakan apapun, lelaki itu hanya diam melirik Alice dan wanita itu secara bergantian.

Namun ta lama kemudian ia meraih tangan Alice yang masih mengepal keras, menariknya dan membawanya keluar dari cafe itu dengan tergesa-gesa.

Alice bahkan belum sempat bersiap akan tindakan tersebut dikarenakan seluruh inderanya kini terasa kaku, pikirannya pun berkabut, hanya sakit di dadanya yang paling jelas terasa saat itu. Dilihatnya lengannya yang ditarik oleh Vio dengan kasar sepanjang jalan. Alice sedikit meringis karena genggaman Vio sangat kuat dan itu menyakiti lengannya.

Vio menghempaskan tangan Alice dengan kasar. "Dengarkan penjelasanku." Mereka berhenti di sebuah gang kecil tak jauh dari cafe itu, gang yang terhubung dengan rumah Vio, gang yang biasanya selalu dia lewati bersama Vio sambil bercanda gurau dan tertawa, yang mana itu berbanding terbalik dengan situasi mereka saat ini dimana Vio bahkan tidak terlihat tersenyum sedikit pun dan Alice yang juga tak menunjukkan wajah cerianya.

Suara Vio berhasil mengusir benang kusut yang mengacak-acak pikiran Alice. Dilihatnya Vio yang kini sedikit terengah, ia berdiri tegak dengan waspada menatap ke kiri dan kanan yang ia lakukan berulang-ulang. Apa yang telah terjadi pada Vio? Kemana Vio yang menatapnya lembut dengan suara yang menyejukkan? Hatinya masih saja menyimpan sedikit harapan akan kesalahpahaman yang mungkin menjadi penyebab situasi itu.

"Ini bukan seperti yang kau lihat. Dia hanya junior di kantorku," ujar Vio yang sudah mengatur napasnya menjadi lebih tenang dari sebelumnya sambil terus menerus mengusap tengkuknya dengan gelisah.

Alice menatap vio dengan nanar. Ia mengatup bibirnya erat-erat. Harapan kecil yang tadi masih bersinar di hati Alice kini sudah redup dan menghilang entah kemana setelah dia melihat gelagat Vio barusan. Mereka adalah kekasih, tentu saja Alice tahu hal yang disukai Vio, pun hal yang tidak disukainya dan itu termasuk juga kebiasaan yang selalu Vio lakukan terutama saat ia berbohong. Karena saat berbohong, Vio akan mengusap tengkuknya secara serampangan tanpa sadar dan itulah yang dilakukannya belum sampai semenit yang lalu.

Alice mengepalkan tangannya mencoba mencari kekuatan. Kini ia sudah tahu bahwa Vio benar-benar membohongi dan mengkhianatinya. Ia ingin segera pergi dari sana. Ia kini sudah tahu bahwa apa yang dikatakan Vio adalah kebohongan dan hanyalah alibi yang dia buat untuk membuat Alice memercayainya. Lebih-lebih lagi, pemandangan beberapa menit yang lalu sudah menjadi bukti konkret atas arti dari semuanya.

"Tidak… jangan katakan apapun lagi. Aku bukannya tidak tahu apa yang baru saja aku temui. Jika kamu ingin berkata bahwa ini hanyalah salah paham, maka apa aku sudah buta? Jika kamu tidak ada hubungan dengannya mengapa kalian berciuman? Apa kamu akan bilang kalau itu adalah hal yang normal dilakukan antara senior dan junior? Apa kamu menganggapku bodoh?" Alice berkali-kali mengusap air mata yang terus saja mengganggu penglihatannya. Kini ia telah dipenuhi emosi. Suaranya parau, isakan berkali-kali lolos di tiap kalimatnya.

Ditatapnya Vio yang kini wajahnya berubah murka. Aura berbahaya terasa di sekitarnya dan membuat Alice merasa terancam.

Vio menghela napas. "Bukankah sudah jelas alasannya? Itu karena kamu," desisnya geram. Tatapannya begitu menusuk.

"A…apa? Apa maksudnya?" Wajah cantik Alice masih dipenuhi air mata.

"Sudah satu tahun kita berpacaran. Kamu bahkan tak mau aku sentuh. Bahkan saat aku ajak berciuman pun kamu sering kali menolak. Apa kamu pikir aku mau berpacaran dengan anak Sekolah Dasar?" Vio sengaja memandang Alice dengan angkuh. Nada suaranya penuh dengan penghinaan. Setelah semua terbongkar, lebih baik dia luapkan saja semuanya karena diyakini Vio semua ini adalah hasil dari kesalahan Alice. Dengan sengaja ia memprovokasi Alice agar merasa jatuh lebih dalam lagi dan meninggikan harga dirinya yang merasa terhina dengan tatapan tak suka dari orang-orang saat mereka melintas.

Tubuh Alice menegang bersama dengan keterkejutan yang begitu tiba-tiba menghantamnya. Matanya membulat tak percaya dengan apa yang keluar dengan begitu mudah dari bibirnya tanpa ragu sedikitpun. Anak Sekolah Dasar? Apa begitu kesan Vio padanya selama ini? Bagaimana bisa lelaki itu berucap hal seperti itu?

Alice sungguh sudah tak sanggup lagi menahan semua emosinya yang telah lama ia coba pendam dan kubur dalam hatinya. Dilemaskannya tangannya yang sejak tadi mengepal, dalam hatinya ia membulatkan tekad untuk membalas ucapan pria itu dan ia berharap dirinya diberi kekuatan untuk bersikap tegar.

Setelah dirasanya kini adalah kesempatan bagus baginya untuk membalas Vio. Sembari masih terus menguatkan hatinya, telapak tangan Alice bergerak naik perlahan lalu dengan cepat ia menampar pipi Vio hingga berwarna kemerahan. Alice sedikit terkinjat saat mendengar suara dihasilkan dari tindakannya itu terdengar keras.

"Aku sudah jelaskan sebelum kita memulai hubungan kalau aku tidak bisa jika kau meminta hal itu. Kau pun berkata itu bukan masalah dan tetap berharap aku menjadi kekasihmu. Kau sudah tahu aku tidak begitu suka dengan hal-hal yang terlalu intim tapi sekarang kau jadikan itu alasan menduakan aku dan bermain dengan wanita lain di belakangku? Sungguh, kau sangat memuakkan." Tatapan mata Alice yang penuh kesedihan dan air mata kini berganti dengan amarah yang membuncah serta kilatan kebencian yang dalam. Alice tak menyangka begitu bodohnya ia selama ini sehingga dirinya sampai-sampai tak menyadari Vio memiliki sisi yang menjijikkan seperti ini dibalik senyum manis yang selama ini Vio tunjukkan.

Bab terkait

  • Love is Dangerous   7. Berpisah

    "Aku bersyukur mengetahui dirimu yang asli lebih cepat. Aku sempat berpikir untuk menyerahkan hidupku hanya untukmu dan menjadikanmu kekasih terakhirku di dunia ini. Namun, ternyata Tuhan menilai aku terlalu berharga untuk disandingkan denganmu. Terima kasih untuk satu tahun ini. Aku harap hubungan kalian abadi. Meski au tidak yakin dia adalah satu-satunya bagimu." Berbanding terbalik dengan keadaan hatinya, ucapan Alice benar-benar menunjukkan bahwa ia tak tenggelam dalam alasan murahan Vio. Alice pun langsung memutar badannya dengan cepat, tak ingin memberikan Vio sedetikpun waktu untuk membalas ucapannya.Vio terpaku merasa marah harga dirinya yang tadi sudah ia tinggikan kini diinjak-injak oleh Alice. Inginnya berlari menarik kedua tangan yang jelas-jelas masih gemetar itu dan membungkam mulutnya yang berucap kasar padanya hingga meneteskan air mata namun hal itu dicegah oleh pemilik cafe yang ternyata sejak tadi sudah memerhatikan keduanya dari jauh.Alice melangkah dengan tergesa

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Love is Dangerous   8. Pulang

    Ucapan Arthur seolah meyakinkan ingatan Erickson bahwa ia memang familiar dengan wanita itu dan secara tak langsung mengukuhkan dugaannya.Di sana, Alice tengah berdiri membelakangi Arthur dan Erickson. Dihadapannya dua orang yang tak dikenal sedang menatap Alice. Insting dalam diri Erickson berkata bahwa ada yang salah dengan tatapan kedua orang itu, terutama sesosok wanita yang bersembunyi dibalik tubuh pria itu menunjukkan ekspresi yang seakan menertawakan Alice. Sedangkan pria di sampingnya terlihat marah dan kesal.Tak butuh waktu lama bagi Erickson mengerti apa yang tengah terjadi di sana. Suasana yang tampak canggung dan tegang, dua orang tak dikenal yang keduanya menatap Alice, hingga tatapan Erickson yang tadi tak sengaja turun ke lengan Alice dan mendapati wanita itu mengepalkan tangannya dengan begitu erat sampai tangan itu nampak gemetar hingga ke seluruh tubuhnya menampakkan bahwa Alice tengah menahan emosinya.Arthur yang masih belum mengerti apapun hendak mengajak Ericks

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Love is Dangerous   9. Berterima Kasih

    "Terima kasih, Presdir." Alice membungkukkan sedikit kepalanya lalu bersegera keluar dari mobil sang atasan segera setelah dirinya melihat apartemennya kini sudah berada di depan matanya. Tak lupa ia ikut memberi salam pada Arthur dengan sedikit anggukan kepala.Diambilnya langkah dengan tergesa-gesa dan berjalan memunggungi mobil tersebut. Tak berani dirinya membalikkan badannya hingga terdengar di telinganya gesekan ban dan mesin mobil yang sudah melaju. Barulah di sana ia menghembuskan napasnya yang tanpa sadar ia tahan beberapa saat karena saat itu Alice merasakan perasaan malu yang beberapa saat sudah membuatnya lupa akan luka hatinya saat itu, ya hanya beberapa saat. Karena segera setelahnya, Alice kembali teringat akan patah hatinya yang dahsyat.Lantas ia bergegas menaiki elevator yang kini telah berada tepat di depan matanya tanpa menunggu waktu lebih lama lagi. Di sana, ia merasa tubuhnya sedikit lemas. Ia menyandarkan tubuhnya sedikit ke dinding elevator yang dingin hingga

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Love is Dangerous   10. Gadis Pilihan

    Alice menatap Erickson dari sudut matanya berkali-kali. Kejujuran Arthur bukannya melegakan dirinya, namun ia malah merasa tak enak hati pada Erickson. Sudah cukup ia merepotkan atasannya itu hingga harus mengantar dirinya yang menangis sesenggukan pulang ke apartemennya, pria itu malah mengizinkan dirinya untuk mengambil rehat dari pekerjaannya. Alice merasa ia tidak dalam keadaan yang baik, ia merasa kacau. Ia berpikir Vio bahkan menahan pekerjaannya. Bahkan sekarang, ia masih kesulitan untuk fokus.Sejak pagi tadi hingga sudah pukul empat sore ini pekerjaannya bahkan belum juga selesai. Ia yang biasanya bahkan bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya, bahkan ia bisa menyelesaikan deadline dengan sigap kini menghela napas berat. Tangannya beberapa kali mengusap tengkuknya yang entah itu disebabkan oleh keadaan emosionalnya yang sedang turun atau ia memang kehabisan tenaga, namun Alice merasa tubuhnya amat berat.“Kau bisa selesaikan besok jika kau lelah. Wajahmu terlihat pucat,

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-30
  • Love is Dangerous   11. Anting

    Melihat ayahnya yang tak juga mengalah dan terus saja memaksanya, Erickson pun menyanggupi ucapan ayahnya tersebut. “Saya tak semudah itu membawanya ke sini. Saya tak ingin membahayakan dirinya dengan membawanya ke rumah ini,” tegasnya dengan penuh tekanan pada kalimat terakhirnya seakan itu penuh makna. “Saya tak mungkin mengulangi kesalahan yang sama.”Ayahnya terdiam sesaat. Ia menatap Erickson dengan kaku sebelum kemudian berkata, “Bawa dia secepat yang kau bisa. Kau harus memperkenalkannya padaku sebelum terlambat.”Erickson berdecak kesal mendengar ucapan ayahnya. Itu bukan jawaban yang dia inginkan namun ia mungkin bisa mengulur waktu untuk beberapa saat dan beristirahat dari hari-hari yang dipenuhi oleh para wanita yang dikirim ayahnya.Setelah merasa bahwa percakapan itu sudah selesai, Erickson dengan cepat beranjak. Dihiraukannya suara ayahnya dari belakang yang memintanya untuk makan malam bersama. Yang ada di pikirannya hanyalah ia ingin segera keluar dari rumah itu. Sayan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Love is Dangerous   12. Penasaran

    Alice mengangkat sebelah alisnya dan bertanya-tanya mengapa pria itu berhenti di sebuah hotel. Apakah maksudnya urusan itu adalah sebuah meeting dengan seorang client? Atau malah sebuah hal yang bertolak belakang dengan dugaannya itu? Merasa tak kana mendapat jawaban hanya dengan menduga-duga, akhirnya ia menyuruh sang supir taksi untuk berhenti tak jauh dari mobil Erickson guna melihat situasi saat itu.Tak butuh waktu lama, Erickson terlihat keluar dari mobilnya, ia menghampiri seorang wanita yang berdiri di depan hotel. Wanita itu berpakaian seksi, sangat seksi dengan mini dress yang begitu pendek. Mata Alice terbelalak menyaksikan pemandangan di depannya itu. Wanita itu tampak seperti para gadis yang biasanya datang ke kantor Erickson. Bedanya, biasanya kebanyakan dari wanita yang datang akan ditolak dan diusir olehnya, tapi wanita ini sepertinya tidak begitu. Karena setelahnya, Erickson menyuruh wanita itu masuk ke mobilnya, meski terlihat agak terburu-buru. Anehnya wanita itu te

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Love is Dangerous   13. Kencan Buta

    Dirinya yang awalnya berniat mengabaikan pesan itu dan kembali mengikuti Erickson kini hanya mendengus pelan. Pasalnya, pada pesan yang baru saja dibukanya itu tertulis pertanyaan yang ternyata dikirim oleh sang ibu yang menanyakan keberadaan Alice. Alice lupa bahwa malam itu ia ada janji kencan buta yang diatur oleh ibunya. Sedangkan ia sedang berada di depan sebuah klub malam karena membuntuti bosnya yang pergi bersama seorang wanita.Setelah orang tuanya mengetahui perpisahan dirinya dan Vio, mereka terlihat khawatir pada Alice yang terus saja murung selama beberapa waktu. Akhirnya ibunya mengusulkan beberapa kencan buta yang mungkin diharapkannya menjadi pengobat hati Alice. Meski sang ibu tidak memaksa, namun Alice tak ingin menyia-nyiakan usaha ibunya sehingga biasanya ia akan pergi, namun malam ini rasanya Alice ingin menolak pertemuan itu.Setelah berpikir beberapa saat, gadis itu menghela napas panjang. Padahal sudah sedikit lagi ia bisa sukses menguntai Erickson. Meskipun ia

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Love is Dangerous   14. Panggilan

    "Bu, aku akan langsung ke kamar, hari ini aku akan menginap di sini. Aku terlalu lelah untuk pulang ke apartemenku." Alice berjalan lesu menuju kamar lamanya begitu saja setelah ia sampai. Bahkan ibunya tak sempat bertanya perihal kencan butanya hari itu. Mungkin karena sang bunda melihat wajah lelah anaknya membuatnya mengurungkan niatnya itu.Hari ini cukup melelahkan bagi Alice. Ia yang awalnya berniat untuk pulang ke apartemennya, terhenti karena desakan keinginan untuk mengekor Erickson yang pergi bersama seorang wanita lalu sekarang ia berada di rumah orang tuanya karena apartemennya berada lebih jauh dari tempat ia berkencan hari ini.Alice menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar tidurnya. Pikirannya mulai memudar dan hanya menyisakan sedikit ingatan samar tentang ia yang begitu konyol telah menguntit Erickson. Dipejamkannya matanya perlahan untuk menenangkan tubuh dan pikirannya yang tak berlangsung lama sebab kesunyian itu terpecah setelah gawai m

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16

Bab terbaru

  • Love is Dangerous   25. Apa itu kencan?

    Mobil Erickson sudah berhenti di depan apartemen Alice. Alice sudah hendak turun namun sebenarnya masih dilanda keingintahuan. Karena Erickson tidak memberitahunya alasan mengapa pria itu menanyakan kesibukannya malam besok."Sampai jumpa besok."Hanya kalimat itu yang ia dengar dari Erickson setelah dirinya turun dari mobil. Alice pun menelan rasa penasarannya. Ia mengangguk dan tak lupa berterima kasih.Mobil Erickson melaju tanpa ragu meninggalkan Alice yang masih berdiri menatap mobil hitam itu menghilang ditelan malam.***Erickson tengah duduk di meja kerjanya dengan wajah serius. Ia menatap sebuah kertas yang tergeletak diatas kotak besar di dalam ruangan tersebut. Sejak ia pulang dari mengantar Alice, ia sama sekali tak pergi kemana pun dan segera kembali ke apartemen. Saat ia kembali pun tak ada siapapun yang berada di apartemennya. Namun kini sebuah surat tergeletak dengan jelas di sudut meja yang bisa segera langsung tertangkap indera penglihatan Erickson. Terlebih lagi kot

  • Love is Dangerous   24. Candaan Erickson

    "Apa anda baru pulang?" Alice membuka mulutnya, mencoba mengganti topik pembicaraan mereka setelah dirinya menyadari sepertinya lawan bicaranya itu tak berniat sedikit pun untuk menjawab pertanyaannya tadi.Atmosfer yang masih terasa canggung. Disekeliling ada banyak orang memenuhi meja-meja di sana, sayangnya tak membuat Alice merasa lebih nyaman. "Yah, tapi untunglah. Kalau tidak, aku tidak akan tahu bahwa tunanganku sedang bersama pria lain." Erickson menggelengkan kepalanya dan berdecak menyayangkan.Itu terlihat palsu.Alice memejamkan mata, mengembuskan napas pelan. "Kenapa anda terus mengatakan tunangan?" Ia kesal. Padahal dirinya sudah berusaha mengganti topik mereka setelah Erickson tadi tidak mau menjawab pertanyaannya. Sekarang malah kembali menyinggung kata 'tunangan'. Alice merasa kata itu terlalu sering ia dengar beberapa hari belakangan."Karena kau tunanganku.""Masih belum. Bukankah masih ada waktu sampai sebelum jam 12 malam besok?""Berarti segera, bukan?""Itu bel

  • Love is Dangerous   23. Amarah Erickson

    Lengan kekar Erickson masih setia menempel di pundak Alice. Telapak tangannya yang dingin terasa menusuk ke dalam kulit bagian lengan atas Alice yang terekspos akibat gaun yang ia pakai hari ini menampilkan pundaknya dengan sempurna. Kini wajah Alice dan Erickson hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Dirinya kini bahkan bisa mendengar deru napas pria itu berpacu dengan degupan jantung miliknya yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.Mengapa Erickson berada di sampingnya? Memang tempat ini tak jauh dari kantor mereka, tetapi tetap saja itu tidak menjawab rasa penasaran Alice. Tidak jauh berbeda dengan dirinya, pria yang duduk di depannya pun memiliki keterkejutan yang sama. Dia terlihat membeku di tempat dengan mulut terbuka. Sepertinya dia tahu siapa yang tengah memeluk Alice saat ini."Erickson… Stewart…," ujarnya tak percaya menyebut nama Erickson. Wajahnya memucat. Sosok yang sebelumnya dia cibir dengan mulut yang sama, kini ia sebut namanya dengan ketakutan yang terpancar

  • Love is Dangerous   22. Makan siang bersama

    Ah, tidak. Saat ini yang terpenting adalah membuat mereka tidak makan di sana. Alice memutar otaknya. "Bagaimana kalau makan di luar saja? Saya rasa akan sedikit ramai di sana karena sepertinya kita orang terakhir yang datang." Alice berpura-pura melirik jam di tangannya untuk memperkuat alasannya. Padahal ia sama sekali tidak memerhatikan arah jarum jam tangannya itu menunjuk ke mana.Namun, ternyata hal itu cukup berhasil. Erickson melirik jam di tangannya dan beberapa saat kemudian ia berkata, "Benar. Kalau begitu, kita makan di tempat lain saja." Erickson membalikkan badannya dan membuat Alice merasakan kelegaan setelah beberapa saat merasakan kepanikan."Bagaimana dengan restoran di belakang?" Alice dengan sedikit bersemangat menyarankan. Itu adalah restoran yang berada di belakang gedung perkantoran mereka, yang berjarak hanya dengan sebuah jalan kecil namun panjang yang berujung ke sebuah jalan besar. Restoran itu biasanya didatangi oleh banyak dari rekan kerjanya saat pulang k

  • Love is Dangerous   21. Waktu untuk berpikir

    Erickson sungguh tak menyangka bahwa ucapan Arthur malah benar adanya. Wanita di depannya ini tidak semudah itu untuk menyetujui. Lantas Erickson menyeringai tipis, ia memejamkan matanya seolah merasa puas.Berbeda dengan Alice yang kini malah bergidik ngeri melihat Erickson menampakkan senyum yang menurutnya menyeramkan. Bagaimana tidak, sebelumnya pria itu terlihat mengernyit tak senang, namun sedetik kemudian dia malah tersenyum menyeringai.Tanpa memedulikan ekspresi Alice yang terlihat jelas di matanya, Erickson dengan santainya berujar, "Mengapa kau ragu-ragu? Bukankah ini cukup menguntungkan bagimu?""Meskipun tidak banyak yang mengetahui tentang kandasnya hubungan saya, tapi tetap saja, hal ini terlalu tiba-tiba. Orang-orang pasti akan sama terkejutnya seperti saya saat ini."Erickson sedikit memicingkan matanya. Lalu ia tertawa kecil. "Jadi apa kau ingin menolak?" ujarnya memancing. Diperhatikannya dengan seksama wajah Alice yang sedang kebingungan.Alice menelan ludahnya saa

  • Love is Dangerous   20. Syarat

    Keheningan menyelimuti. Alice masih cukup linglung untuk bertanya pada Erickson yang saat ini masih mengawasinya dalam diam.Tidak pernah terpikirkan olehnya hal seperti itu akan datang kepadanya. Terlebih lagi dari orang yang dia hormati itu. Ini terlihat tidak nyata. Apa ini mimpi?"Anda bercanda, kan?" ucapan yang hanya ia katakan dalam hatinya ternyata lolos dari mulutnya. Ia sangat ingin memastikan. Dengan sedikit perasaan segan yang menyelimuti, Alice perlahan menatap manik Erickson yang ekspresinya masih sama; datar. Namun, Alice tahu bahwa tidak ada candaan dalam mimik muka itu. "Meskipun aku memberimu kontrak seperti ini, tapi tenanglah, ini bukan kontrak yang mengekang atau memiliki batas waktu," Erickson akhirnya mengeluarkan suaranya setelah memilih bungkam dan sejak tadi setia mengawasi Alice yang kebingungan. Ia lalu menyuruh Alice membaca isi dari kontrak itu dengan gestur tangannya. Jika gadis itu terus saja terperanjat, maka pembicaraan mereka ini tidak akan selesai b

  • Love is Dangerous   19. Maukah kau menjadi tunanganku?

    Jam makan siang telah tiba dan Arthur sudah keluar lebih dulu, hanya menyisakan Erickson yang masih berada di kursi besarnya. Sebelum keluar, Arthur berkali-kali mendiktenya agar berbicara dengan sungguh-sungguh tanpa mengintimidasi. Apa-apaan maksudnya? Memangnya dia hendak memangsa si gadis? Kening Erickson berkerut. Ia merasa Arthur semakin tak sopan beberapa waktu belakangan ini."Apa dia pikir aku ini anak kecil?" Erickson berdecak kesal. Mengintimidasi? Mengapa kata itu sering kali terdengar di telinganya? Ia merasa tak pernah mencoba mengintimidasi lawan bicaranya. Ia hanya berbicara normal. Memangnya berbicara normal itu mengintimidasi? Ia menghela napas dengan kasar. Disandarkan punggung ke kursinya. Ia mengetukkan telunjuknya ke meja kerjanya, menimbang-nimbang hal yang harus dilakukannya.Tak lama kemudian, ia membenarkan posisi duduknya menjadi sedikit tegap ke depan. Lalu ia menatap ke luar ruangannya beberapa saat sebelum akhirnya meraih ponselnya yang hanya berjarak sat

  • Love is Dangerous   18. Pesan

    “Jadi, bagaimana semalam?”Alice menoleh lalu mengernyit kaget melihat Siska yang sudah berada di sampingnya. Semalam dia memang sempat bercerita pada Siska sebentar dalam teleponnya sebelum dirinya terlelap.“Apanya?” Alice berpura-pura tak tahu. Mereka berada di dalam elevator dengan beberapa orang lain yang tak dikenali. Bagaimana bisa mereka bercerita tentang hal-hal pribadi di tempat umum? Alice hanya mengacuhkan Siska yang masih saja bersemangat meminta penjelasan darinya.“Tidak ada yang terjadi. Kebetulan aku dan dia sama-sama keberatan dengan kencan buta. Jadi kami mengobrol sebentar lalu pulang." Jawaban Alice baru keluar dari mulutnya setelah mereka sampai di dalam kantor. Alice mendudukkan dirinya di kursi kerjanya begitu pula dengan Siska yang mengekorinya dan duduk di kursi sebelah yang pemiliknya belum terlihat batang hidungnya sama sekali meskipun suasana pagi itu sudah cukup ramai.Alice melirik ruang kerja Erickson yang masih kosong, tampaknya pria itu belum datang. H

  • Love is Dangerous   17. Kebersamaan yang hanya sebentar.

    "Saya hanya berpikir mengapa Presdir mengajak saya ke sini… apa… apa ada yang bermasalah dengan pekerjaan saya?"Alice berbohong untuk menutupi kegugupannya. Jika Erickson bisa membaca pikirannya saat ini pasti dia sudah habis ditertawakan. Image-nya di mata Erickson juga pasti akan hancur. Beruntung Erickson tak memiliki ilmu membaca pikiran seperti yang ada di film-film fantasi.“Mengapa kau berpikir ini soal pekerjaan?" Erickson menaikkan sudut bibirnya dan sedikit memiringkan kepalanya. Ia diam dan mengamati wajah Alice, menunggu gadis itu menjawabnya. Entah mengapa dirinya merasa tertarik melihat kebingungan gadis itu.Alice menggigit bibirnya, ia bingung harus menjawab apa. Jika bukan masalah pekerjaan, lantas mengapa mereka datang ke sana di larut malam, protesnya dalam hati. Hingga tatapannya tertuju pada pakaian Erickson dan memberikannya sebuah ide.Wajah Alice sedikit lega. "Karena Presdir masih menggunakan pakaian yang dikenakan saat berada di kantor hari ini," jawab Alice

DMCA.com Protection Status