Share

7. Berpisah

Penulis: Juya Luc
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-06 06:46:03

"Aku bersyukur mengetahui dirimu yang asli lebih cepat. Aku sempat berpikir untuk menyerahkan hidupku hanya untukmu dan menjadikanmu kekasih terakhirku di dunia ini. Namun, ternyata Tuhan menilai aku terlalu berharga untuk disandingkan denganmu. Terima kasih untuk satu tahun ini. Aku harap hubungan kalian abadi. Meski au tidak yakin dia adalah satu-satunya bagimu." Berbanding terbalik dengan keadaan hatinya, ucapan Alice benar-benar menunjukkan bahwa ia tak tenggelam dalam alasan murahan Vio. Alice pun langsung memutar badannya dengan cepat, tak ingin memberikan Vio sedetikpun waktu untuk membalas ucapannya.

Vio terpaku merasa marah harga dirinya yang tadi sudah ia tinggikan kini diinjak-injak oleh Alice. Inginnya berlari menarik kedua tangan yang jelas-jelas masih gemetar itu dan membungkam mulutnya yang berucap kasar padanya hingga meneteskan air mata namun hal itu dicegah oleh pemilik cafe yang ternyata sejak tadi sudah memerhatikan keduanya dari jauh.

Alice melangkah dengan tergesa-gesa setelah mendengar keributan di belakangnya. Ia menduga Vio sedang mengamuk dan mungkin ingin mengejarnya. Kakinya yang lemas ia paksakan menambah kecepatan sebelum Vio bisa menjangkaunya. Setelah sampai di tepi jalan, ia segera menghentikan taksi yang lewat dan refleks masuk ke dalamnya. Barulah setelah taksi berjalan ia berani menengok ke arah dimana ia datang tadi. Alice menatap lekat jalanan yang cukup ramai itu, dilihatnya satu per satu orang yang ia lihat di belakang. Napasnya masih terasa tersengal-sengal akibat memaksa tubuhnya berlari sedangkan otaknya mengirim sinyal seakan tubuhnya tak berdaya akibat banyaknya hal mengejutkan yang terjadi beriringan di waktu yang sama. Barulah ia bernapas lega setelah meyakini tidak ada tanda-tanda kemunculan Vio di belakang sana.

Air mata kembali mengucur deras, Alice menyandarkan tubuhnya dan terduduk lemas. Suaranya tersekat di ujung tenggorokan, padahal ia ingin menjerit meluapkan emosinya. Dicengkeramnya lehernya sebagai upaya pelampiasan kekesalannya. Meski ia berusaha tegar saat menangkis ucapan Vio, namun sebenarnya saat itu ia amat sangat takut dan merasa bersalah. Dalam hatinya terdapat sedikit keraguan akan ketidakbenaran atas ucapan Vio yang pada awalnya diyakininya.

Apa benar dirinya adalah penyebab perselingkuhan Vio? Pertanyaan itu terus muncul sebanyak Alice menampiknya. Menyakitkan. Menakutkan. Tak pernah ia membayangkan diduakan orang yang dicintainya akan sesakit ini. Tangannya yang awalnya menutupi wajahnya kini ia taruh di dadanya, mencoba mencari dari mana rasa sakit itu berasal. Dia berharap dirinya hanya terluka terkena goresan atau menabrak sesuatu saat di kantor tadi. Dirabanya gusar bagian kiri dadanya yang berdenyut tak hentinya. Tak ada tanda-tanda adanya luka luar disana. Ia meringis. Lalu bagaimana dirinya menghentikan rasa sakitnya? Bahkan tak ada goresan sedikitpun.

"Ini." Tiba-tiba saja, dari samping sebuah tangan menjulurkan tissue pada Alice.

"Terima kasih." Alice mengambil tissue itu dan menghapus air matanya yang terus saja mengalir. Kini dirinya sedikit terhibur dengan perlakuan sopir taksi yang dinaikinya. Sopir taksi itu begitu baik padanya karena memberikan tissue padanya. Ia benar-benar merasa berterima kasih dengan perlakuan kecil itu. Lama Alice memegang tissue tersebut sebelum tubuhnya kembali menegang menyadari sesuatu.

Bukankah supir taksi selalu berada di depan? Tapi tadi yang memberinya tissue berasal dari sebelah kirinya. Alice mendongak melihat ke kursi depan, supir taksinya sedang menjalankan taksi, Alice mengerutkan keningnya, ia seperti mengenal punggung itu. Lalu ia dengan sigap menoleh ke sisi kirinya dan terpegan sesaat setelah matanya menangkap wujud Erickson yang sedang duduk di sana sambil menatapnya dengan datar.

"...Presdir?" Mulut Alice ternganga tak percaya dengan penglihatannya. Berkali-kali ia mengedipkan matanya cepat-cepat akibat terkejut.

"Ah, apa kau sudah lebih baik?" Supir taksi itu menoleh pada Alice dan ikut menambah keterkejutan gadis itu. Ternyata yang tadi ia sangka supir taksi adalah Arthur, sekretaris Erickson. Bagaimana bisa situasi itu terjadi? Alice sungguh bingung, ia mencoba memikirkan situasi saat itu namun ia tak bisa berpikir.

"Presdir, bagaimana bisa…?" Alice bertanya dengan ragu-ragu.

"Ah, kebetulan saja. Haha." Arthur menjawab pertanyaan Alice. Ia melirik Erickson dari kaca spion dan terlihat seperti menyuruh Erickson melalui matanya.

Tatapan Alice berpindah ke Erickson yang tengah mengabaikan Arthur dan kembali fokus pada tablet di tangannya. Alice tetap diam tanpa berucap apa pun dan menatap Erickson melalui sudut matanya karena ia merasa malu untuk berhadapan langsung dengan Erickson dan memperlihatkan wajahnya yang sudah kacau akibat menangis, meskipun sebenarnya ia pun tahu bahwa kemungkinan Erickson sudah memerhatikan dirinya yang menangis sejak masuk ke dalam mobil.

"Bisa-bisa kau melubangi wajahku," ucap Erickson tanpa diduga-duga. Ia masih tetap fokus pada tablet di tangannya.

Alice terkesiap karena tak menyangka Erickson akan tahu bahwa ia menatapnya. Alice berpikir mungkin Erickson terganggu dengan tatapannya, lalu ia beralih menatap lurus ke depan. "Saya hanya terkejut bagaimana bisa saya bertemu Pak Presdir di sini." Alice kemudian secara ragu-ragu kembali melihat Erickson.

Erickson menghentikan kegiatannya setelah mendengar ucapan Alice. Irisnya lalu bergerak melirik Alice. Ia diam sejenak, wajahnya tetap datar seperti biasanya, namun entah mengapa Erickson menatap Alice dengan amat lekat untuk sesaat dan itu membuat gadis di depannya semakin tak bisa mengetahui apa yang sedang ada di pikirannya saat itu. Dari sudut pandang Erickson, terlihat air mata Alice yang masih tersisa di wajahnya yang terlihat jelas dari jarak pandang Erickson.

Arthur yang sejak tadi diam dan membiarkan dua orang di belakang itu berbicara kini melirik Alice dan Erickson bergantian sebelum kembali fokus pada jalanan. Ia sebenarnya takut mood Alice malah semakin buruk karena salah paham dengan diamnya Erickson. Sebab ia lihat pria itu tak ada niat untuk membuka mulutnya.

Saat ini, Alice berpikir kebetulan macam apa yang terjadi saat ini sehingga ia bisa masuk ke dalam mobil yang awalnya ia berniat hanya. untuk memanggil taksi. Bahkan tak pernah terbesit bahwa ia malah akan menaiki mobil dari atasannya. Lalu bagaimana penjelasan akan kebingungan Alice saat itu?

Sebenarnya kurang lebih tiga puluh menit yang lalu, Erickson bersama Arthur yang saja mengakhiri pekerjaan mereka hari itu memutuskan akan mengisi perut di salah satu cafe rekomendasi salah satu client mereka. Arthur pun tampak bersemangat saat menghidupkan mobil untuk mengantar mereka sampai ke tempat tujuan. Bahkan selama di perjalanan, Arthur mengingat kembali menu-menu yang disebut oleh client mereka itu untuk dipesan saat mereka tiba nanti, berbanding terbalik dengan Erickson yang tengah berpangku tangan menatap jalanan yang masih ramai melalui kaca mobil.

Sesampainya di sana, mereka dibuat heran dengan para waiters yang harusnya menyambut mereka malah sibuk berbisik-bisik, ditambah para pelanggan yang juga melakukan hal yang sama, terlebih lagi mereka semua menatap ke arah yang sama.

Meski awalnya Erickson acuh dengan situasi itu, namun ekor matanya menangkap sosok wanita yang terlihat akrab yang berada persis dengan arah tatapan orang-orang itu. Erickson menyenggol lengan Arthur yang masih kebingungan dengan sikunya dan menunjuk ke arah yang dimaksudnya sambil berjalan maju dua langkah.

Erickson mengenal baju yang dipakai wanita itu serta kuncir rambut yang menempel di rambut hitam panjang tersebut. Itu penampilan yang masih cukup segar dalam ingatannya, itu adalah penampilan wanita yang terakhir dilihatnya sebelum keluar dari kantor.

Arthur yang disampingnya terlihat menyipitkan matanya sebelum kemudian ia berseru dengan sedikit terkejut. "Itu… bukankah itu Alice?"

Bab terkait

  • Love is Dangerous   8. Pulang

    Ucapan Arthur seolah meyakinkan ingatan Erickson bahwa ia memang familiar dengan wanita itu dan secara tak langsung mengukuhkan dugaannya.Di sana, Alice tengah berdiri membelakangi Arthur dan Erickson. Dihadapannya dua orang yang tak dikenal sedang menatap Alice. Insting dalam diri Erickson berkata bahwa ada yang salah dengan tatapan kedua orang itu, terutama sesosok wanita yang bersembunyi dibalik tubuh pria itu menunjukkan ekspresi yang seakan menertawakan Alice. Sedangkan pria di sampingnya terlihat marah dan kesal.Tak butuh waktu lama bagi Erickson mengerti apa yang tengah terjadi di sana. Suasana yang tampak canggung dan tegang, dua orang tak dikenal yang keduanya menatap Alice, hingga tatapan Erickson yang tadi tak sengaja turun ke lengan Alice dan mendapati wanita itu mengepalkan tangannya dengan begitu erat sampai tangan itu nampak gemetar hingga ke seluruh tubuhnya menampakkan bahwa Alice tengah menahan emosinya.Arthur yang masih belum mengerti apapun hendak mengajak Ericks

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Love is Dangerous   9. Berterima Kasih

    "Terima kasih, Presdir." Alice membungkukkan sedikit kepalanya lalu bersegera keluar dari mobil sang atasan segera setelah dirinya melihat apartemennya kini sudah berada di depan matanya. Tak lupa ia ikut memberi salam pada Arthur dengan sedikit anggukan kepala.Diambilnya langkah dengan tergesa-gesa dan berjalan memunggungi mobil tersebut. Tak berani dirinya membalikkan badannya hingga terdengar di telinganya gesekan ban dan mesin mobil yang sudah melaju. Barulah di sana ia menghembuskan napasnya yang tanpa sadar ia tahan beberapa saat karena saat itu Alice merasakan perasaan malu yang beberapa saat sudah membuatnya lupa akan luka hatinya saat itu, ya hanya beberapa saat. Karena segera setelahnya, Alice kembali teringat akan patah hatinya yang dahsyat.Lantas ia bergegas menaiki elevator yang kini telah berada tepat di depan matanya tanpa menunggu waktu lebih lama lagi. Di sana, ia merasa tubuhnya sedikit lemas. Ia menyandarkan tubuhnya sedikit ke dinding elevator yang dingin hingga

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Love is Dangerous   10. Gadis Pilihan

    Alice menatap Erickson dari sudut matanya berkali-kali. Kejujuran Arthur bukannya melegakan dirinya, namun ia malah merasa tak enak hati pada Erickson. Sudah cukup ia merepotkan atasannya itu hingga harus mengantar dirinya yang menangis sesenggukan pulang ke apartemennya, pria itu malah mengizinkan dirinya untuk mengambil rehat dari pekerjaannya. Alice merasa ia tidak dalam keadaan yang baik, ia merasa kacau. Ia berpikir Vio bahkan menahan pekerjaannya. Bahkan sekarang, ia masih kesulitan untuk fokus.Sejak pagi tadi hingga sudah pukul empat sore ini pekerjaannya bahkan belum juga selesai. Ia yang biasanya bahkan bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya, bahkan ia bisa menyelesaikan deadline dengan sigap kini menghela napas berat. Tangannya beberapa kali mengusap tengkuknya yang entah itu disebabkan oleh keadaan emosionalnya yang sedang turun atau ia memang kehabisan tenaga, namun Alice merasa tubuhnya amat berat.“Kau bisa selesaikan besok jika kau lelah. Wajahmu terlihat pucat,

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-30
  • Love is Dangerous   11. Anting

    Melihat ayahnya yang tak juga mengalah dan terus saja memaksanya, Erickson pun menyanggupi ucapan ayahnya tersebut. “Saya tak semudah itu membawanya ke sini. Saya tak ingin membahayakan dirinya dengan membawanya ke rumah ini,” tegasnya dengan penuh tekanan pada kalimat terakhirnya seakan itu penuh makna. “Saya tak mungkin mengulangi kesalahan yang sama.”Ayahnya terdiam sesaat. Ia menatap Erickson dengan kaku sebelum kemudian berkata, “Bawa dia secepat yang kau bisa. Kau harus memperkenalkannya padaku sebelum terlambat.”Erickson berdecak kesal mendengar ucapan ayahnya. Itu bukan jawaban yang dia inginkan namun ia mungkin bisa mengulur waktu untuk beberapa saat dan beristirahat dari hari-hari yang dipenuhi oleh para wanita yang dikirim ayahnya.Setelah merasa bahwa percakapan itu sudah selesai, Erickson dengan cepat beranjak. Dihiraukannya suara ayahnya dari belakang yang memintanya untuk makan malam bersama. Yang ada di pikirannya hanyalah ia ingin segera keluar dari rumah itu. Sayan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Love is Dangerous   12. Penasaran

    Alice mengangkat sebelah alisnya dan bertanya-tanya mengapa pria itu berhenti di sebuah hotel. Apakah maksudnya urusan itu adalah sebuah meeting dengan seorang client? Atau malah sebuah hal yang bertolak belakang dengan dugaannya itu? Merasa tak kana mendapat jawaban hanya dengan menduga-duga, akhirnya ia menyuruh sang supir taksi untuk berhenti tak jauh dari mobil Erickson guna melihat situasi saat itu.Tak butuh waktu lama, Erickson terlihat keluar dari mobilnya, ia menghampiri seorang wanita yang berdiri di depan hotel. Wanita itu berpakaian seksi, sangat seksi dengan mini dress yang begitu pendek. Mata Alice terbelalak menyaksikan pemandangan di depannya itu. Wanita itu tampak seperti para gadis yang biasanya datang ke kantor Erickson. Bedanya, biasanya kebanyakan dari wanita yang datang akan ditolak dan diusir olehnya, tapi wanita ini sepertinya tidak begitu. Karena setelahnya, Erickson menyuruh wanita itu masuk ke mobilnya, meski terlihat agak terburu-buru. Anehnya wanita itu te

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Love is Dangerous   13. Kencan Buta

    Dirinya yang awalnya berniat mengabaikan pesan itu dan kembali mengikuti Erickson kini hanya mendengus pelan. Pasalnya, pada pesan yang baru saja dibukanya itu tertulis pertanyaan yang ternyata dikirim oleh sang ibu yang menanyakan keberadaan Alice. Alice lupa bahwa malam itu ia ada janji kencan buta yang diatur oleh ibunya. Sedangkan ia sedang berada di depan sebuah klub malam karena membuntuti bosnya yang pergi bersama seorang wanita.Setelah orang tuanya mengetahui perpisahan dirinya dan Vio, mereka terlihat khawatir pada Alice yang terus saja murung selama beberapa waktu. Akhirnya ibunya mengusulkan beberapa kencan buta yang mungkin diharapkannya menjadi pengobat hati Alice. Meski sang ibu tidak memaksa, namun Alice tak ingin menyia-nyiakan usaha ibunya sehingga biasanya ia akan pergi, namun malam ini rasanya Alice ingin menolak pertemuan itu.Setelah berpikir beberapa saat, gadis itu menghela napas panjang. Padahal sudah sedikit lagi ia bisa sukses menguntai Erickson. Meskipun ia

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Love is Dangerous   14. Panggilan

    "Bu, aku akan langsung ke kamar, hari ini aku akan menginap di sini. Aku terlalu lelah untuk pulang ke apartemenku." Alice berjalan lesu menuju kamar lamanya begitu saja setelah ia sampai. Bahkan ibunya tak sempat bertanya perihal kencan butanya hari itu. Mungkin karena sang bunda melihat wajah lelah anaknya membuatnya mengurungkan niatnya itu.Hari ini cukup melelahkan bagi Alice. Ia yang awalnya berniat untuk pulang ke apartemennya, terhenti karena desakan keinginan untuk mengekor Erickson yang pergi bersama seorang wanita lalu sekarang ia berada di rumah orang tuanya karena apartemennya berada lebih jauh dari tempat ia berkencan hari ini.Alice menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar tidurnya. Pikirannya mulai memudar dan hanya menyisakan sedikit ingatan samar tentang ia yang begitu konyol telah menguntit Erickson. Dipejamkannya matanya perlahan untuk menenangkan tubuh dan pikirannya yang tak berlangsung lama sebab kesunyian itu terpecah setelah gawai m

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Love is Dangerous   15. Bar

    "A-apa?" Alice tergagap, tak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Belum lagi itu merupakan sebuah kebenaran yang tak terbantahkan. Bagaimana Erickson tahu dirinya tadi berkencan? Meskipun bagi Alice itu sama sekali bukan kencan melainkan sebuah paksaan dari ibunya.Tanpa menunggu jawaban atas pertanyaannya, Erickson sudah berbalik dan berlalu seakan tak peduli, atau lebih tepatnya sedari awal ia mungkin tak berharap mendapat jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan itu.Alice yang menyadari pergerakan Erickson pun dengan tergesa segera berlari kecil menyusul bosnya itu dari belakang. Ia gelisah, belum sempat menjawab pertanyaan Erickson. Bagaimana jika Erickson salah sangka? Bagaimana jika Erickson mengira dirinya sehabis pulang dari kencan seperti yang ia ucapkan tadi?Alice mempercepat langkahnya dan berjalan mendahului Erickson. Dengan mantap ia berhenti di depan Erickson dan berbalik. Ia merentangkan kedua tangannya mencoba menghentikan Erickson.Mau tidak mau pria itu m

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17

Bab terbaru

  • Love is Dangerous   25. Apa itu kencan?

    Mobil Erickson sudah berhenti di depan apartemen Alice. Alice sudah hendak turun namun sebenarnya masih dilanda keingintahuan. Karena Erickson tidak memberitahunya alasan mengapa pria itu menanyakan kesibukannya malam besok."Sampai jumpa besok."Hanya kalimat itu yang ia dengar dari Erickson setelah dirinya turun dari mobil. Alice pun menelan rasa penasarannya. Ia mengangguk dan tak lupa berterima kasih.Mobil Erickson melaju tanpa ragu meninggalkan Alice yang masih berdiri menatap mobil hitam itu menghilang ditelan malam.***Erickson tengah duduk di meja kerjanya dengan wajah serius. Ia menatap sebuah kertas yang tergeletak diatas kotak besar di dalam ruangan tersebut. Sejak ia pulang dari mengantar Alice, ia sama sekali tak pergi kemana pun dan segera kembali ke apartemen. Saat ia kembali pun tak ada siapapun yang berada di apartemennya. Namun kini sebuah surat tergeletak dengan jelas di sudut meja yang bisa segera langsung tertangkap indera penglihatan Erickson. Terlebih lagi kot

  • Love is Dangerous   24. Candaan Erickson

    "Apa anda baru pulang?" Alice membuka mulutnya, mencoba mengganti topik pembicaraan mereka setelah dirinya menyadari sepertinya lawan bicaranya itu tak berniat sedikit pun untuk menjawab pertanyaannya tadi.Atmosfer yang masih terasa canggung. Disekeliling ada banyak orang memenuhi meja-meja di sana, sayangnya tak membuat Alice merasa lebih nyaman. "Yah, tapi untunglah. Kalau tidak, aku tidak akan tahu bahwa tunanganku sedang bersama pria lain." Erickson menggelengkan kepalanya dan berdecak menyayangkan.Itu terlihat palsu.Alice memejamkan mata, mengembuskan napas pelan. "Kenapa anda terus mengatakan tunangan?" Ia kesal. Padahal dirinya sudah berusaha mengganti topik mereka setelah Erickson tadi tidak mau menjawab pertanyaannya. Sekarang malah kembali menyinggung kata 'tunangan'. Alice merasa kata itu terlalu sering ia dengar beberapa hari belakangan."Karena kau tunanganku.""Masih belum. Bukankah masih ada waktu sampai sebelum jam 12 malam besok?""Berarti segera, bukan?""Itu bel

  • Love is Dangerous   23. Amarah Erickson

    Lengan kekar Erickson masih setia menempel di pundak Alice. Telapak tangannya yang dingin terasa menusuk ke dalam kulit bagian lengan atas Alice yang terekspos akibat gaun yang ia pakai hari ini menampilkan pundaknya dengan sempurna. Kini wajah Alice dan Erickson hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Dirinya kini bahkan bisa mendengar deru napas pria itu berpacu dengan degupan jantung miliknya yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.Mengapa Erickson berada di sampingnya? Memang tempat ini tak jauh dari kantor mereka, tetapi tetap saja itu tidak menjawab rasa penasaran Alice. Tidak jauh berbeda dengan dirinya, pria yang duduk di depannya pun memiliki keterkejutan yang sama. Dia terlihat membeku di tempat dengan mulut terbuka. Sepertinya dia tahu siapa yang tengah memeluk Alice saat ini."Erickson… Stewart…," ujarnya tak percaya menyebut nama Erickson. Wajahnya memucat. Sosok yang sebelumnya dia cibir dengan mulut yang sama, kini ia sebut namanya dengan ketakutan yang terpancar

  • Love is Dangerous   22. Makan siang bersama

    Ah, tidak. Saat ini yang terpenting adalah membuat mereka tidak makan di sana. Alice memutar otaknya. "Bagaimana kalau makan di luar saja? Saya rasa akan sedikit ramai di sana karena sepertinya kita orang terakhir yang datang." Alice berpura-pura melirik jam di tangannya untuk memperkuat alasannya. Padahal ia sama sekali tidak memerhatikan arah jarum jam tangannya itu menunjuk ke mana.Namun, ternyata hal itu cukup berhasil. Erickson melirik jam di tangannya dan beberapa saat kemudian ia berkata, "Benar. Kalau begitu, kita makan di tempat lain saja." Erickson membalikkan badannya dan membuat Alice merasakan kelegaan setelah beberapa saat merasakan kepanikan."Bagaimana dengan restoran di belakang?" Alice dengan sedikit bersemangat menyarankan. Itu adalah restoran yang berada di belakang gedung perkantoran mereka, yang berjarak hanya dengan sebuah jalan kecil namun panjang yang berujung ke sebuah jalan besar. Restoran itu biasanya didatangi oleh banyak dari rekan kerjanya saat pulang k

  • Love is Dangerous   21. Waktu untuk berpikir

    Erickson sungguh tak menyangka bahwa ucapan Arthur malah benar adanya. Wanita di depannya ini tidak semudah itu untuk menyetujui. Lantas Erickson menyeringai tipis, ia memejamkan matanya seolah merasa puas.Berbeda dengan Alice yang kini malah bergidik ngeri melihat Erickson menampakkan senyum yang menurutnya menyeramkan. Bagaimana tidak, sebelumnya pria itu terlihat mengernyit tak senang, namun sedetik kemudian dia malah tersenyum menyeringai.Tanpa memedulikan ekspresi Alice yang terlihat jelas di matanya, Erickson dengan santainya berujar, "Mengapa kau ragu-ragu? Bukankah ini cukup menguntungkan bagimu?""Meskipun tidak banyak yang mengetahui tentang kandasnya hubungan saya, tapi tetap saja, hal ini terlalu tiba-tiba. Orang-orang pasti akan sama terkejutnya seperti saya saat ini."Erickson sedikit memicingkan matanya. Lalu ia tertawa kecil. "Jadi apa kau ingin menolak?" ujarnya memancing. Diperhatikannya dengan seksama wajah Alice yang sedang kebingungan.Alice menelan ludahnya saa

  • Love is Dangerous   20. Syarat

    Keheningan menyelimuti. Alice masih cukup linglung untuk bertanya pada Erickson yang saat ini masih mengawasinya dalam diam.Tidak pernah terpikirkan olehnya hal seperti itu akan datang kepadanya. Terlebih lagi dari orang yang dia hormati itu. Ini terlihat tidak nyata. Apa ini mimpi?"Anda bercanda, kan?" ucapan yang hanya ia katakan dalam hatinya ternyata lolos dari mulutnya. Ia sangat ingin memastikan. Dengan sedikit perasaan segan yang menyelimuti, Alice perlahan menatap manik Erickson yang ekspresinya masih sama; datar. Namun, Alice tahu bahwa tidak ada candaan dalam mimik muka itu. "Meskipun aku memberimu kontrak seperti ini, tapi tenanglah, ini bukan kontrak yang mengekang atau memiliki batas waktu," Erickson akhirnya mengeluarkan suaranya setelah memilih bungkam dan sejak tadi setia mengawasi Alice yang kebingungan. Ia lalu menyuruh Alice membaca isi dari kontrak itu dengan gestur tangannya. Jika gadis itu terus saja terperanjat, maka pembicaraan mereka ini tidak akan selesai b

  • Love is Dangerous   19. Maukah kau menjadi tunanganku?

    Jam makan siang telah tiba dan Arthur sudah keluar lebih dulu, hanya menyisakan Erickson yang masih berada di kursi besarnya. Sebelum keluar, Arthur berkali-kali mendiktenya agar berbicara dengan sungguh-sungguh tanpa mengintimidasi. Apa-apaan maksudnya? Memangnya dia hendak memangsa si gadis? Kening Erickson berkerut. Ia merasa Arthur semakin tak sopan beberapa waktu belakangan ini."Apa dia pikir aku ini anak kecil?" Erickson berdecak kesal. Mengintimidasi? Mengapa kata itu sering kali terdengar di telinganya? Ia merasa tak pernah mencoba mengintimidasi lawan bicaranya. Ia hanya berbicara normal. Memangnya berbicara normal itu mengintimidasi? Ia menghela napas dengan kasar. Disandarkan punggung ke kursinya. Ia mengetukkan telunjuknya ke meja kerjanya, menimbang-nimbang hal yang harus dilakukannya.Tak lama kemudian, ia membenarkan posisi duduknya menjadi sedikit tegap ke depan. Lalu ia menatap ke luar ruangannya beberapa saat sebelum akhirnya meraih ponselnya yang hanya berjarak sat

  • Love is Dangerous   18. Pesan

    “Jadi, bagaimana semalam?”Alice menoleh lalu mengernyit kaget melihat Siska yang sudah berada di sampingnya. Semalam dia memang sempat bercerita pada Siska sebentar dalam teleponnya sebelum dirinya terlelap.“Apanya?” Alice berpura-pura tak tahu. Mereka berada di dalam elevator dengan beberapa orang lain yang tak dikenali. Bagaimana bisa mereka bercerita tentang hal-hal pribadi di tempat umum? Alice hanya mengacuhkan Siska yang masih saja bersemangat meminta penjelasan darinya.“Tidak ada yang terjadi. Kebetulan aku dan dia sama-sama keberatan dengan kencan buta. Jadi kami mengobrol sebentar lalu pulang." Jawaban Alice baru keluar dari mulutnya setelah mereka sampai di dalam kantor. Alice mendudukkan dirinya di kursi kerjanya begitu pula dengan Siska yang mengekorinya dan duduk di kursi sebelah yang pemiliknya belum terlihat batang hidungnya sama sekali meskipun suasana pagi itu sudah cukup ramai.Alice melirik ruang kerja Erickson yang masih kosong, tampaknya pria itu belum datang. H

  • Love is Dangerous   17. Kebersamaan yang hanya sebentar.

    "Saya hanya berpikir mengapa Presdir mengajak saya ke sini… apa… apa ada yang bermasalah dengan pekerjaan saya?"Alice berbohong untuk menutupi kegugupannya. Jika Erickson bisa membaca pikirannya saat ini pasti dia sudah habis ditertawakan. Image-nya di mata Erickson juga pasti akan hancur. Beruntung Erickson tak memiliki ilmu membaca pikiran seperti yang ada di film-film fantasi.“Mengapa kau berpikir ini soal pekerjaan?" Erickson menaikkan sudut bibirnya dan sedikit memiringkan kepalanya. Ia diam dan mengamati wajah Alice, menunggu gadis itu menjawabnya. Entah mengapa dirinya merasa tertarik melihat kebingungan gadis itu.Alice menggigit bibirnya, ia bingung harus menjawab apa. Jika bukan masalah pekerjaan, lantas mengapa mereka datang ke sana di larut malam, protesnya dalam hati. Hingga tatapannya tertuju pada pakaian Erickson dan memberikannya sebuah ide.Wajah Alice sedikit lega. "Karena Presdir masih menggunakan pakaian yang dikenakan saat berada di kantor hari ini," jawab Alice

DMCA.com Protection Status