'' Teng,teng,teng.''
Anak-anak berseru girang saat terdengar bel istirahat berbunyi. Satu persatu anak-anak mulai meninggalkan kursinya, kemudian mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sedang Alya dan ketiga temannya berjalan santai ke kantin.
''Bang, saya pesen bakso tiga yah," pinta Syiffa sambil mengacungkan ketiga jarinya. "Al lo mau?"
'' Gue minum aja deh,'' jawab Alya singkat.
Amel berseru girang saat abang tukang bakso membawa tiga mangkuk bakso yang di bawanya di atas nampan. Mata dan lidahnya mulai tidak tahan untuk segera menyantap bakso yang sudah ada di depan mata.
'' Hajaar!!'' seru Amel, bersiap menghabisi bakso yang ada di depannya.
Tapi beberapa menit kemudian, suasana kantin menjadi bertambah riuh saat sekelompok anak laki-laki masuk ke kantin, dan membuat sedikit keributan.
Mata Alya terbelalak saat melihat salah satu anak laki-laki yang ada di kelompok itu. Alya mengenali salah satunya, anak itu yang menolongnya tadi pagi.
''Al, mereka itu yang paling rese di sekolah ini, " Rara mengalihkan fokus Alya yang duduk di sampingnya, sambil melirik ke arah cowok-cowok itu. "mentang-mentang mereka senior, mereka suka bertindak seenaknya."
''Liat tuh yang duduk di atas meja, namanya leon, dia Play boy," Syiffa menunjuk kearah leon dengan suara pelan." kalau yang duduk di sampingnya Nino, dia anak yang paling banyak masalah disini. Kalau yang lainnya cuma pengikutnya doang."
"Masalah apa ?'' tanya Alya penasaran.
''Malak, bolos, ngerokok, tawuran, pokoknya banyak deh," jawab Syiffa, kemudian menyeruput minuman yang ada di hadapannya.
"Hah?'' Serius separah ituh? '' tanya Alya sambil melirik Nino.
"Ya iya."
"Terus, kenapa mereka enggak di keluarkan dari sekolah?''
''Seharusnya," jawab Syiffa datar kemudian menoleh kearah Nino." Tau deh, yang gue dengar bokapnya itu kenal baik sama Pak kepsek. Mungkin itu alasan kenapa tu anak enggak di keluarin."
Alya terdiam sejenak, dia kembali melirik Nino. Sebenarnya Alya sudah bisa menebak parahnya gimana anak itu, apalagi Alya sudah melihat secara langsung Nino tawuran di depan matanya. Tapi Alya tidak menyangka, kalau Nino ternyata lebih parah dari yang ia bayangkan .
"eh buat gue yah?''Alya melihat Nino merebut makanan anak perempuan yang ada di sampingnya.
''Tapi ka, itukan punya sayah?" jawab anak itu mengiba.
"Buat gue sajah, kamukan bisa beli lagi?'' Nino mengambil mangkuk anak itu dan mengedipkan matanya, sambil tersenyum licik kearah anak perempuan itu.
''Iya ka boleh deh."
Anak perempuan itu seketika luluh oleh kedipan Nino. Alya terbengong, wajahnya terlihat heran saat melihat tingkah pahlawannya itu.
'' Makannya udahkan?'' tanya Alya, bersiap untuk pergi.
'' Santai saja, jam istirahat masih lama ko.'' sahut Rara, setelah menyantap bakso terakhir yang ada di mangkuknya.'' Emmm ... gue keperpus yah!'' ujar Alya sambil berdiri, bersiap meninggalkan ketiga temannya yang belum selesai menikmati bakso yang mereka pesan.
'' Maaf Al, perpus bukan tempat kita. Gue suka pusing kalau berada di perpus,'' canda Amel. sedang Alya tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan mereka.
Alya si anak baru masih terlihat bingung dengan tempat-tempat di sekolah barunya. Alya belum mengetahui dimana letak perpustakaan.
Alya mendengus kesal sambil bertolak pinggang. Mata Alya terus menatap setiap kelas di sekolah barunya.
'' Hai!''
Alya reflek menoleh, saat ia mendengar seseorang menyapa.
'' Lo nyari gue yah?'' tanya Nino sambil tersenyum lebar, sedang kedua alisnya ia taikan secara bersamaan. Sedang Alya terdiam, ia terlihat kurang nyaman dengan adanya Nino.
'' Siapa lagi yang nyari lo,'' bisik Alya sambil membuang muka.
'' Seharusnya lo berterima kasih sama gue. Kalau gue enggak nolongin lo tadi, lo mungkin jadi korban anak-anak itu,'' ujar Nino,'' tapi lo enggak usah khawatir, gue enggak akan minta lo buat membalas budi."''Gue Nino.''
Alya menatap tajam Nino yang mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. Alya tidak merespon, Alya malah hendak pergi.
'' Hati-hati ... lo mungkin sekarang cuek. Enggak tau kalau nanti pulang sekolah, atau besok. Tapi yang jelas, gue akan selalu terbuka kalau lo berbuah pikiran, dan mau kenal sama gue.''
Alya berhenti sejenak, Alya menarik napas kemudian menatap tajam Nino yang berdiri di belakangnya, sedang Nino tersenyum lebar saat Alya menatapnya.
'' Jadi orang jangan kepedaan,'' tutur Alya, kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan Nino yang masih menatap Alya.
'' Bruug!''
Alya menggebrak meja saat ia masuk kekelas kemudian duduk di kursi.
'' Tu anak nyebelin banget sih!'' gerutu Alya, sedang ketiga sahabatanya malah saling tatap terlihat bingung.'' Siapa Al?'' tanya Syiffa.'' Anak yang tadi rese di kantin,'' jawab Alya kesal, sedang ketiga sahabatnya terlihat sedang menerka, siapa yang di maksud oleh Alya.'' Leon apa Nino?'' tanya Rara.''Nino.'''' Emang si Nino ngapain lo, sampai lo kesal kaya gitu?'''' Ya ... enggak berbuat apa-apa sih. Tapi tingkahnya tengil banget.'''' Hahaha,'' Rara tertawa geli, sementara Syiffa dan Amel hanya tersenyum tipis sambil saling menatap. '' Al, selamat datang di SMA Bina Negeri. Dan lo harus banyakin sabar, kalau melihat tingkah Nino di sekolah ini. Dia itu anaknya bukan hanya rese, tapi juga tengil. Jangankan lo, guru-guru saja sampai angkat tangan kalau berhadapan sama dia.'''' Teng,teng,teng''
'' Yah, sudah masuk lagi,'' Amel menggerutu saat ia mendengar bel masuk berbunyi.
Tidak lama kemudian Pak Wawan guru Agama masuk, yang membuat anak-anak terdiam dan fokus dengan apa yang di sampaikan oleh Pak Wawan.
Sementara di gudang sekolah sana. Nino sedang asik dengan lamunannya, entah kenapa Alya muncul di kepalanya saat itu. Sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang ada di sana, senyum Nino mengembang, wajahnya berseri, matanya menatap langit, tapi terlihat pandangannya kosong.
Haaah ... cantik sih, tapi jutek dikit, sok jual malah. Tapi kayanya lucu juga kalau gue kerjain dia, batin Nino.
Nino bangun kemudian duduk di kursi itu. '' Pokoknya gue jamin, dalam waktu satu minggu lo enggak bakalan betah di sekolah ini,'' ucap Nino kemudian tersenyum miring.
Langkah kaki terdengar di gudang itu. Langkah kaki itu semakin jelas terdengar, semakin mendekat dan semaki jelas. Nino berdiri kemudian berlari ke balik pintu untuk bersembunyi.
'' Plak!!''
'' Auuww!!'' teriak Leon saat Nino memukul kepalanya. '' Lo ngapain sih, mukul kepala gue, sakit tau.'''' Ya sorry ... gue pikir guru, makanya gue sembunyi.''
Leon berjalan pelan sambil mengusap kepalanya yang masih terasa sakit, kemudian duduk di kursi.
'' Pak Sofyan nanyain lo!''
'' Apa katanya?'''' Dia bilang, kalau lo enggak masuk sekali lagi, lo bakalan di kasih nilai merah.'''' Teserah,'' jawab Nino santai.'' Merah ke, kuning ke, gue enggak peduli. Apalagi katanya?'''' Enggak ada, cuma itu doang,'' Leon berdiri,'' pulang yu, ngapain lo mojok disini kaya buronan,'' ajak Leon sambil meledek.Di depan sana. Anak-anak sudah mulai berhamburan keluar kelas, begitu juga dengan Alya dan ketiga temannya. Mereka berjalan pelan sambil bergandengan tangan, sesekali terdengar tawa di antara mereka.
''Eh, gue ketoilet dulu yah," ucap alya sambil menunjuk kearah toilet. "kalian pulang duluan yah.''
" Enggak apa-apa kita tinggal,?'' tanya Syiffa ke Alya, sedang Alya mengangguk yakin.
'' Enggak apa-apa, gue bukan anak kecil yang harus di tungguin.'''' Ya sudah, kita pulang duluan, sampai jumpa besok,'' ujar Syiffa, kemudian melambaykan tangan.Alya masih menatap ketiga temannya yang berjalan bersama meninggalkan sekolah. Kemudian Alya berjalan ke toilet, tampak suasana sekolah sudah mulai sepi, karena sebagian siswa sudah ada yang pulang duluan.
Tapi sebelum Alya tiba ketoilet. Di hadapannya ada dua orang anak laki-laki yang sedang melakukan pemalakan. Dan kedua anak itu Alya tau namanya, mereka adalah Nino dan Leon.
Anak yang di palak Nino dan Leon sudah terlihat tidak berdaya, dompetnya sekarang sudah berpindah ke tangan leon. Alya melihat beberapa lembar uang di ambil dari dalam dompet, kemudian di masukan ke dalam saku celana Leon.
Nino dan Leon terkejut melihat Alya berdiri mematung melihat aksi mereka. Kemudian mereka menghampiri Alya, Alya mundur dua langkah, kakinya mulai gemetar, Alya melihat kesekeliling koridor sudah sepi, matanya sudah tidak melihat ada orang lain selain mereka berdua. Bahkan anak yang tadi kena palakpun sudah kabur entah kemana.
"Lo mau ngelaporin kita?'' tanya Nino mengawali pembicaraan. " Enggak ngaruh, gue sudah berulang kali di laporin. Jadi percuma kalo lo ngelaporin gue."
Seketika Alya teringat ucapan Syiffa. Nino sudah berulang kali berulah, tapi enggak di keluarin juga.
Tubuh Alya mulai gemetar, tangannya mulai dingin. Pikiran-pikiran negatif mulai muncul di kepalanya. Tapi mata Alya masih mencoba memberanikan diri menatap Nino, yang berdiri tegap di hadapannya.
Nino tersenyum miring saat melihat Alya ketakutan. Timbul pikiran jail dalam otaknya, saat melihat Alya seperti itu.
Nino semakin mendekat, sementara Leon sudah berpindah berdiri di belakang Alya. Nino semakin mendekat, sempai Nino dan Leon berhasil membuat Alya terpojok ke dinding.
Napas Alya semakin tidak beraturan, saat Nino dan Leon berhasil membuat Alya terpojok berada di tengah-tengah mereka. Kedua tangan Alya di silangkan ke dada sebagai bentuk pertahanan, sepersekian detik terbesit pikiran negatif muncul di kepala Alya.
'' Kalian mau ngapain?'' tanya Alya ketus, saat melihat Nino membuka ikat pinggangya. Matanya menatap tajam Nino, ada rasa takut dalam diri Alya.
'' Pegangin Leon.''
APA!!! ya Tuhan, apa yang akan terjadi sama gue, batin Alya.
Alya mencoba berontak saat Leon memegangi kedua tangannya. Tapi percuma, tangan Leon lebih kuat dari tangan Alya.
'' Kalian mau ngapain? Lepasin gue!'' teriak Alya sambil berusaha melepaskan diri.
Tatatapan Nino semakin tajam, tangannya terus berusaha membuka ikat pinggangnya. Sampai kemudian Nino secara cepat menurunkan celana yang ia pakai sampai kelutut.
'' AAAAA!!!!''
Alya berteriak sekencang mungkin sambil memejamkan mata. Alya tidak mau melihat sesuatu yang mungkin akan menakutkannya.
'' Lo bukan selera gue, jadi jangan kegeeran. Lo pikir gue nafsu melihat tubuh lo? Enggak sama sekali,'' ejek Nino, kemudian tersenyum pelan lalu tertawa. " Tadi gue sudah nolongin lo, kalo lo mau tutup mulut, berarti kita impas," bisik Nino di telinga Alya sambil bersiap pergi.
Alya membuka matanya secara perlahan, wajah Alya pucat, matanya terlihat memerah. Sedang Nino tersenyum lepas penuh kemenangan sambil melepas celana sekolahnya.
Rupanya Nino memakai celana dua, yang didalam Nino memakai celana jeans. Nino sengaja mengerjai Alya dan Nino sukses membuat Alya kesal di buatnya.
'' Kalian pikir lucu? lucu yah ... kalian senang saat melihat orang lain ketakutan karena ulah kalian?'' tanya Alya dengan nada tinggi di kalimat terakhir.
Alya menangis, butiran air mata yang tertahan dari tadi sekarang meluncur deras di pipinya. Alya beranjak cepat dari tempat itu, kakinya ia langkahkan secepat mungkin meninggalkan Nino dan Leon.
Sementara Nino hanya terdiam saat melihat Alya menangis. Entah kenapa timbul rasa sesal dalam diri Nino.
'' Cengeng banget tu cewek,'' Nino menggerutu, Nino mencoba membuang rasa sesalnya. Nino tetap dengan keegoisannya, tidak mau peka terhadap keadaan sekitar. Sedang Leon yang berdiri di samping Nino, hanya tersenyum miring.
Alya terus berjalan cepat, Alya ingin sesegara mungkin meninggalkan tempat itu. Tapi saat Alya berjalan di halaman sekolah, tidak sengaja Alya menendang sebuah buku, Alya mengambil buku itu.
Mata Alya menatap kesekeliling tempat itu, tidak ada siapa-siapa, sudah sepi, tidak ada seorangpun yang terlihat. Hanya ada pak mamat yang sedang berjaga di pos depan, Alya memasukan buku itu kedalam tas, Alya membawanya pulang tanpa membuka buku itu.
Di kamarnya, Alya mencoba membuka buku yang ia temukan tadi siang di halaman sekolah. Ia buka secara perlahan, Alya penasaran dengan isi buku tersebut, walau sebenarnya dia sungkan, karena itu bukan miliknya. Rasa penasaran yang menghinggapinya membuat Alya terpaksa bersikap lancang dan membuka buku tersebut. Alya tersenyum saat melihat ada beberapa Foto yang membuatnya tersentuh. Di dalam foto tersebut, ada seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang masih kecil sedang di peluk oleh seorang perempuan, yang di perkirakan berusia tiga puluh lima tahunan. Sampai kemudian Alya teralihkan pandangannya, saat melihat anak laki-laki tadi sudah beranjak remaja. Alya mengenali anak itu, walau anak itu di perkirakan masih berusia tiga belas tahunan, tapi Alya mengenalinya dengan jelas. '' Nino.'' gumam Alya saat melihat foto anak itu, kemudian Alya tersenyum tipis. Alya kembali membuka lembar demi lembar buku itu, sampai kemudian Alya menemukan sebua
Nino tersenyum sekaligus bertanya-tanya, saat ia menemukan Bukunya yang hilang ternyata ia temukan di motornya sendiri. Nino melihat kesekeliling tempat itu, tidak ada satu anakpun yang terlihat mencurigakan. Nino mengambil buku itu. Dia buka helai demi helai buku diarynya, tidak ada yang hilang ataupun hal yang aneh. Sampai akhirnya secarik kertas terjatuh dari buku itu, Nino mengambil kertas itu, kemudian membaca tulisan yang ada di dalamnya. Hidup itu tidak akan bisa lepas dari bayang-bayang, sampai kapanpun akan terus mengikuti. Kita nggak akan bisa menghindar dari bayang-bayang itu.Kecuali kalo kita hidup dalam kegelapan, mungkin kita bisa menghindar. Terus hidup dalam kegelapan juga bukan solusi,suatu saat kita juga perlu cahaya biar hidup kita berwarna.Tapi resikonya kita akan selalu di ikuti oleh bayangan itu,kita cuma butuh nerima, nerima kalo bayangan itu bagi
Alya merasa Nino masih marah kepadanya. Karena sejengkel apapun Alya kepada Nino, tidak seharusnya ia menyinggung mamanya Nino yang sudah tiada. '' Nino,'' panggil Alya dan Nino berhenti. Alya mencoba mendekati Nino yang sedang berdiri di hadapannya, ada yang harus ia luruskan dengan Nino. '' Gu-gue minta maaf ... soal omongan gue soal nyokap lo. Gue enggak tau kalau nyokap lo sudah enggak ada,'' jelas Alya,'' Tapi semuakan gara-gara lo juga. Kalau lo enggak bikin gue jengkel, gue enggak akan menyinggung soal nyokap lo.'' Nino tersenyum miring, kemudian berbalik menghadap Alya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat serius saat melihat Alya. '' Lo minta maaf ... tapi kemudian lo menyalahkan gue!'' seru Nino,'' lo serius minta maaf enggak sih? Kalau lo enggak serius minta maaf mendingan enggak usah.'' '' Tapi ...'''' Enggak perlu minta maaf!!'' teriak Nino yang memotong ucapan Alya kemudian pergi. ''Iiiiih ... egois banget sih jadi manus
'' Happy Birthday to you ...happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you.'' " Selamat ulang tahun sayang.'' Alya reflek mendongakan kepalanya, saat ia membuka pintu kamar hendak pergi kekamar mandi. Ayah dan Bundanya sedang berdiri di depan pintu dengan kue ulang tahun di tangan. Mata Alya yang awalnya malas untuk terbuka, sekarang terbuka lebar dan menatap kedua orang tuanya haru. Alya terdiam, alya benar-benar terharu atas kejutan yang di berikan oleh ayah bundanya. Alya langsung memeluk Ayah Bundanya dengan penuh Cinta. " Terima kasih Ayah, Bunda,'' kata Alya sembari tersenyum, tapi kemudian wajahnya mengernyit.''Berarti yang tadi malam Alya dengar, benar-benar suara Ayah dong?'' Pak Alfin dan Bu Sania saling tatap, kemudian tersenyum. '' Iyah, Ayah sengaja sembunyi. Kan mau ngasih kamu kejutan! kalau Ayah sampai ketahuan, kejutannya bisa gagal dong.'' '' Tapi tetap saja Alya kecewa, Alya merasa di bo
Di hari ulang tahunnya, Cindy harus memendam dua kesedihan sekaligius. Pertama, harapan Cindy untuk melihat kaka dan papanya bisa akur sekarang pupus sudah. karena Nino menolak untuk berdamai. Dan masalah yang paling berat yang Cindy alami adalah masalah kedua. Masalah ini sangat sulit untuk Cindy ceritakan ke siapapun. Malam itu Cindy menangis di kamar, anak itu memiliki masalah yang sulit untuk dia selesaikan. Bahkan yang biasanya dia selalu menceritakan semua masalahnya ke Pak Arif dan Nino, untuk masalah ini Cindy tidak berani. Bahkan merasakan ketakutan yang teramat sangat. Beruntungnya di rumah itu masih ada sosok lidya. Walau bukan ibu kandungnya, tapi nalurinya sebagai perempuan membimbingnya untuk peka terhadap masalah yang sedang di hadapi oleh anak tirinya. Perempuan itu merasakan ada sesuatu yang aneh dari prilaku Cindy beberapa hari terakhir ini. Cindy memang beberapa terakhir ini tidak seperti biasa, dia terlihat lebih murung & serin
Nino termenung di kamarnya. Nino masih menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Cindy. Nino berjalan keluar kamar, Nino menengok Cindy di kamarnya, dia masuk secara perlahan, Nino melihat adiknya itu sudah tertidur pulas. " Kaka minta maaf. Kaka belum bisa menjadi kaka yang baik. " Di belainya rambut sang adik penuh kasih sayang. Nino berdiri, tapi seketika matanya teralihkan ke handphonenya Cindy yang tergeletak di atas meja. Ada rasa penasaran yang mengusik pikirian Nino terutama tentang Dewa. Dengan hati-hati, Nino membuka handphonenya Cindy, terutama isi Chat W******p. Mata Nino terbelalak seketika saat membaca isi Chat Itu, tangannya semakin mengepal dan urat di wajahnya semakin menegang saat Nino membaca isi Chat dari Dewa yang terkesan merendahkan Cindy. Nino meletakan handphonenya kembali di atas meja, kemudian keluar kamar. Tanpa sepengetahuan Nino, Cindy ternyata masih terjaga dan mengetahui apa yang di lakukan oleh Nino. Ada ke
'' Buat apasih Video itu?'' tanya Ucup heran.'' Sudah, lo enggak perlu tau,'' jawab Nino,'' gue kirim videonya ke handpone gue, terus video di handpone lo gue hapus.'' Ucup masih terlihat bingung dengan apa yang di lakukan oleh Nino. Ucup tidak tau apa yang sedang di rencanakan oleh Nino pada Alya, Ucup hanya di perintahkan oleh Nino untuk merekam kejadian saat Alya tadi berebut kunci dengan Nino. Dan beruntungnya Nino, ia mendapatkan Video saat Alya terjatuh dan mencium pipinya. Kemudian Nino melihat Alya mulai menjauh dengan sepedanya, meninggalkan halaman sekolah. Nino bergegas berlari menuruni anak tangga satu persatu, Nino berlari cepat ke parkiran sekolah kemudian mengambil motornya. Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Nino segera menyakalan motornya kemudian mengejar Alya yang sudah menjauh. Beruntung, Nino melihat Alya dari kejauhan sedang menggoes sepedanya. '' Hai!'' sapa Nino, sedang Alya reflek menengok ke arah Nino.'' Ngapain
'' Alya kamu kenapa?'' tanya Bu Sania di luar kamar, saat mendengar teriakan dari Alya.'' Enggak apa-apa Bunda, ada kecoa aja.'' Tring. Mata Alya semakin terbelalak saat Nino mengirimkan video lagi. 0821 xxxxKerenkan Videonya? Apalagi kalau Video ini di tonton oleh anak satu sekolah. Ya Tuhan! Tenang Alya, tenang. Manusia aneh itu hanya menggertak, batin Alya. 0838 xxxxApanya yang keren? Gue malah jijik tau nggak. Hapus enggak Videonya. 0821 xxxxKenapa harus di hapus? Rugi kalau gue hapus, karena besok gue akan sebarin Video ini di sekolah. Alya memejamkan matanya, seketika pikirannya terasa berat saat memikirkan apa yang akan terjadi kalau benar Nino menyebarkan Video itu. Alya menarik napas, mencoba kembali mengumpulkan keberaniannya. 0838 xxxxLo pikir gue takut? Gue nggak takut. 0821 xxxxYakin? Gue pengen tau, seheboh apa di sekolah besok kalau Video ini tersebar. '' Aduh!'' Al