Di hari ulang tahunnya, Cindy harus memendam dua kesedihan sekaligius. Pertama, harapan Cindy untuk melihat kaka dan papanya bisa akur sekarang pupus sudah. karena Nino menolak untuk berdamai.
Dan masalah yang paling berat yang Cindy alami adalah masalah kedua. Masalah ini sangat sulit untuk Cindy ceritakan ke siapapun.
Malam itu Cindy menangis di kamar, anak itu memiliki masalah yang sulit untuk dia selesaikan. Bahkan yang biasanya dia selalu menceritakan semua masalahnya ke Pak Arif dan Nino, untuk masalah ini Cindy tidak berani. Bahkan merasakan ketakutan yang teramat sangat.
Beruntungnya di rumah itu masih ada sosok lidya. Walau bukan ibu kandungnya, tapi nalurinya sebagai perempuan membimbingnya untuk peka terhadap masalah yang sedang di hadapi oleh anak tirinya. Perempuan itu merasakan ada sesuatu yang aneh dari prilaku Cindy beberapa hari terakhir ini.
Cindy memang beberapa terakhir ini tidak seperti biasa, dia terlihat lebih murung & sering menyendiri di kamarnya.
Seperti yang terjadi malam ini. Cindy terduduk di lantai dengan wajah yang sedikit sembab, karena air mata yang terjatuh kepipinya. Dari mulutnya terdengar rintihan tangis yang sulit dia hentikan, anak itu berusaha meredam suara tangisnya. karena dia tidak mau ada orang lain yang mengetahui tentang kesedihan yang sedang ia alami..
Tapi tidak dengan lidya, sebagai ibu sambung Cindy, Lidya punya kewajiban untuk mengetahui apa yang sedang terjadi sama anak tirinya itu.
"Tok..tok..tok"
''Sayang, kamu sudah tiduryah? Kalau belum, tante boleh masuk enggak?" tanya Lidya lembut.
" Ada apa Tante? '' jawab Cindy lirih dengan suara sedikit bergetar.
" Sayang, ada yang Tante ingin bicarakan sama kamu? tante boleh masuk yah?''
Cindy berdiri, ia segera membereskan foto laki-laki yang sudah memberi luka dalm hidupnya. Foto-foto sudah tidak utuh, karena Cindy sudah merobeknya menjadi beberapa bagian kecil. Cindy memasukan Foto-foto itu ke sebuah kantong plastik dan di taruhnya di bawah tempat tidur.
Cidy menarik napas dalam kemudian berjalan pelan untuk membuka pintu, Tapi sebelum itu, ia menyeka air mata di pipinya yang sudah mengering, seolah ingin menghapus jejak kesedihan yang sedang ia alami.
" Iya Tante ada apa? tanya Cindy setelah membuka pintu, sedang Lidya tetap tenang dengan senyum di wajah.
'' Tante boleh masuk? Kita bicaranya di dalam.''
Cindy terdiam, keningnya mengkerut.'' Ada apa ya, Tante?''
Sekali lagi Lidya tersenyum.'' Tante cuma mau ngobrol saja sama kamu.''''Tante boleh masuk?'' tanya Lidya lagi saat melihat Cindy malah terdiam beberapa saat, Kemudian Cindy mengangguk pelan.'' Boleh Tante, Silahkan.''
Lidya tersenyum, kemudian mengikuti Cindy yang berjalan di hadapannya. Lidya menarik napas saat melihat kamar Cindy terlihat agak berantakan, Lidya tau pasti sudah terjadi sesuatu pada Cindy walau Lidya belum tau apa yang terjadi.
Cindy dan Lidya duduk berdampingan di tempat tidur di kamar Cindy. Lidya beberapa saat memperhatikan wajah Cindy yang terlihat sendu tidak seperti biasanya.
''Cindy,'' panggil Lidya pelan saat Cindy terlihat melamun. " Kalau kamu punya masalah? Kamu boleh cerita sama Tante. Tante siap mendengarkan dan Tante janji nggak akan cerita sama siapapun, termasuk sama papa dan kakamu. "
Mendengar ucapan dari Lidya, wajah Cindy kembali sayu, air matanya kembali mengalir keluar, dengan reflek Cindy memeluk erat Lidya.
" Tante...,'' Suara lirih di sertai isak tangis keluar dari mulut Cindy, ia semakin erat memeluk Lidya.
" Sayang, kamu maukan cerita sama Tante, siapa tau Tante bisa bantu? '' bujuk Lidya, yang kembali menghapus air mata yang mulai membasahi pipi Cindy .
"Aku takut Tante.''
Lidya menatap serius Cindy setelah Cindy berkata seperti itu. Nalurinya sebegai seorang perempuan mengatakan, sudah terjadi sesuatu dengan Cindy.
" Kamu nggak perlu takut ada Tante.Tante janji Tante akan membatu masalah kamu, " balas Lidya kemudian menggenggam kedua tangan Cindy.
Cindy masih belum mau berbicara, Lidya selalu tau tentang Cindy walau Cindy tidak bercerita. Entah kenapa, Lidya merasa anak tirinya itu sedang berada dalam situasi yang sulit dan Cindy memlih diam untuk saat ini.
Cindy membutuhkan kepercayaan untuk bercerita, dan Lidya siap memberikan itu. Meski Lidya tidak menjamin bisa menyelesaikan masalah yang sedang di hadapi oleh Cindy.
'' Cindy, kamu percaya sama Tantekan?''
Dengan tatapan sendunya, Cindy memberanikan menatap Lidya, ada kehangatan yang ia rasakan saat melihat wajah Ibu tirinya itu.
" Aku hamil tante."
Lidya tersentak, perempuan itu berusaha mengendalikan pikirannya. Lidya memejamkan mata, kemudian dia menghela napas berulang kali.
'' Kamu hamil?'' tanya Lidya pelan, sedang Cindy malah tangisnya semakin terdengar. Cindy mengambil tespek yang ia sembunyikan di bawah bantal, 'positif ' mata lidya semakin melebar setelah membaca hasil tespek itu.
"Siapa yang sudah menghamili kamu, Nak?''
" Dewa, Tante! " Cindy kembali terisak saat menyebut nama lelaki itu.
Lidya berdiri, kedua tangannya berusaha menutupi wajahnya. Perempuan itu berusaha menghilangkan sesak yang ada di dada. Lidya kembali duduk di samping Cindy, perempuan itu kemudian mencium kening dan kedua tangan gadis itu, tidak lupa perempuan itu juga memeluk tubuh imut gadis itu.
" Sayang, kamu harus cerita sama papa," Ucap perempuan itu .Cindy menggelengkan kepala tanda tidak menyetujui usulan dari ibu tirinya itu. ''Sayang, kamu nggak bisa menyembunyikan masalah ini, cepat atau lambat papa sama kakamu pasti akan tau.''
" Cindy takut, Tante!''
Cindy benar-benar dalam di lema saat ini. Ia tidak tahu apakah harus bercerita atau tidak tentang masalah yang sedang di hadapinya.
" Sayang, kamu tenang sajah ada Tante, biar tante yang berbicara sama Papamu ," jelas Lidya, sambil mengusap rambut Cindy. " Percaya sama Tante, kamu pasti baik-baik sajah.Tante percaya, Papa kamu pasti mau menerima keadaan kamu," Cindy mengangguk mempercayai ucapan ibu tirinya.
"Ya sudah sekarang kamu tidur, kamu istirahat yah.''
Lidya berhasil menenangkan Cindy, Lidya juga berhasil membujuk Cindy supaya mau bercerita ke Papanya. Ada rasa sayang yang di tunjukan oleh Lidya kepada Cindy, dan itu yang membuat Cindy percaya kepada Lidya.
Lidya membelai rambut Cindy dengan penuh kasih sayang, ia rapikan selimut yang menutupi tubuh Cindy. Lidya berdiri, kemudian berjalan perlahan keluar kamar dengan membawa perasaan yang tidak menentu. Lidya berfikir, apa yang akan terjadi esok hari, saat ia menceritakan semunya pada suaminya.
Lidya tidak bisa membayangkan perasaan suaminya, pasti akan hancur saat mendengar kabar tentang anak gadisnya. Anak perempuan kesayangannya, anak peninggalan dari mendiang istrinya, apalagi anak itu usianya masih 15 tahun.
********************
Esok harinya.
Lidya berusaha mengumpulkan semua anggota keluarga yang tinggal di rumah itu, termasuk Nino yang biasanya tidak mau mendengar perintah dari ibu tirinya. Tapi karena ini menyangkut adiknya, Nino mau nggak mau harus mendengarkan.
Pagi hari yang cerah pagi itu, mungkin akan berubah menjadi kesedihan. Jika Papa dan kakanya tau masalah yang sedang menimpa salah satu keluarganya.
Lidya berusaha mengumpulkan sisa keberanian yang ia punya, beberapa kali lidya memejamkan mata dan menarik napas. Sedangkan Cindy masih tetap di kamar, anak itu terduduk di atas tempat tidur berusaha untuk tegar . Dia berusaha untuk menutupi telinganya, Cindy tidak sanggup mendengar kemarahan Pak Arif kepadanya.
"Ada apa si Mam, ko Mama minta kita berkumpul? tanya Pak Arif yang terlihat heran.
Lidya terdiam sejenak, perempuan itu terlihat menghela napas sebelum berbicara.'' Ini soal Cindy, Pa, '' sahut lidya sambil melirik suami dan Nino, sementara Nino dan Pak Arif terperanjat penuh pertanyaan.
" Ada apa dengan Cindy?'' tanya Pak Arif yang seketika rasa penasarannya semakin meningkat.
" Cindy...." Lidya menjeda,'' Cindy hamil, Pa.''
Pak Arif dan Nino saling tatap, ada rasa tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Lidya.
'' Hahaha! Mama bercanda, manamungkin Cindy hamil, Mam,'' Pak arif tertawa, sekaligus berharap Lidya hanya bercanda.
'' Mama enggak bercanda,'' Lidya menyela,'' Cindy hamil, Pa.''Pak Arif seketika terdiam saat Lidya terlihat serius kali ini. Apalagi setelah Lidya menunjukan hasil tesepek ke Pak Arif.
Tangan Pak Arif terlihat bergetar saat memegang tespek itu, ada rasa tidak percaya saat matanya menatap garis postif di tespek itu. Tapi Pak Arif tidak bisa melawan kenyataan yang ada di depannya.
'' Ya Tuhan! Ini bohongkan, Ma?''
'' Itu benar Pa, Cindy hamil!''" Tante jangan fitnah Cindy yah, Cindy nggak mungkin kaya gitu," bentak Nino, kemudian berjalan cepat naik ke atas kekamar Cindy.
Nino duduk di sampingnya Cindy, yang duduk di tempat tidurnya ketakutan.
" De,apa yang di katakan Tante Lidya nggak benarkan ? '' tanya Nino tegas, " jawab kaka de, nggak benarkan? '' Cindy tidak menjawab pertanyaan Nino, justru malah tangisnya semakin pecah.
Cindy memeluk Nino, tangisnya semakin terdengar, anak itu semakin erat memeluk Nino.
"Apa benar kamu hamil, De? '' Nino kembali bertanya, suaranya semakin terdengar bergetar. Cindy hanya menjawab dengan anggukan sambil terisak, apa yang di tanyakan oleh kakanya.
Nino berdiri, dia kepalkan tangannya berusaha menahan amarah, sampai akhirnya amarahnya tidak bisa di bendung lagi. Nino beberapa kali memukulkan tangannya ke dinding kamar Cindy.
''Cindy!" geram Nino,'' siapa yang telah menghamilimu, Cindy?"
"Nino sudah cukup, apa yang kamu lakukan tidak akan merubah apapun!" teriak Pak Arif, kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Melihat kakanya seperti itu, tangis Cindy semakin kencang dia semakin merasa bersalah terhadap papa dan kakanya.
" Jawab kaka De! Siapa laki-laki bajingan yang sudah melakukan itu sama kamu?" tanya Nino dengan nada tinggi, suaranya bergetar, kedua matanya mulai memerah menahan kesedihan.
"Jawab kaka, De?'' Nino kembali bertanya sekali lagi, tapi cindy masih terdiam, anak itu takut kakanya berbuat nekat nantinya. Nino tidak sengaja menendang sesuatu di bawah tempat tidur Cindy, di situ Nino menemukan beberapa foto yang sudah di sobek, foto pria yang sudah menyakiti Cindy.
" Inikan, ini laki-laki yang sudah menghamili kamu? '' tanya Nino sambil menunjukan beberapa lembar foto di tangannya. " Jawab kaka, De? ''Nino kembali bertanya, kali ini suaranya semakin nyaring terdengar.
Tangis Cindy kembali pecah, suara tangisannya semakin terdengar. Disitulah Lidya sebagai perempuan dewasa satu-satunya yang ada disitu, berusaha untuk menenangkan Cindy. Perempuan itu memeluknya, membelai rambutnya, berusaha untuk melindungi anak itu.
"Sayang, kenapa kamu lakuin ini, kenapa kamu mengecewakan Papa, Nak?'' ucap Pak Arif dengan mata yang sudah berkaca-kaca. " Terus apa dia tau kalo kamu hamil ? '' tanya Pak Arif kembali.
Cindy menganggukan kepalanya. " Dia mengelak pah, justru malah menuduh Cindy hamil sama laki-laki lain."
"Brengsek!" teriak Nino, " ini semua salah Papa, kalau Mama masih ada, kejadian ini nggak mungkin terjadi, " geram Nino, sambil mengungkit kembali Mamanya. Nino kemudian pergi dari kamar Cindy, Nino pergi keluar rumah.
Kali ini Pak Arif tidak merasa tersinggung saat Nino menyalahkannya. Karena memang ada benarnya, bukan hanya Nino yang merasa tidak becus menjaga Cindy ,Pak Arif juga merasa begitu.
Di perjalanan Nino terus menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Adiknya itu. Nino mengunjungi makam mamanya, di depan makam mamanya Nino langsung bersimpuh tangisnya pecah seketika itu.
"Mam, maafin Nino. Nino nggak bisa jagain Cindy, " Ucap Nino sambil memegang nisan ibunya " Cindy hamil mam, ini salah Nino, Nino nggak bisa menjaga Cindy, " Nino kembali tidak bisa menahan tangisnya.
Nino berniat mencari laki-laki yang telah menghamili Cindy. Nino pernah mendapat kabar dari salah satu sahabatnya Cindy, kalau Cindy pacaran dengan salah satu anak STM 86 yang bernama Dewa .
Nino sebenarnya belum mengetahui sosok Dewa itu seperti apa. Hanya berbekal Foto yang ia bawa dari kamarnya Cindy, Nino berusaha mencari Dewa dengan cara mendatangi sekolahnya.
Nino perhatikan wajah setiap anak yang keluar dari sekolah, sampai akhirnya Nino melihat anak yang mirip dengan Dewa. Tapi saat Nino berniat untuk menghampirinya, Ada seseorang yang memanggilnya dari dalam mobil, dan anak itupun masuk kedalam mobil.
Nino memutuskan untuk mengikuti mobilnya dewa, Nino ingin memastikan bawa Dewa yang ada di Foto yang di simpan oleh Cindy adalah Dewa yang sama.
Sampai akhirnya mobil yang membawa Dewa terlihat memasuki sebuah rumah yang sangat mewah. Nino berhenti di depan rumahnya Dewa, Nino memperhatikan rumah Dewa dengan seksama.
Di rumah.
"Pa maafin Cindy, Cindy sudah mengecewakan Papa," tutur Cindy, suaranya lirih sambil memeluk papanya.
" Papa yang salah Nak, papa yang salah. Papa terlalu sibuk sama pekerjaan Papa, Papa nggak bisa menjaga kamu. "
Pak Arif berusaha menerima apa yang sudah terjadi pada anaknya. Walau dalam hati, pria itu merasakan sakit yang teramat sangat.
Hati orang tua yang mana yang tidak hancur, melihat anak gadisnya melakukan kesalahan fatal yang bisa menghancurkan masa depannya. Apalagi Cindy masih berusia 15 tahun.
Tapi semunya sudah terlanjur, waktu tidak akan bisa di ulang lagi, semuanya sudah terjadi . Yang harus di lakukan sekarang adalah menerima, supaya Cindy tidak semakin terpuruk.
Nino termenung di kamarnya. Nino masih menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Cindy. Nino berjalan keluar kamar, Nino menengok Cindy di kamarnya, dia masuk secara perlahan, Nino melihat adiknya itu sudah tertidur pulas. " Kaka minta maaf. Kaka belum bisa menjadi kaka yang baik. " Di belainya rambut sang adik penuh kasih sayang. Nino berdiri, tapi seketika matanya teralihkan ke handphonenya Cindy yang tergeletak di atas meja. Ada rasa penasaran yang mengusik pikirian Nino terutama tentang Dewa. Dengan hati-hati, Nino membuka handphonenya Cindy, terutama isi Chat W******p. Mata Nino terbelalak seketika saat membaca isi Chat Itu, tangannya semakin mengepal dan urat di wajahnya semakin menegang saat Nino membaca isi Chat dari Dewa yang terkesan merendahkan Cindy. Nino meletakan handphonenya kembali di atas meja, kemudian keluar kamar. Tanpa sepengetahuan Nino, Cindy ternyata masih terjaga dan mengetahui apa yang di lakukan oleh Nino. Ada ke
'' Buat apasih Video itu?'' tanya Ucup heran.'' Sudah, lo enggak perlu tau,'' jawab Nino,'' gue kirim videonya ke handpone gue, terus video di handpone lo gue hapus.'' Ucup masih terlihat bingung dengan apa yang di lakukan oleh Nino. Ucup tidak tau apa yang sedang di rencanakan oleh Nino pada Alya, Ucup hanya di perintahkan oleh Nino untuk merekam kejadian saat Alya tadi berebut kunci dengan Nino. Dan beruntungnya Nino, ia mendapatkan Video saat Alya terjatuh dan mencium pipinya. Kemudian Nino melihat Alya mulai menjauh dengan sepedanya, meninggalkan halaman sekolah. Nino bergegas berlari menuruni anak tangga satu persatu, Nino berlari cepat ke parkiran sekolah kemudian mengambil motornya. Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Nino segera menyakalan motornya kemudian mengejar Alya yang sudah menjauh. Beruntung, Nino melihat Alya dari kejauhan sedang menggoes sepedanya. '' Hai!'' sapa Nino, sedang Alya reflek menengok ke arah Nino.'' Ngapain
'' Alya kamu kenapa?'' tanya Bu Sania di luar kamar, saat mendengar teriakan dari Alya.'' Enggak apa-apa Bunda, ada kecoa aja.'' Tring. Mata Alya semakin terbelalak saat Nino mengirimkan video lagi. 0821 xxxxKerenkan Videonya? Apalagi kalau Video ini di tonton oleh anak satu sekolah. Ya Tuhan! Tenang Alya, tenang. Manusia aneh itu hanya menggertak, batin Alya. 0838 xxxxApanya yang keren? Gue malah jijik tau nggak. Hapus enggak Videonya. 0821 xxxxKenapa harus di hapus? Rugi kalau gue hapus, karena besok gue akan sebarin Video ini di sekolah. Alya memejamkan matanya, seketika pikirannya terasa berat saat memikirkan apa yang akan terjadi kalau benar Nino menyebarkan Video itu. Alya menarik napas, mencoba kembali mengumpulkan keberaniannya. 0838 xxxxLo pikir gue takut? Gue nggak takut. 0821 xxxxYakin? Gue pengen tau, seheboh apa di sekolah besok kalau Video ini tersebar. '' Aduh!'' Al
" Eh Al, bukunya mana? " tanya Syiffa ke Alya, " Ada nih, " Alya menunjukan bukunya ke Syiffa."Awas aja lo kalau nggak di bawa, gue jodohin lo sama si Adit.'' Alya menoleh kebelakang dan di balas oleh kedipan mata genit oleh Adit. Alya hanya mengernyitkan wajahnya melihat si adit seperti itu. " Eh Al, lo beneran sekarang jadi bendahara OSIS?'' tanya Amel dengan ekspresi sangat penasaran. Alya memang di tunjuk oleh Denis sang ketua Osis untuk menjadi bendahara Osis. Alya sebenarnya sudah menolak, kerena dia merasa banyak anak yang lain yang lebih pantas. Tapi karena Denis terus merayunya Alya dengan berat hati menerimanya. " Iya, kenapa? " jawab Alya singkat sambil menganggukan kepalanya. " Asik dong, tiap hari lo bisa ketemu terus sama ka Denis." " Emang kenapa? Gue si biasa ajah. " " Iiih Alya ka Deniskan ganteng , ketua OSIS, masa lo nggak tertarik sama sekali.'' " Enggak, " Alya kembali menggelengkan kepalany
Di kamarnya, Alya masih sulit untuk memejamkan mata. Alya masih terus teringat ucapan Nino barusan. Di pikirannya masih ada keraguan, dan belum mempercayai apa yang Nino ucapkan. Alya masih trauma dengan mantan pacarnya dahulu, Alya pernah menjalani hubungan toxic dengan mantan pacarnya. Dan itu membuat Alya sedikit trauma, Alya takut apa yang di alaminya dahulu terulang lagi. Tanpa terasa, waktu sudah hampir tengah malam, rasa lelah dan rasa kantuk sudah bercampur menjadi satu di diri Alya. Beberapa kali Alya terlihat menguap, Alya sudah tidak bisa menyembunyikan rasa kantuknya, sampai akhirnya Alya tertidur karena sudah tidak kuat menahan rasa kantuk. ****** Pagi harinya, saat Alya sedang bersiap mau berangkat sekolah, Alya mendengar suara seseorang sedang mengobrol dengan budenya. Alya membuka gorden kamar, Alya terkejut Nino sudah berada di depan dan sedang mengobrol sama budenya. "Cepet amat tu anak akrab sama Bude,padahal tadi malam sika
Di kamar, Nino kembali memikirkan Alya. Nino masih heran, kenapa Alya belum memberi jawaban. Padahal selama ini kalau Nino mau, banyak perempuan yang bersedia menjadi kekasihnya. Nino berdiri, dia berjalan ke meja belajarnya. Saat ini dia butuh seseorang yang bisa memberinya pendapat, di ingatannya muncul nama Angel teman onlinenya. Nino membuka laptop yang tergelatak di meja belajar, secara perlahan Nino menyalakan Laptop itu. NinoNinoAdrian@g***l.comKepada:saya Kemarin gue sudah mengungkapkan perasaan gue sama gadis itu.Tapi sayang, sampai sekarang gue belum mendapatkan jawabannya.Menurut lo gimana ? ketika seorang cewek mengulur-ngulur waktuuntuk memberi jawaban. AngelAngelli@g***l.comKepada: Saya Cinta itu masalah perasaan, seorang perempuan kadang tidakmudah untuk mengambil keputusan, apalagi menyangkut ma
Duka terus menyelimuti Nino dan sekeluarga. Ditengah persiapan pemakaman sang adik, Nino berusaha menghubungi Alya. Saat itu jiwanya yang rapuh membutuhkan dukungan orang yang dia Cintai.Namun sayang, beberapa kali Nino berusaha menghubungi Alya, Alya tidak pernah mengangkat teleponnya. Beberapa hari terakhir ini Alya memang sedang sibuk dengan kegiatan OSIS nya, dan itu penyebab Alya sulit untuk di hubungi.Hanya ada Shareen di sampingnya, sahabat masa kecilnya yang selalu menemaninya sejak kemarin. Cindy di makamkan di samping makam sang ibunda, kesedihan Nino semakin memuncak saat melihat makam sang ibunda. Nino benar-benar merasa bersalah karena tidak bisa menjaga sang Adik.Nino merengek di depan makam sang ibunda " Mah, maafin Nino, Nino nggak bisa jagain Cindy. Cindy nyusul mama di sana, sekarang mama bisa berkumpul sama Cindy di sana " air mata Nino tidak bisa di halangi lagi, meluncur deras dan jatuh ke tanah." Nino gue tau lo sangat kehilangan
Nino datang kesekolah bersama Shareen dan itu membuat Alya sedikit cemburu. Alya yang pada saat itu sedang berdiri di depan gerbang sekolah bersama Rara, melihat Nino berboncengan dengan Shareen." Al gawat " Ucap Rara sembari menyenggol Alya dengan sikutnya " kayanya lo ketikung sama cewek baru itu ".Alya hanya terdiam melihat peristiwa itu, rasa cemburunya benar-benar tidak bisa di sembunyikan lagi.'' Sorry Al. lo cemburu yah ? ''tanya Rara." Nggak apa-apa " jawab Alya, terlihat cewek itu memaksakan untuk tersenyum.Alya berjalan kedalam sekolah dengan hati sedikit tergores. Alya berusaha mengendalikan gejolak hatinya yang mulai terusik.Ada sebuah pertanyaan yang muncul dalam pikirannya " mungkinkah Nino sudah melupakannya, mungkinkah Nino sudah tidak menginginkannya lagi " pikiran-pikiran itu terus menemaninya, sampai sahabat-sahabatnya menegurnya cewek itu tidak menyadarinya."Al lo mau ikut..." Syiffa tidak melanjutkan ucapan