Share

Lend Me Your Wings
Lend Me Your Wings
Penulis: Araitara

Coincidence?

Penulis: Araitara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-06 13:11:09

Matahari sudah tenggelam, di jalanan hanya ada segelintir kendaraan yang berlalu lalang. Jam tangan yang digunakan oleh Tia menunjukkan arah angka 9 di jarum pendeknya, dan angka 8 di jarum panjangnya. Tia mendesah malas sambil mengetuk-ngetukkan tongkat baseballnya ke aspal.

Ia baru selesai bermain dengan teman-temannya di lapangan tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Walaupun lapangan masih lumayan ramai, tapi di halte tempat Tia menunggu bis ini agak sepi. Mungkin karena penerangan yang kurang? Atau karena jam yang sudah malam untuk para pekerja bertransportasi?

Mungkin yang kedua, karena jam segini di area ini tidak terlalu menyenangkan, orang-orang pasti memilih untuk pulang menggunakan taksi.

Tia masih memainkan ponselnya saat samar-samar ia mendengar suara orang yang berteriak. Saat ia menolehkan kepalanya ke kanan, ada seorang laki-laki yang sedang berlari ke arahnya. Dan dikejar oleh lelaki lain tidak jauh di belakangnya. Ia coba memerhatikan apa yang diteriaki oleh lelaki yang mengejar di belakang.

“PENCOPET!!! WOY JANGAN LARI LO BANGSAT!”

Mendengarnya, Tia otomatis melayangkan tongkat baseballnya ke arah kaki pencopet yang akan melewatinya.

BUK.

Pukulan Tia memang tidak bisa diremehkan. Sekarang pencopet tersebut sedang mencoba bangun ketika Tia menginjak tengkuknya dan menekannya keras.

“Aaaaahh lepas!!” si pencopet berteriak tertahan. Tangannya mencoba menggapai kaki Tia yang menahan kepalanya untuk bangun. Sepertinya kakinya tidak berfungsi secara sementara dilihat dari bokongnya yang terangkat, tetapi kakinya tidak bisa bergerak banyak.

Melihat itu, Tia memukul kepala si pencopet agak keras. Bahaya kalau kekuatannya sama seperti sebelumnya ketika ia memukul kakinya, bisa-bisa lehernya patah.

Nyatanya pukulan “agak keras” dari Tia ini membuat si pencopet pingsan. Saat itu, si pengejar sudah terengah-engah menghampiri Tia.

“Santai, napas dulu,” ujar Tia sambil turun dari badan si pencopet dan memperhatikan lelaki yang sekarang sudah bernapas dengan agak lebih santai. “Apa yang dicopet?” tanyanya.

“Hape. Hape saya diambil, dek,” katanya. Ia menghampiri badan si pencopet dan merogoh saku jaketnya. Sambil mengeluarkan ponselnya, ia lantas berterima kasih. “Dek, makasih banget ya udah dibantuin. Disini sepi banget saya udah hampir nyerah ngejernya,” ia mendongak ke arah Tia.

“Nelfon siapa, dek?” tanyanya bingung karena ia mendengar sepenggal kata “Halo, polisi?” dari Tia.

“Polisi. Diem dulu,” Tia pun menyelesaikan laporannya atas pencopetan itu agar si pencopet ditahan

oleh polisi. Setelah selesai, ia memasukkan ponselnya ke saku celana trainingnya dan melihat bis yang

ditunggunya sudah sampai. “Duluan ya, nanti kalau ada polisi tinggal cerita aja gimana-gimananya. Dah,” lalu ia menghilang di balik pintu bis yang langsung menutup. Meninggalkan lelaki tersebut berdua dengan pencopet. Dan dengan mulut yang menganga. Bingung setengah mati.

---

“Halo? Iya pah? Hah apa? Nggak kedengeran, bentar” Tia melangkah keluar dari klub sambil berteriak

“Bentar angkat telepon dulu!” ke teman-teman di mejanya yang sedang setengah mabuk. Entah mereka bisa mendengar suaranya atau tidak.

Di luar klub ini ada sebuah bar kecil, suasananya jauh lebih tenang daripada klub tadi. Ia mendudukkan dirinya di sebuah barstool. “Gimana pah?” ucapnya ke ayahnya di seberang sana. “Oh iya, yaudah ati- ati. Iya, santai pah masih ada uangnya. Hmm. Iya. Dah,” beep. Sambungan terputus.

Lalu malam Tia kali itu dilalui dengan bergelas-gelas alkohol.

---

“Tia, bangun, jam 11 ini. Lo minta dibangunin jam 11 kemaren,” ujar Juna sambil menepuk-nepuk paha Tia yang tertutup selimut.

Tia bergumam pelan dan berusaha membangunkan dirinya sendiri. Ia ada rencana bermalas-malasan di kamar rumahnya menonton serial Netflix yang sedang ia ikuti.

“Ngg Junaaaa peluuukk,” gumamnya sambil melepaskan diri dari selimut. Juna yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya dan berbaring di samping Tia, memeluknya dan mengusap pelan surai hitamnya.

“Pusing nggak?” Tanya Juna sambil menyingkirkan poni di dahi Tia. Tia mendesah puas dan menggelengkan kepalanya pelan. Hanya sedikit alkohol tidak akan membuatnya pusing. Toleransinya cukup kuat untuk seseorang yang memasuki usia 26 tahun. Belum terlalu tua memang, tetapi ia sudah rajin mengonsumsi itu sejak masih di bangku kuliah. Harusnya badannya sudah tidak boleh diisi dengan bergelas-gelas alkohol.

“Gue anter mau?” tawar Juna. Dijawab dengan gelengan lagi.

“Gausah, lo kan harus buka kafe bentaran lagi,” ujar Tia, berdiri dari kasur dan meregangkan badannya. “Numpang mandi bentar,” dan menghilang di balik pintu kamar mandi.

---

Panas terik menyinari kota tempat Tia tinggal siang ini. Suasananya berbeda sangat jauh dibandingkan kemarin malam dimana hanya ada suara samar kendaraan di jalan. Sekarang, suara kendaraan tersebut amat ramai sampai hampir semua orang berbicara dengan suara keras untuk bisa didengar oleh lawan bicaranya.

Di dalam salah satu bis di jalan yang padat tersebut, ada Tia yang sedang mendengarkan musik melalui earphone-nya. Memandangi jalanan yang dipenuhi oleh orang-orang yang mencari makan siang. Ia tak paham kenapa orang-orang mau berpanas-panas di siang hari ini, ketika mereka bisa berdiam santai di tempatnya dan memesan layanan delivery.

“Namanya juga pekerja kantoran, pasti bosen di dalam ruangan. Jam makan siang jadi satu-satunya kesempatan buat keluar dari kantor sebentar,” ucap seseorang di belakangnya. Tia menoleh cepat, kaget. Lelaki itu terkekeh pelan. “Iya, kamu nggak ngomong dalam hati barusan,” ucap lelaki itu sambil memamerkan senyuman lebarnya.

Tia memerhatikan lelaki itu sekilas, penampilannya seperti orang kantoran pada umumnya, kemeja rapih berdasi, celana krem panjang dan jas berwarna senada yang disampirkan di lengannya yang juga

menenteng tas kerjanya. Ia tersenyum kecil sambil berujar, “Masnya terlalu rapih buat ukuran pekerja kantoran yang udah kerja dari jam 9 tadi.”

Giliran lelaki itu yang menunduk sambil tersenyum malu. Tangannya menggaruk belakang kepalanya, “Saya kesiangan, dan tadi mobil saya mogok. Jadi.... gini deh. Haha,” ucapnya tanpa menghilangkan senyumannya.

Tia hanya tersenyum sopan, tidak berniat menanggapi. “Duluan, mas,” ucapnya sambil berjalan ke arah pintu bis karena tujuannya sudah sampai.

“Dek sebentar!” pria tadi menahan lengannya. Dengan wajah setengah panik (dan memerah, mungkin karena cuaca sedang sangat panas di luar), ia berkata “Saya Arka,”. Wajahnya menyiratkan harapan agar perkenalannya di balas.

Tetapi Tia, ia hanya mengangguk, tersenyum, dan melepaskan genggaman tangan Arka di lengannya. Sebelum ia menghilang di balik pintu bis, ia sempat berujar lumayan keras “Dah, kak Arka,”.

Suaranya hanya terdengar samar dari Arka karena ramainya suasana di dalam bis.

---

Hari ini Tia bangun pagi. Hal yang amat sangat tidak biasa dilakukannya. Ia membuka matanya —yang baru bisa terpejam satu jam yang lalu itu— dan langsung bergegas turun begitu si bibi membangunkannya sambil berkata “Papah di bawah, ayo sarapan bareng.”

Ia bergegas turun ke ruang makannya, disana ia melihat ayahnya yang sedang menyantap sarapan. Tapi ia tidak sendirian. Ada seorang lelaki yang duduk membelakanginya. Ia mengusap matanya pelan, mencoba menghilangkan kantuknya.

Ayahnya yang sedang meminum teh berdongak ke arahnya, “Tia, ayo sini sarapan bareng,” ujarnya, mengendikkan kepalanya ke bangku di sampingnya yang kosong.

Di saat yang sama ketika ayahnya membuka mulutnya, si pria asing menolehkan kepalanya dengan cepat. Tia  mengernyit, takut lehernya sakit melihat seberapa cepat lelaki itu menoleh ke arahnya. Satu detik mereka bertatapan, si pria asing tersedak makanannya. Tia yang belum sepenuhnya sadar itu langsung panik dan menepuk punggung si pria keras-keras dan mengarahkan gelas ke arahnya.

“Pelan-pelan, nih minum,” katanya sambil mengelus punggung pria itu. Wajahnya anehnya familiar. Dimana Tia melihat wajah itu?

Ayahnya hanya melihat ke arah mereka berdua dengan raut wajah bingung. “Duduk, adek,” ujarnya lagi.

Tia menoleh ke arah ayahnya, dan setelah memastikan si pria tidak kenapa-kenapa, ia duduk di sebelah ayahnya, di seberang lelaki tersebut. Si bibi menaruh piring berisi nasi setengah porsi dan juga alat makan. Tia memindai lauk yang ada di depannya dan mengambil sepotong sosis dan juga sedikit sayur wortel tumis. Ia menyendokkan makanan itu ke dalam mulutnya dan mendengarkan ayah juga si pria mengobrolkan entah apa. Sepertinya si pria ini rekan kerja ayahnya.

Ketika ia akan menyendokkan sesuap nasi lagi, ayahnya berdiri dari kursinya. “Oke kalau gitu saya tinggal ya. Lanjutin aja makannya, maaf udah bikin kamu mampir pagi-pagi gini,” ayah Tia merapihkan jasnya dan mengisyaratkan si bibi untuk memberikan tas kerjanya.

Tia hanya memandang ayahnya.

“Mau kemana, pah?” tanyanya, menurunkan sendok yang hampir masuk mulutnya. Matanya mengikuti gerakan ayahnya.

“Sidney, kayaknya 5 hari lagi pulang. If everything went smoothly, of course.” Jawab ayahnya sambil berlalu ke pintu. “Dah, adek. Hati-hati, pintu jangan lupa dikunci,” adalah perkataan terakhir yang terdengar sebelum pintu depan tertutup rapat.

Tia melepaskan genggamannya dari sendok dan mendesah pelan. Sambil mengusap kasar wajahnya, ia bergumam “Asli baru balik kemarin padahal.”

Setelahnya, Tia beranjak dari kursinya dan berniat kembali ke kamarnya. Itu, sebelum ia mendengar suara yang menahannya.

“Tia?”

Ah iya, ia melupakan orang lain yang tadi sarapan bersama ayahnya.

Bab terkait

  • Lend Me Your Wings   Goodnight n go

    Tia menolehkan kepalanya ke arah si tamu yang juga berdiri, mungkin dia tak ingin ditinggal sendiri di ruang makan keluarga lain.Ia berpikir sebentar. Familiar sekali rasanya. Wajahnya familiar, dan ia samar mengingat wangi yang menguar dari tubuh pria itu. Yang akhirnya bisa ia fokuskan setelah sedari tadi fokus ke ayahnya sendiri.Belum terpikirkan siapa gerangan lelaki familiar ini. Ah, sudahlah, lebih baik ia duduk dulu saja dan menemani si tamu melanjutkan sarapannya. Tia pun kembali duduk, dan mengisyaratkan agar tamunya itu juga duduk. Dan melanjutkan sarapannya, tentu saja.Setelah si tamu melanjutkan sarapannya, Tia berpikir keras. Siapa tamu ini? Apakah ia mengenalnya? Tetapi dia tidak terlihat seperti salah satu pengujung klub tempatnya biasa menghabiskan malam, dan juga tidak terlihat seperti teman dari temannya (kalau pria ini adalah temannya, tidak mungkin ia tidak mengenalnya).Ketika si tamu sudah selesai menghabiskan sarapannya dan sedan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • Lend Me Your Wings   Tenderly

    Tadinya ia ingin ke klub untuk melepas penat, tetapi pada akhirnya ia tidak bisa membebani Juna dengan masalah hidupnya. Mana mungkin Tia menyampaikan keluh kesahnya ke sahabatnya itu, ketika si sahabat sedang memiliki masalah hidupnya sendiri?Jadi ia menerima minuman tersebut, menyesapnya pelan. Meringis saat merasakan minumannya yang super manis. Tia belum pernah meminum ini sebelumnya. Dan, oh. Kandungan alkoholnya pasti kuat.Si pria asing itu tersenyum melihat Tia yang menyesap minumannya sampai habis, walaupun dengan dahi yang berkerut.“Lagunya asik nih, yuk, bareng gue?” tawarnya, menjulurkan tangannya ke Tia, mengajaknya menari bersama.Kepala Tia agak pusing, minuman tersebut benar sangat kuat alkoholnya. Tanpa berpikir, ia menyambut tangan si lelaki dan membiarkan dirinya tertarik olehnya.Di tengah orang-orang yang sedang menghabiskan waktu dengan saling menempelkan diri ke satu sama lain, ada Tia juga, yang sekarang sedang

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-09
  • Lend Me Your Wings   Fear

    Arka tergesa membuka pintu penumpang dengan satu tangan, tangan lainnya menopang tubuh Tia yang masih lemas setelah mengeluarkan semua makanan yang sudah ia makan barusan.Sebelumnya, begitu Tia keluar dari toilet, sudah ada Arka yang berdiri menatap ke arahnya cemas, dengan tangan yang membawa clutch milik Tia. Tia baru mau berbicara sebelum Arka menghampirinya, langkahnya lebar.“Saya anter kamu ke dokter,” ujarnya singkat, berdiri tegap di depan Tia.Tia mendongak, wajahnya tidak suka. “Nggak usah, ini mah dibawa istirahat juga baikan, kak.” Jelasnya, demi Tuhan, ia sekarang hanya ingin bergelung di dalam selimut dan tidak beranjak dari kasurnya setidaknya sampai malam nanti.Tetapi Arka ini ternyata sedikit pemaksa. Lengan Tia dipegang erat, dan ia dituntun ke parkiran di luar.Sepertinya usaha Tia untuk menolak hanya akan menjadi sia-sia. Ia memutar bola matanya malas, dan mau tak mau merelakan dirinya diseret

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Lend Me Your Wings   And I'm here

    Tia baru saja selesai mandi dan sedang bersiap untuk duduk santai di depan televisi ketika ponselnya berdenting terus menerus. Memutar jalan balik menuju kamarnya, ia meraih ponsel yang sedang diisi ulang dayanya dan mengernyit. 3 missed call from unknown. 4 new messages from unknown. Tia memilih membuka pesannya terlebih dulu, sambil mengusakkan handuk di rambutnya yang masih basah. Ia membelalakkan matanya saat membaca pesan-pesan tersebut. Tia, lagi dimana? Pintunya dibukain, itu saya pesen makanan buat kamu. Halo? Bener kan ini Tia? Ini Arka Tia.. ini kamu nggak ngasih saya nomor palsu kan.. Tia itu bapaknya udah nunggu di depan lama, kasian.. Tia melepas sambungan ponselnya dengan kabel, lalu melempar handuknya ke sembarang arah. Ia celingukan mencari sweater agar penampilannya tidak terlalu gembel. Tia berlari ke gantungan pintu kamar dan meraih sw

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Lend Me Your Wings   Sunset glow

    Tia terbangun siang itu dengan Juna yang masih mendekapnya dari belakang. Tia tersenyum, akhirnya ia bisa tidur dengan nyenyak tanpa terbangun di setiap jamnya kali ini. Mengusap matanya perlahan, ia membalikkan badannya pelan agar tidak membangunkan Juna yang masih terlelap. Sahabatnya ini sudah dipastikan akan dapat protes dari karyawan kafenya karena melewatkan briefing tiap pagi mereka.Merapatkan badannya lebih dekat ke tubuh Juna, Tia mengalungkan tangannya ke punggung Juna dan menenggelamkan wajahnya di dadanya. Tia menghembuskan napasnya lega, ia paling suka bangun tidur dengan Juna disampingnya karena ia yakin Juna tidak akan meninggalkannya saat pagi datang.Tia mengingat lagi kejadian kemarin sore. Setelah Tia bercerita tentang Arka (dan juga rasa rendah dirinya terhadap kata cinta), mereka memutuskan untuk berbelanja bersama di sebuah pusat perbelanjaan. Katanya untuk menjauhkan Tia dari pikiran-pikiran buruknya, alasan lainnya adalah Juna membutuhkan bantu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • Lend Me Your Wings   Boy with a star

    Usai membaca pesan tersebut, Tia hanya bisa tertawa keras. Juna yang mendengarnya melongokkan kepalanya dari dalam kamar mandi, wajahnya menuntut penjelasan dari tawa kerasnya. Tia hanya menggesturkan tangannya agar Juna lanjut mandi, dan Juna hanya menggumamkan “Oke..” sebelum menutup pintu kamar mandi kembali.Tia ingat, hari ini adalah hari dimana perusahaan papanya rutin mengadakan makan malam dengan keluarga karyawannya. Hanya plus one, sih. Dan biasanya mereka membawa pasangan mereka; suami, istri, maupun kekasih mereka. Tiga tahun lalu, ayahnya masih pergi ke acara tersebut dengan ibunya. Dua tahun lalu, Tia diajak ikut dan berakhir dengan Tia yang pulang kelelahan meladeni orang-orang yang mengajaknya berbicara. Tetapi dari tahun lalu, Tia sudah tidak diajak untuk datang ke acara tersebut.Harusnya Tia tidak perlu merasa kecewa, toh tahun lalu juga sama. Walau begitu, Tia tidak bisa menahan rasa kecewa bercampur sedihnya. Satu tahu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Lend Me Your Wings   Look at me

    Saat mereka sudah sampai di taman kompleks, mereka duduk di salah satu kursi taman di bawah sinar lampu taman yang menyinari. Suara gemericik air dari air mancur kecil tidak jauh dari mereka mengisi kesunyian malam itu. Memang tetangga rumahnya tidak banyak yang menghabiskan waktu di taman, kecuali saat sore hari dimana banyak anak kecil yang bermain bersama di taman kecil tersebut.Sedari pertengahan jalan tadi, Arka banyak bercerita mengenai keluarganya. Kini, mereka berdua sedang duduk berdekatan berbagi kehangatan, tapi Tia sudah melepaskan lengan Arka, merasa terlalu berlebihan jika ia masih bergelayut di lengannya saat duduk.“—yang gede namanya Ethan, sekarang umurnya 8 tahun dan sekolah di tempat yang sama kayak dulu saya sekolah. Kalau adiknya, namanya Aria, masih ­pre-school ­sekarang, tapi mereka semua full day. Kakak saya sama suaminya sama-sama aktif kerja. Mereka sering nginap di rumah orangtua saya. Oh, dan saya juga

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Lend Me Your Wings   The reason behind it

    “Takdir nggak sih, ketemu terus gini?” tanya si penyelamatnya sambil tersenyum lebar, senyum manis khasnya yang selalu membuat Tia kehilangan napasnya selama sepersekian detik saat melihatnya.Salah tingkah, Tia hanya bisa tertawa garing dan berdiri dengan benar lalu merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan. Arka masih melihat kearahnya tanpa menghilangkan senyumannya, matanya melengkung lucu dan Tia harus menahan diri untuk tidak mencubit gemas tulang pipinya yang tinggi itu.“Mau jajan, kak?” tanya Tia mengalihkan pembicaraan, ia melihat Arka memegang sebuah kaleng kopi instan di tangan kanannya.Arka hanya menggoyangkan kaleng kopi tersebut di depan wajah Tia, mengiyakan.Tia mengernyit, ia tidak menyangka kalau Arka memilih membeli minuman instan di minimarket dibandingkan kopi di kedai kopi dekat kantornya.“Tadi saya liat kamu dari depan situ,” jelasnya menunjuk ke warung makan di seberang mini market.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01

Bab terbaru

  • Lend Me Your Wings   Everyone can see his love

    Arka memang butuh bicara dengan Tia, tapi kesempatan yang diberikan Tuhan untuk bicara dengan Tia ini tidak terlalu bisa ia apresiasi.Mundur ke 5 menit yang lalu, Arka sedang berjalan santai menikmati malam sabtunya. Ia sudah berganti pakaian menjadi pakaian santai, dan berjalan mengitari sebuah taman dimana banyak orang yang juga menghabiskan waktunya disana.Beberapa foto berhasil ia abadikan, itu sebelum dirinya terlempar sebuah bola dengan cukup keras, membuatnya mengaduh hebat dan berjongkok sambil menekan kepalanya yang nyut-nyutan.“天啊,真的不好意思!你的头好吗?” ­(ya Tuhan, maaf banget! Kepalamu nggak kenapa-kenapa?). Arka memberikan jempolnya walaupun kepalanya masih menunduk menahan sakit. Saat tangan si penanya ikut memegang kepalanya, ia mendongak.Ia mendapati orang yang mendekatinya ini adalah orang yang sama dengan yang ia lihat sedang berduaan dengan Tia di area kampusnya waktu itu.Sepertinya si anak

  • Lend Me Your Wings   Everything's a mess

    Gelapnya ruangan klub malam ini tidak membuat mata Arka kesulitan untuk mendapati Tia di dalamnya.Dengan matanya, ia melihat Tia yang mungkin kini kesadarannya sudah tidak penuh lagi. Tubuh wanita itu berdempetan dengan seorang lelaki, pinggangnya dipeluk dari belakang dan kini kepala Tia menoleh ke belakang, membuat dirinya bisa melihat dengan jelas wajah wanita itu.Juga, sayangnya, melihat bagaimana Tia membalas ciuman lelaki yang rambutnya ditarik pelan olehnya, menikmati tiap detik bibir mereka berdua bersentuhan.Arka buru-buru mengalihkan pandangannya dari pasangan yang masih tenggelam dalam kegiatannya itu. Lalu melangkahkan kakinya keluar dengan cepat, tidak mengindahkan bouncer yang memandangnya bingung.Ia terus berjalan cepat tanpa arah, pandangannya kosong tetapi berbanding sangat terbalik dengan isi pikirannya sekarang.Seingat dia, Tia bukanlah orang yang bisa melakukan skinship dengan frontal di tempat umum. Tia yang ia kenal adala

  • Lend Me Your Wings   A day in a life of Arka

    Di dalam sebuah kafe dengan interior minimalis tetapi cantik, terlihat sepasang lelaki dan perempuan yang menyesap minumnya masing-masing.Di depan kedua orang itu ada segelas yoghurt frappe dan juga vanilla latte yang masih mengebulkan asap panasnya.Yang lelaki sambil mengetikkan pesan untuk kakaknya di negeri seberang, yang perempuan melihat-lihat ke interior kafe untuk menghilangkan rasa canggung.Tawarannya tadi ditolak oleh halus oleh si atasan.“Makasih tawarannya, El. Tapi saya rasa nggak sopan kalau saya ke apartemen kamu sendirian.”Wajahnya langsung memerah saat itu juga, dan dalam pikirannya, ia memukul kepalanya berulang kali karena bisa-bisanya menawarkan hal seperti itu ke atasannya? Jika orang kantor tahu, mau ditaruh dimana wajahnya?Teringat kembali dengan kejadian memalukan tadi, ia mengangkat gelasnya dan menempelkan gelas dingin itu ke pipinya yang menghangat kembali. Tak sengaja matanya bersitatap d

  • Lend Me Your Wings   El

    Semenjak melihat Tia dan teman lelakinya di kampus perempuan itu minggu lalu, Arka belum menemukan waktu yang tepat lagi untuk bertemu dengan Tia. Seperti yang ia bayangkan sebelum datang kesini, bahwa pekerjaan yang menantinya di kantor cabang ini begitu menyita waktunya.Tidak jarang ia pulang ke apartemennya jam 9 malam, itu pun dengan membawa sisa pekerjaannya yang belum selesai agar besok ia bisa menyerahkan pekerjaannya pada atasannya. Harga yang sepadan dengan tingkatan jabatannya yang juga selain melenceng, juga melompat tinggi.Jika ia tidak ada hal yang perlu dikerjakan secara terburu, tetap saja ia memiliki bawahan yang membutuhkan bimbingannya hampir setiap saat. Tapi ini juga merupakan distraksi yang lumayan agar ia tidak berat sebelah dan hanya mengejar Tia saja.Timnya disini ada 4 orang, semuanya sangat berpengalaman dan ia sebagai orang yang bisa dibilang baru saja berkecimpung langsung dalam pengembangan produk mereka, juga tidak serta merta be

  • Lend Me Your Wings   The storm

    “Maksudnya?” tanya Tia lirih. Ia tidak salah tangkap, kan? Yang Arka maksud itu pernikahan papanya...... kan? Melihat Arka yang tidak menjawab dan hanya memberi tatapan yang sulit diartikan, intonasi suara Tia meninggi. “Siapa yang nikah, kak?”“Pak Reza,” bisiknya.“Ha!” Tia rasanya ingin menertawakan dirinya sendiri. Dirinya dan juga hidupnya ini selalu saja bisa membuatnya tertawa. Terlalu membingungkan.“Aku pikir papa waktu itu masih nunggu waktu buat aku nerima kehadiran calon istrinya?” tanyanya tidak percaya. Nada tinggi itu masih menempel di suaranya. Beruntung tidak ada yang memahami percakapan mereka. Mungkin orang yang lewat hanya berpikir mereka sepasang kekasih yang sedang bercekcok.Arka tidak tahu harus merespon bagaimana, ia hanya mengeratkan genggamannya di tangan Tia.“Papa beneran nikah tanpa kehadiranku? Tanpa kabar?” cercanya lagi.“Pak Reza u

  • Lend Me Your Wings   Enjoy the calmness

    Tadi Arka bilang kalau dirinya ingin makan hotpot. Jadi Tia langsung meminta rekomendasi restoran dari temannya. Siapa lagi kalau bukan Figo?Figo itu tipe teman yang jika Tia mengiriminya pesan, pasti akan dibalas dengan panggilan telepon. Awalnya Tia risih karena kan maksudnya menggunakan pesan, agar tidak perlu mengobrol?Tetapi berbicara dengan Figo selalu menyenangkan, jadi Tia tidak ambil pusing.Itu juga yang terjadi 10 menit lalu. Tia yang sedang mengeringkan rambutnya mengirimi pesan ke Figo untuk meminta rekomendasi restoran. Tapi anak itu langsung menelponnya dengan jarak waktu tidak lebih dari 1 menit.“Lo mau makan, kak? Ikut dong, siang ini gue free nih,” sapa Figo riang di seberang sana. Tia mematikan pengering rambutnya sebentar dan menjawab sembari memilah-milah pakaian. Arka yang sedang tiduran hanya menolehkan kepalanya guna mengikuti arah Tia berjalan.“Gue lagi sama orang lain, nantian aja sama lo-nya. Lagian

  • Lend Me Your Wings   Waiting for you

    Tidak terasa niatnya kemarin itu betulan terwujud. Memasuki satu bulan perkuliahan, bisa dihitung mungkin Tia hanya tidur dengan orang lain sebanyak 7 kali. Semuanya terjadi di akhir pekan maupun di malam sabtu, dimana dirinya tidak memiliki kegiatan di kampus keesokan harinya.Akhir pekan kali ini juga ia habiskan di hotel dengan orang yang ditemuinya di bar tadi malam. Tubuhnya super pegal karena partner tidurnya kali ini terlalu bersemangat hingga dirinya baru bisa tidur di jam 4 pagi, lalu ditinggal oleh si lelaki saat matahari menampakkan dirinya.Untung sekali ini bukan Indonesia, dirinya yang mengenakan pakaian minim tidak mendapatkan lirikan apapun dari orang-orang yang berlalu lalang.Suasana siang hari disini selalu membuatnya senang karena ramainya jalanan di kota ini. Ia sengaja turun satu stasiun lebih awal dari stasiun terdekat apartemennya.Sambil menyisipkan permen lollipop dalam mulutnya, ia bersenandung pelan sendirian. Matanya berlarian

  • Lend Me Your Wings   Freshening up

    Keringat menetes dari dahi Tia, dan terjatuh ke tanah yang dipenuhi oleh rumput. Kedua tangannya sedang memegang tongkat baseball dengan erat. Konsentrasinya tertuju pada bola yang kini sedang terlempar kencang ke arahnya.PAK!Melihat bola yang berhasil dipukul keras olehnya, ia langsung berlari kencang dan berhenti di base ke dua saat melihat tim lawan sudah memegang bola yang tadi dilemparnya.Seminggu ke belakang, Tia rajin ikut tim baseball kampusnya latihan. Sebetulnya bukan latihan serius karena dirinya bukan anggota tim baseball, tapi karena salah satu anggotanya ada yang merupakan orang Indonesia, jadi ia diperbolehkan ikut ketika mereka sedang bermain santai.“Nggak join kita aja, kak?” tanya penjaga base yang sedang ditempati Tia. Oh, itu Figo, mahasiswa berkebangsaan Indonesia yang tadi ia ceritakan. Umurnya baru 21 tahun, dan sedang menempuh pendidikan S1nya disini.“Kenapa? Gue keren ya?” Tia bertanya balik sam

  • Lend Me Your Wings   A new old country

    Tia menyibakkan gorden berwarna pink pastel dan menyipitkan matanya saat melihat terangnya sinar mentari yang mengintip ke kamarnya. Setelah membuka jendelanya sedikit, ia melangkahkan kakinya ke sisi kamarnya untuk menuangkan dirinya minum.Kursi komputer yang empuk didudukinya. Tangan kanan mengoperasikan ponsel pintar, tangan kirinya menggenggam gelas berisikan air dingin. Cuaca di Shenzhen hari ini cukup sejuk, jadi ia matikan pendingin ruangannya dan membiarkan udaranya tergantikan oleh udara segar dari luar.Tempat tinggal Tia kali ini seperti mengingatkannya pada kamar tidur teman tidurnya beberapa saat lalu di Indonesia. Jika kamar Tia di Indonesia juga berukuran sama seperti ini, bedanya adalah kali ini ruangan ini berfungsi sebagai seluruh rumah untuknya.Keputusan Tia untuk melanjutkan studinya disini bisa dibilang agak impulsif. Ia menghabiskan waktu seharian penuh merenung di kamarnya dan membutuhkan beberapa saran dari Juna untuk akhirnya mengambil

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status