Home / Romansa / Lara Cinta / Janji Manis

Share

Janji Manis

Author: Neza Visna
last update Last Updated: 2023-05-24 09:21:55

“Lo tahu Deril kaya apa. Kalau dia nggak serius, dia nggak bakalan ngedekatin lo, dan  beresiko ngerusak pertemanan kita.”   Reksa mengangkat  tangannya ragu, tapi kemudian dia menepuk pundak Anira lembut.

Selama dia bisa melihat senyum Anira, rasanya dia bisa melakukan apa saja. Melihat wanita itu bahagia sudah lebih dari cukup untuknya. Dia tidak akan merusak kebahagiaan Anira, dengan perasaannya.

“Ah, itu Deril udah datang. Lo jangan bilang apa-apa ke dia!” ancam Anira cepat, ketika melihat sosok Deril berjalan ke arah mereka.

“Hmm.”

Deril menghampiri keduanya, menggandeng Anira, sembari berpamitan dengan Reksa, kemudian menuju ke mobilnya sendiri.

“Kamu tadi bicara apa sama Reksa?” tanya Deril di dalam mobil. Sebelah tangannya terjulur menggenggam tangan Anira erat. 

Anira memilih mengangkat bahunya, sebagai jawaban. Deril juga tidak melihat ada yang aneh dengan jawaban itu. Dua orang itu juga sudah bersahabat sedemikian lama, apa saja bisa jadi pembicaraan di antara keduanya.

“Kamu cantik banget malam ini,” ujarnya.

Anira tersipu malu. “Kamu baru sadar? Dari tadi kemana saja!” gerutunya berpura-pura kesal.

Deril tersenyum kecil, dia mengecup punggung tangan Anira lembut, kemudian mendekatkan tangan itu di dadanya. “Dari tadi aku ngucapinnya dalam hati aja.”

Anira tertawa kecil. “Oh, gitu? Jadi hari biasanya aku nggak cantik?”

Jebakan  batman apalagi ini? Deril berdeham, berpura-pura gugup. “Biasanya cantik, malam ini cantiknya spesial.” 

“Hmmh, kamu emang paling bisa kalau ngomong.”

Deril tersenyum. “Aku jadi nggak pengen nganterin kamu pulang,” gumamnya.  Rasanya waktu berlalu sangat cepat, setiap kali dia bersama kekasihnya ini. 

“Kamu udah janji sama papa, mau nganterin aku jam sembilan, pak Deril yang  terhormat,”  goda Anira sembari mengusap punggung tangan pria itiu dengan ujung ibu jarinya. “Gimana? Mau ingkar janji?”

Deril menatap ke arah jam digital yang tertera di monitor mobilnya, sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Umur mereka mungkin sudah dewasa, tapi Anira masih tinggal dengan kedua orangtuanya, dan jam malam gadis itu cukup ketat.

“Pengennya sih gitu, tapi aku takut kehilangan restu dari calon papa mertua, jadi mau nggak mau harus pulangin anaknya tepat waktu.”

Mulut Anira terbuka lebar, dia menatap Deril terkejut, tidak menyangka apa yang keluar dari mulut Deril. “Dih pede, emangnya aku udah setuju,” elaknya, mencoba terlihat biasa saja, tapi  binar di matanya sama sekali tidak bisa berbohong.

Deril terdiam, dia menepikan mobilnya ke pinggir, kemudian menoleh ke Anira. “Kamu nggak setuju? Hmm?” sebelah tangannya yang masih bebas mengusap pipi Anira lembut.

Anira berusaha mengelak malu, tapi Deril semakin erat menggenggam tangan kekasihnya itu. “Anira,” panggilnya lembut.

Suara bariton pria itu menggema di telinga Anira, membuat jantungnya terasa semakin berdegup kencang.  “Mana ada orang ngelamar kaya gini!” gerutunya sedikit tergagap.

Dia sangat tergoda untuk mengiyakan perkataan Deril itu, tapi untungnya di saat terakhir dia masih mampu mempertahankan diri.

Deril tertawa gemas, dia menarik gadis itu ke pelukannya, kemudian mengecup puncak kepala Anira penuh sayang. “Anira, aku serius sama kamu.” Dengan lembut dia membimbing wanita itu untuk mendongak.

Pandangan keduanya bertemu. Anira bisa melihat keseriusan di mata pria itu. “Sebentar lagi, kamu mau kan nunggu aku sebentar lagi?”

Dia ingin memberikan semua yang terbaik untuk gadis itu. Dia ingin hubungan mereka sudah direstui oleh keluarganya juga, jadi dia bisa melamar gadis itu dengan restu semuanya. Anira layak mendapatkan itu.

Anira menggigit bibirnya, kemudian menganggukkan kepalanya.  

Perlahan Deril menundukkan kepalanya, menyapu bibir gadis itu lembut. Anira menutup matanya, menyambut sentuhan itu dengan hati terbuka.

Telapak tangan Deril  pindah ke belakang leher Anira, menopangnya seraya memperdalam kecupan mereka.  Sentuhan itu sama sekali tidak cukup untuknya, perlahan dia melumat bibir lembut itu dengan penuh perasaan.

Anira merasakan perutnya bergolak, bagai ada ribuan kupu-kupu memberontak di sana, dia mencengkram sisi jas Deril, menahan gejolak perasaannya sendiri.

Keduanya hanyut, membiarkan gejolak itu berubah jadi ombak dan menyeret mereka semakin jauh. Sampai akhirnya sebelah tangan Deril mulai bergerak meraba bagian punggungnya, dan terus merambat ke bawah. 

Anira seketika tersadar, dengan cepat dia menahan tangan Deril untuk terus menjelajah di tempat yang tidak seharusnya, matanya terbuka menatap Deril cemas.

Mata itu masih sedikit berkabut, sehingga penolakan Anira bahkan terasa ambigu di mata Deril. Hasrat tertahan terpampang jelas di mata pria itu. Penuh tuntutan, mendesak ingin dilampiaskan.  

Wajah Anira terasa panas, dia tahu, pria itu menginginkannya, tapi masih ada penghalang di antara mereka berdua.

“Ra?” Suara parau itu penuh tuntutan sekaligus permohonan di saat yang sama. “My apartment?”

Genggaman Anira di lengan pria itu semakin kuat,  matanya menunjukkan pergolakan. Penolakan dan hasrat,    berperang di sana.  Pandangan Deril hanya membuatnya semakin  galau saja.

“No!  Kita nggak bisa melakukan ini. Kamu udah  janji sama aku!” tolaknya tegas. Dia  mundur ke belakang, hingga punggungnya  menempel di  bagian pintu.

Deril terdiam,  bagai tersadarkan, kemudian dia menepuk wajahnya sendiri dengan keras. “Kamu benar! Sorry aku kelepasan,” gumamnya.

Dia lalu mengusap wajahnya gusar, berusaha  menghilangkan semua bara yang tersulut itu. Bukan hal yang mudah,  berpacaran dan masih menjaga batasan yang tidak boleh dilewati. 

Keduanya manusia muda normal, yang memiliki hasrat menggebu, bukan sekali dua kali, keduanya main api dan nyaris keterusan, tapi mereka masih berhasil berhenti sebelum mencapai tahap akhir.

Deril hanya  laki-laki biasa, punya hasrat apalagi terhadap perempuan yang dia cintai. Namun, dibanding nafsunya, dia lebih mencintai Anira, dia tidak ingin merusak gadis itu, dengan sesuatu yang pasti akan mereka sesali.

Deril memeluk Anira erat, mengusap lembut surai halus itu. Semuanya akan indah, kalau mereka melakukannya di waktu yang tepat, dan itulah yang ingin dia berikan untuk gadis kesayangannya itu.

“Aku akan antar kamu pulang, sekarang!” Ucapan itu lebih terdengar seperti janji, dan upaya Deril untuk menguasai dirinya sendiri.

Dengan tergesa dia menyalakan mesin mobil, dan melajukannya kembali ke jalan raya.  Anira di dalam mobil itu masih terasa aneh, dan sangat canggung. Anira meremas tangannya bergantian, dan memilih untuk menatap pemandangan yang ada di luar. 

“Maaf.”

Anira dan Deril  menoleh, ketika menyadari kalau mereka mengucapkan kata itu bersamaan, ketika pandangan keduanya bertemu, keduanya langsung  tertawa kecil.   Merasa kalau diri mereka sangat konyol.

Perjalanan  sepanjang menuju ke rumah Anira itu kembali normal. Keduanya asyik berbicara hingga tidak terasa kalau mereka sudah sampai.

Deril menggenggam erat tangan Anira, enggan berpisah dengan kekasihnya itu. “Kita udah sampai,” gumamnya.

Berpisah dengan Anira di akhir hari selalu jadi hal yang berat untuknya. Rasanya waktu tidak pernah cukup kala mereka sedang berdua.

“Aku turun ya, kamu juga hati-hati di jalan. Kabari aku kalau udah sampai.”

“Hmm.” Deril mencondongkan tubuhnya ke arah Anira, mengecup kening wanita itu lembut.

“Kamu ke apart, atau ke rumah kamu?”  tanya Anira, membiarkan pria itu terus menggenggam dan memainkan tangannya. 

“Ke rumah,” jawab Deril ambigu.  Mata Anira melebar, tapi dengan cepat dia menahan dirinya sendiri, tidak ingin terlalu berharap dan jatuh kecewa.

Deril juga tidak lagi mengatakan apa-apa, dia tidak ingin berjanji terlalu banyak, sebelum dia bahkan memulai apa-apa.  

***

Deril sedang  mengamati cincin yang baru dibelinya.  Pikirannya melayang, tentang semua rencana yang sudah dia susun. Sampai dia tidak menyadari, pintu Reksarnya terbuka.

Brak!

“Kak, lo lagi di rumah? Anterin gue ke kampus ya, mobil gue lagi diservis!”  pinta Velma adiknya.

Terkejut, cincin itu terlepas dari tangan Deril, lepas dari kotaknya, dan tergeletak begitu saja, di atas lantai. 

“Itu apa?” Velma menyipitkan matanya, melihat cincin mungil yang nyaris tidak kelihatan karena sinar yang terpantul dari lantai Reksar Deril itu.  “Cincin? Punya lo, Kak?”

“Bukan apa-apa!” Dengan cepat  Deril membungkuk, mengambil cincin itu dan memasukkannya ke dalam sakunya. “Lo biasain kek, ketuk pintu dulu kalau mau masuk! Kalau gue lagi ganti baju gimana?”

“Dih, lebai!” Velma mengibaskan tangannya tidak sabar. “Itu cincin apaan? Emangnya lo punya cewek?”  tanyanya.

Pertanyaan yang sudah tidak seharusnya lagi ditanyakan oleh keluarga Deril, mengingat hubungan keduanya sudah berjalan dua tahun. Namun, kenyataannya demikian.  Keluarga Deril sama sekali tidak mengetahui hubungan Anira dan Deril.

Semua hanya tahu kalau Anira adalah teman dekat pria itu. Karena sebelum mereka jadian, Deril sudah memutuskan tinggal di apartemennya sendiri, yang lebih dekat dengan kantor tempat dia bekerja.

Velma mengerutkan keningnya. “Bukan sama Anira kan?” tanyanya sambil memicingkan matanya curiga.

“Apa sih dek? Memangnya ada apa sama Anira?”

“Beneran Anira? Gue nggak setuju! Gue nggak akan pernah setuju lo sama cewek modelan kaya gitu!” bantahnya keras kepala.

Deril memegang kepalanya yang mulai terasa panas. Ini adalah salah satu halangan terbesar, yang harus dia lewati sebelum memutuskan untuk melamar kekasihnya itu.  Dan alasan utama, kenapa keluarganya tidak mengetahui hubungannya dengan gadis itu.

“Nggak usah teriak-teriak. Ini bukan hutan! Gue tanya baik-baik, kenapa lo nggak suka sama Anira?”

Velma adalah adik perempuan satu-satunya, dan jarak usia mereka terpaut sampai lima tahun. Semenjak kecil, Deril dan keluarganya, sudah terbiasa memanjakan gadis itu, dan nyaris  tidak pernah menolak permintaannya.

Saat ini, Deril merasakan kalau mungkin itu adalah suatu kesalahan, karena Velma tumbuh menjadi gadis manja, yang sangat keras kepala. Adiknya itu bisa sangat manis, tapi bisa langsung berubah 180 derajat apabila ada sesuatu yang tidak dia sukai.

“Perempuan baik-baik, nggak akan ngegantungin lo sama Kak Reksa sebegitu lama!” ujarnya ketus.

“Siapa yang ngegantungin siapa?” Deril terheran. “Lo salah paham, gue dan Reksa memang suka sama Anira, tapi Anira sama sekali nggak tahu, soal Reksa.”

Berbanding terbalik dengan Deril yang sangat vokal menunjukkan perasaannya kepada Anira, Reksa memilih diam, dan memendam semuanya sendirian. “Lagian lo, dari mana tahu tentang ini sih?”

“Gue tahu semuanya! Lo berdua pernah nyaris berantem kan karena dia juga? Sampai mabuk segala!”

Deril menggaruk kepalanya sedikit kikuk, semua yang dikatakan adiknya itu memang pernah terjadi, tapi itu sudah dua tahun lalu, mereka mabuk saat  Deril mengatakan pada Reksa hendak menyatakan perasaan  pada Anira. Siapa sangka, hari itu akan menjadi sesuatu yang sangat diingat oleh Velma.

“Antara gue dan Reksa, itu Cuma persaingan sehat biasa. Anira sama sekali nggak ada kaitannya, toh pada akhirnya gue sama dia baik-baik saja kan?”

“Dan lo percaya gitu aja, kalau perempuan itu nggak tahu apa-apa, lo bodoh, Kak! Perempuan kaya dia itu manipulatif! Di depan aja sok polos nggak ngerti apa-apa.”

“Velma!”

Velma terkejut, hingga bahunya terangkat, mendengar teriakan itu, tidak pernah sekalipun Deril membentaknya sampai seperti itu.

“Kak, lo bentak gue untuk perempuan kaya dia?”

Deril mengacak rambutnya frustrasi. “Sorry, gue nggak maksud. Gue Cuma nggak suka lo ngomong kasar, kaya orang nggak pernah diajarin!”

Mata Velma sudah berkaca-kaca, seumur dia hidup, baru kali ini dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari kakaknya itu.

“Pokoknya, sampai kapan pun gue nggak akan pernah setuju, lo sama dia! Lo tahu, mama dan papa nggak akan pernah nerima dia, kalau gue nggak setuju!”

Related chapters

  • Lara Cinta   Rintangan Terbesar

    “Velma, mau sampai kapan lo keras kepala kaya gini? Apa harus banget lo buat semuanya jadi rumit?”Velma menatap kakaknya itu tajam. “Gue yang bikin semua rumit? Dari semua perempuan, kenapa harus dia sih, memangnya?”Deril mulai capek, dia tidak pernah menyukai perdebatan. Dibanding Velma, dia akan selalu kekurangan kosakata untuk meladeni adiknya itu. “Jadi, lo lebih milih Anira sama Reksa dibanding sama gue?” tanyanya tajam.Seketika itu juga, air mata yang sejak tadi masih menumpuk di mata Velma, mulai jatuh mengalir ke pipinya. “Lo bilang apa?” suaranya yang keluar dari mulutnya sampai bergetar.Nyaris saat itu juga, Deril langsung menyesali apa yang dia ucapkan tadi. “Bukan apa-apa! Gue balik ke apartemen dulu, kayanya kita nggak bisa ngomong sekarang.”Tadinya dia datang ke sini hendak membicarakan tentang semuanya ke keluarganya, tapi sepertinya dia harus menerima kegagalan.“Nggak! Lo nggak boleh pergi, sebelum jawab gue! Lo bilang apa? Cincin itu? Punya siapa sebenarnya?”D

    Last Updated : 2023-05-24
  • Lara Cinta   Iseng Berujung Tragedi

    “Vel, Kakak mau, kita bicara baik-baik. Apa yang bikin lo anti banget sama Anira? Terlepas dari semua prasangka buruk kamu?” Velma terdiam. “Itu bukan prasangka buruk, Kak! Gue juga perempuan, gue tahu modelan cewek kaya dia itu.” Deril tidak senang, adiknya menjelek-jelakkan kekasihnya sendiri, tapi dia mencoba sabar. Tadi dia terlalu emosi, dan malah meninggalkan Velma begitu saja. Hasilnya, malah muncul masalah baru. “Kaya apa? Coba jelasin ke kakak.” “Kaya gitu. Licik, ganjen. Hobi tebar jaring di mana-mana. Terus pura-pura polos.” Deril mengacak rambut Velma gemas. “Lo kebanyakan nonton drama. Sekarang gue tanya, tujuan Anira kaya gitu apa? Kalau memang semisal yang lo bilang itu benar?” “Ya, mana gue tahu, lo tanya aja sama dia.” “Vel, gue jauh lebih dulu kenal Anira daripada lo. Dia sama sekali nggak kaya gitu. Gue pacar pertama dia. Dan dia juga nggak pernah ngasih sinyal aneh-aneh ke cowok lain.” Velma masih cemberut, terlihat jelas kalau dia tidak percaya penjela

    Last Updated : 2023-05-24
  • Lara Cinta   Kenyataan Pahit

    Setelah berjanji akan menghubungi orang tua Anira, kalau dia mendapatkan kabar, Deril mengakhiri panggilan itu.Dia tidak ingin menimbulkan kecemasan yang berlebihan, tapi ternyata malah sebaliknya. Dia sama sekali belum mendapatkan informasi tentang keberadaan Anira.Tidak lagi tertarik meneruskan semua rencananya, Deril segera pergi dari sana, menghubungi semua teman Anira yang dia tahu, mencari Anira ke tempat biasa dia pergi.Tempat Gym, cafe favorit, sampai klinik kecantikan tempat Anira biasa perawatan, semua dia datangi, tapi masih nihil.Hingga tengah malam, mereka belum mendapatkan kabar mengenai Anira. Kecemasan itu semakin meningkat saja.Reksa bahkan sudah hendak melapor semuanya ke polisi, tapi karena belum sampai 24 jam, mereka masih belum bisa melaporkan itu sebagai kehilangan.“Anira nggak pernah kaya gini sebelumnya. Kalau pun dia nggak bawa hp, dia pasti akan coba kasih tahu keluarganya dengan cara lain!”Reksa tidak menanggapi, tapi dia tidak menyangkal juga.

    Last Updated : 2023-05-24
  • Lara Cinta   Jurang Lebar

    “Kamu harusnya tanya adik kamu itu! Kalau bukan dia mengurungku dan meninggalkankanku dalam keadaan terkunci, aku nggak akan pulang terlambat! Papa nggak akan perlu keluar mencariku! Papa nggak perlu berbaring di dalam sana!” tunjukknya ke arah ruang operasi dengan mata nyalang. Deril terkejut bukan main. “Ta-tapi Velma bilang dia sama sekali nggak ketemu kamu di kantormu.”“Aku sudah heran, kenapa adikmu yang biasanya ketus, mau berinisiatif menjemputku! Harusnya aku tidak ikut dengannya! Aku bodoh! Aku benar-benar bodoh!” Kakinya lemas, dia merasa seluruh tulangnya dilolosi dari tubuhnya.Dia berharap ini semua hanya mimpi buruk, tapi kenapa dia tidak kunjung terbangun. Warna merah di ruang operasi yang tidak kunjung padam membuat Anira semakin putus asa. Penyesalan itu makin menggunung bagai bola salju.Beribu tanya kenapa, bermunculan di kepalanya. Kenapa harus ayahnya? Kenapa dia tidak berteriak lebih awal tadi, kenapa dia harus berusaha mendekatkan diri ke Velma? Dia tidak b

    Last Updated : 2023-06-08
  • Lara Cinta   Tidak Bersalah

    Ibu Deril, dengan ragu, membela Velma. “Ini semua kecelakaan Ril. Velma juga nggak nyangka kejadiannya bakal kaya gini.” Velma menganggukkan kepalanya cepat. “Iya, Kak. Aku Cuma iseng.” Bagaimana mungkin sebuah keisengan itu, berakir seperti ini?“Iseng? Vel, kamu mengurung Anira di tempat asing, malam-malam sendirian! Kalau nggak ada kejadian ini, sampai kapan kamu mau mengurung dia di sana?!”Velma mengkerut, gemetar. Deril tidak pernah semarah ini, padanya. “Toh, dia bisa keluar juga kan.” Dia tidak akan pernah mengakui, kalau dia berniat membiarkan Anira semalaman di sana.Seorang temannya bekerja di perpustakaan itu, dan dia sudah meminta, temannya itu untuk datang pagi sekali, dan mengeluarkan Anira dari sana.“Dia beruntung ketemu orang baik! Gimana kalau orang itu jahat? Kamu nggak mikir sama sekali!”“Ril, udah jangan marahi adik kamu lagi. Marah nggak akan menyelesaikan apapun.”“Ma, coba kalau Velma diperlakukan kaya gitu! Apa mama masih bisa seperti ini?”Ibu Deril

    Last Updated : 2023-06-09
  • Lara Cinta   Bom Waktu

    “Nir, dengar dulu. Papa nggak bermaksud bicara seperti itu.” Panik, Deril buru-buru menjelaskan. Dia tidak mengerti, kenapa ayahnya malah menambah buruk keadaan?“Keluarga kami masih mampu! Kami tidak butuh belas kasihan kalian!” Menusuk suara Leo, pandangannya dingin menatap keluarga pacar adiknya itu. “Pergi!”“Leo, please jangan kaya gini. Dengerin dulu, penjelasan gue.” Anira benar-benar merasa malu pada ibu dan kakaknya saat itu. Dia marah, sedih, dan benar-benar kecewa. Namun, dia tidak ingin terus-menerus berlindung di belakang pundak kakaknya. Anira menghapus kasar air matanya.“Saya berterima kasih, atas kesediaan Om sekeluarga untuk datang ke sini. Om sudah menyampaikan semuanya! Apa bisa kalian pergi sekarang?” Tenggorokannya tercekat. Bukan permintaan maaf seperti ini yang dia harapkan. Kalau seperti ini, dia juga tidak butuh.“Nak, Anira. Jangan begini, Kami semua juga ikut sedih dengan keadaan ayah kamu. Biarkan. Kami bertanggung jawab, dengan begini, tante dan

    Last Updated : 2023-06-11
  • Lara Cinta   Badai Baru

    Anira menatap kakaknya cemas, mulutnya kaku, tidak bisa bersuara. Bahkan ibunya yang tadi mulai tertidur di kursi, segera terbangun, mendengar teriakan panik Leo itu.“Papa kamu kenapa?”“Papa sadar, Ma!”Tidak lama setelah Leo berkata demikian, seorang suster jaga, datang menghampiri mereka.“Ada apa?” tanya perawat itu. Dia datang karena panggilan tombol nurse call yang ditekan Leo di ruangan tadi.“Ayah saya, sadar, Sus.”“Sebentar! Saya panggil dokter dulu.” Menyadari kalau itu di luar wewenangnya, perawat itu segera menelepon dokter. Kemudian masuk ke dalam ruang ICU itu. “Jangan ada yang masuk dulu!” ujarnya.Anira dan keluarganya, menunggu dalam keadaan tidak tenang di luar.“Papa kamu benar-benar sadar?” Mata ibu Anira berkaca-kaca. Perasaannya campur aduk, ada bahagia yang membuncah, tapi ada ketakutan kalau itu hanya harapan semu.Anira lekat menatap ruangan tempat ayahnya berbaring lemah itu. Ketika dokter datang dan masuk ke ruangan itu, Anira memanfaatkan celah ke

    Last Updated : 2023-06-12
  • Lara Cinta   Break Up

    “Nia, kenapa kamu di luar?”“Kak.” Mata Anira kembali berkaca-kaca, melihat ibu dan kakaknya tiba. “Papa sudah tahu,” gumamnya.“Sudah tahu apa?”“Semuanya.” Anira menundukkan kepalanya, dia merasa ini semua terjadi karenanya. Dengan suara lirih dia menceritakan apa yang terjadi.“Kenapa mereka harus sampai seperti ini. Kita bahkan belum mengatakan apapun tentang melaporkan tindakan adik Deril itu, tapi mereka sudah tidak sabar mencari pembenaran sendiri.” Leo benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah keluarga pacar adiknya itu.Karena keadaan ayah mereka, tidak ada satu pun yang berniat membahas apa yang terjadi. Selain kemarahan Anira di hari pertama, tidak sekalipun mereka mengatakan akan menuntut Velma.Namum, keluarga Deril terus-menerus mengganggu dan menyampaikan pembenaran diri mereka. Tidak peduli sebaik apa niat mereka, dengan segala sikap itu, keluarga Deril lebih terlihat seperti pengecut yang ingin dengan cepat melepaskan diri dari tanggung jawab.“Aku juga nggak ta

    Last Updated : 2023-06-13

Latest chapter

  • Lara Cinta   Harus Bicara

    Ia hanya bisa menatap Velma tersenyum sembari menyantap makanannya. Zeva akhirnya memilih memendam sisanya di hatinya.Gadis itu memutuskan akan berusaha bersikap senetral mungkin. Keadaan sudah cukup ricuh tanpa ia harus ikut berkecipung di air keruh itu. Mereka hampir selesai makan, ketika ponsel Velma berbunyi. Ekspresi di wajah gadis itu menjadi semakin ceria, ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan itu.“Kak Reksa nge-chat gue!” Ini semua bagai mimpi, sesuatu yang tidak akan berani dia harapkan lagi setelah kejadian beberapa tahun lalu. Untuk sejenak, Velma menjadi semakin yakin, kalau usahanya selama ini membuahkan hasil.Reksa pada akhirnya melunak dengan persistensinya dan bersedia membuka hati terhadapnya sekali lagi. Velma merasa dia nyaris melayang saat ini.Secepat kilat dia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang dikirim Reksa itu. Namun, begitu matanya melihat, seluruh senyum di wajahnya lenyap seketika.Reksa [Sorry, Vel. Tadi gue nggak sempat bilang, gu

  • Lara Cinta   Singa Muda

    Setelah Deril mengatakan itu, ia menatap Velma lama, memastikan kalau adiknya itu tidak akan berteriak lagi barulah dia melepas mulut adiknya itu.Velma menarik napas serakah, lalu memukul Deril keras. “Kalau lo teriak, gue beneran bakal blacklist lo dari kantor ini!”Velma yang tadinya hendak membentak Deril jadi sedikit ciut juga mendengar ancaman kakaknya itu. “Reksa nggak pernah ngasih gue harapan? Tapi, dia juga nggak pernah punya pacar, Kak!”“Jadi, kalau Reksa punya pacar, lo bakal mundur?” selidik Deril tajam. Dalam hati, ia harap-harap cemas saat menanyakan itu. Hatinya condong menginginkan Velma akan menjawab ya.Ia benar-benar ingin adiknya itu berhenti terobsesi pada Reksa. Kemungkinan sahabatnya itu akan membalas perasaan Velma, lebih rendah daripada nol.“Nggak usah membicarakan hal yang belum terjadi!” elak Velma langsung. Nada suaranya meninggi tatapannya berubah murka.Saat itu, Deril menyadari kalau keputusannya menyuruh Reksa menyembunyikan hubungannya d

  • Lara Cinta   Bukan Adik Kakak

    Deril mengangkat bahunya, seakan dia baik-baik saja. “Gue nggak pernah berpikir gitu. Lo yang terlalu overthinking. Mungkin lo ngerasa bersalah?”“Lo yang bilang, gue bisa ngejar Anira!” Reksa memperingatkan. “Jangan bilang, sekarang lo nyesal?” “Gue nggak nyesal!” Cepat Deril membantah. Namun, penyangkalan itu terjadi terlalu cepat, seolah dia hendak menutupi sesuatu. “Gue Cuma mau tahu, itu saja.”“Sekarang lo udah tahu, kan? Kayang gue bilang tadi, tidak usah sampaikan ini ke Anira dulu.”Setelah menyampaikan itu, Reksa langsung berbalik badan, mendahului Deril menjauh dari sana. Deril termenung, tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Perasaannya berkecamuk hebat. Sejujurnya, tidak ada pria yang lebiih dia percaya selain Reksa.Kalau memang dia tidak bisa bersama Anira, ia ingin gadis itu tetap berada di tangan yang tepat. Namun, merelakan wanita yang sudah bertahun-tahun mengisi hatinya bukan hal mudah ternyata. Melihat Reksa sudah berjalan semakin jauh, Deril

  • Lara Cinta   Perseteruan Sahabat

    Reksa menghela napas panjang. Apa lagi memangnya yang bisa dia katakan. Ia hanya bisa membiarkan Anira melakukan sesukanya.Anira menahan senyumnya, cukup puas melihat ekspresi pasrah di wajah kekasihnya itu. Sekarang, ia tahu daripada malu-malu dan terus digoda Reksa. Bersikap sama beraninya dengan pria itu dan membalas Reksa, jauh lebih efetif ternyata.Dia bersandar di bahu pria itu, mengusap pipinya lembut, dan bahkan sesekali mengusap lengan Reksa lembut.Tentu saja, dia berani seperti ini, hanya ketika dia tahu kalau mereka sedang berada di jalan dan Reksa tidak bisa melakukan apapun untuk membalasnya.Dengan Anira terus menempel rapat mengganggu Reksa dan pria itu yang setengah hati berusaha menghindar, mereka akhirnya tiba di kantor.Begitu mobil itu terparkir rapi di parkiran, secepat kilat Anira langsung melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu. “Kita sudah sampai!Anira tahu kalau Reksa tidak akan melepaskannya begitu saja begitu mobil itu berhenti. Jadi, dia h

  • Lara Cinta   Tergoda

    Terlebih ketika dia mengatakan semua itu di depan orangtua Anira. Dia tidak ingin mendapatkan skor negatif di awal hubungannya dengan Anira.“Ckk!” Anira mendecakkan lidahnya kesal, kaerna tidak ada satu orang pun yang ada di pihaknya kali ini.“Perempuan jangan berdecak gitu! Nggak sopan!” Anira ingin sekali mengacak rambutnya frustrasi. Kedua orangtuanya cepat sekali berubah, termasuk mengontrol perilaku yang biasa juga dia tunjukan di depan Reksa, jadi terkesan kurang ‘perempuan’ di mata ibunya dan mungkin juga ayahnya.“Iya, Ma.” Tahu dia tidak akan pernah menang berdebat dengan ibunya, Anira langsung mengiyakan saja. Reksa menahan tawanya, dan memilih lanjut berbicara dengan ayah Anira. Hingga selesai sarapan. Saat makan, ia melirik Anira dan menemukan ujung bibir gadis itu masih cemberut, meski sembari menyantap makanannya.Reksa menyentuh lutut gadis itu lembut, di saat kedua orangtua Anira tidak memperhatikan dan menepuknya lembut. “Kalau kamu mau, kita bisa nai

  • Lara Cinta   Terasa Salah

    “Bicara apa?” Anira mengerutkan keningnya. Namun, sebelum Reksa menjawab, dia langsung teringat. “Tadi, Deril sempat mau bicara, tapi nggak jadi. Terus tadi, dia juga nelepon tapi aku nggak tahu apa yang mau dia bicarakan.”“Kamu udah telepon balik?”Dengan polos Anira menggelengkan kepalanya. “Tapi, pesannya udah gue bales, tenang saja.” Reksa masih merasa mengganjal dengan perubahan panggilan Anira padanya yang terus berubah-ubah. Namun dia tidak lagi berkomentar. “Kamu tahu apa yang mau dibicarakan Deril?”Anira menggeleng. “Lo pikir, dia curiga tentang hubungan kita? Lo sih terlalu blak-blakan!” omelnya. “Ah, tapi mungkin juga nggak. Mungkin dia Cuma mau bilang ke kita kalau Velma menyusul ke Puncak?”Reksa tersenyum geli. “Kamu sebenarnya sedang berusaha meyakinkan siapa?”“Meyakinkan diri sendiri!” balas Anira gemas. “Hh, nggak tahulah. Gue bingung.”“Bingung kenapa?” “Nggak tahu, bingung saja.”Selain perubahan hubungan mereka, dan cara menghadapi Deril dia juga masih b

  • Lara Cinta   Jodoh atau Bukan

    “Nggak!” Anira sedikit terkejut dengan insting tajam ayahnya. “Kalau terjadi sesuatu, aku nggak akan bilang not bad?”Ia tidak mengatakan apa-apa, kenapa ayahnya bisa menebak? Apa ada yang salah dengan ekspresi di wajahnya?Anira tidak ingin menceritakan kejadian buruk yang terjadi padanya. Menurutnya, semua itu sudah selesai ketika dia meninggalkan kantor polisi tadi. Kedua orangtuanya tahu hanya akan membuat mereka jadi ikut cemas dan sedih untuknya.“Kalau memang liburannya menyenangkan, kamu nggak akan berhenti di kalimat ‘not bad’ itu!” Ibu Anira ikut menimpali. Anira mengerutkan kening bingung, tapi hatinya sedikit ketar-ketir. Ternyata sulit juga memiliki orang tua yang sangat paham dengannya. Sedikit saja tingkahnya yang aneh tidak bisa lolos dari mata elang keduanya.“Well, puncak ramai banget karena akhir pekan. Jadi macetnya juga luar biasa!” keluhnya sambil menyandarkan kepala di pundak ibunya.Ibu Anira mengusap kepala anaknya lembut. “Dari dulu juga puncak memang g

  • Lara Cinta   Sahabat atau Pacar

    “Velma?” Reksa ikut menoleh. “Ngapain dia di sini?” Anira menggelengkan kepala. “Mungkin gue yang salah lihat?”Reksa memicingkan matanya, kaca yang agak gelap memang menghalangi pandangannya. Karena penasaran, dia membuka kaca mobil, hingga dia bisa lebih mudah menatap keluar.“Itu benar-benar Velma.”“Mau tanya dulu?” Anira tetap mengusulkan walau dia enggan. Reksa menatap lagi, kemudian menggelengkan kepalanya. “Nggak perlu. Mungkin dia ada keperluan lain. Di sekitar sini.”“Yakin?”Anira masih melihat ke mobil itu, kalau melihat ekspresi di wajah Velma, dia tidak bisa seyakin Reksa. “Lo yakin dia nggak ada masalah?”Velma adalah manusia yang mengenakan perasaannya di wajahnya. Seluruh emosi yang dirasakan oleh gadis itu terteraa jelas di wajahnya.Kening berkerut, bibir cemberut, dan tangan yang terus-menerus menekan klakson hingga menambah suara bising di tengah kepadatan yang sudah cukup ramai itu.“Hmm, nggak usah terlalu dipikirkan.”“Menurut lo, apa mungkin Velma ke pun

  • Lara Cinta   Cemburu Buta

    Anira menunjuk dirinya sendiri. “Gue?” Dia lalu menoleh ke arah Zeva. Zeva, gadis itu hanya diam saja. Dia memperhatikan keduanya dengan seksama.“Oke, bicara saja kalau gitu.”Deril menatap Zeva. “Di sini?” Anira mengangguk. “Memangnya kenapa? Apa yang mau lo bicarakan sampai nggak boleh didengar orang?”Meski dia bertanya berani seperti itu, tapi jantungnya berdebar kencang. Dia tidak siap dengan pertanyaan yang akan ditanyakan Deril.“Kamu yakin?”Anira menguatkan hatinya, lalu menganggukkan kepalanya percaya diri. “Tentu saja. Memangnya mau bicara apa sih? Segala penuh rahasia gitu?”Deril menatap Zeva, berharap gadis itu akan peka dan memberikannya waktu berdua dengan Anira. Namun, Zeva memilih menatap ke arah lain dan bersikap seolah dia tidak menyadari itu. Setelah berpikir sejenak, Deril akhirnya mengurungkan niatnya. “Nanti saja kalau begitu.” Anira mengerutkan keningnya. Namun, dia tidak berani mendesak lagi. “Oke?” jawabnya ragu.Pria itu menatap Anira beberapa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status