Tak mampu kucegah, pria itu bergegas pergi dari rumah, meski waktu telah menunjukkan jam sembilan malam dan dia terlihat nampak sangat lelah, tapi rasa bersalah dan takut kehilangan cinta seakan memberinya keberanian untuk berbuat lebih.
Mengapa aku sudah cepat mengambil kesimpulan bahwa dia sedang jatuh cinta? karena dia suamiku, sedikit tidak, aku mengenalnya dan tahu apa reaksinya pada sesuatu, setidaknya, aku tidak begitu naif dan bodoh. Apa yang harus kulakukan sekarang untuk mencari bukti dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, rencana apa yang harus kususun dan seperti apa. Nampaknya segala sesuatu membuatku gugup karena ini adalah pengalaman pertama kalinya. Gita ... ya itu namanya, aku ingin tahu dia siapa. Sebelum pergi mencari wanita itu, kuputuskan untuk bertanya terlebih dahulu temannya dan mertuaku. Mungkinkah mereka pernah dengar nama Gita atau bahkan mengenalnya? Aku penasaran, bisa saja suamiku punya pendukung sehingga ia berani sejauh itu mengkhianatiku. "Uhm, Mas Dirga boleh saya tanya?" tanyaku pada salah satu teman Mas Arga. Dia kerap berkunjung dan sudah merupakan sahabat terdekat kami, apalagi sang istri yang bernama Mariana, dia juga baik padaku. "Tanya apa Mbak?" "Apa Mas Dirga punya teman kantor bernama Gita atau anggota keluarga atau siapa saja?" "Tidak tahu, Mbak, memangnya kenapa?" "Belakangan wanita yang bernama Gita terus menelpon dan menanyakan Mas Arga kupikir Mas Dirga mengenalnya," jawabku berdebar. Aku khawatir pria itu akan menyampaikan pertanyaan ini pada suamiku. "Ah, Arga tidak pernah cerita, aku juga tak pernah mengenal seseorang bernama Gita." "Baik, kalau begitu, Mas. Terima kasih." Kututup ponsel dan kembali menarik napas dalam. "Agaknya wanita yang bernama Gita itu adalah misteri yang akan sulit dipecahkan, hanya ada satu jalan, mengikuti Mas Arga sampai mengetahui ke yang sebenarnya atau membayar seseorang," gumamku. "Oh .. tapi bukankah aku punya nomor wanita itu? Kenapa aku tidak membeli kartu baru dan menghubungi dia via nomor itu? bukankah aku bisa pura-pura berkenalan dengannya dan mencari informasi?" Setelah menyelesaikan tugas rumah dan membawa putraku terlelap ke peraduannya, aku segera bergegas menuju ke konter di depan jalan utama untuk membeli nomor baru. Kuregistrasikan kartu itu lalu pura pura menelpon nomor simpanan Mas Dirga. "Halo, selamat pagi?" wanita itu terdengar merdu mendayu. "Permisi ini nomor Mbak Gita?" "Iya, Benar, ada apa ya?" "Kami dari Roses florist, mau mengantarkan bunga hadiah dari klien kami, boleh saya minta alamatnya?" "Hmm, klien yang mana?" " Di kertas notenya, kami diminta menulis 'untuk seseorang yang selalu ada di hatimu," ucapku sambil menahan napas. "Oh, itu ya, bunga apa, Mbak?" wanita itu terdengar senang. "Sebuket besar mawar Mbak." "Oh, baik, bawa saja ke kantor saya, pusat ekspedisi Jordan, jalan mangga nomor lima," jawabnya. "Oh, siap, makasih ya, Mbak." "Sama sama," jawabnya dengan nada senang tidak terkira. Sekarang aku sudah tahu alamat kantornya, rencanaku yang selanjutnya adalah pura pura membeli bunga dan mengantarnya. Aku ingin melihat langsung wanita itu. * Kutunggu wanita bernama Gita itu di depan kantornya sambil menahan nafasku, buket bunga yag kubeli dengan harga Rp.200.000 itu kugenggam dengan tangan gemetar, rasanya ada gatal tak tertahankan ingin menampar seseorang. Tiba tiba seorang wanita cantik dengan jilbab dusty pink menghampiriku, senyumnya mengembang hangat, binar matanya bening sempurna dengan bulu mata lentik membuatku terpana sekaligus kecil hati. Inikah wanita yang sedang dicinta suamiku. "Ini Mbak, bunganya," ucapku menyerahkan buket itu, tadi, aku ingin menamparnya tapi sekarang aku ingin menangis karena aku tahu aku dikalahkan oleh wanita lajang itu. Dia memang mempesona, dibanding denganku yang sudah rusak badan karena melahirkan, dia sangat sempurna. "Mbak, kok, Mbaknya termenung?" "Ah, enggak saya permisi Mbak," ujarku menjauh. "Tunggu dulu!" Wanita itu menahanku membuat diri ini makin kita berdebar. Dia mendatangiku, menghampiri, sementara aku khawatir bahwa dia akan mengenali diri ini. "Ada apa lagi, Mbak?" "Pengirimnya siapa ya? Saya tahu tapi saya ingin memastikan agar tebakan Saya tidak salah." Dia nampak sangat bahagia dengan cara mencuri kebahagiaanku. "Kalau gak salah, Pak Arga namanya Mbak." Senyum wanita itu kembali tersungging lebar, dipeluknya buket bunga berukuran besar itu lalu diciumnya dengan penuh haru. "Kelihatannya itu pacar Mbaknya ya, soalnya Mbak nampak berbunga-bunga," ucapnya tetap menguatkan hati untuk tersenyum. "Ah, iya, sebenarnya hubungan kami belum begitu, lama, dia pria yang baik," jawabnya tanpa berpikir panjang untuk mencurahkan perasaan pada orang asing. "Selamat ya, Mbak." "Oh, ya, ini uang tipnya," ucap wanita itu sambil menyerahkan selembar uang biru padaku. "Tidak Mbak, Saya tidak menerima hadiah nanti Bos saya akan marah," tolakku dengan bola mata memanas, air mataku ingin tumpah. "Saya tidak akan memberi tahu siapa-siapa," ujarnya memaksa meletakkan uang itu ke dalam tasku. "Tapi ...." "Angggap Mbak turut bahagia atas kebahagiaan saya, mohon doakan ya, bahwa dia adalah pria terbaik untuk saya." "A-amin, se-semoga saja," jawabku segera pergi, air mataku luruh di sepanjang trotoar jalan. Meski wanita itu masih terdengar mengucapkan terima kasih tapi aku tidak lagi membalasnya, rasanya aku tak kuasa, aku tak sanggup menahan betapa hancurnya perasaan saat harus mendoakan wanita yang sudah membuat suamiku berpindah ke hatinya. Tadi, sungguh aku ingin memukulnya, mempermalukan di hadapan semua teman kantornya dan pengguna jalan. Tapi itu terlalu ceroboh, karena aku akan berakhir di kantor polisi dengan tuduhan penganiayaan dan pencemaran nama baik. Aku yakin aku punya cara yang lebih baik dari itu. Selagi kupacu motor untuk bergegas pulang, ponselku berdering, kuhentikan kendaraan di bawah pohon rindang dan mengangkat panggilan. Ternyata itu Mas Arga. "Sayang, sepertinya nanti aku harus pulang telat, karena nganterin Pak Kepala ke pertemuan," ujarnya. Apapun alasan itu aku sudah tidak peduli. "Pertemuan di mana sayang?" "Aku kurang tahu nanti dia akan memberitahuku. Kalau kamu repot tidak perlu masa fokuslah pada Hafiz Yang penting dia bisa tenang dan ceria." "Ya Mas, Insya Allah a-aku akan menjaganya. Kau juga jaga dirimu, a-aku percaya padamu dan menunggumu di rumah," jawabku dengan tenggorokan tercekat. "Kamu kenapa sih, kok kayak nangis?" "Enggak ... pilek," jawabku asal. "Ya udah ya .... Dah." Kututup panggilan, mengemas air mata lalu kembali ke rumah dengan hati remuk redam. Akankah kuikuti dia sore nanti, akankah? tapi dengan siapa? Aku harus bagaimana? dan bagaimana jika Mas Arga malah mempermalukanku di depan wanita itu? aku harus apa?Kutiitipkan anakku pada neneknya, dengan alasan aku punya urusan mendesak, sebenarnya ibu agak curiga melihat gelagatku tapi kupastikan bahwa aku baik baik saja."Aku gak akan lama Bu, sejam aja," ucapku pamit."Ya, hati-hati.""Botol susu dan termosnya sudah ada di dalam tas bayi Bu.""Iya, pergilah, Nak, ibu akan menjaga Hafiz."Kukendarai motorku, menuju kantor suami, diam diam mengintai dan menunggu di keluar, aku juga sudah mengganti pakaian dengan baju milik ibu, baju yang tak pernah dilihat Mas Arga sebelumnya. Setengah jam kemudian suamiku terlihat keluar, masih dengan baju dinas dan tas kerja yang dia sampirkan di bahu. Sebenarnya aku terkesan, di jam empat sore dia masih terlihat rapi dan tampan, entah dia menjaga penampilan atau apa yang dia lakukan pada wajahnya, yang pasti suamiku terlihat cerah.Dia terlihat mengambil motor, tapi tidak seperti ucapannya yang ingin mengantar bosnya, dia hanya sendirian. "Oh, dia membohongiku, aku harus mengambil gambar agar tidak memb
Aku kembali ke rumah ibu, melihat wanita berhati tulus itu sedang menggendong cucunya di teras membuat hati ini terenyuh pilu, rasanya ada yang teriris sakit dan mengeluarkan luka berdarah."Ibu ...." Aku mendekat, menjatuhkan diri di kursi lalu menangis dengan suara tertahan. Ibu yang heran langsung mendekat, dan bertanya,"Nak, ada apa Nak?""Mas Arga, Bu ....""Kenapa?""Mas Arga, Bu, di-dia menjalin hubungan dengan orang lain, dia p-pacaran dengan pegawai kargo, Bu," ucapku terbata bata, tak tertahan rasanya sesak, hingga aku tak tahu harus memulai penuturanku dari mana."Apa? Ngomong yang jelas Nak ... tenang dulu.""Aku habis memergoki dia di cafe, Bu, mereka mesra sekali dan sikap Mas Arga seakan bukan pria beristri.""Lalu apa yang sudah kau lakukan, Nak?""Marah dan menyiramkan segelas jus pada wanita itu," jawabku sambil menyeka air mata."Sebagai ibu yang bijak, aku ingin kau bersabar, tapi jika menuruti kehendak pribadi, aku ingin kau menghajar keduanya, dan membuat mere
"Apa ini?""Seperti yang ayah lihat, aku tak terima perselingkuhan," jawabku tanpa ekspresi.Ayah mertua yang tadinya nampak ingin berteriak lagi, langsung terdiam dan menghela napas."Pulanglah kamu, jangan bikin aku malu," usir mertua lelakiku."Apa ada penjelasan tentang yang baru saja kutemukan?" Tentu saja aku penasaran Apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa ada hubungan yang terjalin tanpa sepengetahuan ku sementara mereka sendiri juga tahu kalau Mas Arga sudah punya istri. Keluarga macam apa mereka."Tidak ada, yang pasti kami mengetahuinya," jawab beliau.Apa yang lebih mencabik-cabik hatiku lebih daripada perselingkuhan Mas Arga, ialah menyadari kenyataan bahwa mertua mendukung hal itu, lalu aku seperti orang bodoh yang tidak menyadari apapun."Mengapa Ayah membiarkannya? bukankah ayah adalah pemimpin keluarga, mengapa ayah membiarkan ketidak-adilan terjadi di sini?""Aku tidak melihat ada hal yang salah kenyataannya anakku memang lebih bahagia dengan perempuan itu. Kau bisa
Aku pulang, membawa hati dengan sejuta luka yang menyakitkan. Karena tak sanggup menahan kesedihan kuhentikan motor di salah satu tempat sepi, kutumpahkan tangis yang sejak tadi menggumpal di dada sepuasnya."Ah, ya Allah, kenapa harus sesakit ini?"Betapa teganya suamiku, teganya dia mengkhianati dan memperlihatkan hubungannya pada orang tuanya, sementara aku sama sekali tak tahu apa apa." Aku merutuk dan menangisi kemalanganku.Selepas melegakan hati dan mengusap air mataKutemui ibuku yang sejak tadi nampak gelisah menunggu di rumah."Bagaimana?" tanya beliau dengan ekspresi penuh penasaran."Hhmm, hubungan mereka sudah jauh Bu, seserahan sudah siap, mereka akan menikah." Kuhenyakkan diri di sofa sambil menyandar lesu dan menyeka air mataku."Apa?! kurang ajar ...." Ibu langsung memberingas dan memberikan Hafiz padaku."Biar Ibu yang menemui mereka, dasar kurang ajar!"Ibu menyinsingkan lengan baju dan mengambil dompetnya bersiap pergi."Tapi, Bu, pergi dan membuat keributan ak
Terima kasih sebelumnya karena kalian sudah berkenan mengikuti cerita ini , mohon maaf jika di sana sini terdapat banyak kekurangan. 🙏Kulangkahkan kaki sambil menahan buliran bola panas yang ingin jatuh dari sudut mataku. Aku duduk di hadapannya dengan tatapan datar sementara suamiku mendekat ke kursi yang sama denganku."Sebenarnya aku baru ingin bicara denganmu setelah aku menyiapkan diri dan keluargaku tetapi segalanya tidak berjalan sesuai rencana," ucapnya pelan.Mendengarnya aku hanya tertawa sinis menggelengkan kepala dan berusaha menyembunyikan air mata dengan memalingkan wajah."Jadi rahasiamu ketahuan lebih cepat dan rencana kalian tidak berjalan mulus, kan?""Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan kisah cintaku ...," ucapnya dengan suara tertahan, nampaknya Mas Arga ragu akan meneruskan ucapan atau tidak.Aku menunggu sambungan perkataannya tapi dia hanya menunduk."Jadi sejak kapan?""Dia mantan kekasihku, dia cinta pertamaku," balasnya lirih."Jadi ceritanya kau be
"Kamu kok berdiri aja sih, gak bantuin kita?" tanya Ibu mertua yang panik mencoba menyadarkan suaminya."Saya harus bagaimana?" Aku mematung sambil menatap matanya."Cobalah tunjukkan sedikit kepedulian atau pura puralah baik, kamu gak peka banget ya ... ya ampun ....""Selama ini aku sudah tulus dan bersikap baik, tapi balasan kalian sungguh luar biasa. Untuk apa sekarang aku mendorong diri untuk terperosok dan terus mengorbankan perasaan, Bu?" jawabku."Keterlaluan sekali kamu ya, karena kamu suamiku pingsan! Kalau terjadi apa apa padanya, lihatlah kamu!" Wanita itu mengancam sambil melotot padaku Tak banyak jawaban yang ingin aku berikan, situasinya juga sudah tidak memungkinkan untuk berdebat. Tanpa banyak bicara kubantu Mas Arga menaikkan ayahnya ke atas mobil mereka, sementara ibu mertua terus menangis sesenggukan, tak lama kemudian kendaraan itu meluncur pergi dari depan rumah kami.Menyaksikan mobil itu menghilang dari balik tembok pagar, aku hanya bisa menghela nafas be
Pagi baru saja bernapas, tetesan embun masih membasahi kelopak mawar dan anyelir, kubuka pintu, membiarkan hawa pagi memasuki rumah, aroma bunga dan tanah basah merebak seakan ingin mengajakku bersemangat dengan hari baru.Ketika sibuk menyapu suamiku pulang dan langsung memarkirkan motornya, ditemuinya aku yang hanya dia melihatnya datang."Mengapa kamu tidak menyusul ke rumah sakit?""Aku yakin kalian tidak menginginkan kedatanganku, tapi meski begitu, aku sudah menghubungi Mbak Feni tapi dia tidak mengangkatnya." Aku masih melanjutkan kegiatanku menyapu."Aku tidak menyangka bahwa kau akan mengeraskan hatimu dan menunjukkan permusuhan yang dalam pada keluargaku!""Jangan cari gara-gara pagi-pagi Mas, kamu tidak pernah mengerti perasaanku dan kekhawatiranku kepada ayah mertua juga sangat besar, tapi aku tahu diri!" jawabku dingin."Oh ya? Manis sekali ...." Dia mengejekku."Oh ya, apa kamu melaporkan perbuatanku ke kantorku?""Iya." Aku menjawab dengan lantang untuk mengetahui rea
Tanpa merekam video dan menyebarkan ke sosial media, ternyata unggahan nitizen ketika aku menyambangi kafe dan menyirami Gita dengan jus, sudah ramai bahkan sudah ditonton jutaan kali oleh pemirsa. Aku tak menyangka atas reaksi publik dengan video berdurasi beberapa detik itu. Banyak komentar pro dan kontra yang tertuju di video yang diunggah pengunjung cafe itu.Sebagian mendukungku, sebagian lagi menyalahkanku.'Kasihan istrinya, kuat ya, Mbak.'Begitu tulisan di sosial media.'Semoga istrinya bisa menata hidup mandiri bersama putra mereka.' begitu unggahan komentar dari seorang wanita.Namun komentar sumbang yang menyakitkan hati juga diarahkan padaku,'Mungkin istrinya yang kurang pelayanan terhadap suami. Makanya suami nikah lagi.''Mbaknya cerewet atau bisa jadi lupa mengurus diri, makanya Masnya kabur ke pelukan pelakor cantik.'Tapi banyak komentar yang membalas komentar pedas tersebut mungkin karena solidaritas wanita sesama pengguna sosial media, jadi mereka seolah merasaka
Prang!Prak!Suara sepatuku memukul helm Mas Arga dengan kencang. Pria itu nyaris terjatuh dari motornya andai tidak menahan keseimbangan. "Astaga ... kamu kenapa Irma.""Kamu yang kenapa ngikutin aku terus? kamu dah gila ya Mas?""Aku gak ngikutin kamu, kamunya aja yang kepedean," jawabnya sambil melepas helm dan mengusap kepalanya yang kupukul tadi."Arah kantor kamu gak di sini Mas, tapi di jalur berbeda kamu gak malu mas dengan baju dinas keliling ngikutin aku dan suami, kamu gak malu pada keluargamu dan keluarga mertuamu?""Hei, aku gak ikutin kamu, aku cuma mau ke toko sparepart yang ada di jalan Ahmad Yani, kepedean kamu," balasnya."Kamu pikir aku gak lihat kamu ngikutin dari arah rumah? Awas ya Mas, kalau masih ngikutin aku, kulaporkan kamu ke polisi.""Lapor saja, aku ga takut polisi!""Hah, percuma bicara," balasku sambil membalikkan badan dan kembali ke mobil."Sombong sekali kamu, mentang mentang punya suami baru," ucapnya berteriak."Biarin!"" ... nanti juga kamu mento
"Darimana Sayang?" tanya Mas Adit ketika aku baru saja masuk ke kamar."Menemui tamu yang tidak diharapkan," jawabku sambil tersenyum padanya."Apa ada tamu yang tidak diharapkan?""Ya, ada, jenis tamu pengganggu yang akan merusak segalanya.""Siapa orangnya?""Istri mantan suamiku.""Ada apa dengannya?" suamiku langsung mengerjab dan bangkit dari pembaringannya."Dia merasa bahwa Mas Arga masih denganku dan terobsesi pada diri ini. Aku sangat tidak nyaman dengan itu," balasku."Kemarilah," ujarnya memberi isyarat, kuhampiri dia, kubawa diriku ke dalam rangkulannya serta kuletakkan kepala di atas bahunya."Dengar sayang, di rumah tangga kita hanya kita yang bisa menentukan bahagia atau tidaknya, mereka orang luar hanya segelintir gangguan yang tidak perlu dianggap serius.""Aku setuju dengan ucapanmu, Mas.""Jika istri mantanmu merasa risih tapi kau sama sekali tidak berhubungan dengan suaminya, maka kau tidak perlu khawatir dengan semua tuduhan itu. Selagi tidak ada bukti, anggap sa
Tentu saja orang-orang langsung berkerumun memperhatikan pria yang baru saja selesai bernyanyi tiba tiba langsung pingsan saja. Terlebih pingsannya di pelaminan tentu makin mengundang perhatianlah dia."Astaga dia siapa?""Arga mantan suami Irma," jawab seorang pria yang mengenal."Ya ampun, kasihan ....""Mungkin gak kuat menerima kenyataan," ujar yang lain. Reaksi orang beragam, ada yang tertawa, ada yang menatap miris dan lain pula reaksi kedua orang tuaku yang berdiri berdampingan sebagai pendamping pengantin mereka nampak sangat marah dengan keberadaan Mas Arga."Lagipula ngapain sih harus datang ke sini, nyusahin aja!" geram ayah dengan kesalnya."Mungkin dia ingin melihat Irma," jawab Ibu sambil mendekat dan memperhatikan mantan menantunya."Kayaknya bapak ini kelelahan, stress dan dehidrasi, mungkin seseorang bisa hubungi ambulans," ucap seorang temanku yang merupakan seorang petugas kesehatan, dia tadi memeriksa nadi dan wajah Mas Arga dan langsung menyimpulkan."Iya mari g
Tadinya aku akan melangsungkan pesta pertunangan dan memberi waktu lebih banyak untuk penjajakan hubungan dengan Mas Adit. Tapi karena Mas Adit tidak sabar untuk segera menghalalkan hubungan, ditambah dia juga sudah dekat dengan ayah dan ibu, maka aku tak punya alasan untuk menolak.Bukankah, sebaiknya pernikahan dipercepat dan perceraianlah yang harus ditunda. Ada kalanya niat baik memang tak harusnya dipendap lebih lama. Khawatir gagal atau malah tertikung orang lain."Calon Nyonyaku, maukah kita percepat niat baik kita untuk merajut hubungan ke jenjang yang lebih serius?" Tiba tiba kekasih tampanku menghampiri dengan secarik kertas yang ditulis demikian."Apa ini?""Ya, itu ...." Dia mengangkat alis memintaku membaca ulang memo tempelnya. Bayangkan ... dia menempel itu di layar komputerku."Astaga, Mas Adit, lebay tahu gak sih, dilihat orang ...." Kucabit segera memo sambil tertawa."Ya enggak apa apa, aku cuma butuh jawaban.""Secepatnya," jawabku singkat."Kapan, kamu sih, PHP te
Karena tidak mau terburu-buru menikah sebelum puas saling menjajaki, kuputuskan untuk melakukan acara lamaran dan pertunangan agar tali kasih di antara kami bisa diikat dalam satu janji.Kubagikan undangan pertunangan pada teman teman kerja di lingkungan kantor, kuminta dengan ramah dan sopan agar mereka berkenan datang untuk memberikan doa serta dukungan mereka. Kuserahkan amplop bersampul hitam putih dengan gambar bunga itu kepada Dina dan Reni, termasuk Ivanka, wanita yang menaksir pada calon suamiku. Dia yang kebetulan lewat kuhentikan dan dengan santun kusodorkan undangan itu."Mbak, aku mengundangmu," ucapku pelan. Sesaat wanita itu tertegun namun dia tetap menerima undanganku. Ditimbangnya amplop berukuran sedang itu dengan senyum miris, kalau dia menggumam sambil menggeleng pelan."Terima kasih, tapi sepertinya, aku tak bisa hadir," jawabnya dengan senyum kecut. Bahkan dia belum membukanya sehingga bisa tahu kapan dan hari apa, dia menunjukkan penolakan itu karena sudah jelas
Benar saja, sekitar dua puluh menit kemudian, aku bisa melihat pantulan cahaya motor di jendela kamar. Aku bangun memeriksa dan benar saja, itu adalah motor Gita. Sayup sayup kudengar mereka berdebat dengan teriakan, diantara rinai hujan dan petir malam.Kucoba menajamkan pendengaran dan memindai apa yang mereka lakukan."Aku nanya Mas, kamu lagi ngapain di sini?""Udahlah, itu bukan urusanmu, aku lagi mau ngomong sama ibunya Hafiz!""Tapi, ini hujan dan sudah malam, Mas. Ada apa kamu Mas?"Wanita itu mencengkeram bagian depan baju suaminya dengan kesal. Jilbab, wajah dan cardigannya basah tersapu hujan yang turun deras."Aku harus bicara. Itu tidak ada kaitannya denganmu," jawabnya sambil menghempas tangan sang istri."Kalau kamu gak ikut pulang sama aku, kita cerai aja Mas, itu artinya kamu gak mentingin aku!""Ya Allah, kamu pulang aja, aku masih ada urusan!"Mas Arga membentak Gita dengan kesal. "Oh ya ... jadi mau aku panggilkan Mbak Irma ke dalam, mau aku bilangin ke dia kala
Mungkin mas Arga tidak mau merasa dikalahkan dalam hal kebahagiaan, akhir akhir ini dia sering sekali membagikan link postingan Ig dan Facebooknya ke inbokku. Tautan yang dia kirim berisi postingan foto dan kata kata mesra untuk sang istri.Kadang aku melihat semua itu hanya menggeleng saja, postingannya bagiku bukan sebagai bentuk pamer atas kebahagiaan namun lebih terkesan memaksa terlihat bahagia dan yang ada hanya tempelan saja."Andai dia sungguh bahagia dengan cinta barunya, mungkin dia tak akan ingat untuk mengejarku lagi."Aku menggumam sambil meringis miris. Dari tempat dudukku, kupandangi anakku yang sibuk tertawa dan bermain dengan mainannya. Hanya menatapnya sehat dan ceria saja membuat hatiku tenteram dan bahagia. Itu saja sudah cukup. Aku tak butuh apapun lagi, aku sudah bekerja dan insya Allah bisa menanggung hidup sendiri.Jika suatu hari seorang pria baik dengan niat tulus datang melamar, maka aku akan menerima dengan syarat dia akan mencintai anakku juga.*Wak
Menuruti saran dari ibu aku memilih waktu makan siang untuk mengajak massa adik bicara dia yang selalu jadi tempat langganan makan siang kami. Cafe yang berada di lantai dasar tower kantorku.Pukul 12:34 Mas Adit nampak turun dari loby dan langsung masuk ke cafe, dari pintu utama kami bersitatap dan seperti biaasanya senyum itu tersungging lebar."Kamu udah makan?""Belum, Mas, masih nungguin kamu," jawabku memperbaiki posisi duduk."Harusnya kamu pesenin aja, aku akan makan makanan apapun yang kamu suguhkan," jawabnya tersenyum, sekali lagi menggetarkan dadaku.Lama perasaan ini tidak disentuh romansa dan sensaasi manis menggoda, sehingga ketika tiba tiba Mas Adit datang. Ada rasa baru yang kini menghiasi hatiku, aku selalu ingin tersenyum dan bahagia kala berdekatand dengannya. Energinya yang positif, tampilannya yang bersih dan wangi membuatku nyaman berdekatan."Merasa nggak sih kalau akhir-akhir ini kita jadi topik pembicaraan di kantor?""Aku paham, tapi selagi kita bersikap p
Begitu banyak orang yang berkerumun dalam ketegangan, begitu takut dan cemas tapi mereka tidak berani melerai. Sejak awal mereka tahu siapa yang lebih dulu menyulut emosi dan memancing kemarahan orang lain. "Lepaskan dia Kak, dia pasti sudah kapok," ujar seorang wanita."Iya, Kak, gak bakal diulang lagi kayaknya, itu orangnya udah ketakutan banget," timpal yang lain."Tidak, aku akan melemparnya ke muara agar menjadi santapan buaya, aku sama sekali tidak ragu," ujar Mas adit yang masih mencengkeram bagian leher pria yang kini mengucur darah segar dari bibir dan hidungnya."Aku tidak mengganggumu, beraninya kau mengganggu!" Mas Adit makin menggoyangkan badan Mas Arga, Mas Arga berteriak dan mencengkeram tangan kekasih baruku itu dengan panik."Aku juga akan membuatmu terjatuh bersamaku, hahahah," ujarnya. Tadinya dia ketakutan, tapi menit berikutnya pria itu seakan kehilangan akal, dia tertawa terbahak bahak dengan kondisi wajah yang sama sekali tidak sedap dipandang, babak belur dan