Share

.7

"Apa ini?"

"Seperti yang ayah lihat, aku tak terima perselingkuhan," jawabku tanpa ekspresi.

Ayah mertua yang tadinya nampak ingin berteriak lagi, langsung terdiam dan menghela napas.

"Pulanglah kamu, jangan bikin aku malu," usir mertua lelakiku.

"Apa ada penjelasan tentang yang baru saja kutemukan?" Tentu saja aku penasaran Apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa ada hubungan yang terjalin tanpa sepengetahuan ku sementara mereka sendiri juga tahu kalau Mas Arga sudah punya istri. Keluarga macam apa mereka.

"Tidak ada, yang pasti kami mengetahuinya," jawab beliau.

Apa yang lebih mencabik-cabik hatiku lebih daripada perselingkuhan Mas Arga, ialah menyadari kenyataan bahwa mertua mendukung hal itu, lalu aku seperti orang bodoh yang tidak menyadari apapun.

"Mengapa Ayah membiarkannya? bukankah ayah adalah pemimpin keluarga, mengapa ayah membiarkan ketidak-adilan terjadi di sini?"

"Aku tidak melihat ada hal yang salah kenyataannya anakku memang lebih bahagia dengan perempuan itu. Kau bisa apa?"

Mendengar jawaban menyakitkan itu tubuhku langsung menggigil, entah belum bisa menerima atau memang sangat syok tapi yang pasti tubuhku menggigil kedinginan dalam arti sebenarnya, badanku panas dingin seolah akan demam, tungkaiku makin lemas dan kepalaku mendadak pusing.

Aku limbung, nyaris terjatuh menabrak lemari yang ada di belakangku, sementara wanita itu diajak mbak Feni untuk memperbaiki penampilannya.

"Ayo masuk, biarkan dia," ajak iparku dengan tatapan dingin padaku.

Aku tak menyangka bawah iparku yang dulu baik sekali dan perhatian itu ternyata dia telah berubah dalam beberapa saat saja, seingatku, aku tidak pernah berselisih paham atau membantah pembicaraan dengannya, bagaimana mungkin semua kebaikanku rusak oleh setitik cari muka pelakor tidak berguna macam Gita.

"Lalu, apa solusinya untukku dan Hafiz? jika sudah begini aku yakin suamiku tak main-main dengan hubungannya," ucapku dengan air mata yang meleleh lagi.

"Kalau kamu mau bertahan kami akan berterima kasih Tapi kalau kau ingin bercerai Makassar akan Hafiz kepada kami!"

"Kalau begitu tidak akan ada pilihan yang bisa membahagiakanku,

ayah," ucapku.

"Kamu sudah mendapatkan apa yang diinginkan seorang Istri selama 2 tahun, kasih sayang dan cintanya kurasa itu cukup untukmu," jawab pria itu sambil berlalu.

"Bagaimana jika hal yang sedang kualami sekarang terjadi juga pada Mbak Feni?"

Ucapanku barusan serentak membuat semua orang menoleh padaku, ibu mertua terlihat panik dan berusaha membuat suaminya untuk mengendalikan ucapannya padaku.

"Ayah ... gak enak sama dia ...."

"Gak enak saja, Bu, tidak ada perasaan lain?" Rasanya aku tidak bisa melanjutkan ucapanku karena air mata yang berderai, hidung tersumbat dan tenggorokanku sakit. Aku lemas, ingin terjatuh tapi sekuat tenaga kupertahankan lututku untuk menahan bobot tubuh.

"Kelihatannya aku memang tidak cocok berada di tempat ini ..." Aku langsung bergegas pergi tapi kepalaku sakit tak sengaja aku limbung dan terjatuh ke arah pintu kamar ibu.

Daun kayu itu terbuka, aku terjungkal ke kamar mertua dan membuatku menyaksikan sebuah pemandangan mengejutkan di dalam sana.

Rangkaian seserahan, ya, hantaran dengan kotak kaca yang disusun rapi, ada inisial nama Gita dan Mas Arga di dalam ornamen berbentuk pasangan pengantin, lalu ada seperangkat emas berikut juga seserahan lain yang terlihat mewah.

"Ternyata rencana mereka sudah sematang Ini, sementara bodohnya aku tidak menyadari apapun," gumamku dengan buliran bening yang jatuh ke sudut bibir. Melihatku menyaksikan semua itu, orang orang tertegun dan salah tingkah.

"Mas Arga, jadi kamu akan menikah dalam waktu dekat ...?"

Aku tak mampu untuk memaksakan diri tegar karena kali itu pertahananku bobol, aku menangis tersedu-sedu di hadapan semua orang, aku tidak mampu mempertahankan image atau bersikap seakan-akan kuat melihat semua itu, padahal perasaan ini sudah hancur lebur tak berbentuk, duniaku hancur di depan mata, aku seakan kehilangan segalanya.

Kucoba mengumpulkan kekuatan untuk berkata sekali,

"Baiklah, dengar Mas Arga, jika kau memilih wanita itu untuk meninggalkanku aku tidak masalah dengan itu. Akan kujadikan luka dendamku sebagai cambuk agar aku bisa berhasil hidup tanpamu. Jangan datang padaku lalu menyesal dan minta kembali lagi karena aku akan menceraikanmu!" ujarku dengan ucapan berapi-api.

"Irma, dengar ....."

"Tidak! Sudah cukup!" teriakku murka kupandangi wajah semua orang dengan amarah yang membuncah, termasuk ayah mertua yang dulu amat kuhargai.

"Ada apa menatap kami seperti itu?"

"Aku melihat wajah-wajah pengkhianat yang kejam," jawabku dingin, berani dan tak ragu sama sekali.

"Berani sekali kamu, lancang ya!" Mertua lelakiku datang dan bersiap menamparku, tapi aku tak kalah jingga kutangkap lengannya lalu menghempaskan kembali tangan pria tua bertubuh tinggi tegap itu.

"Ayah tidak berhak memukulku, sementara ucapan dan perbuatanku adalah bentuk kekecewaan, kalian semua menipuku, kalian pembohong bermuka dua. Jangan coba-coba untuk mengangkat tangan Ayah lagi karena aku tidak dilahirkan untuk dipukuli!" jawabku sambil beranjak pergi.

"Irma .... Irmayanti, jika kau hentikan langkahmu maka aku akan menceraikanmu!" ancamnya.

"Siapa yang peduli dengan ancaman talakmu, tanpa kau jatuhkan pun, aku hendak menggugatnya!"

Kutinggalkan tempat itu dengan perasaan remuk redam, aku tidak akan pulang lalu meraung-raung di depan Ibuku, tapi yang harus kupikirkan adalah duduk dan merenung, memikirkan sesuatu untuk membalaskan dendam kepada mereka semua, satu persatu! Lihat balasan mengerikanku!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status