Terima kasih sebelumnya karena kalian sudah berkenan mengikuti cerita ini , mohon maaf jika di sana sini terdapat banyak kekurangan. 🙏Kulangkahkan kaki sambil menahan buliran bola panas yang ingin jatuh dari sudut mataku. Aku duduk di hadapannya dengan tatapan datar sementara suamiku mendekat ke kursi yang sama denganku."Sebenarnya aku baru ingin bicara denganmu setelah aku menyiapkan diri dan keluargaku tetapi segalanya tidak berjalan sesuai rencana," ucapnya pelan.Mendengarnya aku hanya tertawa sinis menggelengkan kepala dan berusaha menyembunyikan air mata dengan memalingkan wajah."Jadi rahasiamu ketahuan lebih cepat dan rencana kalian tidak berjalan mulus, kan?""Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan kisah cintaku ...," ucapnya dengan suara tertahan, nampaknya Mas Arga ragu akan meneruskan ucapan atau tidak.Aku menunggu sambungan perkataannya tapi dia hanya menunduk."Jadi sejak kapan?""Dia mantan kekasihku, dia cinta pertamaku," balasnya lirih."Jadi ceritanya kau be
"Kamu kok berdiri aja sih, gak bantuin kita?" tanya Ibu mertua yang panik mencoba menyadarkan suaminya."Saya harus bagaimana?" Aku mematung sambil menatap matanya."Cobalah tunjukkan sedikit kepedulian atau pura puralah baik, kamu gak peka banget ya ... ya ampun ....""Selama ini aku sudah tulus dan bersikap baik, tapi balasan kalian sungguh luar biasa. Untuk apa sekarang aku mendorong diri untuk terperosok dan terus mengorbankan perasaan, Bu?" jawabku."Keterlaluan sekali kamu ya, karena kamu suamiku pingsan! Kalau terjadi apa apa padanya, lihatlah kamu!" Wanita itu mengancam sambil melotot padaku Tak banyak jawaban yang ingin aku berikan, situasinya juga sudah tidak memungkinkan untuk berdebat. Tanpa banyak bicara kubantu Mas Arga menaikkan ayahnya ke atas mobil mereka, sementara ibu mertua terus menangis sesenggukan, tak lama kemudian kendaraan itu meluncur pergi dari depan rumah kami.Menyaksikan mobil itu menghilang dari balik tembok pagar, aku hanya bisa menghela nafas be
Pagi baru saja bernapas, tetesan embun masih membasahi kelopak mawar dan anyelir, kubuka pintu, membiarkan hawa pagi memasuki rumah, aroma bunga dan tanah basah merebak seakan ingin mengajakku bersemangat dengan hari baru.Ketika sibuk menyapu suamiku pulang dan langsung memarkirkan motornya, ditemuinya aku yang hanya dia melihatnya datang."Mengapa kamu tidak menyusul ke rumah sakit?""Aku yakin kalian tidak menginginkan kedatanganku, tapi meski begitu, aku sudah menghubungi Mbak Feni tapi dia tidak mengangkatnya." Aku masih melanjutkan kegiatanku menyapu."Aku tidak menyangka bahwa kau akan mengeraskan hatimu dan menunjukkan permusuhan yang dalam pada keluargaku!""Jangan cari gara-gara pagi-pagi Mas, kamu tidak pernah mengerti perasaanku dan kekhawatiranku kepada ayah mertua juga sangat besar, tapi aku tahu diri!" jawabku dingin."Oh ya? Manis sekali ...." Dia mengejekku."Oh ya, apa kamu melaporkan perbuatanku ke kantorku?""Iya." Aku menjawab dengan lantang untuk mengetahui rea
Tanpa merekam video dan menyebarkan ke sosial media, ternyata unggahan nitizen ketika aku menyambangi kafe dan menyirami Gita dengan jus, sudah ramai bahkan sudah ditonton jutaan kali oleh pemirsa. Aku tak menyangka atas reaksi publik dengan video berdurasi beberapa detik itu. Banyak komentar pro dan kontra yang tertuju di video yang diunggah pengunjung cafe itu.Sebagian mendukungku, sebagian lagi menyalahkanku.'Kasihan istrinya, kuat ya, Mbak.'Begitu tulisan di sosial media.'Semoga istrinya bisa menata hidup mandiri bersama putra mereka.' begitu unggahan komentar dari seorang wanita.Namun komentar sumbang yang menyakitkan hati juga diarahkan padaku,'Mungkin istrinya yang kurang pelayanan terhadap suami. Makanya suami nikah lagi.''Mbaknya cerewet atau bisa jadi lupa mengurus diri, makanya Masnya kabur ke pelukan pelakor cantik.'Tapi banyak komentar yang membalas komentar pedas tersebut mungkin karena solidaritas wanita sesama pengguna sosial media, jadi mereka seolah merasaka
Pukul lima sore hari suamiku pulang, diparkirkannya motor seperti biasa lalu tanpa kuduga, dihempasnya helm dengan kasar di depan pelataran rumah.Prak!Sangat keras, sampai aku dan Hafiz terkejut.Lama dia menunggu di depan, tatapan matanya liar, nanar menghadap ke pintu rumah, mungkin dia menunggu aku keluar dan bertanya padanya mengapa kiranya dia membanting pelindung kepala.Tapi, ya, kubiarkan saja, aku sudah paham mengapa kemarahannya demikian."Apa perlumu, sampai kau harus pergi ke kantor Gita dan mempermalukan dia di depan bosnya?""Seorang pelakor harus dipermalukan agar mereka kapok dan tidak mengulangi perbuatan!""Heh, kau tak tahu malu apa, kau tak sadar bahwa kau yang memaksa dirimu padaku," celanya dengan jari telunjuk yang diarahkan ke mata kiriku."Kalau kamu merasa begitu, kenapa tidak jatuhkan talakmu, agar kepalamu tak pusing ... Tinggalkan anak istrimu dan bahagialah dengan wanita itu.""Kau menantangku?!""Ayo lakukan, sekarang kau ucapkan talakmu, besoknya
Lepas ibu mertua mengakhiri panggilan di ponselnya, kedua anak beranak itu menjauh dari rumahku."Ayo pergi, Feni," ajaknya pada kakak ipar. Wanita yang dipanggil hanya menatapku sekilas lalu melenggang begitu saja melewatiku."Aku berikan waktu seminggu, kemasi barangmu dan pergi dari tempat ini.""Saya tidak akan kemana-mana!""Bertahan saja, kalau kau bisa," balasnya sambil menjauh.Aku terduduk sedih, aku terdiam melihat bagaimana mertua menyakiti hati ini. Tentang suami, teganya dia menceraikan diri ini lewat telepon. Tidak bisakah ia pulang lalu menyudahi urusan denganku? ternyata posisi diri ini sudah direbut. Cinta pertama dalam hidup suamiku kembali muncul dan menimbulkan petaka di antara kami. Pun keluarganya, teganya mereka mencampakkanku begitu saja, padahal sebelum ini, kami tidak pernah bermasalah, cenderung harmonis dan bahagia.*Dua hari kutunggu Mas Dirga untuk pulang, kutunggu itikad baik untuk menyudahi hubungan ini dan membereskan tentang rumah yang harus dibagi.
Setelah kupukul dan mereka menyadari sesuatu, kedua orang yang kubenci itu beringsut pergi dari rumah ini tanpa mengatakan apapun lagi.Tadinya Mas Arga ingin membalas dan memukulku tapi dan berpikir sekali lagi lalu tanpa banyak bicara lagi diajaknya sang kekasih keluar dari kamar utama lalu meninggalkan rumah ini."Artinya dia berpikir sebelum bertindak," gumamku.Kulirik ponsel dan melihat status video yang beberapa menit lalu kuunggah. Ternyata disana Sudah ada banyak komentar yang pro dan aku tidak membacanya agar mental dan pikiranku tidak semakin terpengaruh dan aku makin murka.Akan kusiapkan diriku untuk apa yang akan terjadi selanjutnya.Kuambil ponsel lalu menelepon Ibu memintanya untuk datang menjemput Hafiz."Kenapa Ibu harus menjemput Hafiz?" tanya wanita itu dengan nada heran."Karena aku akan masuk kantor polisi," jawabku."Kantor polisi? Kenapa, apa kamu melakukan sesuatu?""Ibu lihat saja videonya di Facebook milikku aku tidak ada waktu untuk menjelaskan karena harus
Aku terbangun karena kicauan burung Pipit yang bertengger di pohon, kubuka mata dan memastikan diriku masih ada di sofa semalam, tanpa selimut dan kedinginan."Tidak ada yang datang, apa sampai sekarang mereka tidak melaporkan perbuatanku?" Aku membatin sambil membenahi jilbab dan bangun untuk mencuci muka.Kusiapkan sarapan untukku sendiri duduk di meja makan dan menikmati sarapan sembari berteman sepi. Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi, lalu membuka ponsel untuk menghubungi Ibu. Kulihat anakku sedang sibuk bermain dan disuapi ibu ketika panggilan video call itu diangkatnya."Gimana keadaanmu sekarang?"Tanya ibu sambil mengarahkan sendok ke mulut kecil Hafiz."Baik aku sedang sarapan.""Apa tidak ada yang datang?""Tidak ada sampai sekarang tidak ada.""Baguslah itu artinya mereka tidak akan melakukannya," ucap ibu dengan senyum tipis beliau."Mungkin saja rencana dulu sebelum mereka datang dan membekukku," ucapku lirih.Tiba-tiba saja, selagi aku bicara suara