"Oke ... oke, aku mengaku salah, wanita itu pergi pasca berita tentang hubungan kami viral. Orang orang di kantor heboh dan sedang menunggu untuk memberiku hukuman, orang tuaku juga tak kalah malunya karena tercoreng sebagai mertua yang jahat, begitu juga kakakku, apakah menurutmu itu belum cukup hukumannya?" Dia mulai berbicara dengan nada cepat."Aku membutuhkan permintaan maaf dihadapan semua orang, karena aku sudah mengunggahnya ke sosial media maka yang harus kau lakukan adalah memberikan klarifikasi ke sosial media juga," jawabku dingin.Pria itu langsung memberingas dan mendekatiku, dicekalnya lengan ini yang hendak mengambil gagang sapu lalu ditatapnya mata ini dengan tatapan kesal."Apa maumu! Kini aku sudah pulang padamu, kembalikan keadaan seperti semula!"Beraninya dia melotot padaku, memaksaku mengembalikan keadaan padahal orang yang memperkeruh suasana jelas jelas adalah dia."Mengapa menuntutku untuk mengembalikan keadaan seperti semula? harusnya kamu yang memperbaiki
Tentu saja mendengar ucapan Ibu mertua yang terkesan amat melecehkanku, tak kuasa diri ini menahan kegeraman. Mungkin wajar wanita itu bersikap angkuh, karena dia sendiri tak tahu rasanya dimadu.Mungkin ada baiknya jika ayah mertua menikah lagi dan memberinya rasa sakit seperti yang kurasakan sekarang."Gak usah, Bu, biar di sini saja, saya mau pergi," ucap wanita itu membalikkan badan. Namun ibu mertua bersikeras menarik tangannya dan memintanya untuk masuk dan menemui Mas Arga."Kini Arga adalah calon suamimu, kamu berhak menemuinya dan memberikan dia makanan. Kebetulan wanita ini nampaknya juga tidak menyiapkan sesuatu untuk Arga." Wanita itu mendelik sinis padaku."Tidak Bu, Mas Arga memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan saya, kebetulan di momen ini saya berniat mengembalikan buku tabungan yang dia serahkan untuk acara pernikahan kami," ucap Gita sambil menyerahkan buku tabungan berwarna biru.Tentu saja hati ini semakin sakit, tidak menyangka bahwa diam-diam suamiku menyi
Aku sedang berada di supermarket ketika bertemu dengan salah seorang mantan Teman sekolahku, dia bernama Ardina, menyapaku ketika diri ini sedang sibuk memilih apel di stand buah."Hai, Irma kan?" sapa wanita dengan blazer berwarna navy dengan celana pipa senada."Iya, ini Irma, kalau gak salah kamu Ardina kan?""Iya," jawabnya dengan binar bahagia, kami berpelukan dan saling menanyakan kabar. Dulu dia teman satu kelas dan juga satu klub pecinta alam denganku."Kamu kerja di mana sekarang?""Di PT. Cakra buana, perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis dan menyediakan makanan organik yang didistribusikan ke supermarket-supermarket ke berbagai kota," ucapnya pelan."Kebetulan Kakak iparku Mas Hendri, suami Kakak Mas Arga juga bekerja di PT yang sama," balasku cepat."Oh, Pak Hendri yang kepala divisi pemasaran?""Iya._""Iya, aku mengenalnya, dia orang yang ramah, kepercayaan Bos dan sedikit tampan," bisiknya malu malu."Sungguhkah dia menurutmu tampan," tanyaku mengulum senyum."
Tanpa menunggu lebih lama, berita itu terdengar dengan cepat sampai ke rumahku, di pagi-pagi buta, Mas Arga terdengar panik mendapatkan panggilan telepon dari ibunya."Assalamualaikum?" sapa suamiku yang masih setengah mengantuk di balik selimutnya.Entah apa yang dia dengar, tapi seketika saja suamiku langsung melompat dari pembaringan, wajahnya terkejut pusat pasi dan terlihat menatapku dengan raut yang begitu syok."Mas Hendri selingkuh?!" Mas Arga tidak mampu menyembunyikan ekspresi terbelalaknya."Oke ... oke, aku akan datang," jawabnya sembari menutup telepon dan bergegas ke kamar mandi dan mencuci muka."Ada apa?" tanyaku pura pura bodoh."Ti-tidak ada apa apa, hanya sedikit uhm ....""Apa ..? kudengar kakakmu diselingkuhi," ujarku dengan senyum sinis.Pria yang kutanya hanya mendecak sambil segera merapikan pakaiannya dan bergegas pergi, meraih kunci motor dan meluncurkan kendaraannya dengan cepat.Aku tahu, ini saatnya keluarga 'toxic' itu menerima karma yang menyakitkan,
Pukul tiga sore seperti yang kujanjikan, aku sudah berada di sebuah gedung berlantai tiga yang belum rampung pembangunannya.Kuhubungi salah satu orang yang pernah kukenal sebagai preman pasar, dan meminta pria itu untuk menggertak pelakor dalam rumah tanggaku. Awalnya pria sangar itu tidak mau, tapi dengan bayaran yang cukup besar akhirnya, dia setuju."Tapi kalo ada apa apa, gue gak mau terlibat ya," ucapnya yang mengacu pada polisi."Iya, lakukan saja dengan aman, agar semuanya tidak perlu ketahuan," balasku sambil mengangsurkan amplop coklat lalu memberikan itu padanya."Kalau aku tertangkap, kau akan kuseret juga," ujarnya."Abang tak perlu memperkosa wanita itu, cukup beri pelajaran saja!""Baiklah, aku akan menyamar, mengenakan pakaian dan gaya mirip suamimu sementara kau datang saja lebih dulu," balasnya sambil tersenyum jahat."Siap, aku akan di sana untuk merekamnya!"Aku berencana menggunakan video skandal traumatis itu untuk membuat wanita itu takut, dan cemas sepanjang
Setelah Bang Hilman selesai memberikan pelajaran kepada Gita, kami tinggalkan tempat itu dengan cara terpisah. Kutelpon dia untuk mengkonfirmasi bahwa tugasnya sudah selesai, lantas aku pun berniat untuk membayarkan sisa biayanya, sementara pria itu akan mengirimkan video yang baru saja dia rekam."Terima kasih atas bantuannya, saya tahu ini tidak kriminal tapi sepertinya saya tidak punya pilihan lain untuk mempertahankan apa yang saya miliki.""Ya, sama sama.""Karena abang Hilman tidak tergoda untuk menyentuh perempuan itu," ucapku berhati hati."Aku tak berminat pada Lon** gratisan, yang dibayar lebih menantang," jawabnya terkekeh pelan."Terima kasih sekali lagi.""Aku sudah membantumu dan akan mengirimkan videonya tapi Jangan libatkan aku dalam segala urusan yang kemudian terjadi keesokan harinya.""Baik," jawabku."Tapi saya lebih khawatir karena Wanita itu mungkin bisa mendeskripsikan ciri-ciri Bang Hilman ke polisi.""Tidak perlu khawatir, dia tak akan berani melakukannya," ja
Beberapa jam Setelah kepergian Mas Arga dia kembali menelpon ke ponselku, ketika aku angkat pria itu terdengar sangat resah dan panik."Halo, assalamualaikum.""Gita mengalami trauma berat dan mentalnya mengalami gangguan, nampaknya dia baru saja dicoba untuk diperkosa. Gadis itu nampak terguncang frustasi dan ketakutan.""Mengapa kau beri tahu aku seakan itu penting bagiku, aku tak peduli dan itu bukan urusanku," jawabku ketus."Keluarganya sudah lapor polisi," ujarnya dengan tegas.Mengapa suamiku harus mengatakan hal itu padaku? apa menurutnya laporan pada polisi akan penting? aku sama sekali tidak peduli. Andai pun wanita itu melapor, maka video penelanjangan dirinya akan viral di sosial media. Tentu saja dia tidak akan berani untuk membuka mulutnya, siap tentang siapa pelaku dan bagaimana detail kejadiannya."Ya lapor saja, aku tak peduli, dan ya, katakan padaku .. kau janji sudah mengakhiri hubungan dengan Gita, mengapa sekarang kau masih peduli padanya dan panik seolah-olah di
Sekuat-kuatnya aku ... perpisahan tetaplah hal yang menyakitkan, membayangkan bahwa kami yang dulu amat bahagia lalu tidak bersama lagi, membuat air mata ini menggenang di pelupuk mata. Aku menangis di sepertiga malam, di atas sajadah di mana kusujudkan diri dan melabuhkan doa doa panjang."Ya Allah, apa sampai di sini saja rumah tangga kami, sesingkat inikah hubungan yang kami untai dengan janji suci, haruskah berakhir hanya begini saja?"Semakin dipikirkan rasanya makin tak kuat diri ini membayangkannya. "Jika harus berpisah mengapa ditakdirkan bersama?" Mungkin bukan hanya aku yang menanyakan pertanyaan demikian tapi banyak orang di dunia ini dengan nasib yang sama.Sebuah misteri dan permainan takdir yang sulit diartikan. Terlihat tidak adil tapi Tuhan punya hak prerogratif yang tidak bisa diganggu gugat."Ah, aku pasrah," gumamku seraya merangkum air mata dengan ujung mukena.*Hari Minggu, pukul empat sore kedua belah pihak anggota keluarga untuk berdiskusi membicarakan peri
Prang!Prak!Suara sepatuku memukul helm Mas Arga dengan kencang. Pria itu nyaris terjatuh dari motornya andai tidak menahan keseimbangan. "Astaga ... kamu kenapa Irma.""Kamu yang kenapa ngikutin aku terus? kamu dah gila ya Mas?""Aku gak ngikutin kamu, kamunya aja yang kepedean," jawabnya sambil melepas helm dan mengusap kepalanya yang kupukul tadi."Arah kantor kamu gak di sini Mas, tapi di jalur berbeda kamu gak malu mas dengan baju dinas keliling ngikutin aku dan suami, kamu gak malu pada keluargamu dan keluarga mertuamu?""Hei, aku gak ikutin kamu, aku cuma mau ke toko sparepart yang ada di jalan Ahmad Yani, kepedean kamu," balasnya."Kamu pikir aku gak lihat kamu ngikutin dari arah rumah? Awas ya Mas, kalau masih ngikutin aku, kulaporkan kamu ke polisi.""Lapor saja, aku ga takut polisi!""Hah, percuma bicara," balasku sambil membalikkan badan dan kembali ke mobil."Sombong sekali kamu, mentang mentang punya suami baru," ucapnya berteriak."Biarin!"" ... nanti juga kamu mento
"Darimana Sayang?" tanya Mas Adit ketika aku baru saja masuk ke kamar."Menemui tamu yang tidak diharapkan," jawabku sambil tersenyum padanya."Apa ada tamu yang tidak diharapkan?""Ya, ada, jenis tamu pengganggu yang akan merusak segalanya.""Siapa orangnya?""Istri mantan suamiku.""Ada apa dengannya?" suamiku langsung mengerjab dan bangkit dari pembaringannya."Dia merasa bahwa Mas Arga masih denganku dan terobsesi pada diri ini. Aku sangat tidak nyaman dengan itu," balasku."Kemarilah," ujarnya memberi isyarat, kuhampiri dia, kubawa diriku ke dalam rangkulannya serta kuletakkan kepala di atas bahunya."Dengar sayang, di rumah tangga kita hanya kita yang bisa menentukan bahagia atau tidaknya, mereka orang luar hanya segelintir gangguan yang tidak perlu dianggap serius.""Aku setuju dengan ucapanmu, Mas.""Jika istri mantanmu merasa risih tapi kau sama sekali tidak berhubungan dengan suaminya, maka kau tidak perlu khawatir dengan semua tuduhan itu. Selagi tidak ada bukti, anggap sa
Tentu saja orang-orang langsung berkerumun memperhatikan pria yang baru saja selesai bernyanyi tiba tiba langsung pingsan saja. Terlebih pingsannya di pelaminan tentu makin mengundang perhatianlah dia."Astaga dia siapa?""Arga mantan suami Irma," jawab seorang pria yang mengenal."Ya ampun, kasihan ....""Mungkin gak kuat menerima kenyataan," ujar yang lain. Reaksi orang beragam, ada yang tertawa, ada yang menatap miris dan lain pula reaksi kedua orang tuaku yang berdiri berdampingan sebagai pendamping pengantin mereka nampak sangat marah dengan keberadaan Mas Arga."Lagipula ngapain sih harus datang ke sini, nyusahin aja!" geram ayah dengan kesalnya."Mungkin dia ingin melihat Irma," jawab Ibu sambil mendekat dan memperhatikan mantan menantunya."Kayaknya bapak ini kelelahan, stress dan dehidrasi, mungkin seseorang bisa hubungi ambulans," ucap seorang temanku yang merupakan seorang petugas kesehatan, dia tadi memeriksa nadi dan wajah Mas Arga dan langsung menyimpulkan."Iya mari g
Tadinya aku akan melangsungkan pesta pertunangan dan memberi waktu lebih banyak untuk penjajakan hubungan dengan Mas Adit. Tapi karena Mas Adit tidak sabar untuk segera menghalalkan hubungan, ditambah dia juga sudah dekat dengan ayah dan ibu, maka aku tak punya alasan untuk menolak.Bukankah, sebaiknya pernikahan dipercepat dan perceraianlah yang harus ditunda. Ada kalanya niat baik memang tak harusnya dipendap lebih lama. Khawatir gagal atau malah tertikung orang lain."Calon Nyonyaku, maukah kita percepat niat baik kita untuk merajut hubungan ke jenjang yang lebih serius?" Tiba tiba kekasih tampanku menghampiri dengan secarik kertas yang ditulis demikian."Apa ini?""Ya, itu ...." Dia mengangkat alis memintaku membaca ulang memo tempelnya. Bayangkan ... dia menempel itu di layar komputerku."Astaga, Mas Adit, lebay tahu gak sih, dilihat orang ...." Kucabit segera memo sambil tertawa."Ya enggak apa apa, aku cuma butuh jawaban.""Secepatnya," jawabku singkat."Kapan, kamu sih, PHP te
Karena tidak mau terburu-buru menikah sebelum puas saling menjajaki, kuputuskan untuk melakukan acara lamaran dan pertunangan agar tali kasih di antara kami bisa diikat dalam satu janji.Kubagikan undangan pertunangan pada teman teman kerja di lingkungan kantor, kuminta dengan ramah dan sopan agar mereka berkenan datang untuk memberikan doa serta dukungan mereka. Kuserahkan amplop bersampul hitam putih dengan gambar bunga itu kepada Dina dan Reni, termasuk Ivanka, wanita yang menaksir pada calon suamiku. Dia yang kebetulan lewat kuhentikan dan dengan santun kusodorkan undangan itu."Mbak, aku mengundangmu," ucapku pelan. Sesaat wanita itu tertegun namun dia tetap menerima undanganku. Ditimbangnya amplop berukuran sedang itu dengan senyum miris, kalau dia menggumam sambil menggeleng pelan."Terima kasih, tapi sepertinya, aku tak bisa hadir," jawabnya dengan senyum kecut. Bahkan dia belum membukanya sehingga bisa tahu kapan dan hari apa, dia menunjukkan penolakan itu karena sudah jelas
Benar saja, sekitar dua puluh menit kemudian, aku bisa melihat pantulan cahaya motor di jendela kamar. Aku bangun memeriksa dan benar saja, itu adalah motor Gita. Sayup sayup kudengar mereka berdebat dengan teriakan, diantara rinai hujan dan petir malam.Kucoba menajamkan pendengaran dan memindai apa yang mereka lakukan."Aku nanya Mas, kamu lagi ngapain di sini?""Udahlah, itu bukan urusanmu, aku lagi mau ngomong sama ibunya Hafiz!""Tapi, ini hujan dan sudah malam, Mas. Ada apa kamu Mas?"Wanita itu mencengkeram bagian depan baju suaminya dengan kesal. Jilbab, wajah dan cardigannya basah tersapu hujan yang turun deras."Aku harus bicara. Itu tidak ada kaitannya denganmu," jawabnya sambil menghempas tangan sang istri."Kalau kamu gak ikut pulang sama aku, kita cerai aja Mas, itu artinya kamu gak mentingin aku!""Ya Allah, kamu pulang aja, aku masih ada urusan!"Mas Arga membentak Gita dengan kesal. "Oh ya ... jadi mau aku panggilkan Mbak Irma ke dalam, mau aku bilangin ke dia kala
Mungkin mas Arga tidak mau merasa dikalahkan dalam hal kebahagiaan, akhir akhir ini dia sering sekali membagikan link postingan Ig dan Facebooknya ke inbokku. Tautan yang dia kirim berisi postingan foto dan kata kata mesra untuk sang istri.Kadang aku melihat semua itu hanya menggeleng saja, postingannya bagiku bukan sebagai bentuk pamer atas kebahagiaan namun lebih terkesan memaksa terlihat bahagia dan yang ada hanya tempelan saja."Andai dia sungguh bahagia dengan cinta barunya, mungkin dia tak akan ingat untuk mengejarku lagi."Aku menggumam sambil meringis miris. Dari tempat dudukku, kupandangi anakku yang sibuk tertawa dan bermain dengan mainannya. Hanya menatapnya sehat dan ceria saja membuat hatiku tenteram dan bahagia. Itu saja sudah cukup. Aku tak butuh apapun lagi, aku sudah bekerja dan insya Allah bisa menanggung hidup sendiri.Jika suatu hari seorang pria baik dengan niat tulus datang melamar, maka aku akan menerima dengan syarat dia akan mencintai anakku juga.*Wak
Menuruti saran dari ibu aku memilih waktu makan siang untuk mengajak massa adik bicara dia yang selalu jadi tempat langganan makan siang kami. Cafe yang berada di lantai dasar tower kantorku.Pukul 12:34 Mas Adit nampak turun dari loby dan langsung masuk ke cafe, dari pintu utama kami bersitatap dan seperti biaasanya senyum itu tersungging lebar."Kamu udah makan?""Belum, Mas, masih nungguin kamu," jawabku memperbaiki posisi duduk."Harusnya kamu pesenin aja, aku akan makan makanan apapun yang kamu suguhkan," jawabnya tersenyum, sekali lagi menggetarkan dadaku.Lama perasaan ini tidak disentuh romansa dan sensaasi manis menggoda, sehingga ketika tiba tiba Mas Adit datang. Ada rasa baru yang kini menghiasi hatiku, aku selalu ingin tersenyum dan bahagia kala berdekatand dengannya. Energinya yang positif, tampilannya yang bersih dan wangi membuatku nyaman berdekatan."Merasa nggak sih kalau akhir-akhir ini kita jadi topik pembicaraan di kantor?""Aku paham, tapi selagi kita bersikap p
Begitu banyak orang yang berkerumun dalam ketegangan, begitu takut dan cemas tapi mereka tidak berani melerai. Sejak awal mereka tahu siapa yang lebih dulu menyulut emosi dan memancing kemarahan orang lain. "Lepaskan dia Kak, dia pasti sudah kapok," ujar seorang wanita."Iya, Kak, gak bakal diulang lagi kayaknya, itu orangnya udah ketakutan banget," timpal yang lain."Tidak, aku akan melemparnya ke muara agar menjadi santapan buaya, aku sama sekali tidak ragu," ujar Mas adit yang masih mencengkeram bagian leher pria yang kini mengucur darah segar dari bibir dan hidungnya."Aku tidak mengganggumu, beraninya kau mengganggu!" Mas Adit makin menggoyangkan badan Mas Arga, Mas Arga berteriak dan mencengkeram tangan kekasih baruku itu dengan panik."Aku juga akan membuatmu terjatuh bersamaku, hahahah," ujarnya. Tadinya dia ketakutan, tapi menit berikutnya pria itu seakan kehilangan akal, dia tertawa terbahak bahak dengan kondisi wajah yang sama sekali tidak sedap dipandang, babak belur dan