Kutiitipkan anakku pada neneknya, dengan alasan aku punya urusan mendesak, sebenarnya ibu agak curiga melihat gelagatku tapi kupastikan bahwa aku baik baik saja.
"Aku gak akan lama Bu, sejam aja," ucapku pamit. "Ya, hati-hati." "Botol susu dan termosnya sudah ada di dalam tas bayi Bu." "Iya, pergilah, Nak, ibu akan menjaga Hafiz." Kukendarai motorku, menuju kantor suami, diam diam mengintai dan menunggu di keluar, aku juga sudah mengganti pakaian dengan baju milik ibu, baju yang tak pernah dilihat Mas Arga sebelumnya. Setengah jam kemudian suamiku terlihat keluar, masih dengan baju dinas dan tas kerja yang dia sampirkan di bahu. Sebenarnya aku terkesan, di jam empat sore dia masih terlihat rapi dan tampan, entah dia menjaga penampilan atau apa yang dia lakukan pada wajahnya, yang pasti suamiku terlihat cerah. Dia terlihat mengambil motor, tapi tidak seperti ucapannya yang ingin mengantar bosnya, dia hanya sendirian. "Oh, dia membohongiku, aku harus mengambil gambar agar tidak memberikan tuduhan palsu." Kuikuti dia, sampai ke sebuah cafe yang lumayan mewah dan posisinya strategis, karena tidak terlalu berada di depan jalan sehingga dia leluasa berjumpa dengan pacarnya. Kuikuti dia dengan dada berdebar sambil membayangkan apa yang akan terjadi. "Hai ...." Suamiku menyapa wanita cantik yang terlihat dengan senyum lebar menyambut suamiku, mereka saling memberi ciuman pipi kiri dan kanan. "Udah lama nunggu?" "Enggak, Mas." "Cantik sekali bunganya, dari mana?" tanya Mas Arga sambil menunjuk bunga yang kubawa tadi. "Dari kamu kan? Jangan pura pura deh," ucap wanita itu menggoda. "Tapi aku gak tahu apa-apa," gumam Mas Arga bingung. "Beneran Mas, kurirnya nganter ke kantor aku dan bilang kalau ini dari orang yang selalu ada di hatiku. Orang yang selalu ada di hatiku , ya ... cuma kamu Mas," jawab gadis itu mengerlingkan manja. "Oh, gitu ya, hahah, kalau begitu anggap saja itu ungkapan cinta dariku, langit merestui kita dan mengirimkan bukti bahwa aku mencintaimu," jawab Mas Arga. Tentu saja, aku yang diam diam mendengar seakan ditusuk oleh ucapannya pada wanita itu, dadaku seakan mengalirkan darah yang begitu deras, harapan dan kepercayaanku ditampar oleh perbuatannya. Janjinya padaku dan rayuannya pada wanita itu nyaris sama, janjinya setia tapi kenyataannya kontradiktif. Dia munafik, dan sialnya, aku tak menyadari bahwa suamiku munafik. "Sepertinya aku harus melakukan video call dengan mertuaku agar beliau tahu perbuatan anaknya," gumamku sambil mencoba menghubungkan ke nomor mertua, tapi ternyata, pulsaku habis. Aku hanya bisa menghela napas sambil berdecak kecil. "Ah, sial ... di saat genting aku malah tidak sempat mengisi pulsa," rutukku. Kuintip Mereke sekali lagi, kini posisi Mas Arga sudah berpindah ke sisi wanita itu, dia menggenggam tangan kekasihnya dengan kedua tangannya lalu mengecup jemari Gita dengan mata tertutup penuh penghayatan cinta. Luar biasa romantis sampai-sampai aku merasa tercabik-cabik. Bayangkan, aku istri sah yang baru dua tahun menikah dengannya, kami bahagia, tidak pernah bertengkar, kami sangat harmonis. Ada apa dengan Mas Arga sekarang, apa dia bosan? Kalau bosan, apa arti ungkapan cinta dan permainan kasih antara kami tiap malam? bukankah itu artinya kebohongan? Dia sudah menipuku! "Aku mencintaimu," gumamnya. "Aku juga, Mas," jawab gadis itu tersipu. "Maukah kamu menikah denganku?" Mendengar seseorang melamarnya, wajah wanita itu kian merona, dia tersenyum lalu menunduk dengan penuh haru. "Bagaimana sayang? Aku memang tidak kaya, bukan pejabat tinggi atau pengusaha, tapi aku janji akan membahagiakanmu Gita." "Istrimu gimana Mas, dia pasti akan marah, dia gak akan setuju dengan hubunga kita," jawab wanita itu sambil menatap wajah suamiku dengan tatapan sedih. "Aku tak akan memberi tahunya, biar dia menyadari sendiri, sehingga dia bisa mengintrospeksi dirinya, apa yang salah." Mendengar itu .. mendengar bagaimana dia meremehkanku, napasku langsung sesak, betapa tidak, ungkapannya membuat perasaan ini langsung ingin meledak. Kuputuskan untuk keluar dari persembunyian, kuhampiri mereka, mengambil gelas jus yang baru saja di sajikan, dan menyemburkan minuman berwarna merah itu ke wajah mereka berdua. Byur! Sepasang kekasih itu terkesiap dan langsung berdiri mereka terkejut dan menatap nanar padaku lalu buru-buru meraih tisu untuk mengusap wajah mereka. "Kau bilang apa .... kau bilang kau akan menyembunyikan hubungan agar aku bisa mengintrospeksi diriku?" Orang orang terkejut dan bangkit dari meja mereka, para pengunjung kafe menatap kami bertiga dengan penuh tanda tanya. "Bunda Hafiz ... a-aku ...." "Kenapa kau gelagapan sementara tadi kamu begitu lancar mengucapkan janji manis di depan selingkuhanmu. Kenapa datangnya istri sah membuat kamu gugup dan takut," desisku dengan sinis. "Aku pergi aja Mas," ucap wanita itu sambil merajuk pada Mas Arga. "Tunggu sebentar," ujar Mas Arga menahan pergelangan tangannya. "Ada apa kalian gelagapan, bukannya kau baru saja dilamar suamiku? katakan apa jawabanmu untuknya!" cecarku pada Gita. Wooow .... Pengunjung kafe menjadi riuh rendah melihat ada aksi perselingkuhan yang terciduk. "Ka-kamu, kamu yang mengantar bunga tadi?" "Iya, aku, istri sah. Aku memang tidak secantik dirimu tapi mental aku tidak rendahan aku tidak mencuri kebahagiaan orang demi kepentinganku, kau sangat cantik berhijab dan elegan, tapi mentalmu murahan!" "Astaghfirullah, diam Bunda Hafiz!" bentak Mas Arga. "Jangan panggil aku dengan sebutan cintamu di dalam rumah kita! Panggil saja namaku, aku muak dengan kepura-puraan yang kuyakin kau juga terpaksa melakukannya! Kenapa kau tidak jujur saja?!" Tiba-tiba security cafe tersebut datang, dua orang berpakaian seragam hitam bertumpu tinggi besar itu langsung melerai kami dan mengusirku dari tempat itu. "Mohon maaf, Anda tidak diperkenankan mengganggu pengunjung kafe yang ada di sini!" "Lain kali, Anda dan pengelola jangan menerima pasangan selingkuh, agar kejadian ini tidak terulang lagi," jawabku sambil beranjak pergi. "Sebaiknya Anda selesaikan masalah di luar, jangan di sini!" "Aku memang menunggu, aku siap bergelut dengannya!" tantangku sambil menyinsingkan lengan baju. Wanita yang kutunjuk terlihat bersembunyi di balik pelukan Mas Arga, dia nampak minta perlindungan. "Mas ... istrimu menakutkan ...." "Tenang, aku akan bicara, aku akan membawanya pulang," jawab Mas Arga sambil membela lengan kekasihnya dengan lembut lalu menarik tanganku dengan kasar dan mengajakku pergi. Di lokasi parkir dia menghempaskan lenganku dengan kemarahan, dia menatapku denga. bola mata berapi api tapi tidak mengatakan apa apa. Lama kami saling terdiam hingga air mataku meleleh, aku seakan kehabisan kata-kata padanya. "Mestinya kau tahan emosimu," gumam pria itu mengambil motornya. "Mestinya kau jujur padaku, agar aku bisa merangkai perasaanku untuk bersabar," jawabku. Dia langsung menyalakan motornya dan meluncur pergi begitu saja. Pun aku, yang memutuskan untuk kembali ke rumah ibu dan mengambil Hafiz.Aku kembali ke rumah ibu, melihat wanita berhati tulus itu sedang menggendong cucunya di teras membuat hati ini terenyuh pilu, rasanya ada yang teriris sakit dan mengeluarkan luka berdarah."Ibu ...." Aku mendekat, menjatuhkan diri di kursi lalu menangis dengan suara tertahan. Ibu yang heran langsung mendekat, dan bertanya,"Nak, ada apa Nak?""Mas Arga, Bu ....""Kenapa?""Mas Arga, Bu, di-dia menjalin hubungan dengan orang lain, dia p-pacaran dengan pegawai kargo, Bu," ucapku terbata bata, tak tertahan rasanya sesak, hingga aku tak tahu harus memulai penuturanku dari mana."Apa? Ngomong yang jelas Nak ... tenang dulu.""Aku habis memergoki dia di cafe, Bu, mereka mesra sekali dan sikap Mas Arga seakan bukan pria beristri.""Lalu apa yang sudah kau lakukan, Nak?""Marah dan menyiramkan segelas jus pada wanita itu," jawabku sambil menyeka air mata."Sebagai ibu yang bijak, aku ingin kau bersabar, tapi jika menuruti kehendak pribadi, aku ingin kau menghajar keduanya, dan membuat mere
"Apa ini?""Seperti yang ayah lihat, aku tak terima perselingkuhan," jawabku tanpa ekspresi.Ayah mertua yang tadinya nampak ingin berteriak lagi, langsung terdiam dan menghela napas."Pulanglah kamu, jangan bikin aku malu," usir mertua lelakiku."Apa ada penjelasan tentang yang baru saja kutemukan?" Tentu saja aku penasaran Apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa ada hubungan yang terjalin tanpa sepengetahuan ku sementara mereka sendiri juga tahu kalau Mas Arga sudah punya istri. Keluarga macam apa mereka."Tidak ada, yang pasti kami mengetahuinya," jawab beliau.Apa yang lebih mencabik-cabik hatiku lebih daripada perselingkuhan Mas Arga, ialah menyadari kenyataan bahwa mertua mendukung hal itu, lalu aku seperti orang bodoh yang tidak menyadari apapun."Mengapa Ayah membiarkannya? bukankah ayah adalah pemimpin keluarga, mengapa ayah membiarkan ketidak-adilan terjadi di sini?""Aku tidak melihat ada hal yang salah kenyataannya anakku memang lebih bahagia dengan perempuan itu. Kau bisa
Aku pulang, membawa hati dengan sejuta luka yang menyakitkan. Karena tak sanggup menahan kesedihan kuhentikan motor di salah satu tempat sepi, kutumpahkan tangis yang sejak tadi menggumpal di dada sepuasnya."Ah, ya Allah, kenapa harus sesakit ini?"Betapa teganya suamiku, teganya dia mengkhianati dan memperlihatkan hubungannya pada orang tuanya, sementara aku sama sekali tak tahu apa apa." Aku merutuk dan menangisi kemalanganku.Selepas melegakan hati dan mengusap air mataKutemui ibuku yang sejak tadi nampak gelisah menunggu di rumah."Bagaimana?" tanya beliau dengan ekspresi penuh penasaran."Hhmm, hubungan mereka sudah jauh Bu, seserahan sudah siap, mereka akan menikah." Kuhenyakkan diri di sofa sambil menyandar lesu dan menyeka air mataku."Apa?! kurang ajar ...." Ibu langsung memberingas dan memberikan Hafiz padaku."Biar Ibu yang menemui mereka, dasar kurang ajar!"Ibu menyinsingkan lengan baju dan mengambil dompetnya bersiap pergi."Tapi, Bu, pergi dan membuat keributan ak
Terima kasih sebelumnya karena kalian sudah berkenan mengikuti cerita ini , mohon maaf jika di sana sini terdapat banyak kekurangan. 🙏Kulangkahkan kaki sambil menahan buliran bola panas yang ingin jatuh dari sudut mataku. Aku duduk di hadapannya dengan tatapan datar sementara suamiku mendekat ke kursi yang sama denganku."Sebenarnya aku baru ingin bicara denganmu setelah aku menyiapkan diri dan keluargaku tetapi segalanya tidak berjalan sesuai rencana," ucapnya pelan.Mendengarnya aku hanya tertawa sinis menggelengkan kepala dan berusaha menyembunyikan air mata dengan memalingkan wajah."Jadi rahasiamu ketahuan lebih cepat dan rencana kalian tidak berjalan mulus, kan?""Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan kisah cintaku ...," ucapnya dengan suara tertahan, nampaknya Mas Arga ragu akan meneruskan ucapan atau tidak.Aku menunggu sambungan perkataannya tapi dia hanya menunduk."Jadi sejak kapan?""Dia mantan kekasihku, dia cinta pertamaku," balasnya lirih."Jadi ceritanya kau be
"Kamu kok berdiri aja sih, gak bantuin kita?" tanya Ibu mertua yang panik mencoba menyadarkan suaminya."Saya harus bagaimana?" Aku mematung sambil menatap matanya."Cobalah tunjukkan sedikit kepedulian atau pura puralah baik, kamu gak peka banget ya ... ya ampun ....""Selama ini aku sudah tulus dan bersikap baik, tapi balasan kalian sungguh luar biasa. Untuk apa sekarang aku mendorong diri untuk terperosok dan terus mengorbankan perasaan, Bu?" jawabku."Keterlaluan sekali kamu ya, karena kamu suamiku pingsan! Kalau terjadi apa apa padanya, lihatlah kamu!" Wanita itu mengancam sambil melotot padaku Tak banyak jawaban yang ingin aku berikan, situasinya juga sudah tidak memungkinkan untuk berdebat. Tanpa banyak bicara kubantu Mas Arga menaikkan ayahnya ke atas mobil mereka, sementara ibu mertua terus menangis sesenggukan, tak lama kemudian kendaraan itu meluncur pergi dari depan rumah kami.Menyaksikan mobil itu menghilang dari balik tembok pagar, aku hanya bisa menghela nafas be
Pagi baru saja bernapas, tetesan embun masih membasahi kelopak mawar dan anyelir, kubuka pintu, membiarkan hawa pagi memasuki rumah, aroma bunga dan tanah basah merebak seakan ingin mengajakku bersemangat dengan hari baru.Ketika sibuk menyapu suamiku pulang dan langsung memarkirkan motornya, ditemuinya aku yang hanya dia melihatnya datang."Mengapa kamu tidak menyusul ke rumah sakit?""Aku yakin kalian tidak menginginkan kedatanganku, tapi meski begitu, aku sudah menghubungi Mbak Feni tapi dia tidak mengangkatnya." Aku masih melanjutkan kegiatanku menyapu."Aku tidak menyangka bahwa kau akan mengeraskan hatimu dan menunjukkan permusuhan yang dalam pada keluargaku!""Jangan cari gara-gara pagi-pagi Mas, kamu tidak pernah mengerti perasaanku dan kekhawatiranku kepada ayah mertua juga sangat besar, tapi aku tahu diri!" jawabku dingin."Oh ya? Manis sekali ...." Dia mengejekku."Oh ya, apa kamu melaporkan perbuatanku ke kantorku?""Iya." Aku menjawab dengan lantang untuk mengetahui rea
Tanpa merekam video dan menyebarkan ke sosial media, ternyata unggahan nitizen ketika aku menyambangi kafe dan menyirami Gita dengan jus, sudah ramai bahkan sudah ditonton jutaan kali oleh pemirsa. Aku tak menyangka atas reaksi publik dengan video berdurasi beberapa detik itu. Banyak komentar pro dan kontra yang tertuju di video yang diunggah pengunjung cafe itu.Sebagian mendukungku, sebagian lagi menyalahkanku.'Kasihan istrinya, kuat ya, Mbak.'Begitu tulisan di sosial media.'Semoga istrinya bisa menata hidup mandiri bersama putra mereka.' begitu unggahan komentar dari seorang wanita.Namun komentar sumbang yang menyakitkan hati juga diarahkan padaku,'Mungkin istrinya yang kurang pelayanan terhadap suami. Makanya suami nikah lagi.''Mbaknya cerewet atau bisa jadi lupa mengurus diri, makanya Masnya kabur ke pelukan pelakor cantik.'Tapi banyak komentar yang membalas komentar pedas tersebut mungkin karena solidaritas wanita sesama pengguna sosial media, jadi mereka seolah merasaka
Pukul lima sore hari suamiku pulang, diparkirkannya motor seperti biasa lalu tanpa kuduga, dihempasnya helm dengan kasar di depan pelataran rumah.Prak!Sangat keras, sampai aku dan Hafiz terkejut.Lama dia menunggu di depan, tatapan matanya liar, nanar menghadap ke pintu rumah, mungkin dia menunggu aku keluar dan bertanya padanya mengapa kiranya dia membanting pelindung kepala.Tapi, ya, kubiarkan saja, aku sudah paham mengapa kemarahannya demikian."Apa perlumu, sampai kau harus pergi ke kantor Gita dan mempermalukan dia di depan bosnya?""Seorang pelakor harus dipermalukan agar mereka kapok dan tidak mengulangi perbuatan!""Heh, kau tak tahu malu apa, kau tak sadar bahwa kau yang memaksa dirimu padaku," celanya dengan jari telunjuk yang diarahkan ke mata kiriku."Kalau kamu merasa begitu, kenapa tidak jatuhkan talakmu, agar kepalamu tak pusing ... Tinggalkan anak istrimu dan bahagialah dengan wanita itu.""Kau menantangku?!""Ayo lakukan, sekarang kau ucapkan talakmu, besoknya