Share

5. tak tahan lagi

Kutiitipkan anakku pada neneknya, dengan alasan aku punya urusan mendesak, sebenarnya ibu agak curiga melihat gelagatku tapi kupastikan bahwa aku baik baik saja.

"Aku gak akan lama Bu, sejam aja," ucapku pamit.

"Ya, hati-hati."

"Botol susu dan termosnya sudah ada di dalam tas bayi Bu."

"Iya, pergilah, Nak, ibu akan menjaga Hafiz."

Kukendarai motorku, menuju kantor suami, diam diam mengintai dan menunggu di keluar, aku juga sudah mengganti pakaian dengan baju milik ibu, baju yang tak pernah dilihat Mas Arga sebelumnya.

Setengah jam kemudian suamiku terlihat keluar, masih dengan baju dinas dan tas kerja yang dia sampirkan di bahu. Sebenarnya aku terkesan, di jam empat sore dia masih terlihat rapi dan tampan, entah dia menjaga penampilan atau apa yang dia lakukan pada wajahnya, yang pasti suamiku terlihat cerah.

Dia terlihat mengambil motor, tapi tidak seperti ucapannya yang ingin mengantar bosnya, dia hanya sendirian.

"Oh, dia membohongiku, aku harus mengambil gambar agar tidak memberikan tuduhan palsu."

Kuikuti dia, sampai ke sebuah cafe yang lumayan mewah dan posisinya strategis, karena tidak terlalu berada di depan jalan sehingga dia leluasa berjumpa dengan pacarnya. Kuikuti dia dengan dada berdebar sambil membayangkan apa yang akan terjadi.

"Hai ...." Suamiku menyapa wanita cantik yang terlihat dengan senyum lebar menyambut suamiku, mereka saling memberi ciuman pipi kiri dan kanan.

"Udah lama nunggu?"

"Enggak, Mas."

"Cantik sekali bunganya, dari mana?" tanya Mas Arga sambil menunjuk bunga yang kubawa tadi.

"Dari kamu kan? Jangan pura pura deh," ucap wanita itu menggoda.

"Tapi aku gak tahu apa-apa," gumam Mas Arga bingung.

"Beneran Mas, kurirnya nganter ke kantor aku dan bilang kalau ini dari orang yang selalu ada di hatiku. Orang yang selalu ada di hatiku , ya ... cuma kamu Mas," jawab gadis itu mengerlingkan manja.

"Oh, gitu ya, hahah, kalau begitu anggap saja itu ungkapan cinta dariku, langit merestui kita dan mengirimkan bukti bahwa aku mencintaimu," jawab Mas Arga.

Tentu saja, aku yang diam diam mendengar seakan ditusuk oleh ucapannya pada wanita itu, dadaku seakan mengalirkan darah yang begitu deras, harapan dan kepercayaanku ditampar oleh perbuatannya. Janjinya padaku dan rayuannya pada wanita itu nyaris sama, janjinya setia tapi kenyataannya kontradiktif. Dia munafik, dan sialnya, aku tak menyadari bahwa suamiku munafik.

"Sepertinya aku harus melakukan video call dengan mertuaku agar beliau tahu perbuatan anaknya," gumamku sambil mencoba menghubungkan ke nomor mertua, tapi ternyata, pulsaku habis. Aku hanya bisa menghela napas sambil berdecak kecil.

"Ah, sial ... di saat genting aku malah tidak sempat mengisi pulsa," rutukku.

Kuintip Mereke sekali lagi, kini posisi Mas Arga sudah berpindah ke sisi wanita itu, dia menggenggam tangan kekasihnya dengan kedua tangannya lalu mengecup jemari Gita dengan mata tertutup penuh penghayatan cinta. Luar biasa romantis sampai-sampai aku merasa tercabik-cabik.

Bayangkan, aku istri sah yang baru dua tahun menikah dengannya, kami bahagia, tidak pernah bertengkar, kami sangat harmonis. Ada apa dengan Mas Arga sekarang, apa dia bosan? Kalau bosan, apa arti ungkapan cinta dan permainan kasih antara kami tiap malam? bukankah itu artinya kebohongan? Dia sudah menipuku!

"Aku mencintaimu," gumamnya.

"Aku juga, Mas," jawab gadis itu tersipu.

"Maukah kamu menikah denganku?"

Mendengar seseorang melamarnya, wajah wanita itu kian merona, dia tersenyum lalu menunduk dengan penuh haru.

"Bagaimana sayang? Aku memang tidak kaya, bukan pejabat tinggi atau pengusaha, tapi aku janji akan membahagiakanmu Gita."

"Istrimu gimana Mas, dia pasti akan marah, dia gak akan setuju dengan hubunga kita," jawab wanita itu sambil menatap wajah suamiku dengan tatapan sedih.

"Aku tak akan memberi tahunya, biar dia menyadari sendiri, sehingga dia bisa mengintrospeksi dirinya, apa yang salah."

Mendengar itu ..

mendengar bagaimana dia meremehkanku, napasku langsung sesak, betapa tidak, ungkapannya membuat perasaan ini langsung ingin meledak.

Kuputuskan untuk keluar dari persembunyian, kuhampiri mereka, mengambil gelas jus yang baru saja di sajikan, dan menyemburkan minuman berwarna merah itu ke wajah mereka berdua.

Byur!

Sepasang kekasih itu terkesiap dan langsung berdiri mereka terkejut dan menatap nanar padaku lalu buru-buru meraih tisu untuk mengusap wajah mereka.

"Kau bilang apa .... kau bilang kau akan menyembunyikan hubungan agar aku bisa mengintrospeksi diriku?"

Orang orang terkejut dan bangkit dari meja mereka, para pengunjung kafe menatap kami bertiga dengan penuh tanda tanya.

"Bunda Hafiz ... a-aku ...."

"Kenapa kau gelagapan sementara tadi kamu begitu lancar mengucapkan janji manis di depan selingkuhanmu. Kenapa datangnya istri sah membuat kamu gugup dan takut," desisku dengan sinis.

"Aku pergi aja Mas," ucap wanita itu sambil merajuk pada Mas Arga.

"Tunggu sebentar," ujar Mas Arga menahan pergelangan tangannya.

"Ada apa kalian gelagapan, bukannya kau baru saja dilamar suamiku? katakan apa jawabanmu untuknya!" cecarku pada Gita.

Wooow ....

Pengunjung kafe menjadi riuh rendah melihat ada aksi perselingkuhan yang terciduk.

"Ka-kamu, kamu yang mengantar bunga tadi?"

"Iya, aku, istri sah. Aku memang tidak secantik dirimu tapi mental aku tidak rendahan aku tidak mencuri kebahagiaan orang demi kepentinganku, kau sangat cantik berhijab dan elegan, tapi mentalmu murahan!"

"Astaghfirullah, diam Bunda Hafiz!" bentak Mas Arga.

"Jangan panggil aku dengan sebutan cintamu di dalam rumah kita! Panggil saja namaku, aku muak dengan kepura-puraan yang kuyakin kau juga terpaksa melakukannya! Kenapa kau tidak jujur saja?!"

Tiba-tiba security cafe tersebut datang, dua orang berpakaian seragam hitam bertumpu tinggi besar itu langsung melerai kami dan mengusirku dari tempat itu.

"Mohon maaf, Anda tidak diperkenankan mengganggu pengunjung kafe yang ada di sini!"

"Lain kali, Anda dan pengelola jangan menerima pasangan selingkuh, agar kejadian ini tidak terulang lagi," jawabku sambil beranjak pergi.

"Sebaiknya Anda selesaikan masalah di luar, jangan di sini!"

"Aku memang menunggu, aku siap bergelut dengannya!" tantangku sambil menyinsingkan lengan baju.

Wanita yang kutunjuk terlihat bersembunyi di balik pelukan Mas Arga, dia nampak minta perlindungan.

"Mas ... istrimu menakutkan ...."

"Tenang, aku akan bicara, aku akan membawanya pulang," jawab Mas Arga sambil membela lengan kekasihnya dengan lembut lalu menarik tanganku dengan kasar dan mengajakku pergi.

Di lokasi parkir dia menghempaskan lenganku dengan kemarahan, dia menatapku denga. bola mata berapi api tapi tidak mengatakan apa apa. Lama kami saling terdiam hingga air mataku meleleh, aku seakan kehabisan kata-kata padanya.

"Mestinya kau tahan emosimu," gumam pria itu mengambil motornya.

"Mestinya kau jujur padaku, agar aku bisa merangkai perasaanku untuk bersabar," jawabku. Dia langsung menyalakan motornya dan meluncur pergi begitu saja. Pun aku, yang memutuskan untuk kembali ke rumah ibu dan mengambil Hafiz.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status