Flo dan Riva pergi dengan perasaan hancur. diperlakukan demikian telah membuat mental Riva terganggu. Sebagai seorang Anak yang tak tahu apa-apa tentang identitas sebenarnya, tentu Riva menganggap Husein adalah pelindungnya. Namun, sikap sang cinta pertama sudah memporak-porandakan hatinya."Sayang, kenapa dari tadi kau hanya diam saja?" tanya Flo yang menatap Putrinya penuh iba."Gapapa, Mi. Aku hanya menyesali karena telah lahir sebagai Putri, Papa.""Kau tak boleh bicara seperti itu, sayang! Justru kau sangat beruntung, bukan, bisa jadi Anak Tuan Husein yang disegani dunia.""Hah! Buat apa, Mi? Bahkan, orang-orang saja tak mengetahui siapa Mami dan aku, bukan?"Flo bergeming. Perkataan Riva telah menyadarkannya, kalau selama ini keberadaan mereka sama sekali tak diakui."Sudahlah! Sekarang kita istirahat dulu! Papa hanya sedang emosi. Mami yakin, besok pasti Papa menjemput kita kembali," ujar flo menenangkan. Padahal hatinya sendiri pun sedang gusar.__Sementara suasana di rumah
Saat dering ponsel Husein berbunyi. pelukan dengan sang Putri pun dilepasnya seketika."Ya, hallo! Baik, saya akan segara menuju ke kantor. Atur pertemuan satu jam lagi!" ujarnya seraya memberikan perintah.Detik berikutnya sambungan telepon ditutup."Riva, Papa harus ke kantor sekarang. jadi, kau baik-baik di sini! Apartemen ini untukmu dan milikmu. Kau juga bebas ingin ke rumah utama kapan saja kau mau. Percayalah, Papa hanya ingin yang terbaik untukmu, sayang.""Terima kasih, Pa. Maaf, karena selama ini aku selalu berburuk sangka dan menyusahkan Papa," desisnya penuh air mata penyesalan."Seorang Ayah akan punya seribu maaf bagi Anak-anaknya. Jangan lakukan kesalahan yang sama lagi, sayang! Papa berjanji, suatu hari nanti Papa akan memenuhi semua hakmu. Ini hanya masalah waktu.""Baik, Pa. Aku sayang, Papa.""Papa juga sayang dirimu, Riva."Husein berpamitan setelah berhasil meluluhkan hati Riva. Sedangkan Flo benar-benar tak dianggapnya ada. Sepatah kata pun Husein tak menyapa ata
Ara berlari keluar meninggalkan Raka yang masih mematung, sebab menerima jawaban yang tak sedap darinya.Sedangkan Arsya juga terheran-heran melihat langkah Ara yang buru-buru masuk ke dalam mobil."Bagas, aku mohon lupakan perasaanmu! Dan satu lagi, jangan ceritakan pada Ara!" ujar Arsya memperingati. Detik berikutnya ia juga bergegas berlalu menyusul Ara ke dalam mobil.Ara dan Arsya akhirnya pulang dengan menyembunyikan kejadian yang sebenarnya. Keduanya saling menjaga perasaan satu sama lain. Padahal Ara sudah tahu, kalau Bagas menyukai Arsya.Seperginya Kakak beradik itu, Raka pun keluar menghampiri Bagas."Bagaimana, Bro? Apa cintamu sudah bersemi?" tanya Raka seraya mengukir senyum perih."Arsya menolakku," desis Bagas dengan lemah.Raka hanya menanggapi dengan berdehem pelan. Nasibnya juga sama. Menyedihkan."Dirimu dengan Ara bagaimana?" Bagas pula yang melontarka pertanyaan."Aku pun sama sepertimu. Ditolak cintanya dari wanita yang sangat dipuja-puja.""Hah! Kenapa dua gadi
Dari sejak pulang kuliah, hingga malam hari, Arsya belum keluar kamar sama sekali. Husein dan Areta tentu saja menjadi cemas serta bertanya-tanya."Arabella, bisakah kau panggilkan Arsya, sayang? Papa dari tadi belum melihatnya. Makan malam akan segera berlangsung. Kenapa dia tak hadir?" Husein memberi perintah dengan lembut."Tadi sore katanya Arsya kurang enak badan, Pa. Tapi, jangan khawatir! Ara akan segera ke kamarnya," papar gadis cantik serupa Khana tersebut. Ia bergegas berlalu menuju kamar Arsya."Husein, bagaimana dengan pertemuanmu bersama Riva? Ibu belum mendengar berita tentang itu. Kau jadi ke sana kan?" tanya Ros menyelidik.Belum sempat Husein memberikan jawaban. Ara dan Arsya keburu kembali ke meja makan."Papa, maaf. Arsya sedikit lelah dan nggak nafsu makan," lirih Arsya dengan tatapan mata yang memang tampak seperti sangat lelah."Kalau begitu kenapa kau keluar, sayang? Arsya beristirahat saja di kamar! Nanti biar pelayan yang mengantarkan makanan. Papa juga akan s
Mobil terus melaju menuju kampus. Ara dan Arsya tak lagi membuka suara setelah satu pertanyaan yang tadi sudah dijawab Ara dengan dusta.Arsya mencoba mengerti akan kebohongan Ara. Ia tahu, Adiknya hanya menjaga perasaannya saja.Sedangkan di sisi lain, Riva sudah sampai di depan perusahaan besar milik Husein. ia melangkah dengan ragu-ragu, sebab takut tak diterima di sana.Hubungannya dengan sang Ayah sudah membaik kemarin. Ia tak mau terjadi jarak lagi antara keduanya, kalau nanti Husein menolaknya. Sebab, Riva tak akan bisa menerima penolakan."Maaf, anda ingin bertemu siapa? Apa sudah membuat janji?" tanya petugas yang berjaga di depan."Aku ingin bertemu Papaku ... eh, bukan. Maksudku ingin melamar kerja sesuai arahan Papaku. Katanya tempat ini sedang membutuhkan karyawati," papar Riva yang hampir keceplosan."Oh, begitu. Memang perusahaan ini sedang membutuhkan beberapa pegawai tambahan, Kamu bisa masuk dan ikut mengantri bersama yang lain!""Baik, terima kasuh."Riva sebenarnya
"Apa? Tidak mungkin. Selama ini aku dan Ara sudah bersahabat. Tidak ada cinta di antara kami," tukas Bagas yang syok mendengar penuturan Arsya."Kalau kau tak percaya, silakan kau tanyakan saja langsung pada Ara!" tantang Arsya.Bagas menghela napas berat. Bibirnya terasa kelu untuk menanyakan pada sahabatnya. Ia takut, kalau yang dikatakan Arsya itu adalah benar."Cukup, Arsya! Aku ingin segera pulang," ujar Ara."Tunggu, Ara! Kalau kau mengelak, berarti benar yang dikatakan, Arsya?""Pikir saja sendiri," desis Ara. Detik berikutnya ia berlalu pergi."Jadi, daripada kau membuang waktu untuk mengejarku, lebih baik kau buka hati ke Ara! Dia sangat tulus padamu," ujar Arsya yang turut berdiri dan kemudian pergi.Bagas terdiam. Ia tak tahu harus bagaimana bersikap untuk hari ke depannya. Betapa selama ini ia hanya menganggap Ara sebagai sahabat saja. tak kurang dan tak lebih dari itu.__Waktu berjalan, Ara dan Arsya sudah tiba di rumah. Husein juga pulang sedikit awal hari ini. Tak lam
Waktu berjalan. Hari demi hari sudah tak indah sebelumnya bagi Arsya dan Ara. Semenjak jatuh cinta, dunia mereka jadi rumit dan membingungkan."Ara, apa rencanamu nanti? Arsya menyukaimu, sedangkan Bagas menyukaiku. Apa ini tidak lucu?""Entahlah, Arsya. Sepertinya takdir sedang menguji kita sekarang.""Takdir apakah yang sedang kalian berdua jalani?" sambung Khana yang muncul dari belakang.Ara dan Arsya berbincang di taman samping rumah. Hal itu tentunya membuat siapa saja bisa datang dengan tak terduga."Bunda ...,'' lirih Ara seraya menoleh ke arah suara."Dua bidadari Bunda sudah dewasa sekarang. Mungkin ada banyak hal yang tak Bunda tahu dari kalian, tetapi kalau boleh dobagi, maka bagilah sedikit agar setiap masalah menemukan solusi," papar Khana diiringi senyuman teduh. Sejak menjadi seorang Ibu, sifat angkuhnya berangsur musnah.Khana sering mengalah demi kebaikan Ara dan Arsya."Bunda, benar! Hem, tapi untuk masalah tertentu Bunda tak bisa diberitahu. Apalagi bersangkutan pe
"Baik, Bu Luna. Aku pastikan besok semua sudah beres," sahut Riva mengukir senyum dengan terpaksa."Bagus!"Luna berlalu seraya memainkan rambutnya yang ikal. Perangai manager Husein di perusahaan cabang tersbut memang terkesan sombong. Terlebih saat semua dipercayakan padanya.Husein sanbat jarang datang langsung untuk mengecek. Ia menerima hasil data saham melalui media online, dan selama ini semua berjalan stabil.Husein memberikan Luna banyak bonus serta gajih yang fantastis atas pencapaiannya. Bahkan, Husein berniat mengangkatnya jadi CEO di sana.Namun, hal itu sekarang kembali ia pertimbangkan, sebab Riva sudah mulai terjun ke dunia bisnis. Husein tentunya mau Riva yang memegang kendali untuk perusahaan tersebut.Sedangkan untuk Arsya, Husein pun telah menyiapkan perusahaan terbesar yang kini masih aktif ia kelola. Nantinya itu akan menjadi milik Arsya.Husein sudah memikirkan semuanya dengan adil. Untuk Ara, satu perusahaan baru yang sedang diinvestasikannya. Bulan depan akan