Tepat pukul sebelas siang, Ranti masuk ke ruang persalinan. Tak butuh waktu lama untuk berjuang melawan rasa sakitnya karena pada saat Ranti tiba di klinik pembukaannya sudah di posisi enam. Satu jam berjuang, tepat azan Zuhur berkumandang bayi pertama dilahirkan. Berselang lima menit kemudian, bayi kedua yang berjenis kelamin perempuan pun lahir dari rahim yang sama.
Dinda mendampingi Ranti berjuang menjalankan fitrahnya sebagai wanita sejati. Wanita itu tak henti-hentinya menguatkan Ranti sembari terus mengusap punggung yang menahan kesakitan karena sedang berjuang di jalan-Nya.Senyum bahagia Ranti tak dapat disembunyikan saat melihat kedua bayinya yang berbeda jenis kelamin itu. Haru menyeruak saat menyadari tak ada sosok sang ayah yang menemaninya di sini. Namun Ranti sudah bertekad, tak boleh ada tangisan sedih. Jika air mata harus menetes hari ini, itu pertanda kebahagiaan yang dimilikinya."Kakak keluar dulu sebentar ya, Ran! Sepertinya Ryan sudahDinda mengucek matanya berulang kali, memastikan hal yang saat ini terjadi bukan mimpi. Mungkinkah sosok wanita ini telah berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya?"Kakak tinggal dulu ya? Masuk saja! Ada Ryan menemani Ranti."Dinda melangkahkan kaki dengan santai sembari memutar otaknya. Aneh baginya jika adik suaminya itu tiba-tiba muncul saat ini. Atau mungkin, gadis itu sama seperti dirinya?Berjalan perlahan ke arah musala klinik itu, Dinda memutar memori kisahnya bersama Ranti. Mengenal sosok istri adik iparnya itu sebagai wanita yang pelit dan tak sayang keluarga dari mulut ibu mertuanya, Dinda memilih tak menyukai Ranti dan ingin memberikan pelajaran pada wanita itu. Bersama Nina, yang mempunyai status yang sama dengan dirinya. Namun seiring berjalannya waktu, Dinda sadar akan hasutan ibu mertuanya itu. Ranti bukanlah sosok seperti yang selalu dibicarakan ibu kandung suaminya itu.Sementara itu di ruang persalinan, peraw
"Sebelum pulang aku mau salat dulu juga. Belum Zuhur soalnya.""Iya, aku juga belum. Nanti kita barengan saja kalau begitu."Ryan menarik napas panjang lantas menghembuskan perlahan. Mengapa gadis ini masih tak mengerti juga keengganan yang diutarakan Ryan secara tak langsung ini?Dinda menyunggingkan senyum kecil di ujung bibirnya. Sepertinya, arah perubahan sikap adik iparanya itu mulai dapat ditebak. Entah salah atau tidak, tapi dugaan itu jelas sekali kebenarannya."Aku mau singgah membeli beberapa pesanan untuk prasmanan besok. Ada beberapa bahan untuk garnis yang harus dibeli langsung."Lagi-lagi Ryan berusaha menolak secara halus. "Aku temani nanti. Tak apa. Aku kan sudah bilang kalau aku tak buru-buru."Ranti yang sedang makan tiba-tiba tersedak. Gegas Ryan beranjak dari duduknya dan menyodorkan sebotol air mineral kepada kakaknya itu. Dinda yang sedang duduk di kursi kayu tak jauh dari tempat tidur Ranti sangat
Ranti tak henti-hentinya mengucapkan syukur. Dua tahun sudah usia si kembar, Hanun dan Hanif. Ranti sempat mengadakan syukuran kecil-kecilan di rumah mereka beberapa hari yang lalu untuk momen berharga itu. Usahanya berkembang pesat, baik usaha roti, rumah makan maupun kafe. Ranti merasakan sendiri keutamaan bersedekah yang rutin dilakukannya. Rezeki mengalir tanpa bisa diduga.Sejak satu tahun yang lalu, Ranti mulai menjajaki dunia ekspedisi. Usaha itu akan menjadi kado istimewanya untuk Bayu saat keluar dari jeruji besi satu bulan lagi. Remisi yang diperoleh suaminya saat peringatan hari kemerdekaan mengurangi masa hukuman yang harus dijalaninya.Ryan memang menjadi tangan kanannya yang sungguh sangat dapat diandalkan. Pemuda itu ada di balik berdirinya usaha ekspedisi yang saat ini juga cukup memberikan keuntungan yang cukup lumayan nominalnya. Hidup memang banyak memberikan pelajaran. Ada bahagia di balik ujian yang bertubi-tubi menimpanya dahulu.Bers
"Tapi mengapa? Apa karena status hubungan kakak-kakak kita?"Ryan lagi-lagi harus menghela napas panjang. Bagaimana harus mengatakan semuanya, jika memang tak ada rasa sama sekali dalam hatinya untuk gadis ini?Gadis ini benar-benar bukan wanita yang diimpikannya untuk membangun rumah tangga, apalagi ditambah dengan latar belakang keluarganya. Di usianya sekarang, Ryan tak ingin hanya tebar pesona. Jika dirinya menjalin hubungan, maka dipastikan itu merupakan hubungan yang serius untuk menata masa depan. Dan bukan gadis seperti Ririn yang akan dijadikannya pilihan."Tak ada sama sekali hubungan dengan status keluarga kita saat ini. Memang tak ada rasa di hati ini. Sekali lagi, maaf. Ini harus kukatakan, sebelum pikiran dan perasaanmu bertindak lebih jauh. Hubungan kita tak lebih sebatas pertalian ikatan saudara. Mohon tidak berharap lebih dari itu."Walaupun Ryan mengungkapkannya dengan nada hati-hati, dengan nada yang sehalus mungkin, tetap saja
Ranti menjalani hari dengan lebih bahagia saat tinggal menghitung hari kebebasan suaminya. Sepuluh jari yang masih tersisa, saat menyaksikan kebebasan itu di depan mata.Mengabaikan rasa kecewa yang sempat dirasakannya pada kakak ipar suaminya. Nina, wanita itu benar-benar tak lagi memiliki rasa malu di hadapannya. Bukan Ranti tak memiliki rasa belas kasih, tapi saat wanita itu minta dibandingkan dengan sosok Dinda, Ranti merasa tak bisa terima. Orang yang hanya muncul saat kita sudah bahagia tentu akan berbeda dengan orang yang menemani kita di kala susah. Tak bisa sama. Dan tak akan pernah sama. Seperti halnya sang ibu mertua, yang baru datang setelah seminggu dirinya melahirkan si kembar, Hanun dan Hanif. Ranti tak ingin berkata apa-apa atas sikap sang ibu mertuanya itu. Cukup baginya untuk dapat menempatkan sosok wanita itu di tempat yang semestinya dalam hatinya.Benar, wanita itu telah melahirkan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Jika tak ada ibu me
Ranti mendongakkan kepalanya, menemukan sosok Afifah, salah satu pegawainya sedang berdiri di dekat mereka."Tamu atau langganan, Fifah? Perasaan Ibu tak ada janji ketemu orang hari ini."Rangi mengernyitkan dahinya seolah bingung atas perkataan Afifah tadi. Biasanya jika tak terlalu penting pelanggannya akan lebih memilih berkomunikasi melalui aplikasi pesan berlogo hijau saja. "Tamu, Bu. Wanita paruh baya. Ngotot mau ketemu Ibu pokoknya."Ranti sempat mengurai memorinya. Apakah ada jadwal pertemuan yang terlupakan olehnya hari ini?"Ya, sudah. Ibu langsung ke sana. Suruh tamunya duduk dan tanya mau minum apa. Tolong layani!"Lepas dari siapa pun sosok yang ingin bertemu dengannya itu, bagi Ranti menghormati tamu merupakan kewajiban yang tak memandang rupa.Gegas kaki Ranti melangkah. Ryan memilih tak mengikuti langkah kakaknya. Pemuda itu berjalan ke arah keran dan mulai mencuci tangannya dengan air yang keluar dari s
Hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Kebebasan Bayu akhirnya terwujud sudah. Laki-laki itu melakukan sujud syukur tepat di gerbang lapas yang selama ini menjadi tempat hidupnya. Menghirup oksigen di luar jeruji besi yang selama ini mengungkungnya.Ilham memeluk adiknya itu dengan erat. Mata abang Bayu itu mengembun saat melihat adiknya menangis bahagia kala menjejakkan kakinya melewati gerbang lapas itu.Hari ini Ilham sengaja izin sebentar dari kantornya karena ingin melihat langsung kebebasan Bayu. Ujian kehidupan akhirnya berhasil Bayu selesaikan hari ini."Abang mau langsung pulang ke rumah?" tanya Ranti seraya menahan haru saat menyalami tangan kanan suaminya itu.Tak tampak mertuanya di momen yang sangat berharga ini. Apa mereka tak menganggap hari ini penting dalam hidup orang tua suaminya itu?"Kita ke masjid yang terdekat dari sini. Abang ingin salat Dhuha di masjid."Ranti menganggukkan kepalanya. Melirik jam tangan yan
"Yang penting semuanya sehat dan baik-baik saja. Ran, kalian makan dulu! Nasi sudah Ibu siapkan. Setelah salat Zuhur, kalian dapat mengantarkan nasi kotak ke panti-panti."Bayu terkejut saat mendengar ucapan mertuanya itu."Nasi kotak???"Ranti memang tidak memberitahukan rencananya kepada Bayu. Toh urusan nasi kotak menjadi tanggung jawab Dinda menyiapkannya di ruang makan. Terbiasa menerima pesanan nasi kotak untuk berbagai acara, Dinda selalu menjadi tangan kanan Ranti untuk menanganinya."Ranti tak memberitahukanmu?" tanya Bu Dewi dengan nada bingung.Ranti yang sedang duduk di dekat si kembar beranjak saat mendengar namanya disebut."Bayu belum tahu rencanamu?" tanya Bu Dewi kepada putrinya itu."Rencana apa, Dek?" Bayu menatap bingung pada istrinya. "Hanya ucapan syukur saja, Bang. Atas kebebasan Abang hari ini. Kami berniat membagikan nasi kotak ke panti asuhan. Tak masalah kan, Bang?"Bayu