Ranti mendongakkan kepalanya, menemukan sosok Afifah, salah satu pegawainya sedang berdiri di dekat mereka.
"Tamu atau langganan, Fifah? Perasaan Ibu tak ada janji ketemu orang hari ini."Rangi mengernyitkan dahinya seolah bingung atas perkataan Afifah tadi. Biasanya jika tak terlalu penting pelanggannya akan lebih memilih berkomunikasi melalui aplikasi pesan berlogo hijau saja."Tamu, Bu. Wanita paruh baya. Ngotot mau ketemu Ibu pokoknya."Ranti sempat mengurai memorinya. Apakah ada jadwal pertemuan yang terlupakan olehnya hari ini?"Ya, sudah. Ibu langsung ke sana. Suruh tamunya duduk dan tanya mau minum apa. Tolong layani!"Lepas dari siapa pun sosok yang ingin bertemu dengannya itu, bagi Ranti menghormati tamu merupakan kewajiban yang tak memandang rupa.Gegas kaki Ranti melangkah. Ryan memilih tak mengikuti langkah kakaknya. Pemuda itu berjalan ke arah keran dan mulai mencuci tangannya dengan air yang keluar dari sHari yang dinanti-nantikan pun tiba. Kebebasan Bayu akhirnya terwujud sudah. Laki-laki itu melakukan sujud syukur tepat di gerbang lapas yang selama ini menjadi tempat hidupnya. Menghirup oksigen di luar jeruji besi yang selama ini mengungkungnya.Ilham memeluk adiknya itu dengan erat. Mata abang Bayu itu mengembun saat melihat adiknya menangis bahagia kala menjejakkan kakinya melewati gerbang lapas itu.Hari ini Ilham sengaja izin sebentar dari kantornya karena ingin melihat langsung kebebasan Bayu. Ujian kehidupan akhirnya berhasil Bayu selesaikan hari ini."Abang mau langsung pulang ke rumah?" tanya Ranti seraya menahan haru saat menyalami tangan kanan suaminya itu.Tak tampak mertuanya di momen yang sangat berharga ini. Apa mereka tak menganggap hari ini penting dalam hidup orang tua suaminya itu?"Kita ke masjid yang terdekat dari sini. Abang ingin salat Dhuha di masjid."Ranti menganggukkan kepalanya. Melirik jam tangan yan
"Yang penting semuanya sehat dan baik-baik saja. Ran, kalian makan dulu! Nasi sudah Ibu siapkan. Setelah salat Zuhur, kalian dapat mengantarkan nasi kotak ke panti-panti."Bayu terkejut saat mendengar ucapan mertuanya itu."Nasi kotak???"Ranti memang tidak memberitahukan rencananya kepada Bayu. Toh urusan nasi kotak menjadi tanggung jawab Dinda menyiapkannya di ruang makan. Terbiasa menerima pesanan nasi kotak untuk berbagai acara, Dinda selalu menjadi tangan kanan Ranti untuk menanganinya."Ranti tak memberitahukanmu?" tanya Bu Dewi dengan nada bingung.Ranti yang sedang duduk di dekat si kembar beranjak saat mendengar namanya disebut."Bayu belum tahu rencanamu?" tanya Bu Dewi kepada putrinya itu."Rencana apa, Dek?" Bayu menatap bingung pada istrinya. "Hanya ucapan syukur saja, Bang. Atas kebebasan Abang hari ini. Kami berniat membagikan nasi kotak ke panti asuhan. Tak masalah kan, Bang?"Bayu
Menikmati hidupnya di luar penjara, tak terasa dua tahun terlewati oleh Bayu dengan banyak linangan air mata. Bukan tentang tanggapan orang-orang di sekelilingnya. Tapi lebih tentang mengembalikan arti sosok dirinya di mata keempat buah hati mereka.Terkadang Bayu menumpahkan tangisnya di hamparan sajadah, saat sedang bercerita dengan Sang Khalik di malam-malam panjang yang dilaluinya. Menumpahkan resah, kecewa, bahkan amarah yang menumpuk di dadanya. Merajut pinta di ujung sujud panjang yang dilakukannya.Berpisah ternyata tak hanya akan membentangkan jarak, namun juga membuang banyak kenangan yang pernah tersimpan di memori anak-anaknya. Apakah keputusannya untuk tidak bertemu anaknya di penjara selama hampir tiga tahun di penjara merupakan keputusan yang salah? Perjuangan seorang ayah untuk mengembalikan sosoknya di mata anak-anak ternyata tak mudah."Bang ... Abang tak tidur lagi?"Panggilan Ranti membuyarkan lamunan Bayu yang sedang duduk me
Ranti diam, membuat Bayu semakin penasaran arah pembicaraan istrinya itu."Janin itu sudah ada di perut Adek, Bang."Sontak saja ucapan Ranti itu sukses membuat Bayu terperanjat. Dirinya bakal punya anak lagi? Memang, kesepakatan tidak menggunakan kontrasepsi itu berlaku hingga sekarang. Pasangan suami istri itu sepakat, setiap anak sudah ada rezekinya masing-masing.Ibadah halal dan indah itu memang selalu mereka lakukan secara rutin. Pernah berpuasa hampir tiga tahun lamanya membuat Bayu benar-benar tak lagi ingin menahan hasratnya jika sedang ingin menyalurkan apa yang ada dalam dirinya itu. Ranti pun tak pernah menolak saat diajak sang suami untuk mengayuh biduk kemesraan bersama. Bukan hanya Bayu yang dalam kurun waktu lama harus berpuasa, dirinya pun sama. Bukankah ladang pahala menjadi milik mereka saat sama-sama merasakan kebahagiaan saat melakukannya?"Sudah telat dua minggu, Bang. Barusan Adek cek urin. Hasilnya positif, Bang."
"Bunda menyusul saja, mau mandi dulu. Badan Bunda kotor soalnya."Tak banyak cakap apalagi tanya, empat bocah itu melaksanakan salat Subuh bersama Bayu akhirnya. Ranti meninggalkan mereka ketika ucapan takbir mulai dilafazkan Bayu sebagai penanda mulainya salat yang mereka lakukan. Ranti ingin membersihkan tubuhnya dengan cepat sebelum melaksanakan ibadah wajibnya.Ketika Ranti melangkah ke dalam musala, tampak ibunya dan Ryan hendak melakukan salat Subuh juga. Wanita paruh baya itu sudah siap dengan mukenanya. Begitu pula dengan Ryan yang sudah menggelar sajadahnya. Tak tampak lagi Bayu dan keempat anaknya di ruangan itu."Bu, tunggu! Barengan Ranti salatnya!"Gegas Ranti mengenakan mukena lantas mengambil posisi sebagai makmum bersama ibunya. Ketiga ibu dan anak itu menjalankan ibadah wajib mereka dengan khusyuk. Tak lupa menutup salat dengan lafal doa yang tentunya tak sama setiap orangnya."Ranti, Ryan. Ibu mau bicara."Bu De
Hari ini Ranti, Bayu, dan Bu Dewi tiba kembali di tanah air setelah selesai menunaikan ibadah umroh mereka. Rangkaian ibadah yang mampu membuat mereka semakin mendekatkan diri pada-Nya. Tangis bahagia tak mampu Bu Dewi tahan saat melihat Ka'bah di depan matanya. Melangitkan doa dan pinta di tempat yang paling diidamkan oleh umat muslim sedunia."Semua aman?" tanya Ranti kepada adiknya yang menjemput mereka di bandara. Berpisah dengan rombongan yang masing-masing dijemput keluarga mereka."Aman, Kak. Tenang saja."Ryan memilih fokus pada kemudi. Menjalankan kendaraan dengan perlahan karena posisi antrian di pintu keluar yang mengular."Ibu berdoa di sana untuk jodohmu. Disegerakan mumpung Ibu masih ada."Kali ini Bu Dewi yang berbicara. Wanita itu memang sempat memohon satu pinta yang khusus di sana. Usianya sudah menua. Tak ingin putra bungsunya tak ada yang mengurus jika dirinya sudah tiada."Apaan sih, Bu! Namanya jodoh ... kal
Pekik girang bocah menyambut kedatangan mereka saat memasuki rumah. Hanun bahkan tak mau lepas dari gendongan Ranti lagi. Sedangkan Hanif memilih terus berada di punggung ayahnya. Wajah-wajah yang tadinya kelihatan lelah tak tampak lagi saat mereka melihat senyum bahagia keempat bocah itu."Alif sukses ya menjaga adik-adik?" tanya Ranti sembari tersenyum melihat putra sulungnya itu."Siapa dulu, Bunda. Aliffff."Putra sulung Ranti itu tampak bangga saat disebut sukses menjaga adik-adiknya. Senyum bahagia senantiasa terkembang di bibirnya yang memiliki pola senyuman khas ayahnya. Kulit Alif memang mewarisi Ranti, tapi tidak dengan bentuk wajahnya. "Bu Ranti, Bu Dewi, Pak Bayu, makan dulu. Kami sudah siapkan menu istimewa hari ini."Ucapan Bu Ayu itu membuat Ranti menolehkan kepalanya pada wanita yang telah menjaga anak-anaknya selama mereka pergi. Bu Ayu bersedia tak pulang setiap hari dan menginap di rumah itu bersama Bu Rina. Bunga dan
"Bu Ayu, Bu Rina, bawa anak-anak ke kamar mereka."Ranti tak ingin keempat bocah itu merekam peristiwa yang mungkin tak bisa ditebaknya nanti. Setelah keempat anaknya pergi, Ranti menyiapkan diri terhadap hal buruk yang akan terjadi."Ibu, silahkan duduk! Bang Bayu sedang makan di dapur, sebentar lagi selesai."Ranti pun mendudukkan tubuhnya di sofa panjang yang menghadap ke layar kaca. Bu Ratna tak menyambut ajakan menantunya itu."Tak perlu basa-basi. Ibu langsung pada tujuan saja." Wajah ibu mertua Ranti itu merah seperti menahan amarah. Ranti sendiri bingung, apalagi yang menjadi sumber kemarahan wanita yang ada di hadapannya ini. Seharusnya dirinya yang mungkin seringkali harus menahan amarah atas sikap keluarga mertuanya itu. Bukan sebaliknya."Kalian baru pulang umroh kan? Hebat sekali kalian berangkat umroh dengan ibumu, sedangkan aku, ibu dari suamimu tak kalian ajak. Kalian benar-benar kurang ajar. Bayu semakin jadi an