Menikmati hidupnya di luar penjara, tak terasa dua tahun terlewati oleh Bayu dengan banyak linangan air mata. Bukan tentang tanggapan orang-orang di sekelilingnya. Tapi lebih tentang mengembalikan arti sosok dirinya di mata keempat buah hati mereka.
Terkadang Bayu menumpahkan tangisnya di hamparan sajadah, saat sedang bercerita dengan Sang Khalik di malam-malam panjang yang dilaluinya. Menumpahkan resah, kecewa, bahkan amarah yang menumpuk di dadanya. Merajut pinta di ujung sujud panjang yang dilakukannya.Berpisah ternyata tak hanya akan membentangkan jarak, namun juga membuang banyak kenangan yang pernah tersimpan di memori anak-anaknya. Apakah keputusannya untuk tidak bertemu anaknya di penjara selama hampir tiga tahun di penjara merupakan keputusan yang salah? Perjuangan seorang ayah untuk mengembalikan sosoknya di mata anak-anak ternyata tak mudah."Bang ... Abang tak tidur lagi?"Panggilan Ranti membuyarkan lamunan Bayu yang sedang duduk meRanti diam, membuat Bayu semakin penasaran arah pembicaraan istrinya itu."Janin itu sudah ada di perut Adek, Bang."Sontak saja ucapan Ranti itu sukses membuat Bayu terperanjat. Dirinya bakal punya anak lagi? Memang, kesepakatan tidak menggunakan kontrasepsi itu berlaku hingga sekarang. Pasangan suami istri itu sepakat, setiap anak sudah ada rezekinya masing-masing.Ibadah halal dan indah itu memang selalu mereka lakukan secara rutin. Pernah berpuasa hampir tiga tahun lamanya membuat Bayu benar-benar tak lagi ingin menahan hasratnya jika sedang ingin menyalurkan apa yang ada dalam dirinya itu. Ranti pun tak pernah menolak saat diajak sang suami untuk mengayuh biduk kemesraan bersama. Bukan hanya Bayu yang dalam kurun waktu lama harus berpuasa, dirinya pun sama. Bukankah ladang pahala menjadi milik mereka saat sama-sama merasakan kebahagiaan saat melakukannya?"Sudah telat dua minggu, Bang. Barusan Adek cek urin. Hasilnya positif, Bang."
"Bunda menyusul saja, mau mandi dulu. Badan Bunda kotor soalnya."Tak banyak cakap apalagi tanya, empat bocah itu melaksanakan salat Subuh bersama Bayu akhirnya. Ranti meninggalkan mereka ketika ucapan takbir mulai dilafazkan Bayu sebagai penanda mulainya salat yang mereka lakukan. Ranti ingin membersihkan tubuhnya dengan cepat sebelum melaksanakan ibadah wajibnya.Ketika Ranti melangkah ke dalam musala, tampak ibunya dan Ryan hendak melakukan salat Subuh juga. Wanita paruh baya itu sudah siap dengan mukenanya. Begitu pula dengan Ryan yang sudah menggelar sajadahnya. Tak tampak lagi Bayu dan keempat anaknya di ruangan itu."Bu, tunggu! Barengan Ranti salatnya!"Gegas Ranti mengenakan mukena lantas mengambil posisi sebagai makmum bersama ibunya. Ketiga ibu dan anak itu menjalankan ibadah wajib mereka dengan khusyuk. Tak lupa menutup salat dengan lafal doa yang tentunya tak sama setiap orangnya."Ranti, Ryan. Ibu mau bicara."Bu De
Hari ini Ranti, Bayu, dan Bu Dewi tiba kembali di tanah air setelah selesai menunaikan ibadah umroh mereka. Rangkaian ibadah yang mampu membuat mereka semakin mendekatkan diri pada-Nya. Tangis bahagia tak mampu Bu Dewi tahan saat melihat Ka'bah di depan matanya. Melangitkan doa dan pinta di tempat yang paling diidamkan oleh umat muslim sedunia."Semua aman?" tanya Ranti kepada adiknya yang menjemput mereka di bandara. Berpisah dengan rombongan yang masing-masing dijemput keluarga mereka."Aman, Kak. Tenang saja."Ryan memilih fokus pada kemudi. Menjalankan kendaraan dengan perlahan karena posisi antrian di pintu keluar yang mengular."Ibu berdoa di sana untuk jodohmu. Disegerakan mumpung Ibu masih ada."Kali ini Bu Dewi yang berbicara. Wanita itu memang sempat memohon satu pinta yang khusus di sana. Usianya sudah menua. Tak ingin putra bungsunya tak ada yang mengurus jika dirinya sudah tiada."Apaan sih, Bu! Namanya jodoh ... kal
Pekik girang bocah menyambut kedatangan mereka saat memasuki rumah. Hanun bahkan tak mau lepas dari gendongan Ranti lagi. Sedangkan Hanif memilih terus berada di punggung ayahnya. Wajah-wajah yang tadinya kelihatan lelah tak tampak lagi saat mereka melihat senyum bahagia keempat bocah itu."Alif sukses ya menjaga adik-adik?" tanya Ranti sembari tersenyum melihat putra sulungnya itu."Siapa dulu, Bunda. Aliffff."Putra sulung Ranti itu tampak bangga saat disebut sukses menjaga adik-adiknya. Senyum bahagia senantiasa terkembang di bibirnya yang memiliki pola senyuman khas ayahnya. Kulit Alif memang mewarisi Ranti, tapi tidak dengan bentuk wajahnya. "Bu Ranti, Bu Dewi, Pak Bayu, makan dulu. Kami sudah siapkan menu istimewa hari ini."Ucapan Bu Ayu itu membuat Ranti menolehkan kepalanya pada wanita yang telah menjaga anak-anaknya selama mereka pergi. Bu Ayu bersedia tak pulang setiap hari dan menginap di rumah itu bersama Bu Rina. Bunga dan
"Bu Ayu, Bu Rina, bawa anak-anak ke kamar mereka."Ranti tak ingin keempat bocah itu merekam peristiwa yang mungkin tak bisa ditebaknya nanti. Setelah keempat anaknya pergi, Ranti menyiapkan diri terhadap hal buruk yang akan terjadi."Ibu, silahkan duduk! Bang Bayu sedang makan di dapur, sebentar lagi selesai."Ranti pun mendudukkan tubuhnya di sofa panjang yang menghadap ke layar kaca. Bu Ratna tak menyambut ajakan menantunya itu."Tak perlu basa-basi. Ibu langsung pada tujuan saja." Wajah ibu mertua Ranti itu merah seperti menahan amarah. Ranti sendiri bingung, apalagi yang menjadi sumber kemarahan wanita yang ada di hadapannya ini. Seharusnya dirinya yang mungkin seringkali harus menahan amarah atas sikap keluarga mertuanya itu. Bukan sebaliknya."Kalian baru pulang umroh kan? Hebat sekali kalian berangkat umroh dengan ibumu, sedangkan aku, ibu dari suamimu tak kalian ajak. Kalian benar-benar kurang ajar. Bayu semakin jadi an
Melalui berpuluh purnama, sikap ibu mertua Ranti tak pernah berubah. Selalu hanya menimbulkan masalah jika sosoknya tiba-tiba muncul di rumah anak dan menantunya. Ranti memilih tak lagi peduli dengan semua sikap yang ditunjukkan wanita itu padanya ataupun anak-anak mereka.Empat kali melahirkan dengan kondisi kehamilan ketiga dan keempat sepasang bayi kembar, Ranti tak pernah merasakan kehadiran sosok ibu mertua membersamai saat harus bertarung nyawa melahirkan cucunya. Untunglah, saat persalinan keempat ada sosok suami yang menungguinya. Menguatkan Ranti untuk terus berjuang menghadirkan anak mereka ke dunia.Tangis haru sempat dirasakan Ranti saat mengingat momen persalinan ketiganya. Tanpa kehadiran sang suami kala itu membuat dirinya bertekad harus kuat berjuang sendiri. Alif sudah duduk di kelas sekolah menengah saat ini. Sedangkan Fayza, Hanun, dan Hanif duduk di bangku sekolah dasar. Ranti memilih sekolah Islam dengan sistem full day untuk keempat
"Ibu tak punya beban lagi jika suatu saat dipanggil Yang Maha Kuasa untuk menyusul ayah kalian. Anak-anak kami sudah bahagia dengan kekuarganya masing-masing. Walaupun sampai saat ini Ryan dan Bunga belum memberikan Ibu cucu, tak apa. Enam cucu Ibu darimu dan Bayu rasanya sudah cukup memberi kebahagiaan bagi Ibu di usia yang sudah sepuh ini."Sampai saat ini memang Ryan dan Bunga belum mampu menghadirkan cucu untuk ibu mereka. Tak kurang kasih sayang Bu Dewi tetap pada menantunya itu. Tak menyalahkan apalagi menghujat sang menantu atas amanah yang belum mereka dapatkan. Semuanya takdir. Jika janin itu belum hadir di rahim Bunga, artinya Allah belum berkehendak menghadirkan cucu dari anak dan menantunya itu. Allah belum mengizinkan dirinya mendapat cucu dari sang putra bungsu. Bukankah semua yang terjadi di bumi ini atas izin-Nya? Bahkan langit mendung pun tak akan jadi hujan jika Allah belum berkehendak. Sehelai daun hanya akan luruh dari tangkainya jika Allah men
Ranti cepat merangkul ibunya. Seolah-olah ibunya meninggalkan pesan terakhir untuk dirinya. Bulir bening membasahi pipi mereka berdua."Sudah, jangan menangis. Ibu tahu, kamu wanita yang kuat, Ran. Wanita yang tegar. Terus seperti ini ke depannya. Hidup ini ujian, bukan hidup jika tak ada cobaan. Ibu percaya, kamu mampu melewati apa pun yang akan terjadi nanti. Ingat, Ibu akan selalu mendukungmu!"Ranti kembali terisak saat mendengarkan pesan ibunya itu. Dirinya kuat karena ada ibunya. Lantas bagaimana jika sosok yang memeluknya sekarang tak ada lagi suatu saat nanti?"Sudah, hapus air matamu! Sebentar lagi mau menjemput Faiz dan Farah kan?"Bu Dewi mengurai pelukannya. Mengelap air mata yabg membasahi pipi putri tercintanya.Ranti menganggukkan kepalanya. Tak ada lagi panggilan si kembar semenjak kelahiran Faiz dan Farah karena yang kembar tak hanya mereka.Bu Dewi beranjak dari duduknya, meninggalkan Ranti yang sedang merapikan