65(TAMAT)
Rendra tak bisa menahan tangis bahagianya usai ia mendengar jawaban dari Amira. Tanpa menunggu lama, pria itu pun langsung memboyong Amira, Bu Rima, dan Andra menuju ke Jakarta.Rendra sudah berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Pria itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan oleh amirah."Kita mau ke mana, Ma?" tanya Andra pada Amira begitu mereka tiba di Kota Jakarta."Kita akan pergi ke rumah kakek buyut, Sayang. Kakek buyut udah nggak sabar pengen ketemu sama Andra," ujar Rendra."Kamu mau bawa aku ke tempat Pak Kusuma?" tanya Amira."Iya, Sayang. Semua orang udah nungguin kamu di sana," sahut Rendra.Rendra sengaja membawa Amira menuju ke mansion Kakek Kusuma. Pria itu langsung memberi kabar pada seluruh keluarganya mengenai Amira dan Andra setelahnya berhasil membujuk Amira untuk kembali padanya.Kakek Kusuma menyambut gembira kabKUPINANG SAHABATKU MENJADI MADUKU*"Saya terima nikah dan kawinnya Amira Azzahra binti almarhum Sumana dengan mas kawin tersebut, tunai ...." Lantang suara lelaki yang duduk di sebelahku mengucapkan ijab qabul dalam sekali tarikan napas. Meskipun sebelumnya sempat gagal, dan tadi adalah yang ketiga kalinya, lelaki itu mengulanginya. Akhirnya dia berhasil mengucapkan janji suci itu. "SAH!""SAH!""Alhamdulillah."Riuh ramai suara para saksi yang hadir di sana pun terdengar. Bagai sebuah mimpi, diri ini sudah sah menjadi istri dari Rendra Abidzar Kusuma, seorang presdir di sebuah perusahaan tempatku bekerja.Dia juga merupakan suami dari sahabatku sendiri, Aleesha Putri. Ya, saat ini aku telah sah menjadi adik madu sahabatku sendiri.Bukan. Ini sungguh bukanlah inginku menjadi seorang madu. Menjadi duri dalam pernikahan sahabatku. Sungguh sama sekali bukanlah keinginanku.Hanya saja takdir yang telah mengharuskanku menjadi madu dalam pernikahan mereka. Nasib buruk harus memaksaku men
KUPINANG SAHABATKU MENJADI MADUKU (2)"Kapan kamu hamil, Aleesha? Harus berapa lama lagi kami menunggu, huh!" ketus Bu Ayumi -- mertua Aleesha -- dengan tatapan meremehkan.Suasana makan malam yang santai dan cozy, tiba-tiba berubah menjadi tegang. Aleesha mengeratkan sendok dan garpu yang tengah digenggamnya. Menahan gejolak amarah yang mulai menggelayuti hatinya. Siap meledak kapan saja."Kami baru dua tahun menikah, Ma. Dan itu belum terlalu lama. Kami masih punya banyak waktu untuk memiliki anak," ujar Aleesha dingin. "Benar itu, Ma. Kenapa harus bahas hal itu sekarang. Apa Mama begitu nggak sabar untuk menimang cucu?" tanya Rendra, sedikit tak suka jika istrinya dipojokkan saat makan malam keluarga ini. Apalagi menyinggung masalah keturunan yang memang tak kunjung hadir lagi di antara mereka. Aleesha memang pernah hamil, tapi, mengalami sebuah kecelakaan. Dan pasca keguguran itu, ada suatu hal yang mereka tutupi dari kedua keluarga mereka tentang Aleesha yang akan sulit untuk
Rendra tercekat. Pria itu langsung mengurai pelukannya. Mencipta jarak di antara keduanya. Sudah sering bagi Aleesha untuk menyuruh Rendra menikah lagi, dan mendapatkan keturunan dari wanita lain. Namun, Rendra tak pernah menyetujui ide gila dari istrinya.Ia tidak pernah terpikir untuk mendua sedikit pun. Mengkhianati rumah tangganya. Hal itu tidak ada dalam prinsipnya untuk tidak setia."Jangan bodoh, Sha. Aku nggak akan melakukan itu, sampai mati pun," tukas Rendra. Aleesha menundukkan kepalanya. Menyusut air mata yang mulai mengering. Ia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk membujuk suaminya agar mau menikah lagi."Mas, ini semua demi kebaikan kita. Mas tahu sendiri, kan kalau aku tak mungkin bisa hamil lagi. Kemungkinannya 0,1 persen. Hanya keajaiban yang dapat mewujudkan hal itu. Tetapi, aku nggak percaya akan keajaiban itu." Penuh emosi, Aleesha menumpahkan semua keluh kesahnya. Malam pekat yang dingin menjadi saksi bisu perdebatan mereka di dalam mobil. Angin
Pagi hari itu, Aleesha sudah berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Rendra, suaminya. Memang sudah menjadi kebiasaannya untuk meramu sendiri apa yang ia dan suaminya ingin makan di pagi hari. Dan sudah berlangsung seperti itu sejak mereka menikah dua tahun silam.Walau begitu, untuk pekerjaan rumah yang lainnya ia memiliki tiga asisten rumah tangga yang sigap membantunya. Maklum, rumah tempat mereka tinggal cukup luas. Hanya saja, suasana rumah terasa sepi dan kurang hidup tanpa adanya tangisan dan celotehan bayi. "Huft!" Aleesha menghela nafasnya berat. Ia mengingat lagi perdebatan semalam yang membuatnya kembali mengingat luka lama.Luka yang sekian lama ia coba lupakan dari ingatannya. Namun, tak pernah berhasil. Ingatan itu akan terpatri kuat selamanya di dalam benaknya. Meski mencoba sekuat hati pun, aku tetap tak bisa menyingkirkan kenangan perih itu dari dalam ingatan. Ingatan saat rahimnya pernah dihuni oleh buah cintanya dengan Rendra. Namun, hanya se
"Siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa wajahnya seperti familier untukku?" Rendra mengedikkan bahunya dan menyerahkan tugas untuk anak buahnya mengorek lebih dalam tentang wanita ular itu. Sejak saat itu, Rendra memasang CCTV di semua sudut ruangan. Hal itu bertujuan untuk mengawasi para pekerjanya. Agar hal serupa tidak pernah terjadi lagi. Selang beberapa minggu, terungkap sudah identitas tentang gadis itu. Dia adalah kakak dari wanita yang pernah dikencani Rendra semasa sekolah dulu. Rendra menghancurkan masa depannya. Gadis itu frustrasi dan memilih bunuh diri setelah sebelumnya Rendra menolak untuk bertanggung jawab, dan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Rendra menutupi informasi sepenting itu dari Aleesha. Dia tidak ingin masa lalu kelamnya terkuak. Tidak penting bagi Aleesha tahu masa lalu Rendra. Hidup mereka adalah untuk masa depan, begitu pikir Rendra dalam hatinya. Aleesha sudah yakin jika dirinya sudah berubah, dan Rendra tak ingin menghancurkan kepercayaan Al
"Amira." Aleesha menggumam. Lantas ia menarik lengan seorang wanita yang berjalan tepat tiga langkah di depannya. Ia merasa seperti mengenal wanita itu."Hei!" sapa Aleesha setelah wanita itu menoleh ke arahnya."Kamu … Aleesha?" tanya Amira kaget. Ia langsung menoleh saat lengannya ditarik dari belakang. "Bener, ternyata kamu, Amira." Aleesha langsung memeluk Amira. "Aku kangen tau!" ungkapnya."Sama! Lama ya kita nggak ketemu, Sha." Amira melerai pelukannya dan menatap rindu sahabatnya semasa di sekolah menengah atas dulu. "Iya, nih! Kayaknya sejak kita lulus SMA, ya. BTW, dengar-dengar kamu balik ke kampung Ibumu, ya waktu itu?" tanya Aleesha. "Ya, begitulah. Eh, kenapa kamu ada di sini? Kamu … kerja di sini juga?" tanya balik Aya. "Iya, aku mau ke lantai sepuluh. Kamu mau kemana?" jawab dan tanya Aleesha lagi."Oh, aku mau ke lantai tujuh, Sha. Maaf, tapi Aku harus cepat-cepat nih. Kapan-kapan kita ngobrol lagi, ya." Aya tersadar jika waktunya tak banyak. Ia segera berlari kec
Mereka pun berjalan menuju ke kantin kantor yang letaknya di lantai dasar. Aleesha begitu menikmati momen ini. Ia pun tak henti mengulas senyum. Tidak salah jika tadi pagi ia sampai memaksa untuk ikut ke kantor suaminya. Suaminya pun akhirnya mengabulkan keinginannya. Aleesha berdalih jika dirinya merasa bosan di rumah terus. Dan satu lagi, ia berhasil bertemu dengan Amira, gadis sederhana dan manis yang sangat ia kagumi sejak dulu. Amira adalah gadis yang tulus, ia sangat bersyukur mengenal Amira dalam hidupnya. Aleesha bukanlah orang yang sulit bergaul. Dia begitu supel, ramah, dan kaya raya. Siapa yang tidak mau untuk menjadi temannya. Namun, sebanyak apapun teman Aleesha, tidak ada yang dapat menggantikan seorang sahabat seperti Amira.Maka dari itu, Aleesha sempat merasa kehilangan Amira saat mereka putus kontak dulu. Amira menghilang dari pusaran hidupnya. Dan kini, mereka bertemu lagi. Ada kebahagiaan tersendiri yang meluap-luap dalam diri Aleesha."Sha, kamu nggak makan yang
'Aku yakin, Mas Rendra nggak akan semudah itu menerima permintaan Mama,' gumam Aleesha."Kenapa diam, ha? Aleesha, harusnya kamu sadar diri, kamu 'kan yang nggak bisa punya anak? Harusnya kamu lepasin anak saya, Rendra. Atau kamu biarkan saja agar Rendra menikahi Visca!" sentak Ibu mertuanya dengan wajah kakunya. Andai Aleesha tidak menjunjung tinggi rasa hormat pada orang yang lebih tua, ingin rasanya Aleesha membalas perkataan mertuanya dengan umpatan. Namun, Aleesha masih menahan diri, karena yang bicara dengannya saat ini adalah mertuanya. Wanita yang telah melahirkan dan membesarkan suami Aleesha. Wanita yang tetap menjadi surga bagi Rendra. Aleesha tidak memungkiri hal itu. "Maaf, Ma! Aku nggak akan percaya begitu saja, sebelum Mas Rendra yang menceritakannya sendiri padaku. Kalau begitu, saya pamit, Ma." Aleesha berujar dengan nada yang dibuat pelan. Selembut mungkin agar gejolak amarahnya tidak semakin meletup-letup. Ia tak mau membuat mertuanya semakin marah. "Permisi!" p