Terima kasih mengikuti cerita ini. baca juga "ISTRIKU MINTA CERAI SETELAH AKU TAGIH HUTANGNYA" sudah tamat. Berikan dukungan ya kak agar bisa tetap eksis ceritanya, dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya
Brak ....Allah, aku dan mas Fandy terkejut, saat sebuah mobil menabrak pagar rumah Dewi. Tak lama keluar Karin dan Laila, terlihat Karin begitu marah. Sedangkan Laila, wanita itu terlihat diam seperti orang tertekan."Pelacur, dikasih hati minta jantung. Semakin lama dia seperti ingin menguasai mas Darma."Aku menelan ludah ketika mendengar ucapan Karin. Ternyata wanita itu marah karena suaminya lebih betah bersama Dewi.Cup ...."Mas, malu dilihat orang."Aku memukul dada mas Fandy, karena tiba-tiba mencium bibirku tanpa permisi. Lidahnya sempat menjilat rongga mulutku."Makanya tutup bibir itu. Kepo sampai mulut terbuka, daripada lalat yang masuk kan bagus lidahku."Bisa aja dia ngeles, kalau gini kan aku jadi hilang konsentrasi. Mana kedua wanita itu sudah masuk ke rumah Dewi pula, aku jadi tak tau apa yang terjadi."Dengar, tak perlu kau urusi orang lain. Terpenting kita jaga keluarga kita, sekarang suami tampanmu meminta masuk ke dalam. Bisa lakukan sekarang? Jangan keluar kalau
"Kau mau menjadi pengacara Karin Mas?"Aku jadi kesal sendiri, saat mas Fandy bilang kalau mau menjadi pengacara Karin, parahnya lagi atas permintaan Laila."Kau sudah keterlaluan mas, buat apa kau minta ijin, kalau sudah menerima permintaan wanita itu."Aku muak sangat muak. Berusaha agar dia tak berdekatan dengan wanita itu, tapi nyatanya dia sendiri yang mendekati. Aku masih takut opsesi dalam hati suamiku, jauh di hatinya pasti ingin melihat wajah Laila saat sange."Sial ...apes benar hidupku."Brak .... Aku meraih pintu lemari, mengambil baju dan memasukkan dalam koper. Cukup dengan pikiran meresahkan lebih baik pergi menenangkan diri."Kita bisa bicara, tak perlu seperti ini. Apa salahnya aku membantu Karin? Dulu kau meminta aku tak membantu Dewi bercerai dengan Diki, hingga pria itu harus masuk penjara karena merampok. Bisa tidak kau jangan egois."Plak ....Aku menampar mas Fandy bisa-bisanya dia bilang aku egois."Egois kau bilang Mas? Baiklah kalau begitu. Lakukan apa yang k
Tok ...tok ...tok ....Terdengar ketukan di pintu, kalau tak bapak pasti ibu yang mengetuk. Aku meletakkan putriku lalu membuka pintu, bapak tersenyum lalu masuk ke kamar tanpa meminta ijin padaku.Bapak duduk di tempat tidur, lalu menepuk tempat di sampingnya. Aku terpaksa menurut karena tak mau bapak menunggu "Apa yang sebenarnya terjadi? Kalau hanya karena Laila yang meminta bantuan Fandy. Bapak rasa kau tak mungkin sampai semarah ini, apa ada yang ingin kau bicarakan dengan bapak?"Aku menatap wajah bapak. Apa bisa aku bicara sekarang? Bagaimana kalau tekanan darah tinggi bapak kumat lagi."Beri waktu Maya berpikir dulu Pak, percayalah, kali ini Maya akan mengambil keputusan yang tepat, seperti saat bersama Darma. Besok kita lihat mama, tadi mas Fandy bilang beliau kena serangan jantung."Aku menunduk, namun bapak segera mengangkat kepalaku dan membantu mengusap air mata yang mengalir di pipi.Dari wajahnya jelas terlihat, dia sedang menahan diri untuk tidak memaksaku."Baiklah ka
"Pikirkan baik-baik May, apa kau mau menjadi janda kedua kalinya?"Aku tak menjawab pertanyaan ibu, biarlah waktu yang menjawab. Aku sudah menyerahkan pada mas Fandy, untuk mengurus perceraian kami, aku tak akan mempersulit prosesnya. Karena itu aku wakilkan pada pengacara untuk membereskan sidang perceraian kami. Aku tak akan menghadiri sidang agar lebih cepat keluar putusannya."Tolong jangan gegabah May, jangan kabur-kaburan begini. Kasihan Fandy sudah berkali-kali dia datang, untuk memohon maaf tapi kau keras hati."Ah ...ibu dia tak tau apa yang aku takutkan selama ini. Ketakutan yang tak bisa aku ungkapkan pada semua orang, seharusnya mas Fandy yang paham, tapi sepertinya dia pun tak perduli."Sekarang kau yakin membawa anakmu pergi untuk menenangkan diri. Yakin bisa mengurus anak bayi ini sendirian?"Aku tersenyum pada ibu, ketakutannya tak akan terjadi. Selama aku pergi jiwaku akan tenang, tak akan terbebani dengan pikiran yang menakutkan."Maya hanya ingin menenangkan diri Bu,
"Gila, kau benar-benar datang kemari. Dasar bodoh, kenapa tak menghubungi aku sejak kemarin?"Miska, dia adalah teman SMA ku. Dia menetap di kota ini setelah menikah, kami bertemu di f******k setelah lama terpisah."Aku tak mau merepotkanmu Mi. Tapi saat ini aku butuh bantuanmu, untuk mencarikan rumah kontrakan yang minimalis saja."Miska tertawa, dia bilang kalau tak jauh dari rumahnya ada rumah di kontrakan. Tempatnya aman dan strategis, banyak angkutan umum lewat. Jadi aku tak susah jika keluar membawa bayiku."Bagus kalau begitu, apalagi kalau bisa untuk usaha. Pasti akan jauh lebih bagus lagi."Aku bersama Miska, akhirnya menuju ke rumah yang di kontrakan itu. Aku harus segera punya tempat tinggal, tak enak lama-lama tidur di hotel, selain mahal tapi juga sepi."Bagus Mi, ini saja aku ambil. Tempatnya tenang dan adem. Kau juga bisa sering-sering kemari, agar aku tak kesepian."Miska tertawa, dia senang aku mengambil rumah yang dia tunjukkan. Aku segera membayar untuk tiga bulan du
Mas Fandy, Hera mengunggah foto suamiku di akun media sosialnya. Sudah ada kemajuan rupanya, baguslah aku jadi tenang kalau begini.Aku keluar dari akun palsu itu. Lalu menyimpan ponsel di atas meja, aku mau istirahat sebentar, sebelum Shanum mengajak begadang.Mencoba memejamkan mata, kenapa tak bisa? Foto mas Fandy tadi menganggu pikiranku. Entah apa yang aku mau sebenarnya, sudah menjauh tapi kepikiran terus.Eck ...."Terdengar suara Shanum, biasa waktunya nenen. Aku segera memberinya ASI, agar bayi kecil itu kembali tidur."Aku menepuk pelan tubuh bayiku. Menyanyikan sholawat, agar dia tenang di tempat baru. Syukurlah tak ada drama tangisan tengah malam. Seperti saat di hotel dia terus gelisah."Anak yang baik, maafkan mama kalau kita berpisah dari papa. Kalau semua sudah tenang, kita akan kembali bertemu papa, nenek dan kakek lagi."Aku menyium pipi anakku. Lalu meletakkan di tempat tidur, aku langsung berbaring di samping bayiku. Di tempat baru terasa begitu tenang, terdengar s
Terlalu asyik dengan kehidupan baruku, tak menyadari kalau waktu sudah bergulir selama setahun. Shanum sudah bisa berjalan dan berlari.Bapak dan ibu menangis dan memohon agar aku kembali. Namun aku sudah bahagia dan tenang berada di tempat ini, bapak berusaha menceritakan tentang mas Fandy. Namun aku mematikan ponsel dan tak menghubungi mereka lagi, setelah tenang aku menghubungi lagi, tapi dengan syarat tak berbicara tentang mas Fandy."May, ada kabar bagus. Suamiku akan mengerjakan proyek di sini, bosnya setuju untuk membuka cabang perusahaan di kota ini. Bagusnya lagi suamiku akan memimpin perusahaan baru itu."Aku ikut senang mendengar kabar dari Miska. Baguslah jadi mereka bisa segera punya momongan, karena selama ini Miska sering LDR an sama suaminya."Bos suamiku itu malang sekali nasibnya May. Istrinya pergi meninggalkannya sendirian, entah ada masalah apa? Setahuku pria itu tampan dan kaya. Dengar-dengar mantan pengacara tapi banting stir jadi pengusaha."Aku tak menjawab, ha
"Maya, tolong jangan begini. Kasihan Shanum jika terjadi sesuatu padamu, lepaskan gunting itu aku akan membantumu pergi dari sini."Miska menangis melihat apa yang aku perbuat. Tapi ini demi anakku, tak sudi rasanya kehilangan anak dan akan di asuh oleh wanita seperti Laila atau Hera."Cukup sayang, kita bisa bicarakan semua ini.""Tak ada yang harus dibicarakan Mas, kau tak seharusnya datang kemari. Sekali lagi kau menghancurkan aku. Maaf Mi, aku harus pergi, kalian menyingkir dari jalanku serahkan kunci mobilmu mas."Mas Fandy mengambil kunci mobilnya, lalu menyerahkan padaku. Tapi aku minta dia meletakkan di meja.Aku meraih tas dan kunci dengan tangan yang memeluk Shanum. Mas Fandy terlihat frustasi tapi aku tak perduli."Jangan mengejar Mas, jika tidak aku akan menabrakkan mobil di jalanan."Aku segera keluar, menekan tombol untuk melihat dimana mobil mas Fandy terparkir. Suara bip menandakan kalau itu mobilnya."Sayang kita pergi dari sini. Kita jalan-jalan."Aku menutup pintu da
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d