Sundul terus ya kak, dengan menyumbangkan GEMS nya.
"Kau mau menjadi pengacara Karin Mas?"Aku jadi kesal sendiri, saat mas Fandy bilang kalau mau menjadi pengacara Karin, parahnya lagi atas permintaan Laila."Kau sudah keterlaluan mas, buat apa kau minta ijin, kalau sudah menerima permintaan wanita itu."Aku muak sangat muak. Berusaha agar dia tak berdekatan dengan wanita itu, tapi nyatanya dia sendiri yang mendekati. Aku masih takut opsesi dalam hati suamiku, jauh di hatinya pasti ingin melihat wajah Laila saat sange."Sial ...apes benar hidupku."Brak .... Aku meraih pintu lemari, mengambil baju dan memasukkan dalam koper. Cukup dengan pikiran meresahkan lebih baik pergi menenangkan diri."Kita bisa bicara, tak perlu seperti ini. Apa salahnya aku membantu Karin? Dulu kau meminta aku tak membantu Dewi bercerai dengan Diki, hingga pria itu harus masuk penjara karena merampok. Bisa tidak kau jangan egois."Plak ....Aku menampar mas Fandy bisa-bisanya dia bilang aku egois."Egois kau bilang Mas? Baiklah kalau begitu. Lakukan apa yang k
Tok ...tok ...tok ....Terdengar ketukan di pintu, kalau tak bapak pasti ibu yang mengetuk. Aku meletakkan putriku lalu membuka pintu, bapak tersenyum lalu masuk ke kamar tanpa meminta ijin padaku.Bapak duduk di tempat tidur, lalu menepuk tempat di sampingnya. Aku terpaksa menurut karena tak mau bapak menunggu "Apa yang sebenarnya terjadi? Kalau hanya karena Laila yang meminta bantuan Fandy. Bapak rasa kau tak mungkin sampai semarah ini, apa ada yang ingin kau bicarakan dengan bapak?"Aku menatap wajah bapak. Apa bisa aku bicara sekarang? Bagaimana kalau tekanan darah tinggi bapak kumat lagi."Beri waktu Maya berpikir dulu Pak, percayalah, kali ini Maya akan mengambil keputusan yang tepat, seperti saat bersama Darma. Besok kita lihat mama, tadi mas Fandy bilang beliau kena serangan jantung."Aku menunduk, namun bapak segera mengangkat kepalaku dan membantu mengusap air mata yang mengalir di pipi.Dari wajahnya jelas terlihat, dia sedang menahan diri untuk tidak memaksaku."Baiklah ka
"Pikirkan baik-baik May, apa kau mau menjadi janda kedua kalinya?"Aku tak menjawab pertanyaan ibu, biarlah waktu yang menjawab. Aku sudah menyerahkan pada mas Fandy, untuk mengurus perceraian kami, aku tak akan mempersulit prosesnya. Karena itu aku wakilkan pada pengacara untuk membereskan sidang perceraian kami. Aku tak akan menghadiri sidang agar lebih cepat keluar putusannya."Tolong jangan gegabah May, jangan kabur-kaburan begini. Kasihan Fandy sudah berkali-kali dia datang, untuk memohon maaf tapi kau keras hati."Ah ...ibu dia tak tau apa yang aku takutkan selama ini. Ketakutan yang tak bisa aku ungkapkan pada semua orang, seharusnya mas Fandy yang paham, tapi sepertinya dia pun tak perduli."Sekarang kau yakin membawa anakmu pergi untuk menenangkan diri. Yakin bisa mengurus anak bayi ini sendirian?"Aku tersenyum pada ibu, ketakutannya tak akan terjadi. Selama aku pergi jiwaku akan tenang, tak akan terbebani dengan pikiran yang menakutkan."Maya hanya ingin menenangkan diri Bu,
"Gila, kau benar-benar datang kemari. Dasar bodoh, kenapa tak menghubungi aku sejak kemarin?"Miska, dia adalah teman SMA ku. Dia menetap di kota ini setelah menikah, kami bertemu di f******k setelah lama terpisah."Aku tak mau merepotkanmu Mi. Tapi saat ini aku butuh bantuanmu, untuk mencarikan rumah kontrakan yang minimalis saja."Miska tertawa, dia bilang kalau tak jauh dari rumahnya ada rumah di kontrakan. Tempatnya aman dan strategis, banyak angkutan umum lewat. Jadi aku tak susah jika keluar membawa bayiku."Bagus kalau begitu, apalagi kalau bisa untuk usaha. Pasti akan jauh lebih bagus lagi."Aku bersama Miska, akhirnya menuju ke rumah yang di kontrakan itu. Aku harus segera punya tempat tinggal, tak enak lama-lama tidur di hotel, selain mahal tapi juga sepi."Bagus Mi, ini saja aku ambil. Tempatnya tenang dan adem. Kau juga bisa sering-sering kemari, agar aku tak kesepian."Miska tertawa, dia senang aku mengambil rumah yang dia tunjukkan. Aku segera membayar untuk tiga bulan du
Mas Fandy, Hera mengunggah foto suamiku di akun media sosialnya. Sudah ada kemajuan rupanya, baguslah aku jadi tenang kalau begini.Aku keluar dari akun palsu itu. Lalu menyimpan ponsel di atas meja, aku mau istirahat sebentar, sebelum Shanum mengajak begadang.Mencoba memejamkan mata, kenapa tak bisa? Foto mas Fandy tadi menganggu pikiranku. Entah apa yang aku mau sebenarnya, sudah menjauh tapi kepikiran terus.Eck ...."Terdengar suara Shanum, biasa waktunya nenen. Aku segera memberinya ASI, agar bayi kecil itu kembali tidur."Aku menepuk pelan tubuh bayiku. Menyanyikan sholawat, agar dia tenang di tempat baru. Syukurlah tak ada drama tangisan tengah malam. Seperti saat di hotel dia terus gelisah."Anak yang baik, maafkan mama kalau kita berpisah dari papa. Kalau semua sudah tenang, kita akan kembali bertemu papa, nenek dan kakek lagi."Aku menyium pipi anakku. Lalu meletakkan di tempat tidur, aku langsung berbaring di samping bayiku. Di tempat baru terasa begitu tenang, terdengar s
Terlalu asyik dengan kehidupan baruku, tak menyadari kalau waktu sudah bergulir selama setahun. Shanum sudah bisa berjalan dan berlari.Bapak dan ibu menangis dan memohon agar aku kembali. Namun aku sudah bahagia dan tenang berada di tempat ini, bapak berusaha menceritakan tentang mas Fandy. Namun aku mematikan ponsel dan tak menghubungi mereka lagi, setelah tenang aku menghubungi lagi, tapi dengan syarat tak berbicara tentang mas Fandy."May, ada kabar bagus. Suamiku akan mengerjakan proyek di sini, bosnya setuju untuk membuka cabang perusahaan di kota ini. Bagusnya lagi suamiku akan memimpin perusahaan baru itu."Aku ikut senang mendengar kabar dari Miska. Baguslah jadi mereka bisa segera punya momongan, karena selama ini Miska sering LDR an sama suaminya."Bos suamiku itu malang sekali nasibnya May. Istrinya pergi meninggalkannya sendirian, entah ada masalah apa? Setahuku pria itu tampan dan kaya. Dengar-dengar mantan pengacara tapi banting stir jadi pengusaha."Aku tak menjawab, ha
"Maya, tolong jangan begini. Kasihan Shanum jika terjadi sesuatu padamu, lepaskan gunting itu aku akan membantumu pergi dari sini."Miska menangis melihat apa yang aku perbuat. Tapi ini demi anakku, tak sudi rasanya kehilangan anak dan akan di asuh oleh wanita seperti Laila atau Hera."Cukup sayang, kita bisa bicarakan semua ini.""Tak ada yang harus dibicarakan Mas, kau tak seharusnya datang kemari. Sekali lagi kau menghancurkan aku. Maaf Mi, aku harus pergi, kalian menyingkir dari jalanku serahkan kunci mobilmu mas."Mas Fandy mengambil kunci mobilnya, lalu menyerahkan padaku. Tapi aku minta dia meletakkan di meja.Aku meraih tas dan kunci dengan tangan yang memeluk Shanum. Mas Fandy terlihat frustasi tapi aku tak perduli."Jangan mengejar Mas, jika tidak aku akan menabrakkan mobil di jalanan."Aku segera keluar, menekan tombol untuk melihat dimana mobil mas Fandy terparkir. Suara bip menandakan kalau itu mobilnya."Sayang kita pergi dari sini. Kita jalan-jalan."Aku menutup pintu da
"Berhenti, mau apa kau Mas? Jangan coba macam-macam denganku."Mas Fandy tak menjawab dia terus membuka pakaiannya. Kini dia benar-benar telanjang bulat."Berhenti mas, aku tak mau."Terlambat, mas Fandy sudah menindih tubuhku lalu melumat bibirku. Sialnya aku mulai merasakan sensasi yang memabukkan. Sebuah benda menusuk milikku membuat tersadar. Mencoba mendorong tubuhnya tapi tak berguna, pria itu sudah bergerak menghujamkan miliknya ke dalam tubuhku.Mencoba melawan tapi tubuhku menghianati. Tanpa sadar aku mengimbangi, gerakan pria yang katanya masih menjadi suamiku. Pria sialan itu benar-benar melampiaskan hasratnya tanpa henti. Seperti orang yang lama tak berhubungan badan."Berengsek!"Aku mendorong tubuh mas Fandy. Pria itu tak mengeluarkan miliknya dari dalam tubuhku, hanya kekehan kecil yang dia berikan, saat aku berlari menuju kamar mandi."Dia pasti lelah, aku bisa mengambil kunci kamar lalu kabur dari sini."Dengan rencana sebagus itu aku keluar dari kamar mandi diam-dia