Share

Kubuang Mantan Suami Sampah Pada Tempatnya
Kubuang Mantan Suami Sampah Pada Tempatnya
Penulis: Chiavieth

Talak

"Anna, ini surat cerainya, kamu tinggal tanda tangani lalu status kita bukan pasangan suami-isteri lagi."

Anna terkejut ketika berkas dengan map coklat di lemparkan di hadapannya. Wanita yang berstatus sebagai guru honorer itu membuka dan memperhatikan lembaran demi lembaran dokumen, mencari kolom nama untuk dia tandatangani.

Pertengkaran semalam membuat hubungannya di ujung tanduk. Tak dapat di pungkiri, raut wajahnya melemas, dan sanggup berkata apapun.

Semudah itukah suaminya memberikan surat cerai? Ah, Anna tak habis pikir, jika tahu begitu, lebih baik semalam dia tidak pulang.

Pandangan Anna beralih menatap wajah sang suami yang dalam hitungan detik lagi resmi menjadi mantannya. Sungguh, Anna ingin memastikan, apakah sosok pria yang bernama Hanif itu tak menyisakan perasaan pagi untuknya?

Tanpa sadar, wanita kelahiran Kota Malang itu telah menunda proses penandatanganan surat cerainya, hingga sebuah teguran datang. "Anna, kamu kesulitan?"

Pertanyaan itu membuatnya terkesima, jadi Hanif tak mencintaiku lagi?

Anna menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menggoreskan tinta pena di antara pernyataan yang tertulis di sana.

"Selesai."

Tanpa berpikir, Hanif meraih berkas itu dan memeriksa penempatan tandatangan Anna sekilas.

"Kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Anna tiba-tiba.

Hanif menoleh, melihat wanita berjilbab itu dengan muka serius. "Tentu saja, itu karena aku sudah punya alasan sendiri dan kamu tak perlu tahu itu."

Setelah mengatakan itu Hanif bangkit dan ingin berbalik pergi. "Oh ya, setelah ini segera kemasi barang-barangmu, kamu bebas membawa apapun barang yang kuberikan..."

"Tidak!" Hanif kaget saat Anna memotong jawabannya dan langsung menatapnya sbil mengernyit.

"Apa maksudmu?"

Anna menarik nafas, "Ya, aku tak berniat membawa barang pemberianmu, lagipula aku tak membutuhkannya."

Apa-apaan ini, Anna menolak niat baik Hanif? Ini benar-benar membuat pria itu tersinggung.

Meski status Anna bukan lagi istri Hanif, dia mesti harus mempertahankan kehormatannya sebagai wanita. Tak perlu dirinya kini yang seorang janda, baginya memulai kehidupan baru tanpa menyisakan kenangan dengan pasangan lama itu lebih baik.

Ini sedikit aneh, tapi Anna memang tak ingin mengambil apapun dari mantan suaminya. Dalam keheningan itu, Anna berdiri dan memastikan bahwa kata-katanya itu benar. "Terima kasih untuk semuanya."

Seolah seorang profesional, Anna melangkah pergi dari hadapan suaminya dan keluar dari ruangan itu tanpa berbalik.

Sementara Hanif, masih terpaku di tempatnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Entahlah, tapi hatinya bertanya-tanya tentang penolakan Anna.

Lamunannya membuyar saat ponselnya bergetar. "Siapa lagi kali ini yang menelponku?" dengusnya. Hanif menjawab lalu mendekatkan ke telinganya.

"Ya halo."

"Apa?"

"Baiklah, aku segera ke sana."

Hanif melesat pergi tanpa melupakan dokumen perceraiannya dengan Anna

Sementara Anna berdiri kaku di area taman bunga mekar yang ada di pinggiran kota. Di tempat yang sepi itu ia menyendiri, merenung menatap ke dalam air kolam ikan yang memantulkan bayangannya di air.

Sungguh, keadaan hatinya sedang tidak baik-baik saja. Tak ada yang mengira, seseorang tengah memperhatikannya saat sedang memotret, di lihat dari gayanya mengambil gambar, tampaknya orang itu sang fotografer.

Pelan-pelan pria itu melangkah mendekati Anna. Ciklit! Satu jepretan gambar Anna berhasil tertangkap kamera.

Di potret tanpa izin, membuat Anna kaget dan sekaligus merasa ingin marah, namun emosinya mereda saat tahu sosok di depannya. "Aldi? Kamukah itu?"

Pria itu tersenyum dan membuka lebar pelukannya seperti sayap. Anna seakan bertemu dengan orang yang sejak lama dirindukannya, seketika langsung memeluk pria yang bertubuh jangkung itu dengan erat.

"Kamu sedang apa di sini sendirian?"

Merasa di abaikan, pria yang bernama Aldi itu merasa aneh dan menyadari bahwa mata sosok dalam pelukannya kini telah basah. "Anna, kamu menangis?"

Yang terdengar hanya sesenggukan yang sesekali di jeda, hal itu membuat Aldi kembali mempertanyakannya. "Kamu sangat merindukanku?"

Anna tetap tak menjawab apapun, sampai isakan tadi berhenti dengan sendirinya, Aldi menarik tubuh Anna dan membawanya ke suatu tempat yang tak jauh dari sana.

Anna memandanginya sekilas, lalu menghirup udara segar di antara pepohonan. Ia merasa tempat ini membuat perasaannya sedikit lebih tenang.

"Kamu baru datang?"

Aldi mengangguk, "Ya, sebenarnya sudah dua hari yang lalu, tapi acara di rumah begitu padat dan hari ini aku baru bisa keluar berjalan-jalan."

Anna membulatkan mulutnya, Aldi lalu kembali bertanya. "Anna, kamu sedang dalam masalah? sorot matamu tak bisa berbohong, kalau tak keberatan, kamu bisa ceritakan padaku."

Manik mata Anna berubah sendu, ia mendesah, mengembuskan nafasnya. "Aku... baru saja bercerai"

Rasanya sangat berat mengatakannya, tapi sampai kapan ia harus menyimpan beban pikirannya sendirian? Dia tak ingin kehilangan semangat hidup, dan berlarut-larut memikirkan masalah yang baru terjadi.

"Kamu cerai sama Hanif? Kok bisa?" Aldi mengernyit heran, pasalnya pasangan itu sangat dan sangat lengket dibandingkan permen karet. Tapi, mendengar kabar Anna bercerai, kenapa hatinya sedikit lega?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status