Share

Anak suami juga?

"Jadi, Viko anaknya Miss Ayunda? Dan mau pindah?"

Kepsek SDN Founderword, memberitahu semua yang di ketahuinya pada Anna. Dan yang paling mencengangkan, bahwa itu anaknya yang ketiga!

Anna kembali diam, memikirkan sesuatu. Namun, ketika melihat jam, dia baru sadar kalau dirinya sudah terlambat mengajar hampir satu jam. "Maaf Bu Hesti, saya harus buru-buru ke kelas, anak-anak pasti sudah menunggu."

Setelah berbicara, Anna melesat pergi dengan secepat kilat tanpa mau mendengar ocehan atasannya. Wanita usia kepala lima itu hanya geleng-geleng kepala, andai Anna tak cepat pergi, wanita itu pasti akan mencerewetinya.

Di ruang murid kelas 3, Anna melihat bangku di sudut nomor dua itu kini telah kosong. Lagi-lagi pikirannya tak fokus dan kembali mengingat Viko. 'Apa dia anaknya Hanif?'

"Bu guru, kenapa Hanif pindah sekolah?"

Pertanyaan seorang murid, mengejutkan Anna.

Seramah mungkin ia tersenyum, dan menjawabnya dengan lembut. "Mungkin, orang tuanya juga mau pindah, meskipun Viko tidak disini, kan ada kalian yang temanin Ibu? Jadi, ibu tak kesepian."

Diperlakukan begitu, muridnya di kelas sedikit terhibur. Anna mengajarkan materi, dan memberi mereka tugas menulis dan mengerjakan soal, setelah itu dia duduk di kursi guru sambil memainkan ponselnya.

Di keheningan itu, benaknya kembali berpikir tentang mantan suaminya. 'Ayunda hamil, apa Hanif menghamilinya? tapi kenapa dia tak mengatakan apapun tentang itu?'

Brakk...!

Tiba-tiba Anna merasa emosi dan memukul meja dihadapannya, membuat anak-anak terkejut dan menatapnya dengan heran. "Bu Anna... kamu tak apa?"

Ya ampun! Anna benar-benar malu sekarang. Ia meringis karena tangan kini terasa sakit. "Tak apa, tanganku hanya sedikit terkilir."

Saat itu pintu masuk di ketuk, Waka Kesiswaan muncul dengan setumpuk kertas ditangannya. "Maaf Bu Anna, bisa aku minta bantuan sebentar? Printer di kantor rusak berat, jadi tolong bawa itu ke tempat fotocopy, dan buat duplikatnya sebanyak 100 lembar."

"Baiklah!" Pekerjaan tiba-tiba selalu saja muncul di saat genting. Sigap ia mengangkut kertas-kertas tadi dan pergi dari sana. "Kalian selesaikan tugas kalian, ibu keluar sebentar dan jangan ribut, oke?"

Seruan murid-muridnya menyahut dengan kompak, setidaknya kesibukannya itu dapat melupakan masalah yang ada.

Jarum jam berputar untuk kesekian detik dan menitnya, hingga suara bel berbunyi. "Sudah jam 12.30?" Matanya membelalak saat melihat jarum jam di tangannya. "Aku, ketiduran?" Dia melihat mesin fotocopy yang sudah selesai membuat duplikat kertas yang di berikan Waka kesiswaan tadi.

Anna mengemasi kertas tadi dan berniat mengantarnya kembali ke ruang Waka Kesiswaan. Di tengah jalan, tubuh Anna tiba-tiba oleng, untungnya seseorang datang dan sigap menahan tubuhnya.

Dia baru bernafas lega ketika keadaannya kini dalam keadaan baik. "Untung saja semua berkas ini aman."

Bayangkan, jika kertas tadi berhamburan dan Anna pun jatuh ke lantai, ia pasti akan sangat kerepotan membereskannya.

Semua orang melirik kearah pintu, tepat di tempat Anna yang hampir terjatuh tadi. "Aldi?"

"Kamu tak apa-apa?" Anna segera memperbaiki posisinya, dan merapikan pakaiannya yang berantakan. "Maaf, aku agak pusing hari ini, jadi..."

     

Semua orang terdengar berbisik-bisik, Anna sudah tahu, kalau mereka sedang membicarakan dirinya. Saat ini keadaannya benar-benar canggung, terlebih mereka sedang di tonton oleh semua rekan Anna di ruangan kantor.

Saat itu Anna memberanikan diri mengangkat kepalanya. "Bu Hesti, ini berkas yang anda suruh menduplikatnya tadi, maaf aku baru selesai mengerjakannya."

Setelah memberikan itu, ia berbalik pergi di ikuti Aldi di belakangnya.

Anna merasa ada banyak mata yang melihatnya keluar, namun kini Aldi berjalan sedikit lebih cepat hingga tiba di depan mobil miliknya, lalu membukakan pintunya. "Naiklah!"

Perlakuan Aldi membuatnya gugup dan sedikit aneh. Tapi, tetap saja Anna tak bisa menolak kebaikannya. "Terima kasih."

Di dalam mobilnya, Aldi sengaja memutar musik slow, dan baru melajukan mobilnya setelah suara musik mengalun merdu. Ini cukup menghibur, tapi sejak masuk ke mobilnya, Anna hanya diam sambil menatap jendela kaca, melihat arus jalan dan pedagang kecil, bahkan para pengamen kecil yang seharusnya masih sekolah sedang memainkan gitarnya.

"Kita turun sekarang!"

Suara Aldi membuatnya terkejut.

"Jadi, kita sudah sampai?" Anna masih belum yakin dan malah celingukan memperhatikan tempat di sekitarnya.

"Pangsit kukus!"

Anna tak menyangka Aldi akan membawanya mengisi perut di sini. Kenapa bukan di hotel atau restoran?

Pasalnya, dari dulu Anna memang menyukai jajanan di pinggir jalan. Biarpun di nilai memiliki selera yang rendah, Anna tetap tak peduli.

"Aldi, kamu juga suka pangsit?"

"Tentu saja, ini semua karenamu, saking hafalnya semua yang kamu sukai, aku jadi terbawa, bahkan sampai sekarang juga begitu." Aldi menyahuti santai, sambil menyengir.

Saat itu ia menarik Anna turun dari mobil dan mengajaknya masuk ke tempat penjual pangsit lalu mengambil posisi duduk di kursi paling belakang.

"Anna, kamu tunggu di sini sebentar."

Aldi langsung pergi, lalu berbicara pada seorang pria yang tampaknya adalah koki di sini. Anna memperhatikan gerak-gerik yang cekatan itu, sampai Aldi kembali dengan dua buah mangkuk di tangannya.

"Cepat sekali, kamu tidak menyuruh mereka bergerak seperti robot kan?"

"Bagaimana menurutmu?" Aldi mengangkat sebelah alisnya, melihat wajah Anna yang akhirnya menampakkan senyum.

"Anna, ayo makan..."

Namun, tanpa di suruh pun Anna sudah lebih dulu memasukkan saos sambal dan menyantapnya tanpa basa-basi. Aldi sempat kaget, tapi saat melihat noda cabai menempel di bibir Anna, sontak tangannya bergerak membersihkannya dengan tisu.

"Ma-af, aku ma-makan terlalu buru-buru." Anna gugup dan salah tingkah, lalu mengambil tisu lain dan membersihkan sendiri.

Suasana kembali hening, Anna maupun Aldi fokus dengan makanannya. Saat itu tiba-tiba Anna mengangkat wajahnya. "Di, aku boleh tanya sesuatu?"

"Apa?" pria itu masih santai karena mulai asyik dengan makanannya.

"Katanya kamu punya bisnis di luar negeri..."

"Ya, benar. Kenapa memangnya?"

Anna menunduk sambil mengaduk isi pangsit tadi dengan cabai.

"Aku hanya bertanya saja, lagipula kulihat kamu selalu sibuk dengan kamera."

"Bisnis hanya sampingan, hobiku memang memotret."

Anna membulatkan mulutnya, keduanya menghening sampai porsi makanan mereka habis. Keduanya keluar dan berjalan melewati trotoar yang ramai, namun langkah Anna tiba-tiba berhenti. Seketika wajahnya memucat. "Anna, kamu tak apa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status