Share

Tenang saja

Setelah mengetik balasan pesan, Anna beranjak dari sana dan mencuci wajahnya dengan niat berwudhu dan melakukan shalat magrib.

Baru saja menyelesaikan rakaat terakhir, tiba-tiba pintunya di ketuk. Ini membuat Anna terburu-buru melepas mukenanya dan membuka pintu. "Dessy!"

Rekan kerjanya datang dengan tas belanja berukuran besar. Anna berniat membantunya, namun temannya yang bernama Dessy itu malah bertanya.

"Kamu sudah lakukan apa yang kukatakan tadi?"

"Apa?" Anna ternganga, ingatannya berpacu pada pesan yang di kirim Dessy sebelumnya. "Itu... Maaf tadi aku lupa." Anna menyahut gugup, membuat Dessy mendecakkan lidahnya kesal. "Kamu ini bagaimana sih..." Dessy menghentikan aktivitasnya yang sedang membongkar kantong belanja.

"Kamu tenang saja, aku akan melakukannya sekarang..."

"Tidak perlu!" Ucapan Dessy membuat gerakan Anna berhenti.

"Kamu bahkan tak pernah mengisi kulkas, bagaimana caramu memasak?"

Anna hanya menyengir, sejujurnya ia berniat ke warung sebelah rumah untuk membeli beras dan bahkan pangan lainnya, tapi karena larangan Dessy, ia tak jadi pergi.

"Kamu tahu, aku sudah menduga hal ini terjadi, sifatmu berubah buruk sejak bercerai Anna, dulu kamu tak begini."

Anna terdiam, itu memang benar, hanya Dessy yang tahu setiap rahasia dan permasalahannya. Umurnya yang lebih tua setahun, membuat Anna menganggapnya sebagai kakak kandung sendiri.

Selesai membongkar kantong belanjaannya, Dessy mengeluarkan sesuatu. "Aku sengaja membeli makanan siap saji karena sudah tahu hal ini akan terjadi, jadi siap-siaplah menghabiskannya karena aku membeli stok yang banyak."

Anna kaget bahwa melihat makanan instan yang berderet di meja. "Dessy, kamu gil4, mana mungkin aku bisa menghabiskan makanan sebanyak ini sendirian?"

"Bukankah ada Aldi? Oh ya, aku lupa. Bagaimana hubungan kalian?"

"Kenapa kamu menanyakan itu?" Anna sengaja menanyainya balik, namun Dessy sedikit mengerling mata kanannya dengan tujuan menggoda Anna. "Kenapa memangnya? Aku tak boleh bertanya? Kulihat kalian cocok."

"Jujur aku belum memutuskan tentang itu, kamu pasti tahu alasannya bukan?"

Seketika tawa Dessy meledak mendengar penjelasan Anna. "Hanya karena statusmu? Anna, itu tidak penting sekarang, kamu tahu tidak, zaman sekarang istilah janda tidak lagi dianggap tertinggal, justru beberapa orang mengatakan bahwa janda lebih di depan."

Namun, Anna tak menanggapinya lagi dan memilih memasak makanan instan tadi di kompor elektrik mini yang berada tak jauh dari sana. Suasana langsung membeku, terhanyut dengan isi pikiran masing-masing.

Dalam diam itu pula, mereka menyantap makanan yang sudah matang. Hingga setelah menghabiskan makanannya, Dessy kembali bicara. "Tentang tadi, aku minta maaf. Mungkin aku terlalu lancang menanyakan hal yang tak masuk akal, tapi ini demi kamu juga Anna. Kukira selama ini kamu dengannya sudah..."

Sontak Anna menepuk meja, membuat lawan bicaranya kaget. "Anna...'

"Tidak Dessy, kurasa kamu benar, mungkin aku terlalu jual mahal hingga membuat orang lain kecewa. Jika aku menghubunginya sekarang, apa masih ada kesempatan?"

"Entahlah, hanya kamu sendiri yang tahu tentang itu, aku tak bisa memastikannya."

***

Esoknya, pagi-pagi Anna kaget saat melihat jam di tangannya. "Ini sudah hampir terlambat, aku bahkan belum sarapan sama sekali. Bisa-bisanya aku tak ingat dengan pekerjaanku."

Ia kebingungan mana yang akan di lakukannya lebih dulu. "Sudahlah, aku langsung pergi saja."

Anna mengambil jilbab instan dan mengenakan itu tanpa menyisir rambutnya. Bisa di bayangkan tampilannya yang sedikit acak-acakan itu kini keluar dari rumahnya.

"Pak stop!!" Anna menyetop sebuah yang kebetulan melintas di jalan raya, begitu sang sopir menghentikannya, ia masuk dan berkata dengan tergesa-gesa. "Ke SDN Founderword di pusat kota ya pak."

Detik itu juga, sang sopir melajukan taksi dengan secepat kilat. "Sebentar lagi pukul delapan, aku bisa di marahi jika terlambat."

Semalam ia benar-benar begadang dengan Dessy, memakan makanan pedas entah sampai pukul berapa rekannya itu baru pulang. Namun tiba-tiba Anna memegang perutnya. "Kenapa perih sekali? Apa asam lambungku kambuh?"

Tetapi Anna ingat akan satu hal. 'Astaga! Jangan-jangan…'

"Aku harus segera membeli pembalut, sebelum itu tembus."

Namun, perutnya terasa semakin perih, ia menarik nafas dalam-dalam sambil mengusap perutnya. Anna melihat ke arah jalan mencari-cari papan nama apotik. Nah! Itu dia… "Pak, tolong berhenti di sini ya."

"Tapi…" sopir itu tampak ragu, namun melihat keadaan Anna yang mengeluhkan situasinya, memaksanya untuk berhenti.

Tepat di seberang jalan itu ada sebuah apotik yang berada tepat di samping gerai penjual makanan. Begitu taksi pergi, Anna malah melihat seorang pria yang tak asing, itu adalah rekan kerja sekaligus pria yang dia anggap sebagai kakak angkatnya "Mas Randy? kenapa dia berada di tempat ini?"

Anna membeku di tempatnya berdiri, pikirannya menduga-duga, 'Apa Bu Hesti marah besar hingga dia menyuruh kak Randy mencariku? Atau sebaiknya aku menghindar saja, ini sudah melewati jam kerja, tapi sekarang perutku sangat sakit, bagaimana ini?' Anna kelihatan cemas, rasanya ingin melarikan diri dari sana.

"Tunggu Anna, kamu mau kemana?" Sosoknya melangkah menghampiri Anna, dalam situasi terjepit ini Anna menjadi tak bisa bergerak kemana pun.

"Kenapa tak angkat telepon? Kamu tak apa? Wajahmu sangat pucat."

Anna menundukkan kepalanya dengan sungkan. "A-aku tidak apa-apa hanya saja perutku sedikit sakit."

Sejujurnya, Anna tak ingin mengatakan itu, takut membuat orang lain repot lagi karenanya. Diamnya Randy, Anna mengira pria itu tidak mengacuhkannya, namun dia tampak celingukan dengan panik. "Di sana ada apotik, aku akan antar kamu ke sana. Sakit, jangan di tanggung sendiri, bagaimana kalau nanti kamu pingsan di jalan?"

Anna bersyukur memiliki orang yang perhatian padanya, tapi ingatannya berpacu pada perkataan mantan suami, sekaligus ibu dari mantan suaminya itu. "Tapi mas, aku bisa pergi sendiri." Anna menolak tawaran itu secara halus, karena tak ingin di bilang perempuan p3nggod4.

Namun, Randy sedikit memaksa membuatnya tak dapat mengelak lagi.

"Jika kamu tak ingin sakitnya semakin parah, maka setuju saja dengan kata-kataku. Kamu harus ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati."

Beruntungnya Anna mendapat seorang kakak angkat yang begitu perhatian padanya, selain Dessy, ia tak punya siapa-siapa lagi untuk bergantung. Lalu Aldi? Ini tidak mungkin! Anna masih perang dingin dengannya.

Dalam sejarah hidupnya, Anna terlahir kembar, namun nasib malang membuat saudara kembarnya mengidap suatu penyakit hingga harus pergi untuk selama-lamanya. Hingga suatu saat ia bertemu dengan Dessy dan Randy yang menggantikan kekosongan hidupnya.

"Anna, kamu mau tunggu di sini atau..." Ups! Anna baru sadar kalau mereka sudah tiba di depan apotik.

"Aku ikut!"

Namun, Randy sudah berlalu dan masuk ke dalam sendirian tanpa menunggu Anna. Saat ingin menyusul, pria itu malah berkata. "Tak perlu ikut, aku akan kembali dalam 10 menit."

Ia pasrah dan duduk di luar menunggu dengan merunggut. Sepuluh menit itu membosankan, Anna mengeluh

Saat itu ia mengambil ponsel dan men-scroll media sosial menghilangkan kebosanan. Tiba-tiba perhatiannya terfokus pada siaran live keadaan bandara yang sibuk. "Astaga! Aku lupa."

Buru-buru Anna mengetik pesan di ponselnya. (Maaf Di, aku nggak sempat antar kamu ke bandara, semoga selamat sampai tujuan.)

Ia baru mengirimnya pada Aldi, berharap segera ada balasannya. Namun, meski sudah tercentang biru, ia tak mendapatkan pesan apapun. 'Apa dia masih marah?'

Sepuluh menit yang di tunggu, Randy kembali muncul dengan kantong plastik di tangannya. "Di dalam ada obat sakit perut dan… kamu akan tahu setelah membukanya."

Anna tak peduli, ia menerima kantong plastik itu dan memasukkannya ke dalam tas jinjing yang selalu ia bawa.

"Kamu sudah sarapan?"

Anna tak ingin membuat Randy lebih repot lagi, jadi dia terpaksa berbohong saking sungkannya. "Kakak tak perlu cemas, tadi aku sudah makan."

"Kalau begitu kamu bisa langsung minum obat." Anna tak bisa menghindar, tapi dia memutar otaknya mencari alasan.

"Nanti saja di sekolah."

Randy menarik nafas dalam-dalam, mencoba memahami wanita itu, lalu melihat jam tangan. "Lima menit lagi jadwalku mengajar, kita bisa kejar waktu ke Founderword, ayo berangkat sekarang."

"Tapi, Bu kepsek..." Anna sedikit cemas, untung saja Randy mengetahui tentang keterlambatannya.

"Tenang saja, aku akan membantumu memberi alasan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status