"Shit!" Aldi mengumpat begitu ia terbangun, kepalanya berdenyut pusing. Ketika sudah kembali sadar, pria itu melihat seorang wanita di yang masih terbaring di sebelahnya. Punggung polos yang mengg0da itu terlihat hingga dia terus mengucek matanya agar pandangannya menajam. "Tidak, rambut Anna bukan warna coklat, ini bukan Anna." Mendengar helaan nafas, wanita itu berbalik dan Aldi langsung terkejut. "H-Halen? J-jadi, semalam aku melakukan itu bersamanya..."'Tidak! Tidak mungkin!' Aldi menggeleng cepat sambil beringsut mundur sambil memperbaiki pakaiannya, ia menatap Halen dengan wajah pucat. "Ada apa?" Wanita itu bangkit sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut."Aku tak tahu apa yang kamu pikirkan, tapi apa kamu sengaja memberiku obat agar bisa tidur denganku?" Mendapat tuduhan itu, raut muka Halen berubah. "Apa? Kenapa kamu membalikkan fakta ini padaku? Harusnya kamu sadar diri dengan ulah tubuhmu!" sahutnya dengan nada ketus.Aldi memijat pelipisnya beberapa kali, 'Ya tuh
Aldi terdiam melihat tatapan Anna yang tajam seakan siap menusuknya kapan saja, dia sepertinya sedang dijebak. Namun dia berusaha menjelaskan ini. "Anna, aku..." Aldi mencoba berbicara, tenggorokannya seolah tercekat."Jangan bohong lagi!" Anna tersentak. "Kamu dan wanita itu sudah bermal4m bersama di hotel, bukan?"Wajah Aldi pucat pasi. "Ti-tidak, darimana kamu tahu itu?"Anna tersenyum sinis. "Lihat, kamu sendiri gugup kan? Aku jelas tahu semuanya dari seseorang. Awalnya aku tak percaya saat orang itu menceritakan semuanya, tapi aku tidak sangka kamu akan..." Sebagai istri dia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Anna, aku benar-benar tidak tahu akan hal ini, aku dijebak, ada orang yang ingin memfitnahku Anna... aku hanya... ""Hanya apa?" tanya Anna, suaranya dingin. "Kamu sudah melakukannya dengan wanita itu bukan?" Aldi tak bisa menyangkalnya lagi, lagipula dia sudah seperti ini, dia bahkan tidak tahu cara membangun kepercayaan Anna lagi pada dirinya. "Maafkan aku
"Anna, ini surat cerainya, kamu tinggal tanda tangani lalu status kita bukan pasangan suami-isteri lagi."Anna terkejut ketika berkas dengan map coklat di lemparkan di hadapannya. Wanita yang berstatus sebagai guru honorer itu membuka dan memperhatikan lembaran demi lembaran dokumen, mencari kolom nama untuk dia tandatangani.Pertengkaran semalam membuat hubungannya di ujung tanduk. Tak dapat di pungkiri, raut wajahnya melemas, dan sanggup berkata apapun.Semudah itukah suaminya memberikan surat cerai? Ah, Anna tak habis pikir, jika tahu begitu, lebih baik semalam dia tidak pulang. Pandangan Anna beralih menatap wajah sang suami yang dalam hitungan detik lagi resmi menjadi mantannya. Sungguh, Anna ingin memastikan, apakah sosok pria yang bernama Hanif itu tak menyisakan perasaan pagi untuknya?Tanpa sadar, wanita kelahiran Kota Malang itu telah menunda proses penandatanganan surat cerainya, hingga sebuah teguran datang. "Anna, kamu kesulitan?" Pertanyaan itu membuatnya terkesima, ja
Semangatnya bahkan muncul tiba-tiba, ini aneh. Tapi, dari hatinya yang terdalam sebenarnya pria itu masih menyimpan perasaan untuk Anna. Namun, meski dia tahu Anna bercerai, dia masih belum berani mengungkapkannya. Sementara Anna masih diam seribu bahasa, dia masih berpikir untuk memulainya darimana, namun mencium aroma harus mie pangsit di pinggir jalan membuatnya memilih memesannya dua porsi untuk dirinya dan Aldi. "Anna kamu terlalu banyak memasukkan sambal pedas, apa lambungmu tak bermasalah?"Anna memaksakan dirinya menyantap seporsi mie pangsit dengan cepat seolah dirinya kelaparan. Jelas sekali ia sedang melampiaskan emosinya pada makanan itu. Matanya sudah memerah dan berair menahan pedas, di tambah lagi dengan kepulan asap yang menguap pertanda mie pangsit tadi masih sangat panas.Satu suapan terakhir, membuat perutnya sangat kenyang, dan barulah pikirannya terbuka. Kemunculan Aldi, memberinya sedikit angin segar yang kini terkesima menatapnya. "Anna, lama tak melihatmu ku
Aldi Sebastian, salah satu fotografer dari salah sebuah majalah yang terkenal. Meski begitu di usianya yang telah menginjak 33 tahun ini, dia masih belum menikah.Orang tuanya mencoba melakukan banyak cara, mengatur kencan buta untuknya dan bahkan membawa banyak gadis dari kalangan konglomerat, namun sayangnya Aldi sama sekali tak tertarik.Padahal mereka semua adalah wanita cantik dan bahkan berpendidikan tinggi serta pengalaman kerja yang profesional. Seharusnya, Aldi memilih salah satu dari mereka sebagai pasangannya. Sayangnya, harapan itu, seketika sirna, Aldi bahkan tak tertarik untuk berkenalan sekalipun. Beberapa orang menduga-duga bahwa dia tak menyukai wanita, namun melihat dirinya yang dekat dengan wanita berhijab, perhatian orang-orang kini menyorot padanya. Bahkan beberapa kaum hawa terlihat iri melihat Aldi memperlakukannya dengan luar biasa baik dan lemah lembut.Lirikan itu membuat ketidaknyamanan bagi Anna. Terlebih lagi, setiap hari pria itu mengantarkannya sampai
"Jadi, Viko anaknya Miss Ayunda? Dan mau pindah?"Kepsek SDN Founderword, memberitahu semua yang di ketahuinya pada Anna. Dan yang paling mencengangkan, bahwa itu anaknya yang ketiga!Anna kembali diam, memikirkan sesuatu. Namun, ketika melihat jam, dia baru sadar kalau dirinya sudah terlambat mengajar hampir satu jam. "Maaf Bu Hesti, saya harus buru-buru ke kelas, anak-anak pasti sudah menunggu."Setelah berbicara, Anna melesat pergi dengan secepat kilat tanpa mau mendengar ocehan atasannya. Wanita usia kepala lima itu hanya geleng-geleng kepala, andai Anna tak cepat pergi, wanita itu pasti akan mencerewetinya.Di ruang murid kelas 3, Anna melihat bangku di sudut nomor dua itu kini telah kosong. Lagi-lagi pikirannya tak fokus dan kembali mengingat Viko. 'Apa dia anaknya Hanif?'"Bu guru, kenapa Hanif pindah sekolah?"Pertanyaan seorang murid, mengejutkan Anna. Seramah mungkin ia tersenyum, dan menjawabnya dengan lembut. "Mungkin, orang tuanya juga mau pindah, meskipun Viko tidak dis
Anna terbangun dan mendapati dirinya terbaring di tempat tidur dengan selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya. Pandangannya melihat ke sekitar, namun ternyata dia hanya sendirian di ruangan ini."Dimana aku?" Ia mencoba bangkit, namun rasa pusing yang menjadi, membuatnya menyentuh kepalanya, dan saat itu dia baru sadar bahwa kepalanya kini di lapisi dengan kain kompres. "Siapa yang mengompresku?" Penasaran dengan itu, dia memijit pelipisnya dan berharap sakitnya akan berkurang. "Sebenarnya apa yang terjadi?" Anna mencoba mengingat sesuatu, "Aku tidak mungkin pingsan di jalan kan?""Anna, kamu sudah bangun?" Astaga! suaranya pasti terlalu keras, sampai orang lain terganggu. Langkah kaki terdengar, Anna penasaran segera memastikan ... "Aldi?" Anna ingat, sebelumnya dia dan Aldi jalan bersama, lalu sekarang dia di sini, 'Jangan-jangan yang membawaku kemari itu Aldi? Betulkah dia mengendongku kemari?'Diamnya Anna membuat sosok Aldi mendekatinya di tepi ranjang. Rasanya sungguh
Aldi ternyata masih disana dan memperhatikan mereka. Dia melihat keadaannya kini semakin rumit. 'Haruskah aku membantunya?'Namun wanita paruh baya itu terlihat ingin menyerobot menyerang Anna, Aldi tak tahan lagi, ia takkan tinggal diam dan segera keluar dari mobil menemui mereka. "Berhenti membuat keributan disini!"Suara itu menggema, membuat keheningan suasana. "Siapa kamu? Berani sekali ikut campur dengan urusan kami."Tak ada sahutan, dia malah mendekati Anna yang masih membeku di sana. "Kenapa masih berdiri disini, ayo masuk!""Dugaanku benar kan? Kamu itu wanita jal4ng Anna." ucapan mantan mertuanya begitu menusuk, Anna yang sebelumnya tak ingin menanggapinya lagi, terpaksa menoleh menatap mereka dengan remeh.“Aku tak peduli apa yang kalian katakan, karena aku tidak pernah seperti itu. Asal kalian tahu fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, dan ucapan kalian itu akan menjadi karma di masa depan."Cara bicara Anna terdengar keren, namun itu belum mengubah segalanya, pada det