Pernikahan yang kujalani dengan suamiku tak seindah yang dipikirkan orang-orang. Lika-liku kehidupan sudah kujalani, dan berulang kali aku harus memaklumi perselingkuhan Mas Raga—suamiku, dan wanita itu, hanya demi satu kata, buah hati. Tapi kata-kata dari pelakor itu seakan menamparku, seolah aku adalah wanita bodoh yang terus memaafkan sebuah pengkhianatan. Lalu setelah kupikir-pikir lagi, inilah saatnya melepaskan. Aku Nazeea Athaya, dan inilah kisahku.
Lihat lebih banyakSampai di hari kepulanganku ke rumah, aku tidak bertemu dengan Arvan kembali. Entah kemana pria itu perginya aku tidak tahu. Hanya saja aku berdoa semoga dia dalam keadaan baik-baik saja.Aku banyak bercerita tentang pria itu pada Mama dan Papa. Meski awalnya Mama tidak menyukai Arvan dikarenakan pria itu yang tidak menjagaku dengan baik, tapi setelah aku meyakinkan dan menjelaskan semuanya, Mama akhirnya mengutarakan kesalahannya pada pria itu.“Ya ampun, Mama nggak tahu kalau Arvan se-protektif itu untuk menjagamu. Mama bahkan membentaknya karena dia gagal melindungimu,” ujar Mama tampak merasa bersalah.“Tapi ngomong-ngomong, apa kamu serius menyukai dia?” Ingat Ze, statusmu itu janda anak dua, sedangkan Arvan itu adalah bujangan. Lagian inget kasusnya juga. Meskipun dia dinyatakan tidak bersalah setelah dia naik banding, tapi ‘kan tetap saja sekali arang tercoreng di muka, selamanya orang takkan percaya. Ya, seperti itu istilahnya,” lanjut Mama mengemukakan kekhawatirannya.“Ins
Mataku mengerjap, merasa silau dari cahaya yang ada di atasku. Lalu kesadaran membawaku ke alam nyata, saat kulihat Arvan duduk di samping sambil menggenggam tanganku erat, dan membawa ke pipinya yang hangat.Sejenak aku lupa apa yang terjadi, namun rasanya seperti mimpi ketika pria itu berada di sini dengan wajah cemasnya. Aku bahagia tentu saja.Lalu tiba-tiba rasa nyeri dalam perut berdenyut kuat. Memikirkan apa penyebabnya, barulah ‘ku ingat apa yang terjadi sesaat sebelum aku berakhir seperti ini.Aku ingin mengatakan semuanya pada Arvan, agar pria itu segera menangkap si pelaku.Sheva, wanita itu bertindak nekat dengan menusukku hingga berdarah-darah, dan rasa sakit di perut saat itu membuatku tidak sadarkan diri.Arvan meyakinkan kalau semuanya akan baik-baik saja. Termasuk aku harus menurut keinginannya agar cepat sembuh. Dan untuk sementara waktu, mengatakan agar aku tidak banyak pikiran. Aku berharap Arvan juga bisa menyelesaikan semuanya.Pintu ruangan yang diketuk membuat
“Arvan, apa-apaan kamu? Apa yang kamu lakukan pada Ezra?!” Tiba-tiba Bu Widya keluar dari kamar tempat Zea dirawat dan memburu pria itu, lalu membantu membangunkannya. “Ezra, kamu nggak apa-apa? Bibirmu berdarah itu,” ujarnya panik dan kesal padaku.“Saya nggak apa-apa, Tante.” Ezra menatap tajam tapi tak kupedulikan. Awas saja kalau bertemu di luaran sana, akan kupatahkan lehernya jika dia berani mengusikku.“Ampun ya, kamu Arvan. Bisa-bisanya kamu bertingkah kasar di rumah sakit. Heuh, sudah kayak preman saja!”Ezra tersenyum sinis karena dibela seperti memiliki seorang dewi penolong. Dia merasa di atas angin saat Bu Widya membawa pria itu masuk ke dalam ruangan. Terlihat tatapan meremehkan darinya yang ditujukan padaku.Sejak kapan pria itu dekat dengan Bu Widya, padahal dengan Zea saja bahkan baru bertemu beberapa kali saat di mall dan mampir ke rumahnya. Selebihnya aku jelas tahu kalau Ezra tidak dekat dengan wanita itu.“Arvan, bisa kita bicara sebentar?” tanya Pak Budi keluar
POV Arvanda Pradipta Ponsel yang berdering membuatku terpaksa menepikan kendaraan di bahu jalan. Doni—pria yang kusuruh untuk menjaga Zea dan dua anaknya, menghubungi.Tak biasanya dia nyepam sampai lima kali panggilan. Doni hafal sifatku. Jika tak diangkat, artinya aku sedang sibuk dan akan menghubungi kembali nanti.Dan sekarang, otakku dipenuhi rasa gelisah dan prasangka.“Ada apa, Don?” Langsung kutanya pria itu tanpa peduli.“Van, kayaknya lo harus balik lagi ke sini. Zea masuk rumah sakit!” ujarnya terdengar panik disusul suara sirine dari ambulan yang terdengar getir di telinga.“Katakan yang jelas, ada apa?! Apa terjadi sesuatu sama Zea?!” Entah kenapa perasaanku tiba-tiba gelisah. Apalagi terdengar suara beberapa orang di belakang pria itu.“Zea ditusuk oleh seseorang. Sorry, Van. Aku ‘gak nyangka bakal kejadian kayak gini!”“Shitt!!” Aku mengumpat tak sadar sambil memukul setir. Tak menduga akan kecolongan seperti ini. Padahal Doni sudah aku wanti-wanti untuk menjaga ca
Tunggu, apa maksudnya?Apa Arvan sering membicarakanku pada orang tuanya. Tapi sejak kapan? Dan apa saja yang dia katakan.Aku masih bertarung dengan pikiranku sendiri, saat pria itu bertambah garang dan menatapku tajam.“Suruh dia pergi dari sini, atau bapak sendiri yang akan menyeretnya keluar!” usirnya tanpa rasa kemanusiaan.Aku terkejut, begitupun Afni dan Dika. Keduanya merapatkan badan dengan gemetar.“Ma, aku takut,” cicit Dika.“Ma, ayo kita pulang.” Afni ikut merengek tak bisa kutenangkan. Jujur aku tak menyangka akan dihadapkan dengan situasi seperti ini.“Pak, sabar dulu. Kenapa mesti ngomong seperti itu? Zea dan anak-anaknya adalah tamu kita. Rasanya tidak pantas Bapak bicara seperti itu.” Wanita yang sepertinya ibunya Arvan berdiri dan mendekati pria yang menatap dingin tersebut. Afni dan Dika juga seketika mengatupkan bibir, mungkin takut dengan cara pandangnya saat melihatku.“Ibu diam saja, biar Bapak sendiri yang ngomong pada anak itu. Apa dia tak sadar dengan apa
“Zea? Ada apa, dan kenapa kamu pulang lagi?”Karena pikiranku yang kacau, aku tidak sadar kalau ternyata Arvan sudah ada di rumah bersama Dika. Anak itu sudah tampan dengan rambutnya yang terlihat basah. Arvan juga tengah menyuapinya makan. Di tangan pria itu, Dika tampak lebih ceria.“Ze, kenapa kamu nggak menjawab pertanyaanku? Kamu dan Afni baik-baik saja, ‘kan?” tanyanya terdengar khawatir.Aku menggeleng lemah dan mendekat padanya. Tak peduli apapun, aku menjatuhkan badan ke pelukan pria itu yang sigap menyambut dengan penuh tanya.Cukup lama kami berpelukan. Bahkan dapat kudengar suara jantungnya yang bertalu. Sudah lama aku tak mendapatkan pelukan nyaman seperti ini. Dan di pelukan Arvan, sesaat aku merasa tenang.Aku melepas pelukan dan mendesah berat, masih tak berani menatap wajahnya.“Maaf, dan … makasih.”“Ceritakan apa yang terjadi sampai-sampai membuatmu gelisah seperti ini? Apa ada seseorang yang menyakitimu, atau kamu bertemu dengan Sheva, atau bahkan Pak Raga mungki
Dua hari kemudian, Afni tampak cantik setelah memakai seragam baru. Hari ini aku akan mengantarnya ke taman kanak-kanak. Afni mulai bersekolah sekarang, itu pun setelah tak bosan-bosannya kubujuk. Awalnya, dia masih mau main di rumah dan belum mau masuk TK. Akhirnya setelah perjuangan dan sedikit drama, dia mau menuruti permintaanku dan Arvan untuk masuk pra sekolah.“Ayo kita berangkat sekarang, nanti telat masuk kelas,” ajakku sambil menggamit lengannya. Afni terlihat riang dan sesekali bersenandung. Lagu ‘balonku ada lima’ jadi pilihannya.Saat hendak membuka pintu mobil, aku terkejut melihat di dekat gerbang, Mas Raga menunggu di sana dengan senyum manisnya.“Ma, itu Papa. Aku mau berangkatnya bareng Papa aja,” ujar Afni berseru.Sebelum aku merespon, Afni sudah berlari-lari mendekati pria itu. Mas Raga segera memangku, mencium rambut dan mengajaknya duduk di kursi depan mobilnya. Aku yang melihatnya bahkan sampai melongo.Apa-apaan pria itu? Kenapa pagi-pagi sekali sudah ada d
“Halo, Arvan?” sapaku begitu panggilan tersambung.“Ada apa Bu Zea? Kangen, ya,” canda pria itu dengan suara lembutnya di ujung telepon. Aku menggigit ujung jari, bingung harus mulai dari mana.“Bu Zea, kenapa diam saja? Kalau kangen ya, bilang aja kangen. Gak usah malu-malu kayak gitu. Lagian bentar lagi ‘kan kita nikah,” godanya lagi membuatku semakin tak enak hati. Bagaimana tanggapannya kalau dia tahu Mas Raga ada di sini.“Arvan, ada papanya anak-anak di sini, dan—”“Oh, apa dia membuat masalah? Apa perlu aku pulang sekarang?” potong Arvan dengan cepat. Pria itu sangat mengkhawatiranku yang tidak siap bertemu dengan mantan suami. Tapi bibirku seakan kelu untuk bicara padanya. Entah bagaimana caranya meminta izin.“Kenapa Bu, apa ada masalah?” tanya Arvan lagi di ujung telepon, seperti tidak sabar ingin mendengar alasanku menghubunginya.“Itu … anak-anak katanya ingin jalan-jalan dengan papanya, dan Mas Raga memintaku untuk pergi. Aku butuh izinmu, Arvan. Itupun kalau kamu tid
“Katakan dengan jujur atau aku akan menghabisimu sekarang!” ancamku tak main-main. Bayangan ketakutan mantan istri dan dua anakku menari di kepala, membuatku kehilangan akal dan bergelung amarah pada Sheva. Memangnya kalau bukan dia pelakunya, lantas siapa lagi yang mesti aku curigai? Wanita itu meneguk ludah dengan kasar. Matanya bergerak-gerak mencari alasan untuk menjawab pertanyaanku. Dari gerak geriknya saja, aku sudah mengetahui kalau dialah si biang masalah.Wanita licik ini tidak cukup mengambilku dari keluargaku sendiri, dia dengan teganya berbuat zalim di belakang mereka. Meski perbuatanku sendiri tidak dapat dibenarkan, tapi dia lebih keterlaluan padahal Zea tidak melakukan apa-apa padanya.“Heh, kau tidak memiliki jawaban, ‘kan? Itu karena memang benar kalau kaulah pelakunya. Tapi ingat Sheva, sekali lagi kau meneror mereka maka kau akan berhadapan denganku!” Kuhempaskan rahang wanita itu hingga dia tersungkur ke lantai.Sebelum pergi, aku menyambar kunci yang teronggo
(Mereka masuk ke dalam kamar yang sama.)Kubaca dengan seksama pesan dari seseorang yang kuminta untuk mengintai suamiku dan gundiknya.(Baik, terima kasih,) balasku singkat.Menarik nafas panjang untuk meredakan sesak yang ada dalam dada, aku keluar dari kamar hotel yang kini kutempati. Langkahku cepat bersama manager hotel yang sebelumnya kupinta bantuannya.Tanpa mengetuk pintu dahulu. Pria yang berdiri di sampingku langsung menempelkan card key untuk kemudian pintu terbuka lebar. Langkahku cepat masuk ke dalam kamar, melihat sepasang pria dan wanita tengah melakukan itu dengan keadaan tanpa sehelai benang pun.Berdehem pelan, kulihat wajah keduanya yang langsung terperanjat dengan mata membulat, lalu buru-buru menarik selimut untuk menutupi raganya yang tak berbalut.“Zea?!” lirih si gundik.“Mama?” Pria yang berbalik dengan gundiknya itu melotot menatap ke arahku. Suamiku juga terkejut melihatku berdiri bersama beberapa orang yang salah satunya memegang handycam.“Pakai pakai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen