“Eh! Aku ingat sesuatu!” Ruhkentut alias Jin Selaksa Kentut pijit-pijit keningnya. “Bagaimana aku yakin kalian tidak akan kabur atau sembunyikan diri jika nanti terbukti aku tidak sembuh! Hai! Aku perlu jaminan dari salah satu kalian! Jaminan berupa... Hik... hik! Potongan salah satu bagian tubuh kalian!”
“Mati aku!” kata Bayu dalam hati.
Bintang terkesiap sedang Arya sudah jatuh melosoh ke lantai goa.
“Hai! Kalian bertiga jangan takut. Aku tidak minta yang aneh-aneh. Aku cuma minta kalian menyerahkan salah satu daun telinga kalian! Hik... hik... hik!”
Arya dan Bayu langsung tekap kuping masing-masing. Bintang merunduk tapi mengawasi waspada. Si nenek kembali tertawa dan kentut-kentut. “Siapa yang sukarela mau menyerahkan sepotong kupingnya?!”
Tak ada yang menjawab, tak ada yang bergerak. Ruhkentut pandangi tiga orang di depannya satu persatu. Ketika dia memandang pada Bayu yang ketakutan
DUA SOSOK putih berkelebat. Begitu cepatnya gerakan mereka hingga kelihatan seperti bayang-bayang setan, menembus kelebatan rimba belantara. Di satu tempat setelah keluar dari kawasan hutan sosok di sebelah depan berhenti. Astaga! Ternyata dia adalah manusia biasa juga adanya tapi luar biasanya dia adalah seorang dara berwajah cantik. Pakaiannya putih tipis keabu-abuan. Rambutnya yang tergerai lepas di punggung berwarna pirang membuatnya selain tambah cantik juga tampak anggun. Sosok kedua berhenti disamping dara cantik pertama. Ternyata dia juga seorang dara jelita. Raut tubuh dan potongan badannya sangat menyerupai gadis satunya. Siapa gerangan sepasang gadis ber-wajah sama yang barusan memasuki kawasan rimba belantara sunyi dan berbahaya itu?Di Negeri Jin keduanya dikenal dengan julukan Sepasang Gadis Bahagia. Di balik kecantikan mereka yang mempesona itu tersembunyi satu sifat yang membuat orang lain bisa merinding jika mengetahui, terutama kaum perempuan. Sejak lama dik
"Dewi Awan Putih.." menyapa Ruhkemboja sementara Ruhkenanga pandangi Dewi cantik itu sambil berulang kali membasahi bibirnya dengan ujung lidah. Dibanding dengan kakaknya Ruhkenanga memang dia tidak bisa menyembunyikan gelora hatinya melihat kecantikan wajah dan kemulusan tubuh Dewi Awan Putih. Apa lagi tubuh Dewi ini menebar bau harum mewangi yang menambah rangsangan dalam dirinya."Hai, sungguh pertemuan tidak disangka. Bukankah kalian berdua kerabat yang dijuluki Sepasang Gadis Bahagia?" balas menegur Dewi Awan Putih.Dua gadis kembar jatuhkan diri, berlutut di hadapan sang Dewi. Ruhkemboja malah ulurkan tangan memegang lalu mengangkat tangan Dewi Awan Putih, kemudian menciumnya dengan sikap hormat walau sebenarnya perbuatannya itu lebih didorong oleh hawa gairah.Ruhkenanga tidak tinggal diam. Dia tirukan apa yang dilakukan kakaknya dan mencium belakang telapak tangan malah sampai ujung lengan Dewi Awan Putih.Sambil tersenyum Dewi Awan Putih tarik ta
Tenggorokan Dewi Awan Putih kelihatan turun naik. Suaranya agak tersendat ketika bertanya, ”Apa kalian mengenali siapa adanya gadis di dalam goa yang bersama pemuda bernama Bintang itu?""Ruhjelita. Gadis yang dikenal sebagai penunggang kura-kura terbang itu!""Kalian tidak salah lihat?""Kami berdua. Mana mungkin salah lihat!" jawab Ruhkenanga."Kalau begitu.." Dewi Awan Putih tidak meneruskan ucapannya."Kalau begitu apa Hai Dewi Awan Putih?" tanya Ruhkenanga sambil kembali tangannya merayap ke lengan sang Dewi."Tidak.. Tidak apa-apa. Keterangan kalian sangat berguna. Paling tidak aku kini benar-benar yakin dan mengetahui apa yang terjadi dalam goa itu.." Lalu dalam hati sang Dewi berkata, ”Aku juga menyaksikan sendiri. Tadinya aku seperti ingin mengatakan tidak yakin pada penglihatanku sendiri. Tapi kini ada dua orang yang menyaksikan hai yang sama. Berarti tidak perlu aku menyelidik lebih jauh. Hai mengapa kejam sekali rasan
"Ksatria Pengembara! Jangan sentuh diriku! Aku bukan Ruhjelita gadis yang bisa menjadi pemuas nafsu bejatmu!"Bintang ternganga besar. Dua kakinya seperti di-pantek ke tanah, ”Dewi Awan Putih, aku...”"Aku tak sudi kau menyebut namaku! Berlalulah dari hadapanku!""Mati aku! Apa yang terjadi dengan Dewi satu ini?!" membatin Bintang. Ketika dia berpaling ke samping, dua gadis kembar tertawa cekikikan lalu berkelebat pergi. Bintang tak mau mengejar karena khawatir Dewi Awan Putih akan kembali menghadang dan bisa-bisa antara mereka terjadi bentrokan yang tak diinginkan. Dengan menahan hawa amarahnya terhadap dua dara yang kabur itu Bintang bertanya, ”Aku tidak mengerti. Ada apa ini?! Wajahmu melihat aku seperti melihat Jin”"Aku tidak melihat Jin! Tapi melihat makhluk sangat menjijikkan!" tukas Dewi Awan Putih.”Tampangku memang jelek! Terserah kau mau bilang apa! Tapi harap kau jelaskan dulu mengapa kau membela dua gadis
"Aku bersyukur kau berada di sini..." kata Ksatria Pengembara. Lalu dia ingat pada ucapan Ruhcinta tadi."Kata-katamu tadi, apakah kau sudah lama berada di sini dan mendengar”"Aku mendengar semua yang dikatakan dua gadis kembar itu. Aku juga mendengar apa yang diucapkan Dewi Awan Putih..." kata Ruhcinta sambil tersenyum. Senyuman yang benar-benar tulus dan membuat hati Ksatria Pengembara merasa sejuk hingga kemarahan dan kejengkelannya berangsur lenyap."Kau... kau mempercayai apa yang mereka katakan?" Bintang bertanya."Kau tidak boleh bertanya seperti itu. Tapi kau justru harus membuktikan bahwa kau tidak melakukan apa yang dituduhkan mereka”"Mereka bertiga menuduhku. Aku sendirian! Fitnah mereka dalam waktu singkat tentu akan tersebar luas di Negeri Jin ini. Sebelum aku bisa membuktikan diriku tidak berbuat keji, namaku sudah tak karuan tercemar.""Itulah hidup. Ketulusan kasih tidak selalu muncul cerah dimana-mana. Sesekali
Tertegun sendirian Bintang ingat pada ucapan Jin Raja Obat alias Jin Seribu Obat dan Ruhrinjani yaitu bahwa di Negeri Jin ini ada seorang gadis yang mencintainya dengan sepenuh hati, ”Ruhjelita jelas bukan, entah kalau dia bersandiwara," pikir Ksatria Pengembara, ”Dewi Awan Putih juga pasti bukan. Dulu selendangnya saja dimintanya kembali. Tadi sikapnya begitu ketus dan garang. Selain itu Ruhjelita atau Dewi Awan Putih masih kucurigai sebagai pelaku yang hendak meracuni diriku dengan mawar kuning di telaga tempo hari. Lalu bagaimana dengan Ruhcinta?" Bintang berpikir-pikir. ”Dulu Jin Seribu Obat pernah mengatakan bahwa diantara sekian banyak gadis di Negeri Jin ini hanya Ruhcinta seorang yang mencintai diriku. Mungkin benar. Walau dia agak mencurigai aku telah berbuat aib tapi tadi dia menunjukkan sikap lembut. Mungkin gadis satu ini pandai menyembunyikan perasaan hatinya? Kalau aku terlalu mempercayai ucapan Jin Seribu Obat dan Ruhrinjani, aku khawatir terla
Yang tegak di hadapan Bintang saat itu adalah seorang nenek angker. Sebagian besar wajahnya tidak berdaging lagi, terkelupas begitu rupa hingga tulang kening, pipi, hidung, mulut dan dagu menyembul putih mengerikan. Mata kirinya hanya merupakan satu rongga besar sementara bola matanya tersembul bergelantungan keluar. Bagian depan pakaian hijau si nenek sengaja dibuka hingga dada dan sebagian perutnya kelihatan jelas. Dada dan perut inipun tidak lagi berdaging hingga tulang dada dan tulang-tulang iganya menyembul menyeramkan!"Hik... hik!" Si nenek tertawa pendek. ”Anak muda berambut panjang! Matamu melotot, keningmu mengerenyit tanda berpikir. Apakah kau ingat dan sudah mengenali siapa diriku?!"”Gadis cantik saja jarang kuingat-ingat apa lagi kau yang sudah nenek dan buruk pula!" Bintang lalu tertawa gelak-gelak. Lalu dia menyambung ”Pakaianmu boleh juga Nek! Cuma kurang kau buka sampai ke bawah. Kalau lebih ke bawah pasti aku bisa melihat pemandanga
Ketika melihat si nenek bermuka dan berpakaian serba kuning ini kaget Bintang bukan alang kepalang. Ternyata si nenek yang dikenal dengan nama Ruhkentut alias Jin Selaksa Kentut atau Jin Selaksa Angin ini adalah kambratnya Sepasang Jin Bercinta!Menghadapi dua kakek nenek aneh itu bukan hal mudah, apalagi kalau mereka dibantu pula oleh Ruhkentut!Sungguh Bintang tidak menduga kalau Sepasang Jin Bercinta punya hubungan tertentu dengan si nenek muka kuning."Celaka! Bagaimana urusan bisa kapiran begini!" Bintang mengeluh dalam hati ”Jangan-jangan nenek tukang kentut itu tahu kalau aku menipunya! Tapi siapa tahu ada harapan. Kulihat dia masih asyik menenggak kibul ayam jantan! Seolah tidak acuh akan kehadiranku!" Tapi saat itu si nenek justru putar kepala, memandang melotot pada Bintang dengan mulut gembung karena tersumpal kibul ayam.Ketika melihat Bintang, Jin Selaksa Kentut tak kalah kejutnya. Mulutnya termonyong-monyong. Dia segera telan habis kib