“Jangan kalian mempermainkan diriku. Jika tahu caranya harap segera saja mengatakan!” kata Bintang pula.
“Hai, yang tahu bagaimana caranya mengembalikan dirimu seperti semula hanya Pagandrung dan Pagandring! Kau lihat sendiri, dua orang itu sudah menemui ajal!” Yang bicara adalah Si Jin Sinting. Kakek ini lalu tertawa mengekeh. Membuat Bintang jadi tambah bingung.
“Salah satu dari kalian pasti tahu. Tapi kalian sengaja membuat aku bingung kalang kabut!”
“Aku mau pergi...” Si Jin Sinting enak saja bicara.
“Aku juga!” kata Jin Tangan Seribu sambil menggandeng istrinya.
“Kami juga!” kata Tringgiling Liang Batu.
“Sebelum diriku berubah seperti semula jangan ada yang berani pergi dari sini!” kata Bintang setengah mengancam.
Tapi Si Jin Sinting malah tambah keras ketawanya. Dia lalu melangkah mendekati Ksatria Pengembara itu lalu berkata. ”Punya otak u
Ruhjelita tertawa sambil sepasang alisnya dinaikkan ke atas dan hidungnya dipencongkan. ”Cemburu! Kau tidak dapat menyembunyikan rasa cemburumu Hai Dewi Awan Putih. Padahal pemuda itu bukan suami bukan kekasihmu! Hik... hik... hik! Sungguh malang nasibmu Dewi Awan Putih. Tak mendapatkan cinta di atas langit sana, sampai-sampai keleleran ke Negeri Jin!""Gadis bejat berhati busuk! Dulu kukira hanya kaum lelaki di negerimu saja yang mendapat julukan hidung belang! Ternyata para gadisnya juga pantas mendapat julukan itu! Satu di antaranya adalah kau! Semua lelaki kau anggap bisa jatuh berlutut di hadapanmu! Satu hari kelak kau bakal kena batunya! Huh! Tak layak bagiku bicara lebih lama dengan manusia rendah sepertimu!” Habis berkata begitu Dewi Awan Putih balikkan tubuhnya, melangkah menuju ke Zeus, awan putih tunggangannya."Dewi sinting! Kau yang mencari pangkal sengketa memancingku di rimba ini! Kalau pelajaranku tempo hari belum cukup biar kuberi pelajaran
Sepasang mata Ruhjelita dan Dewi Awan Putih sama-sama terbuka lebar. Sementara itu dari atas hancuran rerantingan dan daun-daun pepohonan dalam keadaan hangus melayang jatuh menutupi bahu serta badan orang yang mereka pandangi."Bintang... ”Desis Dewi Awan Putih."Bintang... ”Desah Ruhjelita. Dalam hati gadis satu ini membatin agak gelisah. ”Dia muncul disini. Jangan-jangan dia sudah tahu apa yang terjadi di tepi sungai kecil tempo hari.”Pemuda yang jatuh terduduk di tanah itu memang Bintang adanya. Saat itu dadanya mendenyut sakit dan jalan darahnya tidak teratur akibat bentrokan dengan kekuatan tenaga dalam dua gadis berkepandaian tinggi itu. Dia masih menjelepok di tanah seperti orang kesakitan. Padahal saat itu sebenarnya diam-diam matanya jelalatan melihat pemandangan yang tak mungkin terhindarkan. Ruhjelita masih melesak terkangkang di dalam semak belukar. Lalu di sebelah sana Dewi Awan Putih terguling dengan dada terbuka.S
"Gadis bermulut busuk berhati culas! Perbuatan keji apa yang telah aku lakukan terhadap dirinya?!” kata Dewi Awan Putih hampir berteriak saking geramnya."Jika kau mau mendengar akan kubuka kedok kejahatanmu!” kata Ruhjelita pula sambil mengerling dan tersenyum pada Bintang. Namun sebelum gadis ini meneruskan ucapannya Bintang mengangkat tangan dan cepat berkata. ”Ruhjelita, biar aku yang menjelaskan padanya. ”Lalu Bintang memandang pada Dewi Awan Putih. Sambil bicara dia memperhatikan sepasang mata biru si gadis untuk menjajagi apakah benar Dewi cantik ini tidak tahu menahu Perihal bunga mawar kuning yang hampir merenggut jiwanya itu."Tak lama setelah aku meninggalkanmu, aku sampai di sebuah bukit Di situ ada telaga dan aliran sungai kecil. Ketika berada di tepi sungai kulihat sekuntum bunga mawar berwarna kuning dihanyutkan arus sungai. Karena belum pernah melihat bunga mawar berwarna kuning, apa lagi bentuknya indah sekali, Lalu kuambil. Ket
"Ruhjelita, kau memang betul. Aku tidak mengikutimu sampai di telaga... ”Kata Bintang pula."Berarti pada saat antara aku pergi dan kau berada sendiri di tepi sungai kecil, Dewi ini muncul dan membuang bunga mawar beracun itu ke dalam aliran sungai karena dia tahu kau ada di tepi sungai, pasti kau akanmelihat bunga itu dan mengambilnya""Bintang,” kata Dewi Awan Putih masih dengan segala ketenangan, "Bunga mawar kuning itu katamu dihanyutkan arus sungai kecil. Apakah kau tahu dari mana atau di sebelah mana anak sungai itu berasal?""Kalau aku tidak salah dari telaga di lereng bukit...”"Hai, kau menjawab jujur dan polos. Lalu siapakah yang mandi saat itu di telaga di lereng bukit itu?” Bintang terdiam tapi kemudian segera berpaling memandang ke arah Ruhjelita. Di saat yang sama Ruhjelita berteriak keras dan melompat ke arah Dewi Awan Putih.”Dasar Dewi jahat! Kau putarbalikkan kenyataan! Kau yang melakukan kebusu
Bintang dekati Dewi Awan Putih dan berbisik. ”Dari omongan mereka, aku menduga keras mereka adalah kaki tangan Jin Muka Seribu. Apa kau kenal siapa-siapa mereka ini?"Belum sempat Dewi Awan Putih menjawab, kakek yang kepalanya botak hitam membuka mulut. ”Sobatku mata picak, apakah pemuda ini yang menurut pesan Jin Muka Seribu harus kita pesiangi dan kuras darahnya lewat ubun-ubun di kepalanya?!"Yang ditanya kedap-kedipkan mata kirinya beberapa kali baru menjawab. ”Hai! Dari potongan tubuh dan ciri-cirinya memang tak salah!"Mendengar ucapan orang, Bintang maklum kalau kakek-kakek itu jelas membawa niat yang tidak baik terhadapnya. Dia memandang pada kakek picak lalu kedap-kedipkan matanya meniru.Kemudian sambil sunggingkan seringai mengejek dia berkata. ”Matamu cuma satu, apa kau tidak keliru melihat bahwa aku orang yang dimaksudkan Jin Muka Seribu?!""Kau pandai melucu!” menyahuti kakek mata picak. ”Setelah ur
Sementara itu tanpa ada yang mengetahui, di atas sebuah pohon besar berdaun rimbun hingga sulit terlihat dari bawah, mendekam seorang berpakaian rumput kering warna hitam. Orang ini sulit dilihat wajah aslinya karena seluruh mukanya dilumuri dengan sejenis tanah liat. Lalu tanah liat ini masih dilapisi pula dengan sejenis jelaga berwarna hitam. Walau siang bolong begitu sosoknya tidak beda dengan sosok Jin. Entah sejak kapan dia berada di atas pohon itu. Yang jelas orang ini merasa sangat cemas menyaksikan apa yang terjadi di bawah sana."Dewi Awan Putih, ilmunya tinggi. Mungkin tidak sulit baginya menghadapi kakek berhidung besar itu. Namun jika dikeroyok tiga dan kalau sampai kakek di atas dukungan turun tangan, Hai aku khawatir dia bisa kelabakan. Bahkan bakal cidera berat. Lalu pemuda asing berambut panjang dikuncir seperti ekor kuda itu. Sampai di mana kehebatannya? Berdua dengan Dewi Awan Putih apa mungkin mereka menghadapi tiga kakek sakti kaki tangan Jin Muka Seribu?
Pahidungbesar bukan seorang penakut atau mudah menjadi kecut. Namun karena ingin cepat-cepat menguasai Dewi Awan Putih maka dia memilih berlaku cerdik."Papicakkanan!” seru Pahidungbesar pada kakek yang mendukung Pasulingmaut "Aku tak begitu bernafsu menghadapi pemuda itu! Aku lebih bernafsu menghadapi Dewi Awan Putih!” Habis berkata begitu tanpa tunggu lebih lama si hidung cendawan itu melesat ke hadapan Dewi Awan Putih. Seperti tadi tangan kanannya bergerak seolah hendak menotok. Dewi Awan Putih mundur dua langkah lalu kebutkan selendang sutera di tangan kanannya."Wutttt!"Sinar biru bertabur di udara. Laksana sebuah jala besar siap melibas sosok Pahidungbesar. Tapi si hidung besar ini tertawa bergelak. Begitu selendang sutera biru menyambar dia sengaja susupkan diri, masuk ke dalam selubungan selendang. Selanjutnya dia membuat gerakan bergulung ke arah lawan.Dewi Awan Putih berseru kaget ketika tahu-tahu lawan telah berada hanya satu lang
Papicakkanan tertawa mengekeh lalu kembali sunggingkan seringai mengejek. ”Pemuda gagah! Kuras seluruh tenaga dalam yang kau miliki! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan orang dari negeri manusia!""Jangan terpancing! Jangan lakukan apa yang dikatakannya! Jangan kerahkan seluruh tenaga dalam! Semakin kau mengerahkan semakin mudah baginya melumat dirimu!"Tiba-tiba satu suara menggema dari atas pohon. Bintang belum sempat berpaling Papicakkanan dongakkan kepala dan gerakkan mata kanannya yang picak tertutup cat merah. Selarik sinar merah menderu."Wussss!"Pohon besar di atas sana mendadak sontak di amuk kobaran api. Lebih dari setengah bagian atas pohon ini kini tampak gundul hangus. Tapi orang yang tadi berada di tempat itu telah berkelebat lenyap.Papicakkanan menggeram marah. Dia mendongak pada orang yang didukungnya."Hai Pasulingmaut, siapa menurutmu bangsat di atas pohon tadi yang tahu kelemahan ilmu Asap Iblis Pembeku Darah mi