Pahidungbesar bukan seorang penakut atau mudah menjadi kecut. Namun karena ingin cepat-cepat menguasai Dewi Awan Putih maka dia memilih berlaku cerdik.
"Papicakkanan!” seru Pahidungbesar pada kakek yang mendukung Pasulingmaut "Aku tak begitu bernafsu menghadapi pemuda itu! Aku lebih bernafsu menghadapi Dewi Awan Putih!” Habis berkata begitu tanpa tunggu lebih lama si hidung cendawan itu melesat ke hadapan Dewi Awan Putih. Seperti tadi tangan kanannya bergerak seolah hendak menotok. Dewi Awan Putih mundur dua langkah lalu kebutkan selendang sutera di tangan kanannya.
"Wutttt!"
Sinar biru bertabur di udara. Laksana sebuah jala besar siap melibas sosok Pahidungbesar. Tapi si hidung besar ini tertawa bergelak. Begitu selendang sutera biru menyambar dia sengaja susupkan diri, masuk ke dalam selubungan selendang. Selanjutnya dia membuat gerakan bergulung ke arah lawan.
Dewi Awan Putih berseru kaget ketika tahu-tahu lawan telah berada hanya satu lang
Papicakkanan tertawa mengekeh lalu kembali sunggingkan seringai mengejek. ”Pemuda gagah! Kuras seluruh tenaga dalam yang kau miliki! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan orang dari negeri manusia!""Jangan terpancing! Jangan lakukan apa yang dikatakannya! Jangan kerahkan seluruh tenaga dalam! Semakin kau mengerahkan semakin mudah baginya melumat dirimu!"Tiba-tiba satu suara menggema dari atas pohon. Bintang belum sempat berpaling Papicakkanan dongakkan kepala dan gerakkan mata kanannya yang picak tertutup cat merah. Selarik sinar merah menderu."Wussss!"Pohon besar di atas sana mendadak sontak di amuk kobaran api. Lebih dari setengah bagian atas pohon ini kini tampak gundul hangus. Tapi orang yang tadi berada di tempat itu telah berkelebat lenyap.Papicakkanan menggeram marah. Dia mendongak pada orang yang didukungnya."Hai Pasulingmaut, siapa menurutmu bangsat di atas pohon tadi yang tahu kelemahan ilmu Asap Iblis Pembeku Darah mi
DIATAS sebuah pembaringan batu yang dialasi permadani dan bantal-bantal empuk terbuat dari rumput kering, Jin Muka Seribu berbaring dengan mata terpejam, ditemani setengah lusin gadis cantik berpakaian serba minim. Diantara mereka ada yang memijat-mijat tangan atau kaki, ada pula yang memijit-mijit kepalanya. Seorang gadis bermuka bulat berbadan sintal sesekali menyuapkan sejenis buah menyerupai anggur ke dalam mulut Jin Muka Seribu yang saat itu terbaring dengan penampilan wajah seorang lelaki separuh baya. Sudah beberapa kali gadis ini berusaha memasukkan buah itu ke dalam mulut Jin Muka Seribu, namun Jin Muka Seribu entah apa sebabnya sejak tadi selalu mengatupkan mulut.Di sisi kanan bersimpuh gadis ke enam, gadis paling cantik dari semua gadis yang ada di ruangan itu. Gadis ini memegang sehelai kipas daun yang dikipas-kipaskannya ke arah Jin Muka Seribu dan menebar bau harum. Beberapa waktu berlalu tanpa ada yang berani bicara dan Jin Muka Seribu masih saja berbaring den
"Yang kutanyakan adalah tiga sahabat tangan kananku di Istana Surga Dunia ini. Si Pahidungbesar, Papicakkanan dan Pasulingmaut!” jawab Jin Muka Seribu pula dengan suara agak berang.Baru saja Jin Muka Seribu selesai berucap tiba-tiba di luar ruangan ada orang berseru."Jin Muka Seribu Junjungan Penguasa Istana Surga Dunia! Kami bertiga yang kau tanyakan ada di luar sini! Mohon waktu untuk menghadap! Kami membawa kabar buruk!"Empat wajah Jin Muka Seribu sesaat berubah men-jadi wajah kakek-kakek pucat. Setelah hatinya tenang wajahnya depan belakang kiri dan kanan kembali pada wajah dua lelaki separuh baya."Pintu batu tidak dikunci. Dorong dan masuklah!” Jin Muka Seribu berkata. Matanya memandang tak berkesip ke ujung ruangan. Dinding ruangan itu perlahan-lahan bergerak ke kiri. Dua orang kakek kelihatan tegak di seberang sana. Salah seorang di antaranya mendukung satu sosok yang paha kirinya buntung.Dari kutungan tubuh ini kelihatan da
"Jahanam besar! Kalian bertiga ternyata tidak becus!” Empat muka Jin Muka Seribu kembali berubah menjadi wajah-wajah raksasa menggidikkan."Sebenarnya hal mudah bagi kami untuk membereskan pemuda itu. Malah Dewi Awan Putih telah kami tawan.”"Apa?!” Jin Muka Seribu tersentak. ”Di mana Dewi Itu sekarang?""Aku sembunyikan di sebuah sumur melintang dekat jalan masuk ke Istana Surga Dunia di sebelah utara.”"Jangan bermain culas denganku Pahidungbesar. Gadis itu harus kau bawa ke hadapanku! Aku sudah lama menyarang dendam terhadapnya. Walau aku tidak boleh membunuhnya tapi aku sudah lama berniat untuk merampas kehormatannya. Bahkan aku akan membuatnya hamil mengandung! Agar segala kutuk jatuh pada dirinya!” Jin Muka Seribu basahi bibirnya dengan ujung lidah berulang kali. Rangkungannya turun naik dan empat wajahnya berubah menjadi wajah empat orang pemuda gagah. Ini pertanda bahwa dirinya telah dirasuki nafsu birahi kotor!
LELAKI yang membekal parang terbuat dari batu biru di tangan kanannya itu hentikan lari di ujung jurang.Memandang ke bawah sesaat dia jadi tercekat. ”Jurang batu. Dalam sekali! Celaka! Tak mungkin kuterjuni.” Dia silangkan parang di depan dada lalu berpaling ke belakang. Belum selesai dia membuat gerakan tiba-tiba sesosok tubuh melayang di udara, membuat gerakan berjumpalitan dua kali. Di lain kejap sosok ini sudah tegak di hadapannya dengan muka menyeringai garang dan membersitkan nafas menyapu panas sampai ke permukaan wajahnya."Patumpangan! Tempat larimu sudah putus! Kau hanya punya tiga pilihan! Mampus bunuh diri menerjuni jurang! Mati di tanganku atau menyerahkan Jimat Hati Dewa padaku!"Orang yang memegang parang biru mendengus lalu meludah ke tanah. ”Selama Parang Langit Biru masih berada di tanganku, jangan kau berani mencari mati Hai Pasedayu!"Pasedayu si muka garang tertawa bergelak. ”Parang Langit Biru hanya ciptaan a
”Remasan Sepuluh Jari Jin...!” desis Patumpangan menyebut ilmu lawan yang menciderainya. Tiba-tiba seperti kalap Patumpangan berteriak keras. Lalu tangan kirinya laksana kilat menghantam berulang kali ke depan."Bukkk! Bukkkk! Bukkkk!"Tubuh Pasedayu terangkat sampai tiga kali berturut-turut begitu jotosan Patumpangan mendarat susul menyusul di dadanya."Puaskan hatimu Patumpangan! Pukul terus sesukamu!” kata Pasedayu sambil menyeringai buruk."Bukkk! Bukkk! Bukkkk!"Kembali Patumpangan menghujani tubuh lawan dengan pukulan-pukulan keras. Kembali sosok Pasedayu terangkat ke udara bahkan kini dari mulutnya kelihatan ada darah mengucur. Tapi dia masih saja menyeringai."Cukup Patumpangan!” Tiba-tiba Pasedayu berteriak. Tangannya kiri kanan berkelebat ke sekujur tubuh lawan, mulai dari kepala sampai ke dada.Kraaakk...kraaakkk... kraaakk!Suara patah dan hancurnya tulang terdengar mengerikan berulang kali.
Daging kakinya tampak terkelupas merah. ”Jahanam! Berani kau menciderai diriku!” teriak Pasedayu. Dia hantamkan tangan kanannya. Lepaskan satu pukulan tangan kosong. Si kakek cepat menyingkir ketika melihat satu sinar kuning berkiblat menyambarnya. Sambil mengelak dia gerakan cambuk apinya."Wusss! Taaarrrrr!"Nyala api panjang menembus kiblatan cahaya kuning. Saat itu juga cahaya kuning bertabur berantakan dengan mengeluarkan suara letusan keras!Tangan kiri si kakek bergetar keras. Cambuk api yang dipegangnya mental ke udara. Dia cepat menguasai senjata itu sementara Pasedayu terjajar sampai tiga langkah. Mukanya pucat. Tangan kanannya seperti kaku. ”Kakek itu mampu menghancurkan Pukulan Tangan Dewa Warna Kuning.” Diam-diam Pasedayu menjadi kecut. “Akan kucoba dengan Pukulan Tangan Dewa Warna Biru yang paling hebat!"Pasedayu lalu kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan dan tanpa menunggu lebih lama dia segera menghantam. Si
Jika saja Pasedayu tidak menelan Jimat Hati Dewa, pada saat cambuk api melilit dan disentakkan dari lehernya, pastilah leher itu akan hancur putus dan kepalanya akan menggelinding di tanah! Namun yang terjadi justru sebaliknya. Cambuk api keluarkan suara "dess... desss... desss” Berulang kali disertai kepulan asap seolah diguyur air. Lalu kelihatan bagaimana cambuk itu terputus-putus menjadi beberapa bagian. Begitu si kakek melompat kaget, dia lihat dan dapatkan cambuk apinya telah berubah kembali menjadi sebatang tongkat yang kini panjangnya hanya tinggal dua jengkal!"Kakek yang mengaku Wakil Para Dewa! Takdir telah berbalik menentukan lain! Hari ini kau terpaksa serahkan nyawamu padaku!” Pasedayu maju mendekat sambil tertawa bergelak."Kau akan terkutuk seumur-umur jika berani membunuhku!” kata si kakek seraya melemparkan potongan tongkatnya ke arah Pasedayu. Benda berapi ini melesat menyambar ke tenggorokan Pasedayu.Sekali Pasedayu mengang