DIATAS sebuah pembaringan batu yang dialasi permadani dan bantal-bantal empuk terbuat dari rumput kering, Jin Muka Seribu berbaring dengan mata terpejam, ditemani setengah lusin gadis cantik berpakaian serba minim. Diantara mereka ada yang memijat-mijat tangan atau kaki, ada pula yang memijit-mijit kepalanya. Seorang gadis bermuka bulat berbadan sintal sesekali menyuapkan sejenis buah menyerupai anggur ke dalam mulut Jin Muka Seribu yang saat itu terbaring dengan penampilan wajah seorang lelaki separuh baya. Sudah beberapa kali gadis ini berusaha memasukkan buah itu ke dalam mulut Jin Muka Seribu, namun Jin Muka Seribu entah apa sebabnya sejak tadi selalu mengatupkan mulut.
Di sisi kanan bersimpuh gadis ke enam, gadis paling cantik dari semua gadis yang ada di ruangan itu. Gadis ini memegang sehelai kipas daun yang dikipas-kipaskannya ke arah Jin Muka Seribu dan menebar bau harum. Beberapa waktu berlalu tanpa ada yang berani bicara dan Jin Muka Seribu masih saja berbaring den
"Yang kutanyakan adalah tiga sahabat tangan kananku di Istana Surga Dunia ini. Si Pahidungbesar, Papicakkanan dan Pasulingmaut!” jawab Jin Muka Seribu pula dengan suara agak berang.Baru saja Jin Muka Seribu selesai berucap tiba-tiba di luar ruangan ada orang berseru."Jin Muka Seribu Junjungan Penguasa Istana Surga Dunia! Kami bertiga yang kau tanyakan ada di luar sini! Mohon waktu untuk menghadap! Kami membawa kabar buruk!"Empat wajah Jin Muka Seribu sesaat berubah men-jadi wajah kakek-kakek pucat. Setelah hatinya tenang wajahnya depan belakang kiri dan kanan kembali pada wajah dua lelaki separuh baya."Pintu batu tidak dikunci. Dorong dan masuklah!” Jin Muka Seribu berkata. Matanya memandang tak berkesip ke ujung ruangan. Dinding ruangan itu perlahan-lahan bergerak ke kiri. Dua orang kakek kelihatan tegak di seberang sana. Salah seorang di antaranya mendukung satu sosok yang paha kirinya buntung.Dari kutungan tubuh ini kelihatan da
"Jahanam besar! Kalian bertiga ternyata tidak becus!” Empat muka Jin Muka Seribu kembali berubah menjadi wajah-wajah raksasa menggidikkan."Sebenarnya hal mudah bagi kami untuk membereskan pemuda itu. Malah Dewi Awan Putih telah kami tawan.”"Apa?!” Jin Muka Seribu tersentak. ”Di mana Dewi Itu sekarang?""Aku sembunyikan di sebuah sumur melintang dekat jalan masuk ke Istana Surga Dunia di sebelah utara.”"Jangan bermain culas denganku Pahidungbesar. Gadis itu harus kau bawa ke hadapanku! Aku sudah lama menyarang dendam terhadapnya. Walau aku tidak boleh membunuhnya tapi aku sudah lama berniat untuk merampas kehormatannya. Bahkan aku akan membuatnya hamil mengandung! Agar segala kutuk jatuh pada dirinya!” Jin Muka Seribu basahi bibirnya dengan ujung lidah berulang kali. Rangkungannya turun naik dan empat wajahnya berubah menjadi wajah empat orang pemuda gagah. Ini pertanda bahwa dirinya telah dirasuki nafsu birahi kotor!
LELAKI yang membekal parang terbuat dari batu biru di tangan kanannya itu hentikan lari di ujung jurang.Memandang ke bawah sesaat dia jadi tercekat. ”Jurang batu. Dalam sekali! Celaka! Tak mungkin kuterjuni.” Dia silangkan parang di depan dada lalu berpaling ke belakang. Belum selesai dia membuat gerakan tiba-tiba sesosok tubuh melayang di udara, membuat gerakan berjumpalitan dua kali. Di lain kejap sosok ini sudah tegak di hadapannya dengan muka menyeringai garang dan membersitkan nafas menyapu panas sampai ke permukaan wajahnya."Patumpangan! Tempat larimu sudah putus! Kau hanya punya tiga pilihan! Mampus bunuh diri menerjuni jurang! Mati di tanganku atau menyerahkan Jimat Hati Dewa padaku!"Orang yang memegang parang biru mendengus lalu meludah ke tanah. ”Selama Parang Langit Biru masih berada di tanganku, jangan kau berani mencari mati Hai Pasedayu!"Pasedayu si muka garang tertawa bergelak. ”Parang Langit Biru hanya ciptaan a
”Remasan Sepuluh Jari Jin...!” desis Patumpangan menyebut ilmu lawan yang menciderainya. Tiba-tiba seperti kalap Patumpangan berteriak keras. Lalu tangan kirinya laksana kilat menghantam berulang kali ke depan."Bukkk! Bukkkk! Bukkkk!"Tubuh Pasedayu terangkat sampai tiga kali berturut-turut begitu jotosan Patumpangan mendarat susul menyusul di dadanya."Puaskan hatimu Patumpangan! Pukul terus sesukamu!” kata Pasedayu sambil menyeringai buruk."Bukkk! Bukkk! Bukkkk!"Kembali Patumpangan menghujani tubuh lawan dengan pukulan-pukulan keras. Kembali sosok Pasedayu terangkat ke udara bahkan kini dari mulutnya kelihatan ada darah mengucur. Tapi dia masih saja menyeringai."Cukup Patumpangan!” Tiba-tiba Pasedayu berteriak. Tangannya kiri kanan berkelebat ke sekujur tubuh lawan, mulai dari kepala sampai ke dada.Kraaakk...kraaakkk... kraaakk!Suara patah dan hancurnya tulang terdengar mengerikan berulang kali.
Daging kakinya tampak terkelupas merah. ”Jahanam! Berani kau menciderai diriku!” teriak Pasedayu. Dia hantamkan tangan kanannya. Lepaskan satu pukulan tangan kosong. Si kakek cepat menyingkir ketika melihat satu sinar kuning berkiblat menyambarnya. Sambil mengelak dia gerakan cambuk apinya."Wusss! Taaarrrrr!"Nyala api panjang menembus kiblatan cahaya kuning. Saat itu juga cahaya kuning bertabur berantakan dengan mengeluarkan suara letusan keras!Tangan kiri si kakek bergetar keras. Cambuk api yang dipegangnya mental ke udara. Dia cepat menguasai senjata itu sementara Pasedayu terjajar sampai tiga langkah. Mukanya pucat. Tangan kanannya seperti kaku. ”Kakek itu mampu menghancurkan Pukulan Tangan Dewa Warna Kuning.” Diam-diam Pasedayu menjadi kecut. “Akan kucoba dengan Pukulan Tangan Dewa Warna Biru yang paling hebat!"Pasedayu lalu kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan dan tanpa menunggu lebih lama dia segera menghantam. Si
Jika saja Pasedayu tidak menelan Jimat Hati Dewa, pada saat cambuk api melilit dan disentakkan dari lehernya, pastilah leher itu akan hancur putus dan kepalanya akan menggelinding di tanah! Namun yang terjadi justru sebaliknya. Cambuk api keluarkan suara "dess... desss... desss” Berulang kali disertai kepulan asap seolah diguyur air. Lalu kelihatan bagaimana cambuk itu terputus-putus menjadi beberapa bagian. Begitu si kakek melompat kaget, dia lihat dan dapatkan cambuk apinya telah berubah kembali menjadi sebatang tongkat yang kini panjangnya hanya tinggal dua jengkal!"Kakek yang mengaku Wakil Para Dewa! Takdir telah berbalik menentukan lain! Hari ini kau terpaksa serahkan nyawamu padaku!” Pasedayu maju mendekat sambil tertawa bergelak."Kau akan terkutuk seumur-umur jika berani membunuhku!” kata si kakek seraya melemparkan potongan tongkatnya ke arah Pasedayu. Benda berapi ini melesat menyambar ke tenggorokan Pasedayu.Sekali Pasedayu mengang
"Suamiku, sebenarnya sejak beberapa waktu belakangan ini muncul banyak kekhawatiran dalam diriku. Aku sering mimpi buruk tentang dirimu, tentang Keempat anak kita. Mereka.”"Ruhpingitan, orang di Negeri Jin ini menyebut mimpi adalah rampai bunganya tidur. Buruk atau baiknya yang akan terjadi adalah suratan Para Dewa di atas langit.”"Justru aku juga telah beberapa kali kedatangan Dewa dalam mimpiku Hai Pasedayu. Sepertinya ada yang tidak disenangi Para Dewa terhadap kita sekeluarga.”Pasedayu tersenyum namun diam-diam dia teringat pada kejadian belasan tahun silam ketika dia berkelahi dengan Wakil Para Dewa dan berhasil menciderai kakek itu. Walau hatinya mendadak tidak enak, pada istrinya Pasedayu tetap saja berkata lembut dan menghibur.“Sudahlah Ruhpingitan, aku akan berangkat sekarang. Tenangkan hatimu. Lihat anak-anak kita. Mereka tidur nyenyak, mereka gemuk-gemuk semua tanda sehat. Dan lihat tanda bunga dalam lingkaran yang a
PASEDAYU duduk terbungkuk-bungkuk di tanah yang becek. Sekujur tubuhnya terutama di sebelah belakang mendenyut sakit Mukanya pucat dan pandangan matanya sayu. Kalau saja dia bisa meminta rasanya saat itu dia lebih suka memilih mati. Perlahan-lahan dia turunkan tangan kanan yang sejak tadi dipergunakan untuk menopang keningnya. Memandang ke depan dia hanya melihat tanah rata yang disana-sini masih digenangi air. Pasedayu sampai di tempat itu malam tadi. Dan kini matahari menjelang tenggelam. Berarti hampir satu hari penuh dia terduduk di situ, didera oleh rasa sakit di sekujur tubuh serta perasaan hancur di dalam hati. Otaknya seperti mau gila menghadapi kenyataan ini."Rata semua.... Rumahku, lenyap tak berbekas. Para Dewa. Hai tunjukkan padaku dimana mereka berada. Mengapa kau jatuhkan cobaan maha berat ini padaku! Anak istriku... Ruhpingitan, anak-anakku.... Apakah mereka masih hidup? Dimana mereka sekarang?” Tenggorokan Pasedayu turun naik. Dadanya terasa sesak. Mata
Setelah melihat Jejaka Emas memahami maksud perkataannya, Bintang segera melangkah ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Berjarak 3 tombak dari Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, Bintang menghentikan langkahnya.“Tidak ada yang kalah juga tidak ada yang menang dalam sebuah peperangan. Lebih baik kita berdamai dan hidup berdampingan Ayah Mertua” ucap Bintang dengan menyebut Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sebagai ayah mertuanya. Tentu saja kenyataan itu tak bisa Bintang pungkiri. Walau bagaimana, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal adalah ayah mertua baginya.Tatapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal masih terlihat dingin kearahnya, dan terdengar suara beratnya. “Kenapa kau menolak untuk menjadi penguasa dunia, Bintang? Bukankah itu keinginan semua laki-laki didunia ini! Tahta dan Kekuasaan?!”Bintang menggeleng, lalu berkata, “Aku lebih suka kedamaian. Buat apa meraih kekuasaan, kalau hidup selalu tidak tenang” Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terdiam saat mendengar kata-kata Bintang.Binta
Semua terdiam!Sunyi!Tak ada satu suarapun yang terdengar, kecuali desau angin!Sementara itu, keadaan semua orang yang tadinya terpaku, kini sudah bisa bergerak, masing-masing saling menatap satu sama lain, lalu mengedarkan pandangan mereka ke arah sekitar. Apa yang baru saja terjadi, berasa seperti mimpi.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal pun masih terpaku berdiri ditempatnya, memandangi jari manis tangan kanannya yang sudah kosong, tidak ada lagi Cincin Sulaiman yang biasa terpatri.Di pihak Jejaka Emas, Bintang lebih dulu tersadar dengan keadaan yang terjadi. Masih terlihat keringat dingin di sekujur tubuh Bintang. Rasa sakit yang baru saja dialami oleh Bintang bukan sekedar dalam angan-angan, tapi Bintang benar-benar dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhempas dengan keras ke sebuah alam, dimana di alam itu, berbagai macam orang dengan segala macam siksaannya. Bintang benar-benar merasakan kesakitan yang amat sangat yang membuat tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan
“Bangunlah kalian berdua!” kembali suara lembut tapi tegas itu terdengar menyapa keduanya, hampir bersamaan Bintang dan Jejaka Emas memalingkan wajah mereka kearah depan. Wajah keduanya berubah. Berjarak hanya beberapa tombak dihadapan mereka, terlihat sosok seorang laki-laki tua berwajah agung dan teduh. Mengenakan pakaian putih disekujur tubuhnya. Senyumnya terlihat begitu agung dan teduh. Bintang dan Jejaka Emas terkejut, karena tadi, tidak ada seorangpun yang ada ditempat itu selain mereka berdua.Lelaki tua berparas agung itu terlihat duduk diatas sebuah batu putih yang bila diperhatikan dengan seksama. Batu itu tidaklah menyentuh tanah, alias mengapung diudara.“Kemari!” Terdengar suara lembut dan tegas kembali menyapa Bintang dan Jejaka Emas. Walau keduanya tak melihat bibir lelaki tua itu bergerak, tapi Bintang dan Jejaka Emas yakin, kalau lelaki tua itulah yang menyuruh mereka.Lagi-lagi Bintang dan Jejaka Emas diliputi keheranan, karena tubuh mereka tiba-tiba saja bangkit be
Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat geram saat melihat tak satupun dari pihak lawan yang mau bersikap setia kepadanya. “Kalian semua rupanya benar-benar ingin mati, jangan katakan kalau aku tidak memberikan kalian kesempatan...” ucap Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal berpaling kearah seluruh pasukannya yang ada dibelakangnya.“Bunuh mereka semua!”Satu perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah cukup untuk membuat pasukannya bergerak kedepan dengan senjata terhunus. Siap untuk membunuh lawan-lawan mereka yang sudah tak berdaya ditempatnya.Mendengar perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, membuat pucat wajah-wajah dari pihak lawannya. Sebagian mengeluarkan keringat dingin membayangkan kematian yang akan segera mendatangi mereka, sementara sebagian lagi tampak mampu bersikap tenang dan sudah siap menerima nasib, karena memang sejak awal pertempuran, mereka sudah siap untuk mati. Ada satu hal yang setidaknya membuat mereka mati dengan tenan
Sementara itu dipihak Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal juga ikut bingung melihat kejadian itu, Bintang yang kini tampak tengah diperebutkan oleh ke-4 wanita cantik. Di benak mereka terbersit pikiran, ‘Apa mereka tidak menyadari kalau saat ini tengah berperang’. Hal ini membuat semua orang geleng-geleng kepala melihatnya.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat menatap ke arah Bintang dengan tatapan dingin. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal maju beberapa langkah kedepan. Seketika keadaan riuh ditempat itu langsung berhenti. Hening. Bahkan keributan kecil diantara Bintang dengan ke-4 gadisnya juga ikut terhenti dan kini mereka ikut menatap kearah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tak ada yang bersuara, semua perhatian tertuju langsung ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tiba-tiba saja dari pihak seberang, sesosok tubuh melangkah kehadapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Dia adalah Jejaka Emas. Jejaka Emas memang sangat kesal melihat keberuntungan Bintang yang dike
“Hai! Utusan Dewa. Kami akan menghentikan peperangan ini bila Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah terkalahkan, tapi bila tidak. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa!” Raja Munaliq Dari Timur memberikan jawaban diiringi anggukan oleh kedua raja jin lainnya, juga para prajurit yang berada dibawah kendali mereka.Apa yang dikatakan oleh Raja Munaliq Dari Timur memang tidak salah. Selama Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal tidak bisa dikalahkan, maka kemenangan akan selalu menjadi milik mereka. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa.Kini balik Una Lyn yang terlihat terdiam ditempatnya. Jejaka Emas yang melihat hal itu, segera beranjak maju untuk memberikan tanggapannya.Bleegaarrr!Sebuah suara keras ledakan terdengar keras membahana di tempat itu, begitu kerasnya sampai membuat tempat itu bergetar laksana digoncang gempa skala sedang. Ada yang jatuh terduduk karena tak kuat menahan getaran yang terjadi, tapi masih banyak pula y
Una Lyn sendiri terlihat melakukan salto beberapa kali diudara hingga akhirnya berhasil mendarat dengan mulus ditanah, sedangkan Ifrit juga mampu mendaratkan kedua kakinya ditanah, setelah terseret cukup jauh kebelakang. Darah terlihat merembes dimulut keduanya, sebagai tanda luka dalam yang mereka derita.Seakan tak ingin membuat waktu percuma, Una Lyn terlihat langsung mengangkat tangannya yang tengah memegang pedang naga emas keatas.Wusshh..!Bayangan seekor naga emas melesat keluar dari hulu pedang ditangan Una Lyn. Sementara itu di ujung sana, Ifrit pun terlihat tak ingin tinggla diam.Dugghh!Tongkat ditangannya dihentakkan ke tanah.Wusshh..! Wusshh..! Wusshh..!Banyak sosok bayangan hitam yang keluar dari kepala tongkat dan sosok-sosok bayangan hitam itu tampak membentuk wujud-wujud jin yang tak terhitung jumlahnya yang hampir memenuhi langit. Di tempatnya, Una Lyn cukup terkejut melihat pamer kesaktian yang diperlihatkan oleh Ifrit. Ternyata Ifrit mampu mengeluarkan banyak j
Dughh! Seiring dengan itu Ifrit menghentakkan tongkat ditangannya ke bawah.Werrrr...! gelombang energi terpancar keluar dari tubuh Ifrit yang langsung menyapu seluruh tempat itu. Terjadi keanehan! Pemandangan mencengangkan terjadi. Waktu seolah berhenti, bangsa jin yang tengah bertempur satu sama lain, terdiam seperti patung. Semuanya berhenti bergerak, bukan saja yang ada di tanah, tapi juga yang ada diudara ikut berhenti bergerak.Baik bangsa manusia, bangsa jin, maupun para dewa-dewi, bahkan Jejaka Emas pun ikut berdiri mematung ditempatnya berada. Terlihat perubahan diwajah semua orang, termasuk Jejaka Emas yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dirinya agar bisa kembali bergerak, tapi sejauh ini hanya gerakan yang sangat lamban yang terlihat. Tak ada yang mampu menggerakan tubuh mereka. Sementara itu, di pihak Ifrit, mereka semua tahu, kalau ini adalah salah satu kemampuan Ifrit yang bisa menghentikan waktu.Di depan sana, terlihat Ifrit tersenyum sinis melihat ke arah Jej
Jejaka Emas tak memberi kesempatan sedikitpun bagi Ifrit untuk menghela nafas. Serangan gelang dewanya terus menghantam sosok Ifrit.Sosok Ifrit yang melayang diatas tanah, terus terdesak mundur. Entah sudah belasan ataupun berpuluh-puluh kali serangan gelang dewa menghantam sosoknya, tapi walaupun terdesak. Ifrit sedikitpun tidak terlihat terluka.Jejaka Emas yang melihat hal itu, harus mengakui kekuatan dan kekebalan tubuh Ifrit, tapi anehnya seraya terus melesatkan serangan gelang-gelang dewanya, Jejaka Emas justru tertawa-tawa. Hal ini dikarenakan sosok Ifrit yang terkena serangan beruntun gelang dewanya dari berbagai arah, membuat tubuh Ifrit yang melayang diudara itu tampak terdorong ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan, Ifrit seperti tengah berjoget atau bergoyang dangdut. Hal ini pula yang membuat Jejaka Emas kemudian tertawa tergelak-gelak. Bangsa Jin yang ada ditempat itupun bingung dan heran, kenapa Jejaka Emas bertarung sambil tergelak-gelak sendiri.Ifrit terus dig