"Itu lebih baik kalau memang kau bisa, Anak Manis!"
"Tua bangka banyak cakap kau, hiii!"
Crass!
Sinar merah keluar dari telapak tangan Gincu Perawan. Tapi Gincu Perawan sendiri yang pekikkan suara tertahan, ia tersentak mundur dengan tangan segera ditarik kembali, karena rasa sakit perih begitu menyengat akibat keluarnya tenaga dalam bersinar merah itu. Sedangkan tenaga dalam yang sudah telanjur terlepas itu ditangkap dengan kibasan tangan Eyang Sambar Nyawa. Sinar itu menjadi bulatan semacam bola yang bernyala-nyala diatas telapak tangan Eyang Sambar Nyawa. Kemudian, Eyang Sambar Nyawa melemparkan bulatan merah tersebut ke arah sebuah batu bersusun yang ada di samping ruang pemujaan tersebut.
Wuttt! Duarr! Batu itu pecah bagai dilempar dengan bahan peledak yang cukup kuat. Lalu, Eyang Sambar Nyawa palingkan pandang ke arah Gincu Perawan sambil sunggingkan senyum tuanya yang menggeramkan hati Gincu Perawan.
"Gila! Tenaga dalamku bisa ditangkapnya?!
"Gincu Perawan...?!" Aria Amante terkejut sekali, terlebih setelah melihat kedua telapak tangan Gincu Perawan hampir putus, berdarah dan sangat menjijikkan. Tulang-tulang jarinya nyaris terlihat semua."Oh, apa yang terjadi, Gincu Perawan...?!" Aria Amante cepat menolong orang yang selama ini dianggap sebagai temannya itu. Gincu Perawan sendiri tak mau terlihat lemah di depan Aria Amante, ia cepat bangkit dengan napas ditarik dalam-dalam."Tanganmu...? Oh, tanganmu hampir putus, Gincu Perawan!""Jangan hiraukan tanganku! Biarlah luka ini, yang penting aku bisa mengusir si Eyang Sambar Nyawa dari dalam kuil! Dia bermaksud mencuri pedang pusaka dari kamar itu!""Tapi... tapi tanganmu ini pasti terkena Racun Kulit Api! Kau telah memegang pintu ruang cipta hening, bukan?!""Hmmm... anu... iya, secara tak sadar tadi aku memegangnya untuk menghindari serangan si Eyang Sambar Nyawa!""Oh, aku lupa tak bilang padamu, bahwa pintu itu tidak b
Aria Amante makin terkesiap melihat luka di mulut Gincu Perawan. Ia mulai membatin, "Bahaya sekali jurus Eyang Sambar Nyawa! Seperti yang pernah diceritakan oleh Guru, bahwa Eyang Sambar punyai jurus 'Angin Sambar Nyawa'. Rupanya seperti itulah jurus 'Angin Sambar Nyawa'. Tak perlu menyentuh tubuh lawan, dengan merobek udara, mulut lawan sudah bisa robek sendiri! Bahaya sekali melawan dia, jika memang benar dia ingin kuasai pusaka di ruang cipta hening itu!"Terdengar suara tua manusia berambut putih yang usianya konon sudah mencapai seratus tahun lebih itu, "Bocah bodoh! Lekas tinggalkan tempat ini dan carilah obat untuk menyembuhkan gatal-gatalmu itu!"“Aku tak akan pergi sebelum mencabut nyawamu, Tua Bangka!" sentak Gincu Perawan geram. Lalu, tiba-tiba ia melompat dan bersalto di udara satu kali. Wuttt! Arah kakinya hendak menendang kepala si Eyang Sambar Nyawa."Hiaaat!"Eyang Sambar Nyawa tak mengelak. Tetap ada di te
HALAMAN Kuil Mega Merah berlapis salju tanahnya. Di luar halaman itu tanah mulai berlapis darah. Jagal Bawoh terkapar tanpa nyawa, juga tanpa jantung. Aria Amante tak berani memandangi jenazah saudara seperguruannya. Aria Amante sama sekali tak menyangka bahwa orang yang selama ini dihormati seperti menghormati gurunya sendiri, ternyata berhati keji. Mulanya Aria Amante menyangka, kedatangan Eyang Sambar Nyawa untuk membela mempertahankan kuil tersebut dari jamahan tangan-tangan rakus. Tetapi ternyata Eyang Sambar Nyawa sendiri yang bertangan rakus. Hal itu diketahui oleh Aria Amante lewat ucapan si tua berkepala sedikit botak bagian depannya, pada saat ia berhadapan dengan Jagal Bawoh. Waktu itu Jagal Bawoh mengatakan, "Saya murid Begawan Mega Merah, Eyang! Sekalipun saya sudah lama tinggalkan kuil ini, tapi saya masih berhak memiliki Pedang Merah itu!"Eyang Sambar Nyawa menyanggah, "Tidak bisa! Seorang murid murtad tidak layak memiliki pusaka seampuh Pedang Merah!
"Setan betina! Kau ikut campur juga dalam urusan ini, hah?!" hardik Eyang Sambar Nyawa.Dewi Asmara Darah sunggingkan senyum sinis, lalu ucapkan kata, "Siapa pun tokoh tua di rimba persilatan pasti akan ikut campur, Tua jompo! Siapa orangnya yang tidak tertarik dengan pedang pusaka yang bisa mengirimkan serangannya dari jarak cukup jauh? Siapa orangnya yang tidak tertarik dengan pedang yang bisa membuat pemegangnya menjadi orang yang tak terkalahkan di kolong jagat persilatan ini ? Kurasa semua tokoh akan hadir di sini untuk memperebutkan Pedang Merah.""Ya, memang! Tapi mereka akan kecele, sebab aku sudah lebih dulu membawanya lari! He he he he!"“Apa yang akan kau bawa lari itu, Eyang Sambar Nyawa? Pedang atau tahi kucing?! Hmm!" Dewi Asmara Darah mencibir. "Membawa lari Pedang Merah tidak semudah membawa lari tahi kucing, Tua jompo!"Eyang Sambar Nyawa malahan tertawa geli dan berkata, “Kalau yang kubawa tahi kucing, jelas akan kulemparkan
Brukk! Tubuhnya jatuh seperti nangka busuk. Tapi cepat-cepat ia berdiri setengah kaki dan menamparkan tangannya ke depan.Wuttt!Plakk!Dalam jarak sudah lebih dari tujuh langkah, wajah Dewi Asmara Darah tertampar keras tanpa tersentuh tangan lawan. Kerasnya tamparan membuat Asmara Darah terpelanting ke kiri, dan pipinya menjadi memar merah.“Kurasa Eyang Sambar Nyawa bisa kalah dengan Dewi Asmara Darah!" pikir Aria Amante dari tempatnya menjauh." Dewi Asmara Darah itu tanpa gerakan tangan bisa menendang, memukul, menampar, melempar, dan mungkin juga bisa mencekik leher lawannya. Sedangkan Eyang Sambar Nyawa bisa melakukan hal seperti itu jika ia gerakkan tangannya, ia tak bisa menggunakan kekuatan mata seperti yang dimiliki Dewi Asmara Darah itu. Hmmm! Siapa yang menang, aku tak perlu tahu. Karena siapa pun pemenang pertarungan ini, tetap saja ia mengincar pedang pusaka itul Dengan kata lain, dia akan mengincarku, karena akulah yang memegan
Mata Perempuan itu menyusuri tiap dinding batu yang ada di sekitar pintu. Tapi tak ditemukan susunan batu yang bisa dicurigai sebagai kunci pembuka pintu tersebut."Sepertinya harus didobrak dengan kekuatan ilmu tinggi!" kembali perempuan itu ucapkan kata lirihnya. Maka, ia pun segera undurkan langkah lima tindak. Dari sana ia melepaskan pukulan tenaga dalam jarak jauh melalui telapak tangan kanannya.Wusssh! Beeng!Pintu tak terguncang sedikit pun. Suara yang timbul akibat benturan pukulan tenaga dalam itu tak seberapa keras. Sepertinya suara yang mestinya menggelegar itu teredam oleh ketebalan pintu itu."Pukulan 'Kembang Perawan' tingkat ke-5 tak bisa menjebolkannya. Padahal biasanya baja setebal apa pun bisa kujebol dengan pukulan ''Kembang Perawan'! Hmmm... kalau begitu aku harus gunakan jurus ''Kembang Perawan'!... tingkat ke-7, membelah gunungpun sanggup dengan jurus ''Kembang Perawan' tingkat ke-7, apalagi hanya
"Mulut betinamu cukup kotor bagiku, Ratu Pemikat! Sebaiknya kususulkan saja nyawamu sendiri agar bisa minta bantuan gurumu untuk membukakan pintu itu. Hiiah!"Bandot Tua meremas sendiri tongkatnya sampai tangannya mengeluarkan otot dan gemetaran. Dari ukiran mata burung hantu di kepala tongkat meluncurkan cahaya sinar kuning dua buah. Memanjang dan menjadi satu diujungnya. Sinar itu menembus dada Ratu Pemikat tujuannya. Tapi jari telunjuk Ratu Pemikat cepat dihadangkan di depan dada. Sinar kuning itu tepat mengenai ujung jari telunjuk.Rupanya sinar itu sedang ditangkis oleh Ratu Pemikat dengan ujung telunjuknya dan berusaha dilawan kekuatannya hingga kedua kaki Ratu Pemikat gemetaran. Kedua tubuh itu sama-sama gemetar. Gerakan sinar juga makin menipis. Kejap berikutnya sinar kuning itu hilang seketika bagai tersedot telunjuk Ratu Pemikat.Zlubb!Tetapi pada saat itu pula telapak tangan Ratu Pemikat menjadi menyala kuning. Telapak tangan itu segera dihent
GUNUNG GULGULAN yang menjadi tempat berdirinya Kuil Mega Merah menjadi tempat kejar-kejaran antara bayang-bayang yang melesat cepat diantara lembah-lembah terjal yang ada di gunung gulgulan tersebut. Aria Amante tahu bahwa dirinya dikejar oleh mereka. Secepat mungkin ia melarikan dirinya. Tapi kecepatan itu masih kalah juga dengan kecepatan mereka. Dalam waktu singkat, Ratu Pemikat sudah berdiri menghadang langkah Aria Amante."Oh, bahaya! dia sudah sampai di depan sana!" gumam Aria Amante dalam ketegangannya. “Sebaiknya aku lari ke arah kiri saja!"Wusss...!Aria Amante berkelebat tanpa peduli lagi apakah Ratu Pemikat masih mengejarnya lagi atau sudah bosan. Yang jelas dia harus cepat selamatkan diri, karena kunci kamar itu ada di balik ikat sabuk pinggangnya.Baru saja beberapa jarak ia menempuh pelariannya yang berbelok arah itu, tiba-tiba di depannya sudah berdiri Eyang Sambar Nyawa yang segera berseru,“Aria, jangan takut.