"Setan betina! Kau ikut campur juga dalam urusan ini, hah?!" hardik Eyang Sambar Nyawa.
Dewi Asmara Darah sunggingkan senyum sinis, lalu ucapkan kata, "Siapa pun tokoh tua di rimba persilatan pasti akan ikut campur, Tua jompo! Siapa orangnya yang tidak tertarik dengan pedang pusaka yang bisa mengirimkan serangannya dari jarak cukup jauh? Siapa orangnya yang tidak tertarik dengan pedang yang bisa membuat pemegangnya menjadi orang yang tak terkalahkan di kolong jagat persilatan ini ? Kurasa semua tokoh akan hadir di sini untuk memperebutkan Pedang Merah."
"Ya, memang! Tapi mereka akan kecele, sebab aku sudah lebih dulu membawanya lari! He he he he!"
“Apa yang akan kau bawa lari itu, Eyang Sambar Nyawa? Pedang atau tahi kucing?! Hmm!" Dewi Asmara Darah mencibir. "Membawa lari Pedang Merah tidak semudah membawa lari tahi kucing, Tua jompo!"
Eyang Sambar Nyawa malahan tertawa geli dan berkata, “Kalau yang kubawa tahi kucing, jelas akan kulemparkan
Brukk! Tubuhnya jatuh seperti nangka busuk. Tapi cepat-cepat ia berdiri setengah kaki dan menamparkan tangannya ke depan.Wuttt!Plakk!Dalam jarak sudah lebih dari tujuh langkah, wajah Dewi Asmara Darah tertampar keras tanpa tersentuh tangan lawan. Kerasnya tamparan membuat Asmara Darah terpelanting ke kiri, dan pipinya menjadi memar merah.“Kurasa Eyang Sambar Nyawa bisa kalah dengan Dewi Asmara Darah!" pikir Aria Amante dari tempatnya menjauh." Dewi Asmara Darah itu tanpa gerakan tangan bisa menendang, memukul, menampar, melempar, dan mungkin juga bisa mencekik leher lawannya. Sedangkan Eyang Sambar Nyawa bisa melakukan hal seperti itu jika ia gerakkan tangannya, ia tak bisa menggunakan kekuatan mata seperti yang dimiliki Dewi Asmara Darah itu. Hmmm! Siapa yang menang, aku tak perlu tahu. Karena siapa pun pemenang pertarungan ini, tetap saja ia mengincar pedang pusaka itul Dengan kata lain, dia akan mengincarku, karena akulah yang memegan
Mata Perempuan itu menyusuri tiap dinding batu yang ada di sekitar pintu. Tapi tak ditemukan susunan batu yang bisa dicurigai sebagai kunci pembuka pintu tersebut."Sepertinya harus didobrak dengan kekuatan ilmu tinggi!" kembali perempuan itu ucapkan kata lirihnya. Maka, ia pun segera undurkan langkah lima tindak. Dari sana ia melepaskan pukulan tenaga dalam jarak jauh melalui telapak tangan kanannya.Wusssh! Beeng!Pintu tak terguncang sedikit pun. Suara yang timbul akibat benturan pukulan tenaga dalam itu tak seberapa keras. Sepertinya suara yang mestinya menggelegar itu teredam oleh ketebalan pintu itu."Pukulan 'Kembang Perawan' tingkat ke-5 tak bisa menjebolkannya. Padahal biasanya baja setebal apa pun bisa kujebol dengan pukulan ''Kembang Perawan'! Hmmm... kalau begitu aku harus gunakan jurus ''Kembang Perawan'!... tingkat ke-7, membelah gunungpun sanggup dengan jurus ''Kembang Perawan' tingkat ke-7, apalagi hanya
"Mulut betinamu cukup kotor bagiku, Ratu Pemikat! Sebaiknya kususulkan saja nyawamu sendiri agar bisa minta bantuan gurumu untuk membukakan pintu itu. Hiiah!"Bandot Tua meremas sendiri tongkatnya sampai tangannya mengeluarkan otot dan gemetaran. Dari ukiran mata burung hantu di kepala tongkat meluncurkan cahaya sinar kuning dua buah. Memanjang dan menjadi satu diujungnya. Sinar itu menembus dada Ratu Pemikat tujuannya. Tapi jari telunjuk Ratu Pemikat cepat dihadangkan di depan dada. Sinar kuning itu tepat mengenai ujung jari telunjuk.Rupanya sinar itu sedang ditangkis oleh Ratu Pemikat dengan ujung telunjuknya dan berusaha dilawan kekuatannya hingga kedua kaki Ratu Pemikat gemetaran. Kedua tubuh itu sama-sama gemetar. Gerakan sinar juga makin menipis. Kejap berikutnya sinar kuning itu hilang seketika bagai tersedot telunjuk Ratu Pemikat.Zlubb!Tetapi pada saat itu pula telapak tangan Ratu Pemikat menjadi menyala kuning. Telapak tangan itu segera dihent
GUNUNG GULGULAN yang menjadi tempat berdirinya Kuil Mega Merah menjadi tempat kejar-kejaran antara bayang-bayang yang melesat cepat diantara lembah-lembah terjal yang ada di gunung gulgulan tersebut. Aria Amante tahu bahwa dirinya dikejar oleh mereka. Secepat mungkin ia melarikan dirinya. Tapi kecepatan itu masih kalah juga dengan kecepatan mereka. Dalam waktu singkat, Ratu Pemikat sudah berdiri menghadang langkah Aria Amante."Oh, bahaya! dia sudah sampai di depan sana!" gumam Aria Amante dalam ketegangannya. “Sebaiknya aku lari ke arah kiri saja!"Wusss...!Aria Amante berkelebat tanpa peduli lagi apakah Ratu Pemikat masih mengejarnya lagi atau sudah bosan. Yang jelas dia harus cepat selamatkan diri, karena kunci kamar itu ada di balik ikat sabuk pinggangnya.Baru saja beberapa jarak ia menempuh pelariannya yang berbelok arah itu, tiba-tiba di depannya sudah berdiri Eyang Sambar Nyawa yang segera berseru,“Aria, jangan takut.
“Begawan Cakra Buana” ulangnya kaget.Laki-laki muda itu hanya senyum sedikit dari balik caping bambunya. Senyum itu indah menurut mata Aria Amante yang belum rabun itu. Dan tiba-tiba dari arah depan laki-lak muda tampan itu muncul Ratu Pemikat. Ratu Pemikat tampak terkejut melihat sosok penolong Aria Amante.“Berdirilah di belakangku!" ucap sosok bercaping yang tak lain adalah Bintang mengulangi ucapannya kepada Aria Amante. Aria Amante tampak segera pergi berlindung dibelakangnya.“Siapa kau..?!" tanya Ratu Pemikat dengan senyum menggoda. Sudah menjadi watak Ratu Pemikat bila berhadapan dengan seorang laki-laki gagah dan tampan seperti itu.Belum lagi Bintang menjawab pertanyaan Ratu Pemikat. Tiba-tiba muncul Bandot Tua ke tempat itu. Bandot Tua segera pandangi sosok lelaki bercaping yang ada dihadapan Aria Amante.Seerrr...Satu sosok tua tampakkan diri, sosok yang tak lain adalah Eyang Sambar Nyawa.“
Eyang Sambar Nyawa makin tertawa geli melihat Bandot Tua bagai dipermainkan oleh dua perempuan. Tapi tawa tersebut cepat lenyap, karena mata Dewi Asmara Darah kini memandangnya dan dengan satu kali sentakan kepala mengibas, Eyang Sambar Nyawa terjungkal ke samping dan wajahnya masuk ke semak-semak.Brusss...!“Siapa yang mau tertawa lagi, hah?!" bentak Dewi Asmara Darah dengan lagak galaknya. Lalu, terdengar suara tawa yang walau tak keras namun terdengar jelas. Itulah tawa milik Bintang."Ha ha ha... Aku tertawa!"Dewi Asmara Darah cepat palingkan pandang dengan wajah tetap menampakkan kegeramannya. Tapi ia cepat berkata, “Kalau kau yang tertawa, terserah!""Hmm!” Ratu Pemikat mencibir, mencemooh sikap Dewi Asmara Darah.Bintang segera membuka caping bambunya sehingga terlihatlah raut wajah tampan itu, sementara itu terdengar Bandot Tua berseru,"Pendekar muda! Menyingkirlah kau dan jangan lindungi gadis bodoh itu!
“Lelaki tua itu juga berbahaya tuan, dia memiliki ilmu Angin Sambar Nyawa yang bisa membunuh dari kejauhan.” bisik Aria Amante lagi kepada Bintang. Kali ini Bintang hanya mengangguk.“Siapa namanya?”“Eyang Sambar Nyawa”Bintang kembali mengarahkan pandangannya kearah empat orang serakah yang ada dihadapannya, terdengar suara Bintang berkata.“Ketahuilah kalian, Pedang Merah tidak akan bisa dimiliki oleh siapa pun, selain pewarisnya!"“Siapa pewarisnya?!" tanya Bandot Tua.“Tentu saja gadis ini, murid tunggal Begawan Mega Merah!" ucap Bintang berpaling kearah Aria Amante seraya berbisik, “Aku akan memancing mereka, bersiaplah lari bersembunyi!”“Aku siap," balas Aria Amante.Bandot Tua membatin, "Mereka semua berilmu tinggi! Cukup sulit mengalahkan mereka! Sebaiknya kugunakan kidung pencabut nyawaku untuk membuat mereka pecah jant
“Aaaaow!” Dewi Asmara Darah terpekik kesakitan, satu kakinya terselip batang pohon dan menghimpitnya kuat-kuat. Sementara yang lainnya terjungkal di semak-semak atau ke mana saja. Masing- masing jarak jatuh mereka mencapai tujuh langkah dari tempat semula mereka berdiri. Sementara itu, dikedua telapak tangan Bintang masih tampak hembusan-hembusan angin yang berasal dari Ajian Badai Pusaran Angin yang baru saja Bintang Lepaskan.Bintang segera berbalik kebelakang, dan ;Wuusshhh....!!!Aria Amante bagaikan sedang bermimpi, ia tak sadar jika telah diangkat dan dibawa lari oleh Bintang menggunakan ajian gerak kilatnya yang luar biasa cepat itu. Dalam waktu singkat, mereka sudah berada didepan kuil. Bintang menurunkan Aria Amante dari atas pundaknya, Aria Amante terperangah memandang sekeliling dan berkata dengan suara gumam, “Sudah ada di sini lagi?"“Aku tidak tahu arah yang pasti kita tuju! Jika kau tahu, tunjukkan