Di tengah malam yang gelap gulita, Audrey duduk menghadap telepon umum. Digenggamnya beberapa koin uang yang tersisa. Sejak perceraian orang tuanya, masa kecil Audrey hanya penuh dengan pemandangan suram. Sang ayah terjatuh dalam jurang depresi. Setiap hari dia berangkat bekerja sebagai buruh pabrik dan meninggalkan Audrey sendirian di rumah. Upah buruh yang tidak seberapa selalu habis untuk biaya makan dan mabuk-mabukan Arman, tidak jarang Arman menjual barang-barang rumah demi bisa mabuk. Audrey pun harus bertahan di rumah yang berdinding tambalan kayu yang saat hujan akan bocor dan saat musim salju selalu ada banyak arang yang terbakar di setiap penjuru tempat karena tidak ada penghangat ruangan. Audrey sangat marah. Namun, dia tidak bisa membenci sikap ayahnya setelah mendengar cerita dari banyak orang bahwa Arman berubah menjadi pemabuk semenjak ditinggal oleh isterinya yang berselingkuh. Menyedihkannya sejak Audrey menginjak usia lima belas tahun, Arman mulai berhenti be
“Syaratnya akan dibicarakan besok, sekaligus membawa uang yang kau butuhkan. Dimana kau sekarang berada?” tanya Salma semakin memperbesar harapan Audrey.“Saya ada di rumah rumah sakit kota Lapolez.”“Tunggu saja besok, sampai jumpa.”Sambungan telepon terputus begitu saja tanpa ada pembicaraan apapun lagi padahal masih ada waktu yang tersisa satu menit untuk bisa Audrey gunakan berbicara dengan ibunya.Audrey sempat berpikir, ibunya akan berbicara sesuatu untuk menguatkannya dan saling menanyakan kabar lebih lanjut, tapi ternyata sikap Salma cukup dingin.Apa karena Audrey menelponnya ditengah malam dan mengganggu waktu tidurnya?Audrey keluar dari ruang telepon umum, kembali masuk ke rumah sakit dengan segenggam harapan bahwa besok dia menemukan jalan keluar dari segala masalah yang tengah dihadapinya.***Sebuah pertemuan yang dijanjikan akhirnya terjadi.Sepanjang malam Audrey menanti dengan cemas, berpikir bahwa ibunya akan datang ke kota Lapolez untuk menemuinya, Audrey ingin se
Di sisi lain, Arman terbaring di ranjang rumah sakit, masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tubuhnya kurus kering, wajahnya terlihat pucat memiliki banyak cekungan tajam karena kehilangan banyak berat badan. Audrey yang baru datang, langsung menggenggam tangan Arman dengan penuh kehati-hatian. Dia ingin menghabiskan sisa-sisa waktu yang dia miliki untuk menatap lekat wajahnya yang akan dirindukan. Rasanya masih seperti mimpi, menghadapi kenyataan jika Audrey harus pergi meninggalkan Arman tanpa bisa berpamitan dan menceritakan keadaannya. Audrey harus merahasiakan kepergiannya ke ibu kota. Merahasiakan pengorbanan yang harus dilakukan untuk kesembuhan Arman. Menyembunyikan segunung ketakutan yang harus disimpan dalam diam. Ayahnya hanya perlu tahu bahwa Audrey pergi jauh untuk bekerja. Audrey tertunduk mengecup punggung tangan Arman, menyembunyikan tangisan yang tidak dapat dibendung lagi. “Aku akan melakukan segalanya untuk Ayah, karena itu aku mohon, segeralah sembuh aga
Dante menuruni satu persatu anak tangga, menghampiri Salma yang telah berhasil mengantar kembali putrinya sesuai dengan apa yang dijanjikan. Dinginnya sikap Salma berubah dalam sekejap, wanita itu tersenyum ramah saat berdiri di hadapan Dante. “Aku telah menasihati Aurelie, aku yakin sekarang dia telah belajar dari kesalahannya dan tidak akan membuat masalah lagi. Tolong maklumi perilakunya karena dia masih muda dan kini sedang sakit,” ucap Salma. Alis Dante sedikit terangkat, melihat Audrey yang tengah tertunduk tidak memiliki keberanian untuk menunjukan wajahnya, biasanya gadis itu akan menyelak seperti anjing menggonggong dengan wajah terangkat angkuh, bertindak tidak tahu malu. Entah apa yang sudah dibuat Salma hingga dia bisa membuat putri kesayangannya menjadi sedikit lebih tenang? Apa karena ini ada hubungannya kondisinya yang lupa ingatan? Jika dilihat dengan teliti, kondisi fisik Aurelie juga jauh lebih kurus dari yang terakhir kali. Meski begitu, Dante tidak akan p
Tanpa tahu apa yang terjadi, Audrey kini tengah terperangah takjub kala memasuki kamar yang akan ditempati. Ruangan yang disebut kamar itu lebih luas dari gubuk tempatnya tinggal bersama Arman! Di dalam kamar itu, barang-barang milik Aurelie juga sudah tertata rapi, sehingga Audrey tidak perlu menggunakan pakaian dekilnya lagi. Dengan riang Audrey melompat naik ke ranjang yang luas, berguling-guling diatas atas lembutnya sprei. Sejenak menikmati sesuatu yang selama ini tidak pernah dia dapatkan dalam hidupnya. Andai saja Arman ada disini, dia pasti tidak akan lagi sakit sebadan-badan karena tidur diranjang sekeras batu. Tanpa sadar Audrey tertawa, berpikir bahwa kini dia sedang terjebak dalam negeri dongeng. Dibandingkan seperti sedang disandera, justru Audrey merasa seperti sedang menikmati liburan mewah di sebuah hotel. Brak! “Setelah kehilangan kebebasan dan ingatan, apa sekarang kau sudah mulai gila?” Suara dingin Dante berhasil menghentikan tawa Audrey, perlah
“Kau sudah mengantar Aurelie kembali?” tanya Daud, suami Salma.“Sudah. Aku juga sudah memperingatinya agar dia tidak membuat masalah lagi, karena aku tidak akan lagi ikut campur urusan Aurelie selama dia bersama Dante, kau tidak perlu khawatir,” jawab Salma dengan penuh keyakinan.“Aku masih mentoleransi kesalahan Aurelie karena dia masih muda, namun kali ini tidak ada kesempatan apapun lagi untuknya, aku sudah muak dengannya. Pastikan dia tidak membuat masalah lagi jika kau peduli pada pernikahan kita,” peringat Daud.“Aku berjanji, kali ini tidak akan lagi.”“Kupegang kata-katamu.”Salma tersenyum penuh keyakinan.Daud tidak tahu saja jika Salma telah mengatur sebuah rencana untuk memperbaiki kekacauan yang dibuat Aurelie, yaitu dengan menjadikan Audrey perisai yang menggantikan semua tanggung jawab Aurelie. Karena itulah Salma bisa percaya diri menjanjikan Aurelie tidak akan membuat ulah lagi.Ya, sejak menikah dengan Daud, Aurelie tumbuh dalam gelimang harta. Semua kebutuhannya
Dante Arnaud, dia adalah seorang pengusaha wine yang hanya diketahui nama dan wajahnya oleh segelintir orang. Dibalik ketenaran wine yang dia produksi, Dante menjalani kehidupannya secara tertutup dan jauh dari sorotan, beberapa kali winenya mendapatkan penghargaan di kancah internasioanl, selama itu juga Dante hanya mengirim perwakilannya untuk menunjukan diri. Saking tertutupnya, tidak ada banyak yang tahu tentang kehidupannya, bahkan beberapa orang yang sempat melayaninya sekalipun, hanya keluarganya yang tahu siapa itu Dante Arnaud. Dante hidup dikalangan keluarga yang berada, ayahnya adalah seorang pemilik hotel dan ibunya seorang professor di universitas bergengsi. Tidak sejalan dengan apa yang diajarkan orang tuanya, sejak masih muda Dante lebih gemar mempelajari minuman hingga memutuskan berhenti sekolah, memfokuskan diri untuk mengembangkan wine yang digemarinya. Setelah lebih dari sepuluh tahun melakukan banyak usaha, kini Dante telah menuai hasil dari kerja kerasn
Cahaya sinar matahari sudah mulai redup menandakan malam akan segera datang, kehangatan yang sempat menembus jendela berganti dingin. Audrey masih mengurung diri di dalam kamarnya, masih bergumul dengan sakit yang tidak dia ketahui bagaimana cara untuk mengatasinya. Sekasar apapun Audrey membersihkan tubuhnya hingga kulitnya berdarah perih, dia tetap merasakan kehinaan dan kekotoran yang begitu melekat. Sekeras apapun Audrey mencuci seprai untuk menghilangkan jejak nodanya, namun kenangan buruk itu tetap tertanam dikepala. Audrey meringkuk di sofa seperti sebuah janin yang rentan, setiap kali dia melihat kearah ranjang, seluruh kulitnya meremang dan dia menangis, terbayang kenangan menakukan yang telah terjadi. Audrey menarik napasnya dalam-dalam, merasakan perih ditenggorokannya yang mengering. Audrey haus dan lapar, namun dia segan untuk keluar apalagi harus bertemu dengan lelaki jahat, bernama Dante Arnaud. Audrey belum siap menerima ini semuanya, mentalnya sedang terkoyak,
“Kenapa? Ambilah,” tegur Sheryl karena Audrey tidak kunjung menerimanya.Audrey menggeleng malu, tidak berani mengambil barang orang lain sembarangan. Pernah sekali, saat Arman membersihkan atap rumah seseorang, seorang anak seusia Audrey memberikan sebuah boneka kepadanya karena Audrey menemaninya bermain.Namun saat Audrey dan Arman akan pulang, orang tua anak itu menuduh Audrey mencuri. Alhasil, untuk pertama kalinya Arman memukulinya dan berpikir bahwa Audrey memang telah mencuri.Setiap kali ada masalah, Arman tidak akan pernah ada dipihaknya, Audrey takut dia melakukan kesalahan yang sama dan akan mempermalukan Arman lagi.“Saya tidak punya uang Nyonya,” jawab Audrey dengan gelengan beratnya, meski hatinya begitu ingin namun tangannya tahu diri untuk tidak sembarangan menerima sesuatu yang tidak pantas untuk orang sepertinya.“Sebentar lagi natal, ini hadiah untuk ketekunanmu sekolah, tidak perlu membayar apapun. Ambilah, jangan takut,” jawab Sheryl meyakinkan.“Besok saya ula
FlashbackMusim dingin sedang belangsung. Biasanya, ketika badai salju turun, orang-orang akan beraktivitas lebih banyak didalam rumah. Pasar yang masih beroperasi menyediakan pelayanan pesan antar bahan makanan dan Arman menjadi salah satu orang yang bekerja mengantar bahan-bahan makanan itu ke rumah-rumah.Tidak ada waktu untuk Arman memikirkan hari libur, hari-harinya dia lalui dengan bekerja apapun, lalu minum-minum di bar sampai mabuk lalu pergi tidur.Saat Arman turun dari mobil menyelesaikan pekerjaannya, dilihatnya Audrey yang masih duduk disebuah dibangku, memeluk sekantung besar bahan-bahan makanan.Kilatan tidak bersahabat terlihat dimata Arman. Audrey sangat bebal, berkali-kali Arman selalu memintanya jangan datang ke pasar dan menunggu di rumah, seakan tidak peduli dengan perintah ayahnya, anak itu tetap datang dengan alasan takut didatangi oleh penagih hutang.Arman tidak suka, karena setiap kali Audrey mengekorinya didepan umum, orang-orang tidak pernah berhenti membica
“Kau benar, kau dan aku sama-sama bersalah. Karena itu, mari kita bercerai.”Mata Serena membulat sempurna, sebuah pernyataan cerai yang terucap dari mulut Dante bak petir yang menyambar disiang bolong, benar-benar membuat Serena sangat terkejut.Serena sama sekali tidak pernah menduga, dengan mudahnya Dante bisa menyatakan cerai hanya karena satu kesalahan yang telah diperbuat. Bukankah Dante mencintainya? Harusnya sebesar apapun masalah mereka, Dante masih bisa memaafkannya dan menerimanya kembali.Tapi mengapa, Dante langsung memutuskan untuk bercerai dibandingkan memberinya kesempatan kedua.Pupil mata Serena bergetar tidak kuasa menahan tangisan. Wanita masih tidak percaya, lelaki yang baru menikahinya tidak lebih dari dua tahun ini, kini dengan lantai meminta bercerai. “Cerai? Mudah sekali kau menyatakan cerai padaku Dante,” ucap Serena.Bahu Dante menegang kaku mendengar jawaban tidak terduga Serena yang begitu egois, tidak tahu diri, tidak tahu malu seakan kesalahan yang tela
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i