Arman menggenggam erat kertas itu dengan tangan gemetar, rangkaian tulisan yang dibuat oleh balpoin luntur terkena beberapa tetes air matanya. Arman tertunduk menangis pilu, menangisi kepergian Audrey harus menghabiskan masa remajanya dengan bekerja. Arman tidak menyangkal bahwa dia memang bukanlah ayah yang baik untuk Audrey. Setiap kali melihat wajah Audrey yang mirip ibunya, kebencian didalam hatinya pada Salma selalu terpupuk, Arman selalu kembali teringat pengkhianatan Salma dan membuatnya hidup dalam kubangan keterpurukan. Kebencian Arman pada Salma membuatnya mengabaikan Audrey dan tidak pernah memberikan masa kecil yang indah untuknya. Sering kali Arman meninggalkannya dirumah sendirian tanpa memikirkan keadaannya, sering kali Audrey kelaparan karena Arman lebih mementingkan diri membeli minuman, sering kali mereka bertengkar karena penagih hutang datang. Bahkan ketika Arman sudah diponis kanker dan tidak bekerja lagi, dengan keras kepala dan egoisnya dia masih sering me
Begitu keluar dari pintu kamar, Audrey langsung berhadapan seorang pria yang berdiri menunggu. Pria itu memiliki irish mata amber, sekilas terlihat cokelat karena diteduhi oleh bulu matanya yang lebat, pria itu memiliki pahatan wajah yang tegas dengan bibir merah alami. Siapa pria itu? Audrey tidak mengenalnya. Pria itu mendekat tanpa menunjukan ekspresi. “Saya Jach, orang yang akan mendampingi Anda selama dua puluh empat jam,” ucap Jach memperkenalkan diri terlebih dahulu. “Aku ada di rumah, tidak perlu pendampingan,” bisik Audrey tidak nyaman. “Ini adalah perintah,” jawab Jach dingin. Audrey membuang muka, tidak lagi berbicara. Kakinya yang sakit, berjalan gemetaran sambil menggigit bibir untuk menahan suara ringisan, mengambil langkah demi langkah jarak yang membawanya pergi menjauh dari kamar. Jach yang berjalan dibelakang Audrey, tidak bisa menghindar dari pemandangan aneh yang didepannya. Audrey yang berpura-pura menjadi Aurelie itu terlihat ringkih sakit, siapapun dapat
Tok tok tok “Masuk!” perintah Dante dengan tangan yang tidak berhenti menulis di kertas, sekilas pria itu melirik pintu untuk melihat kedatangan Jach yang masuk ke dalam ruangannya. “Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?” tanya Dante. “Saya ingin menanyakan sesuatu.""Tentang apa?""Tugas saya adalah mengawal Aurelie Harper untuk memastikan dia tidak kabur dan membuat masalah. Apakah saya juga bertanggung jawab dalam menjaga kesehatannya?” tanya Jach. Tangan Dante berhenti menulis, hatinya langsung terganggu oleh perasaan aneh begitu nama ‘Aurelie Harper’ disebutkan. Ini bukan sekadar perasaan tidak nyaman seperti biasanya, suatu kebencian yang murni dan selalu membuatnya sangat marah hingga jijik. Hari ini, ada perasaan asing yang muncul dan sulit untuk Dante definisikan. Tepatnya setelah Dante tahu bahwa Aurelie Harper seorang perawan. Dante sangat sulit menerima kenyataan itu. Masih sangat tidak masuk akal jika Aurelie Harper tidak pernah tidur dengan lelaki manapun
Arunika dari upuk timur terlihat cerah dan cantik keemasan, membawa kehangatan lembut yang menembus gorden tipis di jendela yang masih terbuka. Dikesunyian yang masih pagi, Audrey bergerak gelisah dalam tidurnya, wajahnya terlihat pucat pasi berselimut keringat dingin. Diantara suara napasnya yang tersendat-sendat tidak beraturan, terdengar samar-samar rintihan kesakitan dari bibirnya yang mengering. Audrey demam, seluruh otot tubuhnya berdenyut sakit, membuatnya tidak memiliki banyak kekuatan untuk bangun dari tempat tidur. Sepanjang malam, sendirian Audrey menangis sampai kelelahan. Emosinya yang tidak stabil dan keadaan mentalnya yang semakin terguncang telah menumbangkan sisa-sisa kekuatan yang dia miliki. Kini, Audrey tidak tahu kapan dia bisa bangkit dan turun dari sofa tempatnya tidur. Pendengarannya berdenging, dan pandangannya yang berkabut oleh halusinasi, terbayang-bayang kenangan buruk hari yang lalu. Hari dimana Salma meninggalkannya di rumah ini dan Dante menodain
Erangan kesakitan Audrey terdengar kala dia didudukan di lantai kamar mandi, bibirnya yang pucat bergelumutk hebat dan tenggorokannya mengering sangat perih meski sekadar untuk bernapas. Tanpa rasa iba sedikitpun, Irina menyalakan shower dan langsung membasahi tubuh Audrey dengan air dingin. Audrey mengejang kaku tidak dapat mengendalikan keadaan tubuhnya yang mendadak diguyur air dingin. “Nona bangun!” panggil Irina setengah berteriak. Audrey menangis dalam rintihan, tubuhnya semakin menggigil dibawah guyuran air dingin yang tidak berhenti Irina arahkan kepadanya. Sekuat tenaga Audrey berusaha membuka mata, samar-samar dia melihat Irina dan Megan dengan pandangan berkabut. “Sudah, cukup!” pinta Audrey memohon. “Saya tidak akan berhenti sampai Anda bangun!” tegur Irina dengan bentakan, namunnya tidak berhenti membasahi tubuh Audrey yang kian memerah karena suhu tubuh yang naik. Megan bertolak pinggang dengan senyuman puas, menyaksikan wajah tersiksa Aurelie Harper yang selama i
“Bagaimana keadaannya?” tanya Dante ketika dokter yang menangani Audrey mulai melepas selang infuse menandakan bahwa perawatannya telah selesai. “Sekarang demamnya telah turun dan suhu tubuhnya mulai stabil, beliau perlu beristirahat beberapa hari kedepan untuk pemulihan.” Sekilas Dante melirik Audrey yang masih terbaring tidak munjukan tanda-tanda bahwa dia akan segera bangun setelah dua jam lamanya terbaring. “Tidak ada masalah lain lagi kan?” tanya Dante lagi. “Tolong perhatikan makanannya, beliau kekuranan gizi dan mengalami setres, jangan lupa minum obatnya juga agar tidak demam lagi. Saya permisi.” Samar Dante mengangguk mempersilahkan dokter pergi diantar oleh Jach. Dante cukup terkejut mengetahui Aurelie Harper bisa jatuh tumbang karena demam dan setres. Satu minggu yang lalu sebelum Aurelie berhasil kabur, Dante sempat memergokinya tengah meminum banyak obat. Sempat Dante menduga bahwa itu obat pencegah kehamilan, namun ternyata obat penenang. Apa mungkin, sa
Dokter yang telah menangani Audrey akhirnya pergi dan pintu gerbang kediaman Dante kembali tertutup rapat. Selagi masih diluar, Jach mengambil kesempatan untuk menghubungi seseorang. “Anjing yang titipkan, aku sudah memeriksanya,” ucap Jach begitu sambungan telepon tersambung pada seseorang. Sempat ada jeda panjang yang terjadi sampai akhirnya orang yang telah Jach telepon menjawab, “Bagaimana keadaannya?” “Anak anjing yang dititipkan tengah sakit, butuh satu atau dua hari untuk bisa kembali pulih setelah perawatan,” jawab Jach pada seseorang yang berada dibalik telepon dengan nada akrab tidak mempedulikan Dorothy yang sempat lewat didepannya. “Singkirkan obat penenangnya jika kau menemukannya.” “Aku mengerti,” jawab Jach lagi dengan cepat. “Jaga dia, aku mengandalkan bantuanmu.” “Aku mengerti,” jawab Jach sebelum memutuskan sambungan teleponnya, menyudahi percakapan singkatnya dengan seseorang yang perlu dia beritahu tentang keadaan Aurelie Harper dan menyamarkannya sebagai s
“Ayah mau kemana?” bisik Audrey berlari lebih cepat mengikuti kepergian Arman menuju tempat yang gelap dan sepi. Samar-samar suara bentakan terdengar, menuntun Audrey untuk mendekati suara itu. Langkah Audrey terhenti di belokan jalan, degup jantungnya berdebar kencang. Dengan pupil mata bergetar, Audrey membekap mulutnya untuk menahan teriakan histeris, menyaksikan Arman tengah dipukuli oleh dua orang lelaki besar, setiap pukulan terdengar begitu keras dan menohok sampai membuat Arman meraung kesakitan tergonjang-ganjing tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Audrey tidak dapat melakukan apapun selain diam mematung, bersembunyi di kegelapan, menyaksikan penyiksaan demi penyiksan yang diterima ayahnya hingga yang kurus itu tersungkur ke aspal dalam keadaan babak belur. Seseorang memeriksa pakaian Arman dengan paksa, mengambil semua uang hasil dari pekerjaan tambahan yang Arman lakukan selama dua minggu terakhir. “Jangan! Jangan mengambilnya!” teriak Arman dengan gusi yang penuh d
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i
Kesibukan memadati ibukota, orang-orang berjalan kaki dengan cepat melintasi jalanan selagi lampu lalu lintas belum berganti. Diantara banyaknya orang yang sedang beraktivitas, terlihat Jach melewati lalu lalang keramaian, meninggalkan mobilnya yang terparkir di depan sebuah pertokoan.Jach pergi menghampiri Frederick yang tengah berdiri di dekat lampu jalanan, tidak jauh dari gedung kejaksaan tempatnya bekerja.Begitu dekat dalam jangkauan, Frederick langsung berjalan disamping Jach tanpa saling melihat. “Dokument yang kau berikan sudah naik, setelah terbukti melalui penyelidikan, kemungkinan nanti malam atau besok Daud akan segera ditangkap.”“Aku senang mendengarnya.” Jach menjawab tanpa ekspresi “Kau bisa menjamin jika semuanya akan berjalan bersih?”“Tentu saja. Kejahatan besar orang-orang kelas atas pasti akan berusaha ditutupi oleh pihak keluaga dan pihak berkepentingan lainnya demi mempertahankan citra dan kelangsungan bisnis mereka,” jawab Frederick dengan serius.“Kerja bagu
“Victor, hari ini Aurelie akan pergi ke kota Lapolez. Akan ada dokter yang datang memeriksa kesehatan dan kelayakannya melakukan penerbangan, selain itu akan ada seseorang yang datang untuk mengirimkan identitasnya Aurelie. Kabari aku setelah mereka datang, aku akan menyiapkan tiket dan hotel untuk kalian semua.”Victor yang telah mendengarkan baik-baik langsung mengangguk memahami tugas barunya. “Bagaimana dengan Anda Pak?”“Aku akan datang menyusul dari kota lain,” jawab Dante menggantung, tidak berapa lama dia kembali berbicara, “pastikan Aurelie dalam keadaan sehat, jangan lupa langsung memberiku kabar.”“Dimengerti Pak,” jawab Victor dengan satu anggukan.Dante menghela napasnya dengan berat, perlahan dia memutar tubuhnya dan melihat keberadaan Audrey yang kini tengah melihatnya dibalik jendela dengan wajah merah penuh kekhawatiran.Dante sedang terjebak dalam situasi yang cukup membimbangkan, sejujurnya dia masih khawatir dengan kesehatan Audrey yang sakit-sakitan dan bayinya ya
-Audrey kau kemana saja? Angkatlah teleponnya, ini sangat penting dan darurat- -Audrey teleponlah saat kau membaca pesan ini. Ayahmu sangat membutuhkabmu-Sebuah pesan singkat yang dikirim dua hari lalu muncul saat Audrey kembali menghidupkan handponenya.Audrey yang sempat khawatir dengan keadaan Arman selama beberapa hari terakkhir ini kian dibuat kalut.Beberapa kali Audrey mengatur napasnya mengumpulkan keberanian untuk segera melakukan panggilan pada Arman.Disetiap deringan yang tersambung, jantungnya berdebar kencang terjebak dalam kecemasan yang meningkat, bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi pada Arman.“Ayah,” panggil Audrey begitu teleponnya terangkat.“Audrey ini paman Dom, bukan ayahmu,” jawab Dom.“kau kemana saja? Ayahmu kritis sejak beberapa hari lalu!” tegur Dom begitu emosional akhirnya bisa menyampaikan kabar Arman kepada putri yang selama ini telah lama dinantikan kepulangannya.Hati Audrey mencelos, kakinya mendadak lemas perlahan mundur dan bersandar