Erangan kesakitan Audrey terdengar kala dia didudukan di lantai kamar mandi, bibirnya yang pucat bergelumutk hebat dan tenggorokannya mengering sangat perih meski sekadar untuk bernapas. Tanpa rasa iba sedikitpun, Irina menyalakan shower dan langsung membasahi tubuh Audrey dengan air dingin. Audrey mengejang kaku tidak dapat mengendalikan keadaan tubuhnya yang mendadak diguyur air dingin. “Nona bangun!” panggil Irina setengah berteriak. Audrey menangis dalam rintihan, tubuhnya semakin menggigil dibawah guyuran air dingin yang tidak berhenti Irina arahkan kepadanya. Sekuat tenaga Audrey berusaha membuka mata, samar-samar dia melihat Irina dan Megan dengan pandangan berkabut. “Sudah, cukup!” pinta Audrey memohon. “Saya tidak akan berhenti sampai Anda bangun!” tegur Irina dengan bentakan, namunnya tidak berhenti membasahi tubuh Audrey yang kian memerah karena suhu tubuh yang naik. Megan bertolak pinggang dengan senyuman puas, menyaksikan wajah tersiksa Aurelie Harper yang selama i
“Bagaimana keadaannya?” tanya Dante ketika dokter yang menangani Audrey mulai melepas selang infuse menandakan bahwa perawatannya telah selesai. “Sekarang demamnya telah turun dan suhu tubuhnya mulai stabil, beliau perlu beristirahat beberapa hari kedepan untuk pemulihan.” Sekilas Dante melirik Audrey yang masih terbaring tidak munjukan tanda-tanda bahwa dia akan segera bangun setelah dua jam lamanya terbaring. “Tidak ada masalah lain lagi kan?” tanya Dante lagi. “Tolong perhatikan makanannya, beliau kekuranan gizi dan mengalami setres, jangan lupa minum obatnya juga agar tidak demam lagi. Saya permisi.” Samar Dante mengangguk mempersilahkan dokter pergi diantar oleh Jach. Dante cukup terkejut mengetahui Aurelie Harper bisa jatuh tumbang karena demam dan setres. Satu minggu yang lalu sebelum Aurelie berhasil kabur, Dante sempat memergokinya tengah meminum banyak obat. Sempat Dante menduga bahwa itu obat pencegah kehamilan, namun ternyata obat penenang. Apa mungkin, sa
Dokter yang telah menangani Audrey akhirnya pergi dan pintu gerbang kediaman Dante kembali tertutup rapat. Selagi masih diluar, Jach mengambil kesempatan untuk menghubungi seseorang. “Anjing yang titipkan, aku sudah memeriksanya,” ucap Jach begitu sambungan telepon tersambung pada seseorang. Sempat ada jeda panjang yang terjadi sampai akhirnya orang yang telah Jach telepon menjawab, “Bagaimana keadaannya?” “Anak anjing yang dititipkan tengah sakit, butuh satu atau dua hari untuk bisa kembali pulih setelah perawatan,” jawab Jach pada seseorang yang berada dibalik telepon dengan nada akrab tidak mempedulikan Dorothy yang sempat lewat didepannya. “Singkirkan obat penenangnya jika kau menemukannya.” “Aku mengerti,” jawab Jach lagi dengan cepat. “Jaga dia, aku mengandalkan bantuanmu.” “Aku mengerti,” jawab Jach sebelum memutuskan sambungan teleponnya, menyudahi percakapan singkatnya dengan seseorang yang perlu dia beritahu tentang keadaan Aurelie Harper dan menyamarkannya sebagai s
“Ayah mau kemana?” bisik Audrey berlari lebih cepat mengikuti kepergian Arman menuju tempat yang gelap dan sepi. Samar-samar suara bentakan terdengar, menuntun Audrey untuk mendekati suara itu. Langkah Audrey terhenti di belokan jalan, degup jantungnya berdebar kencang. Dengan pupil mata bergetar, Audrey membekap mulutnya untuk menahan teriakan histeris, menyaksikan Arman tengah dipukuli oleh dua orang lelaki besar, setiap pukulan terdengar begitu keras dan menohok sampai membuat Arman meraung kesakitan tergonjang-ganjing tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Audrey tidak dapat melakukan apapun selain diam mematung, bersembunyi di kegelapan, menyaksikan penyiksaan demi penyiksan yang diterima ayahnya hingga yang kurus itu tersungkur ke aspal dalam keadaan babak belur. Seseorang memeriksa pakaian Arman dengan paksa, mengambil semua uang hasil dari pekerjaan tambahan yang Arman lakukan selama dua minggu terakhir. “Jangan! Jangan mengambilnya!” teriak Arman dengan gusi yang penuh d
Audrey mengikuti jejak kaki Arman dengan menjaga jarak agar tidak terkena marahnya. Sesekali Audrey bersembunyi setiap kali langkah Arman terhenti. Beberapa kali Arman batuk sambil menyeka mulutnya yang berdarah, tidak jarang dia duduk sejenak karena kondisi tubuhnya yang sakit. Sesampai di depan rumah, Arman membasuh wajahnya yang terluka dan berkumur sebelum akhirnya masuk dan langsung membaringkan dirinya di atas kursi rotan, matanya terpejam berpura-pura tidur. Tidak mempedulikan kehadiran Audrey sudah Arman ketahui bahwa sejak tadi mengikutinya, dan kini Audrey tengah membantu melepaskan sepatunya yang kotor. Audrey datang membawa pakaian bersih dan meletakannya di atas meja. Samar terdengar suara langkah Audrey yang pergi menjauh. Dalam tidurnya, Arman mengusap air mata yang lolos terjatuh. Hati Arman memaki, dia marah pada keadaan yang terus menerus menjeratnya dalam kesulitan. Arman marah, setiap kali dia mengalami kesulitan, semuanya selalu terjadi karena Salma
“Pak, Anda baik-baik saja?” tanya Roven menyadari prilaku tidak biasa tuannya yang sejak tadi diam mematung, sibuk dengan pikirannya sendiri dan sesekali menghela napas seperti telah menyesali suatu perbuatan. Roven tahu, tiga minggu terakhir ini Dante Arnaud sedang diguncang masalah hebat dalam hidupnya dan itu semua dikarena oleh satu orang, Aurelie Harper. Tidak hanya membuat Dante menerima banyak kerugian karena bisnis yang harus ditunda. Aurelie juga telah memecah belah hubungan Dante dan adik kandungnya sendiri, Raiden. Kelakuan Aurelie telah menyakiti keluarga besar Arnaud. Aurelie Harper adalah gadis yang kejam. Apa yang terjadi pada Aurelie saat ini adalah buah dari perbuatannya sendiri! Dante menyurai rambutnya, matanya terpejam erat berusaha melupakan bayang-bayang dan sensasi tercela yang muncul di kepalanya dari sosok perempuan yang paling dia benci didunia ini, Aurelie Harper. Dante menyadari ada sesuatu yang telah melenceng dari apa yang dia rencanakan. Ha
Audrey bergeser mendekati meja makan itu, sementara Jach mundur menjaga jarak, tidak meninggalkan kamar untuk memastikan jika gadis yang dikiranya Aurelie Harper itu telah makan dengan baik. Diambilnya alat makan itu dengan tangan gemetar, sambil menekan perutnya yang sakit, Audrey mulai mengambil sesendok kaldu sup, merasakan rasa yang menyengat seperti semalam. Asin yang disengaja dan membuat perih bibirnya. Audrey mengambil sesendok bubur kentang, menelannya dengan kesulitan, melewati tenggorokannya yang kering. Suap demi suap makanan itu berusaha Audrey masukan ke dalam mulutnya dengan hati yang membatin, untuk pertama kalinya dalam hidup, dia tidak bersyukur dengan makanan yang didapatnya. Audrey tertunduk menyembunyikan air matanya yang mulai berjatuhan, menyadari bahwa ternyata didunia ini tidak ada yang setulus ayahnya. Tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumah gubuknya, dan ternyata hanya Arman tempat teraman dalam hidupnya. Ternyata, Audrey tidak salah mengambil ke
“Apa kalian tidak merasakan ada sesuatu yang Aneh sejak kemarin sore? Aku sama sekali tidak mendengar teriakan histeris nona Aurelie, tidak ada barang-barang pecah yang perlu dibereskan!” ucap Dorothy menyeruakan kebingungannya atas prilaku tidak biasa Aurelie Harper. “Mungkin saja, dia sedang berakting demi fasilitias mewahnya dikembalikan,” sahut Megan. Para pelayan akhirnya bergosip, mempertanyakan perubahan mendadak sifat Aurelie Harper yang tidak biasa. Menggosipkan tentang masa dengan hubungan pertunangan Aurelie dan Raiden yang kini telah dijegal oleh Dante Arnaud. Jach yang berada di satu ruangan sama tengah mengambil air minum, tidak menunjukan ketertarikan untuk terlibat percakapan, meski begitu telinganya yang tajam tidak berhenti mendengarkan hal-hal buruk tentang Aurelie Harper yang tidak berhenti dibicarakan. Saat pertama kali bertemu Aurelie Harper, jujur saja Jach sempat tertegun karena kecantikannya, tenggelam di sepasang matanya yang polos seperti anak kecil yang
“Kenapa? Ambilah,” tegur Sheryl karena Audrey tidak kunjung menerimanya.Audrey menggeleng malu, tidak berani mengambil barang orang lain sembarangan. Pernah sekali, saat Arman membersihkan atap rumah seseorang, seorang anak seusia Audrey memberikan sebuah boneka kepadanya karena Audrey menemaninya bermain.Namun saat Audrey dan Arman akan pulang, orang tua anak itu menuduh Audrey mencuri. Alhasil, untuk pertama kalinya Arman memukulinya dan berpikir bahwa Audrey memang telah mencuri.Setiap kali ada masalah, Arman tidak akan pernah ada dipihaknya, Audrey takut dia melakukan kesalahan yang sama dan akan mempermalukan Arman lagi.“Saya tidak punya uang Nyonya,” jawab Audrey dengan gelengan beratnya, meski hatinya begitu ingin namun tangannya tahu diri untuk tidak sembarangan menerima sesuatu yang tidak pantas untuk orang sepertinya.“Sebentar lagi natal, ini hadiah untuk ketekunanmu sekolah, tidak perlu membayar apapun. Ambilah, jangan takut,” jawab Sheryl meyakinkan.“Besok saya ula
FlashbackMusim dingin sedang belangsung. Biasanya, ketika badai salju turun, orang-orang akan beraktivitas lebih banyak didalam rumah. Pasar yang masih beroperasi menyediakan pelayanan pesan antar bahan makanan dan Arman menjadi salah satu orang yang bekerja mengantar bahan-bahan makanan itu ke rumah-rumah.Tidak ada waktu untuk Arman memikirkan hari libur, hari-harinya dia lalui dengan bekerja apapun, lalu minum-minum di bar sampai mabuk lalu pergi tidur.Saat Arman turun dari mobil menyelesaikan pekerjaannya, dilihatnya Audrey yang masih duduk disebuah dibangku, memeluk sekantung besar bahan-bahan makanan.Kilatan tidak bersahabat terlihat dimata Arman. Audrey sangat bebal, berkali-kali Arman selalu memintanya jangan datang ke pasar dan menunggu di rumah, seakan tidak peduli dengan perintah ayahnya, anak itu tetap datang dengan alasan takut didatangi oleh penagih hutang.Arman tidak suka, karena setiap kali Audrey mengekorinya didepan umum, orang-orang tidak pernah berhenti membica
“Kau benar, kau dan aku sama-sama bersalah. Karena itu, mari kita bercerai.”Mata Serena membulat sempurna, sebuah pernyataan cerai yang terucap dari mulut Dante bak petir yang menyambar disiang bolong, benar-benar membuat Serena sangat terkejut.Serena sama sekali tidak pernah menduga, dengan mudahnya Dante bisa menyatakan cerai hanya karena satu kesalahan yang telah diperbuat. Bukankah Dante mencintainya? Harusnya sebesar apapun masalah mereka, Dante masih bisa memaafkannya dan menerimanya kembali.Tapi mengapa, Dante langsung memutuskan untuk bercerai dibandingkan memberinya kesempatan kedua.Pupil mata Serena bergetar tidak kuasa menahan tangisan. Wanita masih tidak percaya, lelaki yang baru menikahinya tidak lebih dari dua tahun ini, kini dengan lantai meminta bercerai. “Cerai? Mudah sekali kau menyatakan cerai padaku Dante,” ucap Serena.Bahu Dante menegang kaku mendengar jawaban tidak terduga Serena yang begitu egois, tidak tahu diri, tidak tahu malu seakan kesalahan yang tela
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i