“Jangan menyentuhnya, aku tidak mengizinkan perempuan kotor sepertimu menodai tempat kerjaku,” perintah Dante. Audrey tersenyum menelan perih menusuk dada, tangannya yang kebas kembali terkepal dan dia sembunyikan dibalik punggung. “Aku ingin berbicara.” “Katakan,” perintah Dante tidak mau membuang waktu. “Apa bisa, seminggu sekali, kau memberiku waktu tiga jam kebebasan disetiap hari senin,” pinta Audrey memberanikan diri. “Apa katamu?” Dante mendengus dengan senyuman sinisnya. “Aku tahu, kau itu perempuan yang tidak tahu malu, tapi setidaknya gunakan juga otakmu untuk sedikit berpikir. Terkurung disini adalah bagian dari kemurahan hatiku, harusnya sekarang kau sudah mati membusuk di penjara. Dengan tidak tahu dirinya sekarang kau meminta sedikit kebebasan.” Tangan Audrey terkepal kian kuat dibelakang punggungnya, gadis itu berusaha untuk tetap berdiri tegak tidak menurunkan wajahnya untuk tetap membalas tatapan tajam Dante. Tidak peduli meski dimaki dan di cap tidak tahu malu,
Deg! Jantung Audrey berhenti untuk sesaat, tubuhnya menegang kaku membekukan seluruh tubuhnya. ‘Apa Dante telah menyadari penyamarannya?’ Audrey menarik napasnya dengan kesulitan, tidak dapat menghindar dari kepanikan yang meningkat, takut akan kembali terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya jika Dante benar-benar mengetahui penyamarannya yang telah berpura-pura menjadi Aurelie Harper. Apa yang harus Audrey lakukan sekarang? Apa yang harus dia ucapkan untuk mengelak? Seiring dengan langkah Dante yang mendekat, kaki Audrey bergerak mundur dengan gemetar berusaha menjangkau pintu. Audrey harus segera meninggalkan ruangan itu sebelum terjadi sesuatu! “Aurelie Harper tidak mungkin kehilangan jati dirinya sekalipun dia hilang ingatan,” ucap Dante kian mendekat, memperhatikan ketakutan Audrey yang tidak berkutik dihadapannya. “Aurelie Harper tidak mungkin kehilangan nyalinya hanya dengan sebuah pertanyaan sederhana,” ucap Dante lagi semakin yakin bahwa memang ada sesuatu yang terjadi.
Dante mengusap keningnya yang berdenyut, pria itu tidak bisa berhenti memikirkan apa yang telah terjadi di ruangan kerjanya beberapa saat lalu. Bukan karena Aurelie Harper yang telah bersujud di kakinya, namun karena satu sentuhan kecil tangan Aurelie yang terus telah membangkitkan desiran aneh di nadi Dante, sampai membuat Dante tidak dapat menyingkirkan sensasi jejak sentuhannya. “Ada apa denganku?” bisik Dante menggeram frustasi. Lagi dan lagi, akal sehat Dante telah dikacaukan oleh orang yang sama, yaitu Aurelie Harper. Sejak Aurelie Harper kembali ditemukan dan dibawa Salma, dia telah berubah 180°. Perubahan sifat Aurelie yang tidak biasa ini membuat Dante semakin tidak nyaman. Tidak masuk akal dan begitu mustahil, perempuan gila seperti Aurelie Harper bisa berubah hanya dalam waktu singkat dengan alasan hilang ingatan. Mengubah karakter asli manusia itu seperti mendapatkan wahyu Tuhan, harus melalui proses panjang dan melibatkan banyak orang disekitarnya. Lebih gilanya la
Setengah jam telah berlalu, dengan setia Jach tetap berdiri menunggu Audrey di belakang pohon. Sore ini begitu indah terbalut kehangatan musim semi dan hamparan penuh warna dari bunga-bunga yang mekar. Kicauan burung yang harusnya terdengar, kini telah digantikan suara tangis Audrey. Jach telah menulikan pendengarannya dan membutakan pandangannya sepanjang berdiri menunggu. Jach tidak ingin terlibat apapun dari sesuatu yang bukan bagian dari pekerjaannya. Namun, pendirian Jach hancurkan dengan hanya dalam satu detik, tepat ketika Jach memberanikan diri untuk melihat kebelakang dan melihat keberadaan Audrey. Melihat ketidak berdayaan Audrey yang menangis sendirian di ayunan, ada rasa sakit dan kesepian yang bercerita kepada Jach tanpa kata. Jach tidak dapat menahan kakinya untuk mendekat, terlibat dalam bingkai urusannya dan memberikan sebuah sapu tangan untuk menghapus air matanya yang telah membasahi pipi. Perlahan, wajah Audrey terangkat. Sepasang mata zambrud itu terlihat b
Di tengah malam yang sunyi, Audrey sibuk dengan kesediriannya di ruang pakaian Aurelie Harper. Gadis itu tengah menggeledah setiap tas, dompet dan setiap sudut-sudut tempat untuk mencari uang yang sangat dia butuhkan untuk nanti dia gunakan di satu jam kebebasannya. Meski Jach bersedia memberinya pinjaman, Audrey butuh membeli sesuatu yang lain. Saat pergi meninggalkan kota Lapolez, Audrey tidak diizinkan membawa uang sepeserpun, dan ketika dia sampai ke apartement, ada seseorang yang langsung meminta kartu identitas dan menggeledah tasnya untuk memastikan bahwa Audrey tidak membawa identitas lain dan uang dalam bentuk apapun. Karena itu, kini Audrey tidak memiliki apapun untuk digunakan. Meski demikian, Audrey harus berpikir keras mencari celah agar bisa bangkit meski keadaan menekannya untuk tidak bisa melakukan apapun. Audrey sudah bertekad bahwa dia tidak ingin pulang hanya membawa badan dan kehormatan yang telah rusak. Dia harus pulang dengan perubahan yang lebih baik, apap
Arman duduk dikursi roda, menikmati udara pagi untuk pertama kalinya setelah di rawat di rumah sakit. Keadaannya berangsur membaik dan dalam waktu dekat dia akan segera melakukan kemoterapi. Perasaan Arman campur aduk menjelang kemoterapi. Usianya sudah tidak muda lagi dan kanker semakin ganas menggerogoti tubuhnya, sehingga kemungkinan keberhasilan bersih dari kanker tidaklah begitu besar. Sudah Arman dengar seperti apa efek kemoterapi, tidak hanya akan menyebabkan beberapa kesakitan, dia juga membutuhkan pendampingan karena kini dia tinggal sendirian di gubuknya. Enam hari sudah Arman ditinggal Audrey.. Kepergian Audrey menyadarkan Arman bahwa dia begitu kesepian tanpa putrinya, dia merindukan Audrey, dan dia sangat mengkhawatirkan putrinya. Arman menyesal telah menyia-nyiakan waktu berharganya saat bersama Audrey. Arman menyesal, tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa dia menyayangi Audrey dan Arman menyesal, tidak sempat meminta maaf kepada Audrey atas kegagalannya yang ti
Sepanjang perjalanan pulang, Arman terus memikirkan perkataan penjaga gerbang juga Dom yang menyarankannya untuk mengirim Audrey di kirim ke panti asuhan. Begitupun dengan Audrey, sepanjang jalan anak itu hanya bisa diam dan menepuk-nepuk punggung ayahnya yang kotor. Meski Audrey tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, Audrey tetap meraskan kesedihan Arman yang tersampaikan melalui batinnya. Sesampai di rumah, Arman mendudukan Audrey di kursi rotan, merongoh segenggam nasih kepal dan sepotong kue yang dia sisakan dari makanan kantin pabrik. Dengan senyuman penuh kebahagiaan Audrey menerimanya. “Terima kasih, Ayah,” ucap Audrey dengan penuh rasa syukur. Tidak mengeluh, Audrey memakan nasi kepal pemberian Arman yang sudah dingin sehingga disetiap gigitan nasi itu tercerai berai. Arman duduk di kursi tua meja makan. Sambil meneguk sebotol minuman pria itu memperhatikan Audrey, kembali merenungkan ucapan penjaga gerbang dan Dom. Setiap kali melihat wajah Audrey yang sangat mi
Audrey mematut dirinya di depan cermin, dengan bebas dia mengambil pakaian manapun yang ingin dikenakan yang kebetulan memiliki ukuran hampir sama dengan Aurelie. Tidak ada salahnya kan, jika Audrey menikmati kesempatan untuk berpenampilan cantik seperti gadis lainnya dan sejenak melupakan kenyataan bahwa keberadaannya di rumah ini hanya sebatas tawanan pengganti. Salma memintanya untuk berpura-pura menjadi Aurelie. Itu artinya, semua yang menjadi milik Aurelie adalah milik Audrey, dan selama Aurelie Harper yang asli belum kembali, itu artinya Audrey juga bebas menggunakan nama Aurelie melakukan apapun bukan? Sempat terlintas dalam benak Audrey, apakah dia akan memiliki kesempatan untuk bertemu dan bertatap langsung dengan Aurelie, kembarannya? Semua orang yang ada di rumah ini, dan terutama Dante Arnaud, mereka semua sampai bisa terkecoh dengan begitu mudah oleh rupa Audrey. Bukankah itu artinya Audrey dan Aurelie sangat identik? Audrey baru mengetahui jika dia memiliki kembara
“Kenapa? Ambilah,” tegur Sheryl karena Audrey tidak kunjung menerimanya.Audrey menggeleng malu, tidak berani mengambil barang orang lain sembarangan. Pernah sekali, saat Arman membersihkan atap rumah seseorang, seorang anak seusia Audrey memberikan sebuah boneka kepadanya karena Audrey menemaninya bermain.Namun saat Audrey dan Arman akan pulang, orang tua anak itu menuduh Audrey mencuri. Alhasil, untuk pertama kalinya Arman memukulinya dan berpikir bahwa Audrey memang telah mencuri.Setiap kali ada masalah, Arman tidak akan pernah ada dipihaknya, Audrey takut dia melakukan kesalahan yang sama dan akan mempermalukan Arman lagi.“Saya tidak punya uang Nyonya,” jawab Audrey dengan gelengan beratnya, meski hatinya begitu ingin namun tangannya tahu diri untuk tidak sembarangan menerima sesuatu yang tidak pantas untuk orang sepertinya.“Sebentar lagi natal, ini hadiah untuk ketekunanmu sekolah, tidak perlu membayar apapun. Ambilah, jangan takut,” jawab Sheryl meyakinkan.“Besok saya ula
FlashbackMusim dingin sedang belangsung. Biasanya, ketika badai salju turun, orang-orang akan beraktivitas lebih banyak didalam rumah. Pasar yang masih beroperasi menyediakan pelayanan pesan antar bahan makanan dan Arman menjadi salah satu orang yang bekerja mengantar bahan-bahan makanan itu ke rumah-rumah.Tidak ada waktu untuk Arman memikirkan hari libur, hari-harinya dia lalui dengan bekerja apapun, lalu minum-minum di bar sampai mabuk lalu pergi tidur.Saat Arman turun dari mobil menyelesaikan pekerjaannya, dilihatnya Audrey yang masih duduk disebuah dibangku, memeluk sekantung besar bahan-bahan makanan.Kilatan tidak bersahabat terlihat dimata Arman. Audrey sangat bebal, berkali-kali Arman selalu memintanya jangan datang ke pasar dan menunggu di rumah, seakan tidak peduli dengan perintah ayahnya, anak itu tetap datang dengan alasan takut didatangi oleh penagih hutang.Arman tidak suka, karena setiap kali Audrey mengekorinya didepan umum, orang-orang tidak pernah berhenti membica
“Kau benar, kau dan aku sama-sama bersalah. Karena itu, mari kita bercerai.”Mata Serena membulat sempurna, sebuah pernyataan cerai yang terucap dari mulut Dante bak petir yang menyambar disiang bolong, benar-benar membuat Serena sangat terkejut.Serena sama sekali tidak pernah menduga, dengan mudahnya Dante bisa menyatakan cerai hanya karena satu kesalahan yang telah diperbuat. Bukankah Dante mencintainya? Harusnya sebesar apapun masalah mereka, Dante masih bisa memaafkannya dan menerimanya kembali.Tapi mengapa, Dante langsung memutuskan untuk bercerai dibandingkan memberinya kesempatan kedua.Pupil mata Serena bergetar tidak kuasa menahan tangisan. Wanita masih tidak percaya, lelaki yang baru menikahinya tidak lebih dari dua tahun ini, kini dengan lantai meminta bercerai. “Cerai? Mudah sekali kau menyatakan cerai padaku Dante,” ucap Serena.Bahu Dante menegang kaku mendengar jawaban tidak terduga Serena yang begitu egois, tidak tahu diri, tidak tahu malu seakan kesalahan yang tela
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i