Sepanjang perjalanan pulang, Arman terus memikirkan perkataan penjaga gerbang juga Dom yang menyarankannya untuk mengirim Audrey di kirim ke panti asuhan. Begitupun dengan Audrey, sepanjang jalan anak itu hanya bisa diam dan menepuk-nepuk punggung ayahnya yang kotor. Meski Audrey tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, Audrey tetap meraskan kesedihan Arman yang tersampaikan melalui batinnya. Sesampai di rumah, Arman mendudukan Audrey di kursi rotan, merongoh segenggam nasih kepal dan sepotong kue yang dia sisakan dari makanan kantin pabrik. Dengan senyuman penuh kebahagiaan Audrey menerimanya. “Terima kasih, Ayah,” ucap Audrey dengan penuh rasa syukur. Tidak mengeluh, Audrey memakan nasi kepal pemberian Arman yang sudah dingin sehingga disetiap gigitan nasi itu tercerai berai. Arman duduk di kursi tua meja makan. Sambil meneguk sebotol minuman pria itu memperhatikan Audrey, kembali merenungkan ucapan penjaga gerbang dan Dom. Setiap kali melihat wajah Audrey yang sangat mi
Audrey mematut dirinya di depan cermin, dengan bebas dia mengambil pakaian manapun yang ingin dikenakan yang kebetulan memiliki ukuran hampir sama dengan Aurelie. Tidak ada salahnya kan, jika Audrey menikmati kesempatan untuk berpenampilan cantik seperti gadis lainnya dan sejenak melupakan kenyataan bahwa keberadaannya di rumah ini hanya sebatas tawanan pengganti. Salma memintanya untuk berpura-pura menjadi Aurelie. Itu artinya, semua yang menjadi milik Aurelie adalah milik Audrey, dan selama Aurelie Harper yang asli belum kembali, itu artinya Audrey juga bebas menggunakan nama Aurelie melakukan apapun bukan? Sempat terlintas dalam benak Audrey, apakah dia akan memiliki kesempatan untuk bertemu dan bertatap langsung dengan Aurelie, kembarannya? Semua orang yang ada di rumah ini, dan terutama Dante Arnaud, mereka semua sampai bisa terkecoh dengan begitu mudah oleh rupa Audrey. Bukankah itu artinya Audrey dan Aurelie sangat identik? Audrey baru mengetahui jika dia memiliki kembara
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Audrey selalu merasakan tatapan sinis dari para pelayan yang berdiri dikejauhan, menyaksikan dirinya seperti sebuah tontotan yang perlu dinilai. Tidak sampai ke ruangan makan, langkah Audrey perlahan terhenti begitu dia melihat sosok yang paling ingin dia hindari, kini tengah duduk di meja makan dan sarapan. Hanya butuh waktu seperkian detik untuk Dante menyadari kehadirannya yang baru datang, pria itu begitu tenang melihat Audrey. Berbanding balik dengan Audrey yang kini menggigil, ketakutan datang begitu cepat, merambat keseluruh nadinya. Mengingatkan kembali tangan kuat Dante yang telah mencekiknya sampai membuat Audrey kesakitan sepanjang malam karena lehernya membengkak. Setiap moment yang melibatkan Dante Arnaud, semuanya menorehkan luka bagi Audrey. Audrey tidak ingin berdekatan Dante Arnaud. Seorang pria kejam yang memandang wanita sebagai mesin pembuat anak, seorang pria pecundang berani bermain tangan pada perempuan. “Aku akan sarap
Dante meninggalkan alat makannya begitu mendengar Audrey meminta Jach dipanggilkan pelayan. “Untuk apa kau memanggil pelayanku? Kau tidak sudi memakan sarapan yang mereka buat?” tanya Dante dengan nada sinis seperti biasa. Wajah Audrey terangkat, memberanikan diri untuk menatap langsung mata Dante yang selalu penuh dengan kebencian terhadapnya. Audrey tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia komplain tentang makanan yang dibuat oleh pelayan, disisi lain Audrey sudah cukup muak diinjak-injak oleh semua orang. Tangan Audrey terkepal dibawah meja. “Wajar saja jika aku tidak sudi memakan makanan yang dibuat pelayanmu, mereka tidak pernah benar-benar memberiku makanan yang layak. Bahkan sekalipun aku hewan, seekor hewan juga memiliki lidah,” ucap Audrey dengan penuh tekanan, meluapkan kemarahan yang sudah lama dia tahan. Rahang Dante mengetat, terhinakan oleh jawaban Audrey karena Dante juga memakan mamakan yang sama dengan apa yang disajikan untuk gadis itu. “Apa kau lupa kau tah
Audrey berdiri di samping Irina dengan tangan bersedekap, memperhatikan ketakutan hebat pelayan tua itu yang tidak berhenti gemetar sesekali mengusapkan telapak tangannya yang berkeringat dingin pada pakaian. Irina masih berpikir bahwa gadis yang berdiri disampingnya adalah Aurelie Harper, seorang gadis gila yang tidak pernah ragu melakukan apapun yang dia mau.Sayangnya, Aurelie Harper yang Irina takuti adalah Audrey, seseorang yang tidak akan mampu melukai orang lain hanya untuk memuaskan amarah didalam hatinya.Audrey memanggil Irina hanya untuk memberinya sedikit pelajaran agar pelayan itu tidak mengulangi kesalahannya lagi.Audrey sadar bahwa di rumah ini dia tidak memiliki siapapun untuk dijadikan sandaran, dia harus kuat agar tidak lagi diremehkan dan diperlakukan semena-mena. “Kenapa kau selalu membuat masakan yang asin untukku?” tanya Audrey tidak berbasa-basi.“Maaf Nona, sepertinya saya lupa dengan takarannya,” jawab Irina dengan suara bergetar, nyaris tidak terdengar, sor
Ditemani assistant rumah tangga, Salma terlihat sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan anak tirinya.Jika dilihat dengan mata telanjang, Salma terlihat seperti seperti seorang ibu yang semestinya. Seorang wanita yang sempurna penuh perhatian dan kasih sayang, menghabiskan waktunya untuk memprioritaskan seluruh waktunya pada keluarganya.Semua rutinitas itu telah Salma lakukan selama belasan tahu. Mengabdikan diri pada Daud untuk menjadi isteri sepenuhnya tanpa berkontribusi dalam bisnis suaminya.Meski berstatus sebagai ibu rumah tangga, Salma memiliki pergaulan yang luas diantara wanita kelas atas lainnya. Salma tidak semerta-merta menghhabiskan waktunya hanya di rumah, dia menikmati waktunya untuk belanja, perawatan kecantikan, berkumpul dengan teman-temannya, hingga liburan.Daud tidak pernah protes dengan gaya hidup Salma, termasuk cara Salma dalam mendidik kedua putrinya yang selalu Salma bereskan dengan uang.Saat menikah dengan Daud, Salma membawa Aurelie yang b
Dari balik jendela, Audrey memperhatikan Roven yang memasukan sebuah koper dalam mobil, tidak berapa lama Dante yang berpenampilan rapi datang menyusul keluar. Sepertinya, Dante akan pergi dalam waktu yang lebih lama dari hari sebelumya.Tanpa sadar sudut bibir Audrey terangkat mengukir senyuman lebar. Berharap bahwa Dante memang pergi dalam waktu lama, jika perlu pergi selamanya.Jika memang, Dante hanya menginginkan seorang anak dari Aurelie Harper, harusnya Dante tidak perlu melakukan hubungan badan lagi dengan Audrey. Dante hanya perlu menunggu kabar Audrey melahirkan, lalu kembali menunjukan wajahnya setelah nanti Audrey melahirkan.Andai bisa begitu..Senyuman lebar Audrey seketika menghilang begitu Dante berbalik dan melihat kearahnya. Keduanya berdiri ditempat masing-masing, terpaut jarak yang jauh, namun ketegangan dan sorot kebencian selalu bisa Audrey rasakan dari lelaki itu.Sebuah kebencian yang masih tidak Audrey ketahui apa penyebabnya, bahkan alasan dikurung Aurelie
Jach melangkah pelan melewati satu persatu anak tangga, membiarkan lengannya dipeluk erat Audrey yang membutuhkan banyak kekuatan untuk bisa berjalan. Semua orang akhirnya bubar tanpa menghasilkan apapun selain ketegangan.Melalui sudut matanya, Jach memperhatikan Audrey yang terus tertunduk dengan bahu gemetar, suara napasnya yang kasar dengan tangisan yang ditahan terdengar menyiksa.Jach menyadari, Audrey yang dia kira Aurelie Harper itu tengah terguncang hebat. Tanpa dibuat-buat, gadis itu murni bereaksi seolah tidak percaya jika ternyata Dante Arnaud telah menikah dan memiliki seorang isteri bernama Serena.Ini aneh, bukankah seharusnya Aurelie Harper sudah tahu kebenaran ini?Tubuh Audrey terhuyung, pandangannya mengabur terhalang oleh air mata yang sudah tidak terbendung. Dengan sigap Jach menangkapnya agar tidak terjatuh. "Apa Anda perlu saya bopong?"Wajah Audrey perlahan terangkat. Segaris kesedihan terlukis di manic matanya berkilauan, dengan bibir gemetar dan napas terse
“Kenapa? Ambilah,” tegur Sheryl karena Audrey tidak kunjung menerimanya.Audrey menggeleng malu, tidak berani mengambil barang orang lain sembarangan. Pernah sekali, saat Arman membersihkan atap rumah seseorang, seorang anak seusia Audrey memberikan sebuah boneka kepadanya karena Audrey menemaninya bermain.Namun saat Audrey dan Arman akan pulang, orang tua anak itu menuduh Audrey mencuri. Alhasil, untuk pertama kalinya Arman memukulinya dan berpikir bahwa Audrey memang telah mencuri.Setiap kali ada masalah, Arman tidak akan pernah ada dipihaknya, Audrey takut dia melakukan kesalahan yang sama dan akan mempermalukan Arman lagi.“Saya tidak punya uang Nyonya,” jawab Audrey dengan gelengan beratnya, meski hatinya begitu ingin namun tangannya tahu diri untuk tidak sembarangan menerima sesuatu yang tidak pantas untuk orang sepertinya.“Sebentar lagi natal, ini hadiah untuk ketekunanmu sekolah, tidak perlu membayar apapun. Ambilah, jangan takut,” jawab Sheryl meyakinkan.“Besok saya ula
FlashbackMusim dingin sedang belangsung. Biasanya, ketika badai salju turun, orang-orang akan beraktivitas lebih banyak didalam rumah. Pasar yang masih beroperasi menyediakan pelayanan pesan antar bahan makanan dan Arman menjadi salah satu orang yang bekerja mengantar bahan-bahan makanan itu ke rumah-rumah.Tidak ada waktu untuk Arman memikirkan hari libur, hari-harinya dia lalui dengan bekerja apapun, lalu minum-minum di bar sampai mabuk lalu pergi tidur.Saat Arman turun dari mobil menyelesaikan pekerjaannya, dilihatnya Audrey yang masih duduk disebuah dibangku, memeluk sekantung besar bahan-bahan makanan.Kilatan tidak bersahabat terlihat dimata Arman. Audrey sangat bebal, berkali-kali Arman selalu memintanya jangan datang ke pasar dan menunggu di rumah, seakan tidak peduli dengan perintah ayahnya, anak itu tetap datang dengan alasan takut didatangi oleh penagih hutang.Arman tidak suka, karena setiap kali Audrey mengekorinya didepan umum, orang-orang tidak pernah berhenti membica
“Kau benar, kau dan aku sama-sama bersalah. Karena itu, mari kita bercerai.”Mata Serena membulat sempurna, sebuah pernyataan cerai yang terucap dari mulut Dante bak petir yang menyambar disiang bolong, benar-benar membuat Serena sangat terkejut.Serena sama sekali tidak pernah menduga, dengan mudahnya Dante bisa menyatakan cerai hanya karena satu kesalahan yang telah diperbuat. Bukankah Dante mencintainya? Harusnya sebesar apapun masalah mereka, Dante masih bisa memaafkannya dan menerimanya kembali.Tapi mengapa, Dante langsung memutuskan untuk bercerai dibandingkan memberinya kesempatan kedua.Pupil mata Serena bergetar tidak kuasa menahan tangisan. Wanita masih tidak percaya, lelaki yang baru menikahinya tidak lebih dari dua tahun ini, kini dengan lantai meminta bercerai. “Cerai? Mudah sekali kau menyatakan cerai padaku Dante,” ucap Serena.Bahu Dante menegang kaku mendengar jawaban tidak terduga Serena yang begitu egois, tidak tahu diri, tidak tahu malu seakan kesalahan yang tela
Sopir yang dipanggil segera keluar, Aurelie yang semula duduk perlahan beranjak dengan sorot mata waspada dan napas memburu menahan gejolak amarah. Aurelie tahu apa yang akan terjadi setelah ini, dan dia sangat membencinya karena tidak bisa berlari pergi.“Bawa Aurelie, dia sedang sakit,” perintah Salma begitu sopirnya sudah datang menghampiri.“Ayo, Nona,” ajak sopir itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.“Aku tidak mau,” geram Aurelie.“Anda harus pulang.” Sopir itu menarik tangan Aurelie dengan paksa dan tidak mempedulikan teriakannya yang menolak dibawa pergi.Karena takut menjadi perhatian pengendara lain, Salma akhirnya ikut menarik tangan Aurelie dan memaksanya pergi meninggalkan emperan halte.“Jika kau tidak menjadi anak yang penurut, kau akan dimasukan ke dalam bangsal rumah sakit jiwa lagi Aurelie,” peringat Salma mengancam.“Aku tidak mau!” teriak Aurelie mulai beringas, menggigit tangan Salma yang mencengkramnya.“Arrght!” ringis Salma menggunjing tangannya agar gi
Aurelie menjatuhkan tubuhnya di emperan halte bus, mendengar derasnya suara hujan yang membasahi bumi dan angin kencang yang membuat kulitnya meremang kedinginan. Hari ini Aurelie sudah tiga kali naik pesawat, tubuhnya yang mulai lelah berbanding balik dengan isi pikirannya yang masih bergejolak liar membutuhkan obat penenang.Suara helaan napas terdengar dari bibirnya, dengan mata terpejam dia kembali terbayang-bayang wajah Audrey yang baru pertama kali dilihat.Pertemuan singkat itu mengingatkan Aurelie kembali pada mimpinya masa kecilnya selama ini terus muncul disetiap tidurnya.Ada sebuah ketenangan aneh yang Aurelie rasakan saat menyentuh Audrey, begitu persis seperti obat yang meredakan dirinya dari gejolak kegilaan.Apakah mereka akan kembali bertemu? Apakah Aurelie juga akan bertemu dengan seseorang Audrey sebut 'ayah'.Aurelie membuka matanya lagi. “Aku punya ayah dan saudara,” ucapnya seperti sedang bertanya.Aurelie mulai menggigit kukunya dengan keras, tenggelam dalam ke
Malam begitu gelap dan pekat, hujan turun begitu deras, butirannya yang berjatuhan terlihat seperti ribuan cahaya kala tersorot lampu jalanan.Dante duduk sendirian didalam mobilnya sendirian, berkali-kali memukuli kemudi kesulitan untuk menggambarkan hatinya yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.Ingin Dante berteriak sekencang mungkin, ingin dia menangis, dan ingin tertawa menertawakan segala kebodohan yang telah dilakukannya selama ini.Sakit yang begitu keras dia terima membuatnya linglung kehilangan akal.Dante sudah tidak mengerti lagi, apa yang kini harus dia lakukan, apa yang dia mau dan kemana arah tujuannya setelah dunianya hancur luluh lantah oleh pengkhianatan.Gemuruh suara petir terdengar menyambar dikegelapan. Dante keluar dari mobilnya dan membiarkan seluruh tubuhnya terbasahi oleh air hujan. Dante berjalan sendirian tanpa arah, membawa semua kebenaran yang masih sulit untuk dia terima bahwa ini semua memang nyata adanya.Tidak ada tempat untuknya pulang, tidak
“Dante!” teriak Serena menangis histeris memanggil Dante yang lebih memilih pergi membawa Raiden dibandingkan disampingnya, menjaganya dari Aurelie yang masih berada disisi ranjang dengan gerak-gerik yang menakutkan.Serena menutup lehernya yang kini mulai mengelurkan darah hingga bercucuran menodai pakaian, wanita itu tersedu-sedu menangis kesakitan menatap tajam Aurelie yang sedang mencari-cari sebotol minuman didalam tasnya.“Ini caramu balas dendam padaku Aurelie! Apa sekarang kau puas?” tangis Serena meratap, masih bisa bersikap seperti seorang korban yang telah terdzolimi. Tangan Aurelie berhenti bergerak, gadis perlahan mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Serena.“Aku tidak akan pernah memaafkanmu Aurelie, jika Dante meninggalkanku gara-gara ulahmu! Akan aku buat kau membusuk dipenjara karena telah membunuh ibuku dan menyakitiku!”Pupil mata Aurelie melebar bersama senyuman cerahnya seakan menikmati ancaman Serena. Aurelie menjatuhkan tasnya segera di lantai, menyisakan
Telinga Dante berdenging, bersahutan dengan suara jantung yang bergemuruh kencang. Seluruh tubuhnya membeku kaku, yang tersisa hanya rasa sakit yang teramat kuat disetiap denyut nadinya mendengar sebuah pengakuan yang jauh lebih mengerikan dari apa yang selama ini Dante takutkan.Pengakuan yang begitu gila sampai membuatnya berpikir ini tidak mungkin!Serena isterinya, orang yang telah Dante bela mati-matian dengan berbagai cara ternyata adalah puncak penyebab semua masalah yang ada.Serena telah berkhianat dengan adik kandung Dante sendiri! Jadi, inilah alasan mengapa Raiden berusaha untuk membuat Aurelie tidak dipenjara? Dia takut Aurelie buka suara saat ingatannya kembali?Jadi, inilah alasan dulu Raiden sempat mereservasi restaurant untuk melamar Aurelie, namun semuanya gagal karena Serena tidak suka, lalu terjadilah pertengkaran antara Serena dan Aurelie.Jadi, inilah alasan Serena tidak pernah ngotot meminta Aurelie Harper dipenjarakan dan lebih memilih untuk memaafkannya seper
“Bagaimana keadaan isteri saya Dokter?” tanya Dante.“Beruntung bantuan datang dengan cepat dan segera menanganinya sehingga sampai merusak organ tubuhnya akibat overdosis. Meski begitu, saya sarankan Anda untuk lebih banyak memberi perhatian pada isteri Anda. Nyonya Serena memiliki riwayat korban kejahatan dan pernah keguguran hingga pengangkatan rahim, ini pasti situasi yang sangat berat untuknya, kemungkinan ada faktor psikologis yang membuat isteri Anda nekat meminum obat sebanyak itu,” jawab sang dokter dengan serangkaian penjelasannya.“Saya mengerti Dokter, terima kasih.”Dokter itu mengangguk dengan senyuman. “Kalau begitu saya permisi.”Pandangan Dante mengedar melihat penjuru arah. Sejak dia datang ke rumah sakit, Dante tidak melihat keberadaan keluarganya, terutama ibunya yang selama ini selalu begitu perhatian kepada Serena, kini hanya ada seorang pelayan yang duduk menunggu.Saat Serena masih koma, ibunya selalu datang setiap hari ke rumah sakit dan merawatnya, karena i