Dua tahun pernikahan Drisanna harus diakhiri ketika wanita itu dijebak agar mendonorkan kornea serta ginjalnya untuk sang suami yang sakit-sakitan. Tidak hanya itu, ternyata ibu mertuanya berniat menikahkan sang suami dengan adik Drisanna, seorang gadis yang memang mahir mengambil hati dan memanipulasi keluarganya. Sanna sama sekali tidak menduga bahwa seseorang kemudian akan memalsukan kematiannya di meja operasi untuk menyelamatkannya! Pria itu menawarkan kontrak kesepakatan agar Sanna menjadi istrinya sebagai bayaran karena ia telah menyelamatkan Sanna dan bahkan memberikan Sanna kehidupan baru, lepas dari suami dan keluarganya yang telah menyia-nyiakannya. Namun, apakah benar masa lalu itu tidak akan kembali pada Sanna selamanya?
View More“Mengapa kamu keluar dari sana?” Logan bertanya dengan heran. Pagi ini, jantungnya seakan berhenti berdetak saat ia berjalan menuju ruang makan dan menemukan Sanna melangkah keluar dari kamar mandi. Hanya mengenakan mantel mandi berwarna putih. Handuk putih terlilit di rambutnya dan kulitnya terlihat bersih. Tiap kamar di kediaman itu telah dilengkapi kamar mandi dan Sanna tak pernah berkeliaran di rumah ini hanya dengan mengenakan mantel mandi. “Air di kamar mandiku tidak mengalir,” ucap Sanna, “Aku sudah meminta bantuan Barney, tapi terpaksa menggunakan kamar mandi di sini,” tuturnya. Logan tak langsung menjawab. Manik mata hitamnya memandang Sanna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Meski telah menikah selama beberapa minggu, Logan belum pernah melihat Sanna berpakaian terbuka. Kini kulit leher dan dada gadis itu terekspos, membuat leher Logan bergerak naik turun dengan gugup. “K—kalau begitu, aku harus bersiap sekarang,” ucap Sanna, kemudian berjalan cepat menuju kamarnya.
“Apakah kamu mencoba menggodaku?” Logan memandang dengan sorot menuduh. Sanna semakin bingung dibuatnya. Ia baru saja tiba dan tahu-tahu diberondong oleh banyak pertanyaan yang tidak ia mengerti. “Aku sama sekali tidak memiliki niat untuk melakukannya,” ucap Sanna, jujur. Manik mata hitamnya berkilau cerah, seakan transparan hingga ia dapat langsung ketahuan kapan pun ia berbohong. “Benarkah?” Salah satu alis terangkat naik. “Lalu, mengapa kamu tiba-tiba melakukan ini?” sergah pria itu. Sanna berkedip canggung. “Aku sudah memikirkan perkataanmu dan sesuai saran yang kau berikan, aku mencoba berubah. Aku tidak ingin menggunakan uang itu karena seluruh fasilitas ini sudah cukup. Aku tidak ingin merepotkan lagi,” tutur Sanna. Ia bersikap jujur saat mengatakannya. Bahkan, alasan Sanna memilih untuk bekerja adalah agar ia bisa menopang kebutuhannya sendiri. “Karena itu ….” Sanna berkata lagi. “Aku tidak akan mengganggumu lagi. Kau bisa membawa gadis ke kantor atau pergi ke mana pun.
Sejak awal, Logan tak terlalu memperhatikan penampilan Sanna. Mereka hanya melakukan pernikahan kontrak yang akan berakhir dalam waktu satu tahun, untuk apa ia memedulikan gadis itu? Jika Logan benar-benar akan menikah, jelas ia akan memilih wanita yang sesuai dengan seleranya. Kini, ia benar-benar terkejut dan hampir tak percaya jika Sanna dapat terlihat begitu cantik. Bahkan, sepanjang hari, Sanna membuat pikiran Logan sulit untuk fokus. Tiap kali gadis itu mendekat untuk memberikan berkas padanya, Logan akan kembali terpikat dan mengikuti tiap pergerakan Sanna. Dalam hati bertanya-tanya apakah itu benar Sanna, gadis buluk seperti kucing liar yang ia temukan di bawah derai hujan di jalan yang kotor? “Bagaimana, Tuan? Apakah Anda setuju untuk menjadikan aktor itu sebagai brand ambassador kita?” tanya seorang pria yang menjadi ketua tim pengiklanan itu. Logan tak langsung menjawab. Sejak dua menit lalu, pria itu justru menatap ke arah Sanna dan mengabaikan presentasi yang d
Sanna sengaja berangkat pagi-pagi sekali. Sekarang baru pukul tujuh pagi dan sopirnya sudah menurunkan gadis itu di depan sebuah klinik kecantikan. Ia telah mencari sepanjang malam dan tempat ini satu-satunya klinik yang buka sejak pagi. Sepanjang malam, Sanna telah memikirkan perkataan Logan dan pria itu benar. Seharusnya Sanna memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan dirinya. Oleh sebab itu, Sanna memulai dengan penampilannya. Sanna menoleh ke kanan dan kiri, tampak canggung. Ini kali pertama ia datang ke salon kecantikan. Seperti gajah masuk kota, Sanna tak tahu ke mana ia harus pergi dan apa yang harus ia lakukan. … apakah ia langsung masuk saja? pikirnya. “Apa yang kau lakukan di sini, Nona?” Seorang pria tiba-tiba bertanya. Refleks, Sanna menoleh dengan waspada. Ia sedikit kaget menemukan pria berbadan tegap dan jangkung yang berdiri di sisinya. Garis wajahnya terlihat tegas, dengan hidung mancung dan alis tebal. Sekilas, Sanna teringat akan Logan yang memiliki
Logan langsung menarik Sanna dari tempat itu. Gadis itu tak mengatakan apa-apa hingga Logan mengarahkan gadis itu untuk langsung memasuki mobilnya. “Apa yang sebenarnya kamu lakukan?” sergah Logan. Raut wajahnya masih terlihat kesal. “Siapa yang mengizinkanmu menemui keluargaku begitu saja?” lanjut pria itu. Manik mata hitam Logan menatap Sanna dengan sorot tegas. Membuat gadis itu teringat akan kejadian tempo hari di kelab. “Dia … dia memintaku untuk datang,” jawab Sanna, lirih. “Mengapa kamu datang sendirian?” tanya pria itu, “Jenna adalah perempuan gila. Sudah pasti dia memiliki motif saat mengundangmu untuk datang,” sergah Logan. Tangan Sanna mencengkram sisi kursi dengan erat. Ia berusaha menahan tangisan yang mendesak untuk keluar. Diperlakukan seperti itu oleh Jenna sudah cukup membuatnya syok, kini Logan semakin memarahinya. “Lalu apa yang harus aku lakukan?” tanya gadis itu, balas menatap Logan dengan sorot tegas meski berkaca-kaca. “Apakah menurutmu aku ingin datang se
Sanna menatap rumah mewah yang menjulang tinggi di depannya. Tangan gadis itu menggenggam undangan pemberian Jenna tempo hari. Perayaan kecil itu diadakan di kediaman utama mereka. Sejak awal, Sanna berniat menjaga jarak dari keluarga Logan, tak berusaha untuk terlalu terkait dengan keluarga milyuner itu. Bagaimanapun, semakin Sanna menjaga jarak, semakin mudah baginya untuk terlepas pada waktunya nanti. Akan tetapi, nyatanya ia tak bisa menolak ajakan Jenna. Bahkan, Sanna berani mendatangi kediaman yang sudah seperti kandang singa itu seorang diri. Ia berniat memberitahu Logan saat mereka bekerja. Namun, entah mengapa, tiap kali tatapan mereka bertemu, Sanna teringat akan Logan yang berusaha menyerangnya dan bibirnya seakan terkunci seketika. “Saya bisa menghubungi Tuan Logan jika Nyonya menginginkannya.” Sang sopir menawarkan. Bahkan dia bisa melihat kegugupan pada wajah Sanna. Gadis itu menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Aku hanya datang untuk menyapa,” jawab Sanna. Set
Logan tertegun. Begitu pula Sanna. Ini kali pertama ia menampar seseorang secara langsung.Tubuh Sanna gemetar ketakutan. Bahunya bergerak naik turun dengan napas kentara saat pandangannya bertemu dengan sorot Logan. Iris cokelat Sanna yang berkaca-kaca dan manik hitam Logan. Waktu seakan berhenti dan Sanna cepat-cepat berdiri. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia melenggang pergi dari sana. Air matanya berhasil lolos saat Sanna membelah kerumunan. Hingga jantung gadis itu kembali tercekat saat seseorang menyergap lengannya. Sanna menoleh secepat kilat dan melihat seorang pria tidak dikenal. Wajahnya terlihat tampan, tetapi tatapannya memandang Sanna dengan penuh hasrat. “Ada apa, Nona? Pria berengsek mana yang membuat gadis secantik dirimu bersedih?” tanya pria itu dengan nada mencurigakan. Tubuh Sanna kembali gemetar ketakutan. Tempat ini benar-benar dipenuhi orang yang berbahaya. Tak menggubris pertanyaannya, Sanna melepaskan tangan pria itu dan beranjak pergi secepat yang ia bis
Seluruh tubuh Sanna seakan bergetar saat mengatakannya. Ini kali pertama ia bersikap begitu kasar kepada orang lain. Wanita di hadapannya terlihat syok. Ia menatap ke arah Sanna dengan tak percaya, kemudian memandang Logan seakan meminta pembelaan. Rahang Logan mengeras sempurna. Jantung Sanna berdegup lebih cepat saat Logan menghujani dirinya dengan sorot tajam menusuk. “Keluar dari sini,” tukas Logan seraya menjauhi wanita itu. Wanita tak dikenal itu menatap Logan dengan tidak percaya. Logan benar-benar kembali ke tempat duduknya, tanda ia bersiap tenggelam dalam pekerjaannya dan tak mengharapkan sentuhan apa pun. Wanita itu mendengkus tak senang. Ia membereskan pakaiannya seraya menatap tak senang ke arah Sanna, kemudian melangkah kesal ke luar ruangan. Sanna hampir tak percaya ia benar-benar bisa mengusir wanita itu. Tanpa mengatakan apa-apa, Sanna menyerahkan dokumen pagi Logan. “Ini, Tuan—” Logan menyambarnya dengan kasar dan menatap tajam ke arahnya. “Jangan b
Sanna merapatkan bibir dengan gugup. Tamatlah riwayatnya kali ini. Ia telah meneguhkan perasaan hingga yakin tak akan terkejut dengan apa pun yang Logan lakukan hari ini. Namun, Sanna justru kembali membeku saat melihat Amari, ibu mertuanya, di kantor itu. Logan pasti akan membunuhnya jika pertemuan ini membuat Amari mencurigai pernikahan mereka. “Jadi, kamu benar-benar bekerja di sini? Sejak kapan?” Amari bertanya dengan penasaran. Kini keduanya sudah berada di kafetaria. Sanna sengaja mengajak Amari ke tempat yang tidak akan didatangi Logan. Jika keduanya sampai bertemu, Sanna bisa-bisa dipecat hari itu juga. “Aku … aku masih dalam masa training. Aku baru mulai bekerja kemarin.” Gadis itu menjelaskan dengan jujur. Seperti pesan Logan padanya, sang ibu bisa langsung menyadari saat lawan bicaranya berbohong hingga Sanna berpikir satu-satunya cara untuk menghadapi situasi ini adalah dengan jujur. Amari mengangguk satu kali. Gerakannya selalu terlihat terencana, seakan ia merek
PRAANGG! Bunyi nyaring piring membentur lantai seketika membuat Sanna berjengit kaget. Ia mematikan kompor dan bergegas mendatangi meja makan. Wanita berambut panjang itu terkejut mendapati mangkuk berisi makanan itu telah pecah dan berceceran. Sang suami masih duduk di kursi. “Apa-apaan masakanmu ini, Sanna? Kau tahu aku tidak bisa makan ikan!” sergah Evan dengan suara geram. Iris hitam pria itu menatap lurus, tetapi bukan ke arah sang istri. Meski terlihat normal, Evan telah kehilangan penglihatannya sejak lima tahun lalu. “Aku tidak memasukkan ikan,” tutur Sanna, mencoba menjelaskan. “Itu hanya sup biasa, Evan.”“Pembohong!” kecam Evan. Dia membanting gelas di dekatnya hingga Sanna kembali berjengit kaget dan ketakutan.“Aku bisa mencium aroma ikan dari makanan itu. Apakah kau sedang meledekku karena buta? Kau pikir aku tidak akan tahu!?” Mendengar tuduhan itu, Sanna langsung menggeleng cepat. Dengan hati-hati, wanita itu mendekati sang suami. “Aku sama sekali tidak memili...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments