“Menikahlah kalau kamu masih ingin memimpin perusahaan itu,” kata seorang wanita yang rambutnya dipenuhi oleh uban.
Lelaki yang ada di depannya langsung menatap mata neneknya dengan tatapan yang santai tapi tajam.“Nenek yakin ingin memberikan perusahaan itu pada orang lain?”“Cucuku bukan hanya kamu saja, Lucio. Pikirkan permintaanku ini, atau kamu akan nenek lengserkan dari jabatan itu.” Neneknya lantas berdiri meninggalkan Lucio yang menatapnya gamang.Sudah hampir sembilan tahun lelaki itu mengurus perusahaan yang ditinggalkan oleh kakeknya. Semua berjalan lancar dan proyek yang dia dapatkan selalu berhasil.Tetapi, neneknya tiba tiba memberikan sebuah perintah aneh. Agar dirinya segera menikah dengan ancaman akan melengserkan posisinya dan memberikannya pada sepupunya yang lain jika dia tak segera menikah.Jangankan menikah. Dia saja tidak memiliki kekasih. Lucio tidak pernah ada waktu untuk pacaran karena baginya itu hanyalah membuang-buang waktu dan membuang-buang uang tentunya.Kebanyakan wanita yang dikenalkan neneknya selalu berakhir gagal karena semua tidak masuk dalam kriteria Lucio yang pemilih.“Sepertinya Anda harus segera menikah,” kata asistennya. Dia berbisik dengan nada mengejek.“Sebelum mengatakannya padaku. Sebaiknya kamu dulu yang menikah.”“Saya tidak bisa menikah karena Sebagian besar waktu saya. Saya habiskan untuk mendampingi Anda,” sahut asistennya.Luico langsung terdiam. Dia berdiri dan keluar dari ruangannya dengan gusar.Tak biasanya neneknya akan bersikap seperti ini padanya. Padahal biasanya dia hanya menyuruhnya untuk ikut kencan buta.Namun sepertinya neneknya sudah lelah meminta Lucio menemui wanita lagi.“Baik Nyonya,” asisten yang bernama Khaleed Erazino itu tampak sedang berbicara dengan seseorang melalui di telepon. Membuat Lucio menoleh dan merasa jika Khaleed sedang ditelepon oleh neneknya.“Pasti nenekku. Apa katanya?” tanya Lucio penasaran.“Rapat pemilihan pemimpin akan diadakan bulan depan.”“Hanya itu?”Khaleed mengangguk. “Secara tidak langsung nenek Anda berkata, menikah atau lengser dari jabatan.”Lucio tidak tahu mengapa neneknya harus bertindak sampai sejauh ini.Memangnya apa bedanya dia menikah dan masih lajang seperti sekarang? Bukankah jika dia masih lajang maka hidupnya tak akan diganggu oleh urusan yang tidak penting dalam rumah tangga.“Apakah saya perlu mencarikan istri untuk Anda?” tanya Khaleed.“Tidak, terima kasih. Untukmu saja.” Lucio mendengus. Ia masuk ke dalam mobil ketika Khaleed membukakan pintu untuknya.**Delicia menangis. Tidak, lebih tepatnya dia sedang pura-pura menangis di depan seorang wanita yang tengah bertolak pinggang di depannya.“Apa salah saya hingga Anda tega mengusir saya?” tanya Delicia, ia membersit hidungnya dengan pandangan mata yang naas.“Kesalahanmu? KESALAHANMU TIDAK MEMBAYAR APARTEMEN INI SELAMA EMPAT BULAN!” teriaknya. Suaranya yang lantang membuat rambut Delicia mundur ke belakang.Delicia. Wanita dua puluh empat tahun dan di-PHK dari pekerjaannya lima bulan yang lalu.Seakan nasib buruk terus mengikutinya. Apartemen yang biasanya dia sewa selama satu tahun penuh itu kini sudah habis masa sewanya. Dan kini Delicia harus membayarnya karena dia sudah menunggak selama empat bulan.“Bulan depan saya akan membayar sewa apartemen ini. Jika perlu saya akan membelinya!” Entah ide gila dari mana Delicia mendapatkannya. Namun yang terpenting dia bisa membuat agen property itu percaya padanya.“Beli kepalamu! Kamu bisa membayar satu bulan saja aku tidak percaya. Pokoknya, aku beri kamu waktu sampai minggu depan. Kalau kamu tidak pergi maka terpaksa aku akan mengusirmu. Ada orang yang akan melihat unit ini. Jadi ingat baik baik, Delicia?!”“Bu, tunggu dulu. Saya kan sudah bilang akan membayarnya bulan depan.”Ibu ibu setengah baya dengan rambut keriting seperti brokoli itu mendengus. “Kamu juga mengatakan kalimat yang sama seperti ini bulan lalu, bulan kemarinnya dan bulan kemarinnya lagi sampai aku hafal.”“Tapi—saya kan sudah menyewa di sini hampir empat tahun lho.”“Bahkan ada yang sudah menyewa apartemen di sini hampir selama dua puluh tahun. Namun akhirnya dia diusir.”BLAM!Pintu ditutup. Seperti hati ibu ibu itu yang juga tertutup. Kini nasib Delicia di ambang jurang.Jika dia tidak bisa membayar uang sewa apartemen. Maka dia akan berakhir menjadi gelandangan.“Tidak! Aku tidak bisa menggelandang.” Bayangan dirinya memakai baju compang-camping sedang duduk di emper toko langsung ia enyahkan. Dia harus segera mencari pekerjaan, bukan. Seharusnya dia mencari pinjaman uang dulu. Karena mencari pekerjaan tidak semudah dia membuang ingus.Delicia pun mengambil ponselnya, lalu menghubungi teman-teman lamanya. Namun sayangnya semua berakhir sama saja. Bahkan yang lebih buruk, ada yang lupa siapa Delicia.“Maaf, tapi 65 juta. Aku tidak punya uang sebanyak itu,” kata teman Delicia.“Bagaimana kalau 7 juta? Ada kan?”“Tidak ada. Aku juga baru saja membayar sewa apartemen.”“Baiklah kalau begitu.”Delicia mencoba menghubungi temannya yang lain. Namun hanya sakit hati yang dia terima.“Kenapa kamu harus memaksakan diri menyewa apartemen sih? Padahal masih banyak rumah susun yang murah yang bisa kamu huni,” dengus temannya.Delicia menelan ludah keringnya. Ia tidak butuh saran seperti itu. Ada hal yang tidak bisa dia katakan mengapa dia harus berada di apartemen itu.“Kalau kamu tidak bisa meminjamkannya, tidak apa-apa.”“Tentu saja tidak ada! Kamu pikir aku gila meminjamkan uang sebanyak itu pada pengangguran?”Delicia menutup teleponnya. Ia tak marah pada temannya itu. Karena permintaan ini memang tidak wajar apalagi tiba tiba dia meminjam uang sebesar 65 juta pada teman yang sudah lama tidak dia hubungi.Kalau saja dia tidak diPHK. Mungkin saja dia tidak akan seperti ini. Dia dipecat secara mendadak karena perusahaannya mengalami kerugian. Dan mau tak mau harus mengurangi jumlah karyawan. Dan Delicia menjadi salah satu di antara karyawan yang dipecat.Gajinya mencapai sepuluh juta sampai lima belas juta tiap bulan. Dia sudah menabung uang itu untuk membayar apartemen. Namun ayahnya tiba tiba masuk rumah sakit dan membutuhkan operasi bedah jantung. Jadi Delicia memberikan uang tabungannya itu pada ayahnya.Dulu Delicia tidak berpikir jika akhirnya dia akan dipecat maka dia tidak ragu memberikan uang itu untuk ayahnya.Tetapi setelah dia tahu dirinya dikeluarkan dari perusahaan tanpa pesangon. Jiwa dalam tubuh Delicia tiba tiba loncat. Dia tak tahu harus bagaimana.Kebutuhan selama lima bulan hasil dari sisa tabungan sudah hampir menipis. Dan dia sepertinya harus menjadi gelandangan setelah ini.“Arghhh! Kenapa jadi seperti ini?! Tuhan! Bisakah turunkan aku lelaki tampan dan kaya?! Aku membutuhkanya untuk membeli apartemen ini!” teriak Delicia yang sudah frustrasi.“Karena jika tidak,” ucapnya pelan. “Aku akan menjadi gelandangan,” lanjutnya lagi.Jika harus memilih, mungkin sebaiknya dia kembali ke kampung halamannya. Menjadi anak nelayan, daripada harus tinggal di rumah susun yang murah selama dia mencari pekerjaan yang baru.Delicia menenggak minumannya lagi ketika di sampingnya ada temannya yang duduk menemani dengan tenang.“Oh—kamu sudah datang rupanya,” kata Delicia.“Aku sudah datang satu jam yang lalu.""Kamu tiba-tiba minum seperti ini pasti ada hal yang menggangumu kan?” tanya Andres.Delicia mengangguk pasrah. “Aku—aku akan diusir dari apartemenku, kalau sampai minggu depan tidak membayar uang sewa. Aku harus bagaimana?” tanya Delicia dengan frustrasi.Sejak dia mengatakan pada Andres melalui telepon jika dia ada di bar Paradise, lelaki itu langsung datang ke sana.Mengingat kebiasaan buruk Delicia yang suka sekali pulang ke rumah mantannya ketika mabuk, membuat Andres tidak bisa membiarkan sahabatnya itu mabuk sendirian.Mereka berdua berteman sejak kelas 3 SD. Jadi mustahil jika keduanya memiliki kebiasaan buruk yang tidak mereka ketahui.“Berapa? Berapa sewanya? Kenapa kamu tidak bilang padaku?”“Enam puluh lima juta.”“Mau tinggal di apartemenku dulu?”Sontak Delicia menatap wajah Andres deng
Lucio diam saja sejak tadi. Bahkan ketika Khaleed memancingnya untuk mengajak bicara padanya.“Anda marah?” tanya Khaleed, meski diam diam dia tersenyum melihat tingkah Lucio saat ini.“Menurutmu?” Langkah Lucio terhenti hanya untuk melihat wajah asistennya yang seakan sedang mengejeknya. “Kalau saja tadi siang kamu bilang padaku jika nenekku merencanakan kencan buta itu, mungkin lebih baik aku pura-pura mati saja.”“Anda yakin? Kalau Anda pura-pura mati pasti nenek Anda akan mengganti posisi Anda dengan Benicio Valeega. Anda mau hal itu terjadi?”“Kamu mengancamku?” Lucio mendengus kasar. Jika saja asistennya itu bukan sahabatnya sejak masih SMA mungkin dia sudah memecatnya dari dulu karena selalu melakukan hal-hal di luar kendalinya.“Saya hanya melakukan perintah nyonya Dolores.”“Nenekku sepertinya sudah kehabisan kenalan wanita. Bagaimana bisa dia mengenalkanku pada—” Ah, kalau Lucio mengingat hal tadi itu, dia ingin sekali marah-marah pada neneknya karena sudah mengenalkan pada
Lucio membuka matanya lamat lamat. Ia melihat bayangan Khaleed sedang berbicara dengan seorang dokter yang mengenakan jubah putih. Khaleed sedang tertawa—hal itu membuatnya kesal.Padahal dirinya saat ini tengah masuk ke rumah sakit.Oh, ya. Jadi dia masuk ke rumah sakit karena apa? Tiba tiba Lucio teringat dengan kejadian menjijikkan yang baru saja terjadi.Lucio terduduk—ia terkesiap kemudian membuka selimutnya dengan buru-buru.Kemudian dia menghela napasnya dengan lega saat melihat bajunya sudah berganti dengan pakaian pasien.Khaleed yang tak sengaja melihat Lucio sudah bangun kemudian menghampirinya.“Pakaianku di mana?” tanya Lucio.“Sudah saya buang,” jawab Khaleed.“Tidak. Ambil pakaian dan sepatuku tadi.”Kening Khaleed mengerut heran. Lelaki yang banyak uang itu untuk apa menginginkan barang menjijikan itu tadi?“…Ya?”“Ambil barang itu cepat!” suruh Lucio.Khaleed yang sudah hafal bagaimana watak Khaleed pun akhirnya menuruti perintah aneh dari Lucio. Dia memutar tubuhnya.
Delicia tak sabar mengirimkan kabar baik pada Andres bahwa dia telah mendapatkan panggilan interview di perusahaan Cortez.Meski masih dalam tahap interview tapi setidaknya dia masih memiliki harapan untuk diterima kendati kecil kemungkinan.Usai mengirimkan pesan pada Andres. Delicia pun berangkat menuju perusahaan Cortez menggunakan bus.Setelah tiga puluh lima menit berlalu. Dia pun sampai di halte dekat perusahaan tersebut.Butuh waktu sampai sepuluh menit baginya untuk sampai ke sana dengan berjalan kaki.Meski panas—dan mengenakan sepatu hak tinggi, Delicia tampak semangat seakan menemukan harapan dalam hidupnya. Ya, setidaknya begitu.Di sisi lain sebuah mobil sedan berwarna hitam keluaran paling terbaru melintasi Delicia yang berjalan dengan semangat.Lucio yang melihat bayangan tak asing itu meminta Khaleed untuk memperlambat laju mobilnya.“Tunggu dulu, dia si gadis muntah itu, kan?” tanya Lucio. Matanya memandang ke arah Delicia yang tidak tahu jika saat ini dirinya tengah
Delicia masuk ke ruangan interview tersebut dengan perasaan yang tak menentu. Meski Khaleed menyambutnya dengan senyuman manis, tapi hal itu tak lantas membuat hati Delicia jadi tenang.Ia pun duduk di kursi yang berada di tengah. Menatap kursi yang tengah memunggunginya.Dalam hati Delicia, jika ia tahu kalau Lucio yang akan mewawancarainya mungkin dia tidak akan berangkat ke perusahaan itu.“Apa apaan sikapnya itu, kekanak-kanakan sekali,” bisik Delicia dalam hati.Kemudian kursi itu berputar dan munculah sosok Lucio. Ia menatap Delicia dengan senyum miring yang mengesalkan.“Bawa ke sini barangnya,” kata Lucio menyuruh Khaleed.Khaleed pun mengambil sebuah plastik yang dimaksud oleh Lucio. Sementara Delicia bingung dengan keadaan saat ini.Jadi dia ke sana bukan untuk diwawancara? Atau dia akan diinterogasi oleh Lucio?“Silakan ambil ini.” Khaleed menyerahkan plastik itu pada Delicia. “Anda bisa membukanya sekarang.”Mendengar hal itu sebenarnya sudah membuat perasaan Delicia tak en
“Calon istri katamu?” tanya Lucio tak percaya. Sejak kapan dia setuju untuk menikah dengan Bellinda.Ketika dia diserang rasa penasaran, neneknya muncul dengan senyum seperti malaikat.“Sepertinya Bellinda sangat cocok untukmu. Meski tadi siang kamu sudah melakukan hal buruk padanya. Tapi dia masih menghubungiku untuk dapat bertemu denganmu secara langsung.”Lucio tak tahu apa maksud neneknya. Apa yang neneknya rencanakan pun dia tidak mengerti.“Maksud nenek?”“Tadi siang, aku datang ke interview itu karena nenekmu menyuruhku datang ke sana. Tapi kamu tidak tertarik padaku. Maka dari itu. Aku datang ke sini, mungkin perasaanmu sudah berubah,” jawab Bellinda.“Bagaimana? Bellinda cantik kan?”Lucio menatap Bellinda. Wanita itu sama sekali bukan tipe idelnya.“Kenapa wajahmu seperti itu?” Neneknya bertanya pada Lucio setelah melihat cucunya memasang wajah tak suka. “Aku—aku belum ingin menikah.”“Belum ingin menikah? Memangnya mau sampai kapan kamu mau menikah? Kamu saja tidak ada kein
“Sial aku terlambat!” Delicia mengutuk dirinya sendiri ketika melihat jarum jam sudah menujukkan di angka dua.Padahal mereka akan berjanji bertemu di restoran itu pada jam dua siang ini. Namun dia malah membuat kesalahan besar karena sudah membuat lelaki itu menunggu di restoran.Tak mau membuang waktunya. Delicia langsung mengganti pakaiannya. Dia mencuci muka dan menggosok gigi tanpa mandi.Rambut yang berantakan dan lepek dia sisir dan diikat cepol ke atas. Setidaknya itu dapat menutupi jika sudah satu minggu ini dia tidak keramas.Karena tak mungkin naik bus. Akhirnya Delicia sengaja memesan taksi agar dia tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di jalan.Sementara itu di tempat lain dan di waktu yang sama.Lucio sudah menghabiskan tiga gelas air putih yang ada di meja. Hingga ia merasa malu pada karyawan restoran yang bertanya padanya apakah sudah siap memesan makanan atau belum.Ia melirik ke arah Khaleed yang juga gusar menunggu kedatangan Delicia.“Bagaimana kalau kita makan s
Delicia melihat ke dalam lemarinya. Ia mendengus ketika menyadari jika dia tidak memiliki gaun yang bagus untuk dirinya kenakan nanti untuk bertemu dengan nenek Lucio.Jika saja dia memiliki uang untuk ganti rugi. Mungkin dia tak akan sudi untuk menemani lelaki itu apalagi pura pura menjadi kekasihnya meski dalam satu hari.Namun sayangnya dia juga tak punya uang sebanyak itu untuk ganti rugi.Delicia terduduk di atas kasur. Mengamati gaun yang sama sekali tidak update dan terbilang ketinggalan zaman.Karena sejak dia tidak memiliki kekasih. Dirinya tidak pernah membeli pakaian bagus dan mahal. Uangnya kebanyakan ia tabung dan untuk membeli makanan yang enak.Bel bintu berbunyi. Ia tahu jika bukan Andres pasti si ibu ibu yang menagih uang sewa apartemennya.Namun Delicia merasa lega saat ini ketika mendapati Andres berada di depan pintu dan memperlihatkan sebuah paper bag dan ada tulisan sup ayam ibu yang memang makanan kesukaan mereka berdua.Delicia buru buru membukanya dan melihat A