Home / Romansa / Kontrak Cinta Seribu Hari / 7. Usaha Terakhir Delicia

Share

7. Usaha Terakhir Delicia

“Calon istri katamu?” tanya Lucio tak percaya. Sejak kapan dia setuju untuk menikah dengan Bellinda.

Ketika dia diserang rasa penasaran, neneknya muncul dengan senyum seperti malaikat.

“Sepertinya Bellinda sangat cocok untukmu. Meski tadi siang kamu sudah melakukan hal buruk padanya. Tapi dia masih menghubungiku untuk dapat bertemu denganmu secara langsung.”

Lucio tak tahu apa maksud neneknya. Apa yang neneknya rencanakan pun dia tidak mengerti.

“Maksud nenek?”

“Tadi siang, aku datang ke interview itu karena nenekmu menyuruhku datang ke sana. Tapi kamu tidak tertarik padaku. Maka dari itu. Aku datang ke sini, mungkin perasaanmu sudah berubah,” jawab Bellinda.

“Bagaimana? Bellinda cantik kan?”

Lucio menatap Bellinda. Wanita itu sama sekali bukan tipe idelnya.

“Kenapa wajahmu seperti itu?” Neneknya bertanya pada Lucio setelah melihat cucunya memasang wajah tak suka.

“Aku—aku belum ingin menikah.”

“Belum ingin menikah? Memangnya mau sampai kapan kamu mau menikah? Kamu saja tidak ada keinginan untuk berkencan, sampai ada berita miring tentangmu kalau kamu menjalin hubungan dengan Khaleed.”

“Khaleed?” Lucio tentu saja terkejut. Padahal banyak yang tahu jika hubungan mereka ketika di luar adalah sahabat. Dan jika di kantor Khaleed adalah asistennya.

Memang Lucio ke mana mana selalu dengan lelaki itu. Bahkan ketika menonton film sekali pun. Tapi itu tak lantas membuatnya menyukai Khaleed kan?

“Nek—” Lucio mendesah frustrasi.

“Sudahlah. Menikah dengan Bellinda atau bulan depan rapat itu akan nenek lakukan.”

Lucio memutar otaknya. Ia harus menghindari Bellinda atau menghindari pencopotan posisinya secara paksa tersebut.

“Aku sebenarnya sudah memiliki kekasih. Hanya saja aku belum bisa mengenalkannya pada nenek karena aku takut nenek tidak menyukainya.”

Wajah cemas neneknya berubah menjadi cerah dengan senyum yang penuh harapan.

“Benarkah? Kamu sudah memiliki kekasih? Siapa? Kenapa nenek harus tidak menyukainya?”

“Karena—karena dia dari keluarga biasa saja. Dan tak mau diekspos. Dia tak ingin menjadi bahan gossip di kantor.”

“Siapa dia? Seharusnya kamu mengatakannya pada nenek.”

Lucio menelan ludah keringnya dengan susah payah. Sementara Bellinda menatapnya tak percaya.

“Bagaimana kalau kamu mengajaknya makan malam dengan kita nanti di akhir pekan,” usul neneknya tiba tiba.

“Sepertinya tak bisa.”

“Kenapa?” tanya neneknya.

“Dia—dia sepertinya sibuk.”

“Sibuk atau orang yang kamu bicarakan itu tak ada,” sahut Bellinda.

“Ada. Tentu saja ada. Aku akan membawanya nanti. Nenek tenang saja.”

“Baiklah kalau begitu. Nenek akan menunggunya di akhir pekan. Bellinda—kamu juga harus datang ya.”

“Untuk apa?” Lucio tampak keberatan. “Nenek mau membandingkan kekasih Lucio dengan dia? Dia berasal dari keluarga biasa saja. Jadi jelas saja dia akan kalah.”

“Dia? Kamu selalu menyebut dia? Namanya siapa?” tanya Bellinda belum mau menyerah.

Lucio memutar otaknya. Mencari nama wanita yang dia tahu.

“Delicia, namanya Delicia,” jawab Lucio tampak tak yakin.

“Delicia. Sepertinya dia cantik,” gumam neneknya.

**

Lucio akhirnya malam itu tak bisa tidur dengan tenang. Dia membolak balikkan tubuhnya karena harus berpikir bagaimana caranya agar bisa membawa wanita ke acara makan malam nanti.

Ia sungguh tak ingin menikah. Apalagi dengan Bellinda. Wanita yang terlihat gampangan itu sama sekali bukan lah tipe idelanya.

Lagi pula dia yang sangat suka mengenakan pakaian seksi. Pasti sering melakukanya untuk menarik perhatian laki laki.

Akhirnya Lucio menghubungi Khaleed jam tiga pagi.

“Haloo.” Suar Khaleed terdengar masih mengantuk.

“Aku harus membawa wanita di akhir pekan ini. Coba pikirkan siapa yang bisa aku bawa ke sana.”

“Ini masih pagi, kenapa menyuruhku berpikir,” desah Khaleed merasa terganggu tidurnya.

“Ayolah. Aku meminta saran sebagai sahabat bukan sebagai atasan!”

“Emmm.” Khaleed bergumam.

“Teman wanita. Bagaimana dengan teman wanitamu?”

“Aku tak punya. Kamu tau sendiri kalau temanku cuma kamu.”

Khaleed menghela napasnya lagi.

“Bagaimana kalau wanita yang tadi siang itu. Minta saja bantuan padanya. Dan anggap semua lunas, pakaian dan sepatu itu dia tak perlu ganti rugi.”

Lucio tampak berpikir. Wanita tadi pasti mau karena sedang didesak oleh keadaan.

Ia tak mungkin memiliki perasaan untuk wanita itu, pun sebaliknya. Jadi memintanya untuk berpura-pura menjadi kekasihnya pasti tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Baiklah kalau begitu. Suruh dia menemuiku besok di restoran dekat perusahaan. Katakan saja aku tidak akan meminta ganti rugi, asalkan dia mau datang menemuiku.”

“Hmm, oke.”

**

Lingkaran hitam di sekitar mata Delicia semakin tebal. Dia sama sekali tak bisa tidur semalaman.

Setelah dia diusir dari apartemen mungkin dia akan mendapatkan tempat tinggal yang baru yaitu penjara.

Kebiasaan buruknya ketika mabuk memang sering menyusahkannya. Namun dia tidak tahu jika kebiasaan buruknya yang terakhir membuatnya dalam masalah besar.

Jam delapan pagi, Delicia baru saja memejamkan matanya beberapa detik. Sebelum akhirnya dia mendengar suara dering ponselnya.

“Halooo,” sapa Delicia dengan malas karena mengantuk.

“Dengan nona Delicia?”

Delicia tahu suara ini. Suara yang kemarin menyuruhnya masuk ke ruang interview.

Ia pun terkesiap. Dan terduduk di atas kasurnya.

“Ya? Ada apa?” tanya Delicia cemas.

“Ini masalah ganti rugi kemarin. Apakah Anda bisa—”

“Maaf sebelumnya, tapi sepertinya saya butuh waktu yang panjang untuk mengganti uang sebanyak 500 juta. Tapi saya tidak akan lari dari tanggung jawab kok,” sambar Delicia.

“Begini, bisakah Anda menemui atasan saya itu di restoran siang ini? Dia akan memberikan pilihan yang lain untuk Anda. Jadi Anda tidak perlu mengganti uang tersebut.”

“Benarkah? Tapi apa itu?”

“Saya tidak bisa mengatakan. Anda bisa mendengarnya sendiri nanti siang.”

“Baiklah.”

“Jam dua siang di Moon Restaurant, atasan saya akan menunggu Anda di sana.”

“Baik.”

Setidaknya Delicia bisa tidur tenang sampai jam dua belas nanti. Mendengar suara Khaleed yang sejuk dan lembut, membuat perasaannya jadi sedikit membaik.

“Apapun itu, asalkan jangan lima ratus juta,” gumam Delicia sebelum akhirnya dia tertidur dengan mulut terbuka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status